Siang hari di kediaman Wibowo, jingga yang baru sampai di mansion keluarganya bingung karena tumben keluarganya siang hari berkumpul biasanya sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Dia melihat ada satu orang yang belum dia kenal, seorang perempuan kisaran usia 25 tahun sedang duduk di sebelah neneknya.
Kelihatanya neneknya sudah akrab dengan perempuan tersebut karena mereka asik berbisik entah sedang membicarakan apa.
Melihat anak bungsunya sudah pulang sang ibu memberi isyarat untuk duduk di sebelahnya, Jingga mengangguk mengiyakan karena dia masih bingung dengan apa yang sedang terjadi di rumahnya tersebut.
"Ok, semuanya sudah berkumpul! ayah ingin memberi tahu semuanya bahwa ayah akan menikah lagi dengan Clara dua Minggu lagi!"
ujar Dodi, Jingga dan kedua kakaknya kaget bukan main ayahnya ingin menikah lagi yang benar saja, anak-anak Amelia menoleh ke arah ibu mereka Amelia hanya mengangguk sebagai jawaban bahwa dirinya sudah tahu tentang rencana pernikahan suaminya tersebut.
"Apa alasan ayah menikah lagi bukan kah ibu sudah melahirkan keturunan untuk keluarga ini ada Al, anak laki-laki ayah." Al, bingung dengan jalan pikiran sang ayah.
"Ayah mencintai Clara sejak dia masih SMA, kami dekat saat ayah sering mengunjungi panti asuhan tempat Clara tinggal dan ternyata Clara adalah cucu dari adik Oma kalian yang di culik saat masih kecil dan di buang di panti." jelas sang ayah.
"kami baru memberi tahu kalian karena Clara dulu masih anak SMA dan belum bisa menikah secara hukum, sekarang Clara sedang mengandung anak ayah adik kalian juga." sambung sang ayah.
Jingga merasa ibunya ini sudah lama tersakiti tapi masih tetap tersenyum tanpa menunjukan rasa marahnya setiap hari, apa semua itu hanya kepura-puraan untuk menutupi semua luka hatinya.
"Tidak ada yang boleh menolak keputusan ayah karena ini bukan pilihan melainkan sebuah perintah untuk di patuhi!" ujar sang nenek, nila yang dari tadi diam ingin menyela tapi tangannya tiba-tiba di genggam oleh ibunya dia menoleh ke arah sang ibu, melihat ibunya menggelengkan kepala tanda jangan nila akhirnya mengurungkan niatnya.
"Dan mulai hari ini Clara sudah mulai tinggal di rumah ini, untuk anak-anak panggil dia mama, kalian mengerti!" ujar sang ayah.
Al, yang kesal langsung pergi tanpa mengiyakan perkataan sang ayah, dia pergi ke kamarnya di susul kedua adik perempuanya. Oma yang melihat ketiga cucunya pergi tanpa bicara sepatah kata pun menegur Amelia, " kamu harusnya bisa menasehati ketiga anak mu itu untuk lebih sopan di hadapan orang yang lebih tua."
Amelia, hanya mengangguk mengiyakan saja ucapan mertuanya tersebut, sedangkan Dodi menatap Amalia dengan dalam entah apa yang ada di pikirannya sekarang hanya dia yang tahu.
-
Malam harinya semua makan malam bersama kecuali Al, dia tidak mau makan jika bersama dengan istri baru ayahnya itu.
"Kemana Al? kenapa tidak turun untuk makan malam? Amelia!" serunya Dodi penuh penekanan.
jingga menoleh kearah ayahnya dengan raut muka tidak suka, apa ayahnya tidak bisa bicara pelan pada ibunya pikir jingga.
"Al, tidak lapar karena sudah makan salad tadi sore, aku sendiri yang membuatnya." ujar Amelia
Dodi hanya menghela napasnya dia tahu anak laki-lakinya sedang marah padanya, Clara mengelus tangan suaminya, Dodi membalas dengan tersenyum kepada Clara, istri keduanya memang selalu tahu bagaimana cara menghibur hatinya
Jingga yang muak melihat adegan di depannya dia bergegas meninggalkan meja makan tanpa menyelesaikan makan malamnya.
