Di dalam rumah yang cukup besar, terdengar keributan antara kakak beradik
Mereka saling adu mulut
" Aku sudah bingung gimana caranya agar kamu berubah!
Setiap hari ada aja ulah yang kamu perbuat
Kamu itu masih muda!
Kalau seperti ini terus, kamu jadi apa nantinya?
Kamu itu adik satu-satunya kakak!"
Yang di ajak bicara hanya diam mendengarkan ucapan dari sang kakak.
Kak aku butuh perhatian, aku butuh teman, aku bosan dengan keseharian yang hanya di habiskan di sekolah dan di rumah.
Aku sudah besar.
Vika nama gadis itu, perempuan yang baru sekolah kelas 1 SMA
Sering kali membuat sang kakak naik darah karena tingkah polahnya.
Seperti siang ini, sang kakak kembali menerima laporan dari pihak sekolah bahwa Vika tidak masuk sekolah
Sang kakak juga menerima laporan dari pegawainya yang melihat Vika sedang merokok, bersama sekumpulan muda mudi
"Harus dengan cara apa kakak mendidikmu?
Apa kakak masukan kamu ke pesantren yah biar di didik di sana?"
"Ngga mau, aku ngga mau masuk pesantren!"
Sang kakak menunduk bingung dan juga sedih tentunya, melihat adik satu-satunya yang sudah besar, bertindak sesuka hati
"Vik tolong kakak, sampai kapan kamu kaya gini?"
Dengan langkah gontai sang kakak pergi meninggalkannya.
Setiap kali sang kaka marah Vika hanya diam, menunduk, dia seolah mengakui kesalahannya.
Tapi dengan cara apa lagi agar aku dapat perhatian darimu kak?
Kakak selalu sibuk dengan pekerjaan, jarang pulang ke rumah, bahkan sering keluar kota, dan aku di tinggal di rumah Segede ini hanya dengan pembantu.
Kak di lubuk hatiku yang paling dalam, aku ngga kepengin seperti ini...!!!
"Vika"
Panggil sang kakak
Perempuan yang masih sibuk dengan lamunannya itu tidak mendengar jika di panggil
"Vika... Vik...!"
Sang kakak kembali memanggil
Karena belum ada respon ia menepuk bahu Vika
"Masuk lah ke kamar, jangan menambah kekesalan ku hari ini!".
Aldi kurniawan nama sang kakak
Laki-laki berusia 29 tahun, tampan, kaya, berpawakan atlentis, dengan tinggi badan proposional cukup untuk membuat permpuan kelepek- kelepek di hadapannya.
Namun sayang karena sifat yang arogan dan tidak mau tau, atau di bilang mungkin kurang peka lah yah, belum pernah sekalipun terlihat ia menggandeng permpuan, waktunya hanya di habiskan untuk kerja dan kerja
Bener-bener laki-laki penggila kerja.
"Tuti....!!!"
Wanita paruh baya itu tergopo-gopo memenuhi panggilan sang majikan
"I-ia tuan, ada yang bisa saya bantu?"
" Ia, lusa saya mau keluar kota, cukup lama,
Carikan permpuan di kampung, yang baik buat menemani Vika di rumah
Untuk kali ini coba cari permpuan yang
berbeda
Yang mempunyai pendidikan agama yang bagus, syukur- syukur ia juga bisa menangani kenakalan remaja saat ini
Kamu tahu Vika seperti apa sekarang kan?"
"I-ia tuan"
"Saya pengin Vika berubah, untuk urusan gaji ngga usah khawatir saya berani bayar mahal 5 juta perbulan!"
Setelah di anggap cukup pembicaraannya Aldi pun pergi.
"Duh selalu aja begini, kalau keluar kota"
Keluh Tuti yang bingung dengan sikap sang majikan.
Kenapa ngga cari istri aja tuan, biar non Vika ada yang menemani, saat tuan pergi bekerja!
\*\*\*
Di sebarang sana terlihat sosok ibu dan anak sedang bersantai ria, duduk di teras rumah menikmati waktu sorenya,
Di temani sepiring singkong goreng dan teh hangat, membuat keduanya betah berlama- lama di sana
" Nak, sampai kapan kamu urusi terus anak orang?
Apa kamu ngga memikirkan masa depan mu?
Kamu udah cukup umur untuk membina rumah tangga loh?"