Didalam kamarnya Jingga banyak mengumpati sang ayah, dia yang masih kecil benar -benar tidak tahu jalan pikiran orang dewasa serumit ini.
ketika sedang meluapkan kekesalannya Nila datang ke kamar sang adik,
"Kamu tahu nggak dek kalau ibu udah tahu hubungan ayah tuh sejak lama, kakak tadi nggak sengaja denger sendiri waktu ibu jelasin semuanya ke kak Al, makanya kakak nggak ikut makan malam bareng kita tadi dia mungkin kecewa sama ayah." ujar Nila
"Apa sich yang ayah lihat dari Tante itu cuman Menang muda aja kan, bahkan ibu lebih cantik dari dia walau pun usianya lebih tua dari dia." sambung Jingga pula.
Sedang asik mengobrol ibu mereka masuk kedalam kamar Jingga.
"Kalian yakin sudah kenyang tadi makan malamnya? kalau belum ibu bawakan ke sini nasinya ya! sekalian untuk kak Al, nanti kita makan di sini sama-sama."
"nggak usah Bu kita udah nggak enak makan, lagian ya kenapa sich ibu diam aja sama keputusan ayah ini? kenapa kita ngga boleh menolak padahal ini kan nggak adil untuk ibu, ibu korban di sini." jingga merengek pada ibunya.
"Gini ya sayang, kan mama Clara sedang hamil anak ayah nanti kalau mama Clara sudah melahirkan dan anaknya tidak punya ayah itu akan jadi dosa besar untuk ayah karena membuang darah dagingnya sendiri, jadi benar apa kata ayah ini bukan pilihan tapi bentuk tanggung jawab ayah pada mama Clara, mungkin caranya salah tapi niatnya baik kok ambil sisi baiknya aja yeah jangan terlalu di ambil hati nanti lama-lam kalian pasti ngerti tentang keadaan ini." Amelia mencoba menasehati kedua putrinya agar lebih bersabar dan ikhlas lagi.
Nila hanya mengangguk, tapi tidak dengan Jingga dia hanya diam saja.
Di kamar Amelia dan Dodi ...
setelah menasehati kedua anaknya Amelia kembali ke kamarnya untuk istirahat dan ternyata di sana sudah ada suaminya duduk di atas ranjang sambil bermain ponsel miliknya, mendengar langkah kaki Dodi menegakan kepalanya melihat Amelia yang tersenyum ke arahnya sambil berjalan.
"Mas akan tidur di sini?" tanya Amelia, kemudian duduk di sebelah suaminya.
"Iya memangnya harus tidur di mana Clara tidur bersama Oma malam ini." Dodi kemudian memandang ke arah istrinya dia menatap dalam bola mata istrinya yang sangat cantik dulu dia memang jatuh hati pada pemilik bola mata indah ini tapi setelah bertemu Clara, entah kenapa hatinya terbagi dua untuk istrinya dan Clara.
"Kenapa apa ada sesuatu yang aneh di muka ku?" ujar Amelia.
Dodi, hanya menggeleng lalu dia beranjak ke bathroom untuk membersihkan diri sebelum tidur. Amelia menyiapkan baju tidur untuk suaminya lalu berbaring di ranjang untuk tidur.
Setelah selesai berganti baju Dodi ikut berbaring di samping istrinya dia melihat istrinya tertidur lelap padahal baru berapa menit yang lalu, di pandangi wajah Amelia lalu berkata dalam hati
"kenapa kamu terlihat biasa saja tahu semuanya Lia apa karena sudah tidak ada lagi cinta di hatimu untukku? maaf aku salah telah menyakitimu tapi hati ini tidak bisa di bohongi aku juga mencintai Clara seperti aku mencintaimu."
Bersambung...
Hari berganti, hari ini adalah pesta pernikahan Dodi dan Clara, semua tamu undangan yang hadir tidak terlalu banyak hanya rekan kerja Dodi dan keluarga terdekat saja.
Di dalam kamar Jingga ada Al dan juga Nila ketiga anak Amelia itu sedang berkumpul di sana, mereka enggan turun ke bawah menghadiri pesta sang ayah alasnya ya karena tak ingin punya mama baru.
tok tok ...
mereka bertiga menengok ke arah pintu ketika melihat siapa yang datang, ternyata itu ibu mereka, Amelia begitu cantik dengan dandanan yang sederhana dia berniat memanggil anak-anaknya untuk bergabung dengan yang lain.
"Loh kok kalian nggak turun kebawah? malah ngumpul di sini, ada apa?"
"Ibu, kenapa sich ayah mesti nikah sama tuh cewe gatel? emang ayah yakin kalau anak yang di kandung tuh cewek beneran anak ayah?" tanya Nila.
"Hus kalau ngomong jangan gitu, biar bagaimana pun dia mama kalian sekarang, hati-hati kalau berbicara nggak baik kalau di dengar orang nanti timbul fitnah, sekarang kalian turun yeah gabung dengan yang lain ucapkan selamat untuk ayah dan mama Clara." Amelia memang selalu rendah hati entah terbuat dari apa hatinya dia bisa setenang itu melihat suaminya menikah lagi dengan perempuan lain.
Akhirnya setelah sedikit berdebat dengan ke tiga anaknya mereka turun bersama, pandangan mata Jingga begitu dingin melihat pasangan yang sedang duduk di pelaminan tersebut, ayah ya cinta pertamanya, panutannya kini menghancurkan segalanya.
"Nah gitu dong cucu-cucu oma dari tadi kalian pada kemana? ayo kalian ucapakan selamat untuk mama Clara." kelihatan sekali sang Oma sangat bahagia padahal Dodi bukan baru pertama menikah.
Dodi melihat ketiga anaknya baru bergabung di pesta, pandangan matanya jatuh kepada Jingga anak bungsunya, aura mata Jingga terlihat mencekam, sepertinya dia yang paling tidak suka dengan pernikahan dirinya dan Clara.
Lalu beralih melihat Amelia yang terlihat biasa saja dengan keadaan sekitarnya sepertinya dia sangat ikhlas dengan keadaanya atau mungkin sebaliknya.
-
Pagi hari semua orang sedang sarapan bersama, kecuali pasangan pengantin baru mereka baru terlihat menuruni anak tangga.
Al dan Nila yang melihat ayahnya segera menyelesaikan sarapan mereka.
"Kita pamit ya Bun." mereka berdiri lalu menyalami bundanya, Dodi yang melihat kedua anaknya ingin pergi lalu berkata
"Selesaikan sarapan kalian!" tanpa mendengar ucapan ayahnya mereka berdua berlalu pergi.
"Apa kamu yang mengajari mereka berprilaku seperti itu Lia, sebagai seorang ibu harusnya kamu lebih bisa mendidik anak-anak!" Dodi berkata tepat di depan meja makan mereka.
"Nanti aku nasehati mereka mas." bahkan Amelia masih bisa berbicara halus ketika Dodi membentaknya barusan.
brag...
Jingga menggebrak meja makan, dari tadi dia sudah mencoba untuk tidak bicara tapi setelah mendengar ayahnya yang sama sekali tidak menghargai ibunya yang teramat sabar itu akhirnya dia muak.
"Ayah bisa pagi-pagi tidak merusak mood kami, dengan menghadirkan Tante ini saja hari-hari kami sudah tidak baik, jadi jangan selalu membentak ibu."
plak
Dodi menampar anak bungsunya itu, jingga memegang pipinya tanpa mengeluh sakit sedikit pun.
"Mas." suara Amelia dan Clara
Amelia berjalan menuju anaknya yang hanya menatap datar sang ayah,
"Kamu nggak papa sayang." Amelia begitu khawatir melihat sudut bibir sang anak yang robek, dia ingin membawa putrinya ke ruang keluarga untuk di obati lukanya, tapi Jingga menolak karena sudah terlambat untuk pergi ke sekolah.
Setelah Jingga pergi Dodi memilih pergi ke ruang kerjanya, dia duduk termenung di kursi kerjanya entah dia menyesal atau marah yang pasti dia hanya duduk diam, Clara menyusul suaminya di ruang kerjanya.
"Mas, udah jangan terlalu di pikirkan mereka kan hanya anak-anak, nanti lambat laun mereka juga pasti akan mengerti." ujar Clara berbicara sambil mengusap bahu sang suami, Dodi menyuruh Clara duduk di pangkuannya dia memeluk istrinya itu.
"Maaf yeah sayang atas sikap dan ucapan anak-anak." Dodi berbicara sambil memandang istrinya, keduanya saling pandang kemudian Clara mencium mesra suaminya cukup lama.