Pertanyaan bertubi-tubi di lontarkan oleh permpuan paruh baya, yang sudah pasti itu adalah ibunya gadis yang duduk di
sampingnya,
Dengan lembut sang ibu mengelus-elus kepala yang terbalut kerudung
Nina Mahesa nama permpuan itu usia yang sudah mendekati 25 tahun, belum ada tanda-tanda dekat dengan laki-laki
Maklum kalau di kampung usia 25 tahun belum menikah orang tua itu udah merasa khawatir, takut-takut kalau di sangka ngga laku, atau di katain sebagai perawan tua.
Tapi kalau Nina mana mungkin dekat dengan laki-laki, dalam kamusnya ia tidak mau dekat dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya,mungkin ia akan benar-benar dekat dengan laki-laki saat seseorang itu sudah menjadi suaminya
Benar-benar permpuan langka
Senernya kalau di katakan sebagai permpuan taat dalam agama, ya hampir,ia sedang mencoba menjalaninya, menutup auratnya dengan pakaian syar'i, menjauhi
Segala hal yang yang berbau zina, pacaran salah satunya dll
Ya begitulah kira-kira dia...
Tapi satu hal yang pasti jika ada laki-laki yang tahu sifat aslinya dijamin akan jatuh cinta kenapa?
Sifat lembut dan tulusnya ditambah dengan simpatiknya mampu membuat siapa pun yang dekat dengannya akan merasa nyaman.
Contoh kecilnya ia sangat di kagumi oleh anak-anak remaja permpuan di kampungnya.
Karena selalu bisa membuat mereka nyaman saat sedang bersamanya, bahkan untuk teman curhat pun enak.
Saat ini kegiatan gadis itu, selain membantu ibunya berdagan, ia juga membimbing anak-anak remaja untuk selalu dekat dan taat pada landasan agama.
" Bu nanti jika tiba waktunya, aku pasti menikah, ibu tenang aja!"
Terangnya dengan menatap ibunya dalam-dalam
"Tapi sampai kapan?"
Nina hanya menanggapi pertanyaan sang ibu dengan senyuman
Sebenarnya dalam hati ia sangat merindukan seorang laki-laki datang ke rumah untuk melamar dan menikahinya
Laki-laki pemberani, bukan pengecut pada umumnya, ya sering kali gadis ini dapat perhatian dari lawan jenis yang ingin mendekatinya, namun untuk meminta di jadikan pacar terlebih dahulu jelas perempuan itu menolak.
"Jangan terlalu memikirkan hal itu Bu, bantu Nina dengan doa aja, agar kelak saat tiba waktunya Nina menikah dengan laki-laki terbaik pilihan Allah.
Yang Soleh, yang benar-benar bisa menjadi imam yang baik buat Nina.
"Assalmu'alaykum..."
Seseorang permpuan berjilbab panjang datang menghampiri Nina dan ibunya
"Wa'alayikumussalam warohmatullah"
Jawab kedua wanita itu dengan kompak
" Eh, mba Ningsih tumben?" Tanya Nina dengan menyelidik
"Ada perlu lah, sama kamu!"
"Kalau begitu ibu tinggal dulu yah?
Silahkan mb Ningsih duduk"
"Ia terimakasih Bu..."
Setelah Bu Maryam pergi Ningsih langsung pasang wajah seriusnya
" Ada apa sih?"
Nina begitu penasaran dengan kedatangan teman karibnya
"Mmm...di mulai dari mana yah ngomongnya?"
"Ada apaan?" Nina bertanya dengan rasa penasarannya
"Cerewet banget sih!"
Ningsih sampe kesel di buatnya
" Lah, habis mukanya tegang gitu!"
"Aku mau minta tolong bisa ngga?"
Nina mengerutkan keningnya
" Minta tolong apa?"
" Bu Tuti menyuruh ku, untuk mencari perempuan baik, buat di bawa ke tempat kerjanya!"
Nina menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal
"Terus apa hubungannya dengan ku?"
Ningsih langsung berinisiatif menceritakan semua dengan panjang kali lebar
Sementara yang mendengarkan hanya ber oh ria.
" Gimana, bisa menolong Bu Tuti kan?
Kasihan loh beliau, katanya untuk kali ini pekerjaan Bu Tuti lah yang jadi taruhannya, kalo sampe ngga dapet permpuan yang di inginkan oleh majikannya, Bu Tuti akan di pecat!"
Bu Tuti adalah salah satu tetangga dekat Nina, beliau permpuan hebat yang masa hidupnya hanya di gunakan dengan kerja dan kerja, beliau punya suami dan anak namun mereka hanya bermalas-malasan,
Kebutuhan hidup yang menderanya lah yang membuat Bu Tuti harus terus bekerja menjadi tulang punggung.