-
Sementara di meja makan tinggal Amelia, dia duduk termenung sambil memikirkan suatu tindakan yang sudah di rencanakan sebelumnya, mungkin dia hanya diam tapi tidak ada yang tahu bahwa Amelia punya rencana sendiri untuk semua masalah ini.
Di sekolah Bangsa Al dan Nila sedang istirahat bersama mereka terlihat serius membicarakan sesuatu.
"Kamu yakin dek kalau yang kamu lihat itu dia? mungkin aja kan orang lain?" ujar Al bersuara.
"Aku yakin si soal itu kak, sayang waktu itu aku nggak video in jadi nggak bisa buktiin ke kakak."
"Kalau bener itu tante Clara kita harus cari banyak bukti, kasian bunda harus jadi korban di sini." sambung Al
Nila hanya mengangguk, mereka menyelesaikan makan siang mereka karena sebentar lagi jam kelas di mulai.
Sedangkan Jingga, dia bolos hari ini karena moodnya benar-benar berantakan, dia pergi ke danau dekat sekolahnya, saat sedang duduk ada pria paruh baya menghampirinya.
"Assalamualaikum ...." ucap pria tersebut, "apa paman boleh duduk di sini nak?" tanyanya pada Jingga.
Jingga, mengangguk dan membalas salamnya dengan nada sangat pelan nyaris tidak terdengar.
"Kalau ada orang mengucap salam tuh di jawab neng" ucap pria bersorban lengkap itu.
"Wa'alaikum salam."
"padahal kan gue udah ngucapin tadi dasar pamannya aja yang budek ya kan" ujarnya di dalam hati.
"Jangan suka menggerutu dalam hati tidak baik itu." sambungnya lagi sambil tersenyum.
Jingga mengerutkan dahinya tanda bingung dengan orang di sebelahnya ini kenapa dia tahu isi hatinya pikir Jingga.
Jingga lantas bangun dari duduknya ingin pergi tapi di urungkan mendengar suara paman tadi berbicara,
"Nama saya Sulaiman, saya punya pondok pesantren di daerah Jawa Tengah tepatnya di Brebes, tempatnya tidak terlalu besar tapi lumayan bersih dan rapi kalau neng jingga berkenan boleh berkunjung atau menimba ilmu di sana." ujar Sulaiman menawarkan.
Jingga semakin aneh dengan pertanyaan dari orang di depannya ini aneh menurut Jingga.
"Dari mana paman tahu nama saya? lalu kenapa tiba-tiba menawarkan saya mondok apa saya terlihat urakan atau seperti anak tidak punya orang tua dan rumah untuk tinggal?" ujar Jingga sedikit mengeraskan suaranya.
ekhm
"begini menurut saya neng jingga itu seperti sedang banyak masalah dan butuh tempat untuk curhat siapa tahu, suasana di pondok itu kan ramai damai penuh dengan hal-hal positif jadi bisa menjadi solusi, dari pada di sini sekolah bolos duduk di danau sendiri, kalau menurut saya sendiri itu merugikan, dan untuk nama neng Jingga bukan kah tertera di tame tag seragam sekolah!" jelas Sulaiman.
Setelah mendengar penjelasan panjang lebar orang di depannya Jingga lalu pergi dia bahkan lupa mengucapkan salam, lalu balik lagi berapa langkah "Assalamualaikum." ucapnya kemudian berlari menjauh.
Ustad Sulaiman yang melihat kelakuan Jingga hanya tersenyum kemudian menjawab salam dari Jingga "Wa'alaikum salam."
Sulaiman memilih duduk di sana sambil menunggu temanya.
bersambung....
Jingga yang baru pulang ke mansion melihat ayahnya sedang bersama istri barunya mereka sedang bersantai di ruang keluarga, tumben ayahnya itu tidak pergi kantor biasanya jam segini masih di kantor dan akan pulang jam istirahat nanti.
"Kamu kenapa pulang sekolah jam segini Jingga?" yang bertanya bukan ayahnya melainkan Clara.Jingga yang di tanya seperti itu hanya diam hendak berlalu dari sana tapi sang ayah tiba-tiba bersuara
"Kamu tidak dengar mama Clara bertanya tadi?" sedangkan Jingga hanya diam dan melanjutkan langkahnya.
"Jingga apa kamu tidak mengerti bahasa manusia, ayah tidak pernah mengajarkan kamu seperti itu pada orang lain!" sambung Dodi.
"Udah lah mas nggak perlu di perpanjang masalahnya mungkin Jingga sedang lelah, iya kan sayang?" Clara bertanya pada Jingga, tapi yang di tanya pergi begitu saja.
-
Malam harinya semua orang berkumpul di ruang keluarga. "mulai sekarang kalian harus menghormati mama Clara, dia juga sama seperti ibu kalian dan ingat dia sedang mengandung anak ayah jangan sampai membuatnya banyak pikiran dengan tingkah kalian dan tidak menghargai keberadaanya di sini." jelas Dodi. "Dan kamu Amelia tugasmu di rumah mendidik anak-anak bukannya sibuk kesana kemari tidak jelas! kamu tahu putri bungsumu itu tadi pagi bolos sekolah, mau jadi apa nanti jika sekolah saja seperti itu kelakuannya!" sambung Dodi lagi.
"Maafin kelakuan Jingga mas, Clara, dia masih kecil belum terlalu banyak mengerti yang baik dan buruk, Jingga minta maaf yeah sama ayah dan mama Clara, dan tentang bolos sekolah jangan di ulang lagi ya sayang." Amelia berkata sangat lembut pada Jingga, anak-anak Amelia yang mendengar ibunya di jelek-jelek kan seperti itu tidak terima.
"Al nggak akan mau menganggap Tante ini mama Al, mama kita hanya ibu Amelia!" Al bahkan berbicara sambil menunjuk wajah Clara, Clara sampai kaget mendengar Al meninggikan suara di hadapannya.
plak
"Al, kakak." semua orang berteriak
"Jaga ucapan kamu dia istri ayah juga bukan orang lain di rumah ini, dan kamu Al anak SMA sepertimu tidak tahu bagaimana orang dewasa menjalani hidup, kelak ketika dewasa mau akan merasakan sendiri!" setelah mengucapkan kalimat itu dia berlalu pergi dari sana, tapi saat akan menaiki tangga dia berhenti mendengar suara Jingga.
"Ayah boleh berbicara seperti itu pada kami sekarang tapi kami akan buktikan bahwa kami bisa jauh lebih baik dari kehidupan ayah yang sekarang camkan itu tuan Dodi Wibowo yang terhormat!"
"Ayah akan menyesal dengan menduakan ibu tanpa memikirkan perasaannya, kelak jika anak wanita itu lahir perempuan dia akan merasakan sakit yang ibu rasakan ingat ini ayah!" Nila juga menyumpahi ayah ya. Setelah semua unek-unek dalam hati mereka keluar, ketiganya pergi ke kamar masing-masing.
Clara memegang dadanya dia kaget mendengar sumpah dari anak-anak suaminya tersebut apa dia terlalu dalam menyakiti hati mereka sampai mereka membenci dirinya dan janin di dalam kandungannya.
Dodi melihat kearah Amelia dan Clara, Amelia hanya duduk diam entah apa yang sedang di pikirkan nya, sedangkan Clara dia terlihat shock lalu memegang perutnya yang tiba-tiba kram dan berteriak.
akh ....
"Mas sakit..."
"Clara kamu kenapa sayang?" Dodi menghampiri Clara, lalu menggendongnya sambil berteriak memanggil supir mereka.
Amelia bergegas menyusul suaminya, "Mas boleh aku ikut menemani kalian?" dia menawarkan diri untuk ikut dengan suaminya.
Dodi hanya mengangguk sambil melanjutkan langkahnya.
-
Sampainya di rumah sakit Clara di bawa ke IGD, Dodi menunggu sambil mondar-mandir dengan cemas dia takut terjadi hal buruk pada anak dan istrinya, sedangkan Amelia duduk melihat suaminya yang terlihat gusar itu.
"Duduk mas! mudah-mudahan bayi dan mamanya baik-baik saja."
Dodi duduk di sebelah istrinya, setelah berapa menit dokter keluar dari IGD, "Keluarga nona Clara! Apa anda suami dari nona clara?" ujar dokter bertanya.
"Iya dok saya suaminya, bagaimana keadaan istri saya dokter?" tanya Dodi.
"Istri anda hanya mengalami kram itu biasa terjadi pada usia kandungan semester pertama, jangan membuat pikiran ibu hamil stres karena bisa terjadi kram lagi, jika sering kram juga tidak baik karena bisa memicu keguguran." jelas dokter pada Dodi, setelah mendengar penjelasan dokter, Clara di pindahkan di ruang rawat karena dia belum sadar.
Amelia duduk di kursi ruang rawat Clara, dia bukan mencemaskan Clara, tapi bayi yang sedang di kandung oleh madunya itu bagaimana pun bayi itu tidak bersalah.
Mendengar suara pintu di buka Amelia menoleh dia melihat suaminya berjalan ke arah ranjang rawat madunya itu.
"Maafkan mas sayang tidak bisa menjaga kamu dan baby, mas janji setelah kamu sadar akan lebih memperhatikan kamu lagi." ucap Dodi sambil mencium kening istri keduanya itu, kehadiran Amelia di situ seakan tidak terlihat oleh suaminya, tahukan Dodi istri pertamanya itu lebih banyak memendam rasa sakit hatinya dalam diam.
"Aku pamit pulang dulu ya mas, pasti anak-anak mencari aku." Amelia berpamitan pada suaminya, Dodi menoleh ketika Amelia berbicara dia hanya menganggukkan kepalanya kemudian melihat kearah istri keduanya lagi.
-
Di dalam taksi yang di tumpangi Amelia dia menangis, dia memang selalu diam dan terlihat tegar tidak ada yang tahu isi hatinya, dia juga manusia biasa.
" cukup Lia ini air mata terakhir kamu." ucap Amelia dalam hati pada dirinya sendiri sambil mengusap air matanya.
"Pertama aku harus mendapat tanda tangan mas Dodi." tekad Amalia.
-
Setelah dua hari di rawat di rumah sakit, Clara sudah di perbolehkan pulang, saat sampai mansion sudah ada Oma, yang menyambut kedatangan Dodi dan Clara.
"Ya ampun sayang bagaimana keadaan kamu dan baby di dalam sini?" ujar Oma tangannya sibuk mengelus perut rata Clara.
"Kami sudah baik-baik saja Oma."
"Dodi antar Clara ke dalam kamar dulu Oma dia harus banyak istirahat." ujar Dodi, Oma mengiyakan ucapan putranya tersebut.
setelah sampai kamar mereka Clara berbaring di ranjangnya, diselimuti tubuh Clara oleh suaminya.
"Istirahat ya sayang jangan banyak melakukan aktifitas dulu ok!" Clara mengangguk sambil tersenyum melihat perhatian suaminya itu,
Dodi pamit keluar kamar karena dia ingin menemui ibunya di ruang keluarga.
-
Harusnya malam ini giliran Dodi tidur bersama istri pertamanya tapi karena alasan menjaga Clara, tapi sebelum tidur Dodi masih mengecek email yang di kirim asistennya di kantor, ketika sedang fokus dengan pekerjaanya terdengar orang mengetuk pintu ruang kerjanya.
tok tok
"Masuk!" ujar Dodi tanpa menoleh kearah pintu.
"Mas ini ada surat dari sekolah Al dan Nila mereka meminta tanda tangan untuk persetujuan acara study tour mereka Minggu depan." ujar Amelia sambil menyodorkan beberapa lembar kertas penuh dengan tulisan kepada suaminya.
Dodi yang sedang sibuk tidak membaca satu persatu isi kertas tersebut dia langsung menandatangani nya walau pun sempat bingung kenapa ada lebih dari dua tanda tangan yang di minta sedangkan anaknya hanya Al dan Nila, saja yang pergi harusnya hanya perlu dua tandatangan saja, tapi tidak mau ambil pusing setelah selesai dia memberikan semuanya pada Amelia.
"Terimaksih mas, apa perlu aku buat kan kopi untuk menemani kerja mas?" ujar Amelia.
"Ngga perlu Lia, sebentar lagi juga selesai lebih baik kamu istirahat maaf yeah malam ini belum bisa tidur di kamarmu."
"Nggak papa mas, aku pamit dulu selamat malam mas." ucap Amelia sebelum pergi dia sempat mencium pipi suaminya setelah itu tersenyum dan keluar.
Dodi tertegun setelah mendapat ciuman dari istri pertamanya itu, sudah lama sekali Amelia Nya tidak melakukan itu, Dodi tersenyum sambil mengelus pipinya yang mendapat ciuman dari Amelia.
bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!