" Jadi gimana mau yah nin, bantu Bu Tuti?
Soalnya aku rasa kamulah yang cocok untuk pekerjaan ini?"
\*\*\*
"Jadi gimana, mau yah Nin bantu Bu Tuti?
Soalnya aku rasa kamulah yang cocok untuk pekerjaan ini!"
Nina mengeha nafas beratnya
" Aku sih udah ngomong ke ibu, beliau mengizinkan, asal hanya sebulan duabulan!"
" Benarkah?"
Mata Ningsih berbinar-binar, mendengar ucapan Nina
Akhirnya aku bisa bantu Bu Tuti, walau hanya sekedar mencarikan permpuan yang beliau inginkan.
" Kamu tenang saja, untuk urusan gaji
Katanya lumayan besar, 5 juta per bulan!"
Nina bengong mendengar gaji 5 juta per bulan
Orang kaya yah, 5 juta per bulan ngga ada artinya, beda dengan kami yang di sini, berapa pun nominalnya sangat berarti.
" Ya udah deh, besok pagi kamu harus udah siap yah, aku anter kamu ke tempat kerja Bu Tuti"
" Sebenarnya kalau bukan karena Bu Tuti, aku lebih memilih di rumah, nemenin ibu!"
" Anggap saja buat cari pengalaman, syukur-syukur kamu di sana juga ketemu sama jodoh yang kamu cari selama ini!"
"Ih, apaan...!"
"Ya kali aja!"
Ningsih senyum-senyum melihat rona muka Nina yang terlihat kesal karena ulahnya
" Yang namanya jodoh kan kita ngga tahu, kapan dan di mana ketemunya!"
Kali ini Ningsih benar-benar mau membuat Nina kesal
" Au... ah...
Kalau udah ngga ada yang perlu di bahas, mending pulang aja Sanah, kasian suami dan anak-anak mu menunggu terlalu lama!"
Maaf yah mb, bukan bermaksud mengusir, aku hanya ingin menghindar dulu membahas jodoh, terlalu pusing dan ruwet urusannya, terus ujung-ujungnya aku yang galau sendiri.
" Ngusir nih?"
Tapi bener juga sih aku udah dari sore, sampe mau magrib masih di sini.
" Ya udah aku pulang yah, besok pagi aku anter ke tempat kerja Bu Tuti!"
Ningsih berpamitan pada Nina, yang masih terlihat kesal dengan ulahnya
" Dasar gadis aneh!
Assalmu'alaykum..."
Ningsih setengah berlari setelah berhasil mengacak-acak kerudung Nina.
" Iiiihhhh .....nyebelin.....!!!"
Nina teriak melihat kepergian sahabatnya.
Ningsih adalah salah satu sahabat dekat Nina, orangnya rame, jahil tapi penyayang, ia juga begitu perhatian, jiwa sosialnya tinggi, pokoknya ngga nyesel kalau punya temen kaya dia
Setatus sudah menikah, dan di karunia 2 anak, satu laki-laki, dan ke dua permpuan.
\*\*\*
Seperti yang di rencanakan Aldi pagi ini, ia sudah bersiap untuk pergi, bahkan barang bawaan seperti koper dan keperluan lainnya
Sudah berada di depan pintu kamar tinggal memanggil asistennya untuk membawa dan menyimpannya di bagasi mobil.
Sebelum perg Aldi menemui Vika, yang sudah ada di meja makan, pagi ini Vika libur sekolahnya jadi nyantai.
Sambil mengolesi roti dengan selai coklat, Vika tampak murung, melihat kakanya yang sudah bersiap pergi
" Kenapa sih kerjanya ngga di sini aja?
Apa kakak ngga tahu kalau, aku di sini kesepian?"
Kali ini Vika meluapkan emosinya
" Kata kakak, aku itu adik satu-satunya, kalau aku hanya di tinggal- tinggal terus, tanpa di perhatikan, jangan harap aku jadi Ade yang baik!"
Ucap Vika dengan kesal
Saking kesalnya, roti yang sudah siap di santap, kini hanya ia biarkan di piring.
Aldi yang ingin berniat sarapan bareng dengan sang adik kini hanya diam
Nafsu makannya sudah hilang bersama kekesalan yang di buat Vika
" Dengarkan baik-baik Vika,kalau bukan karena ulah ayah dan ibu yang meninggalkan kita di sini, kita ngga akan mungkin seperti ini, dunia itu kejam, apa kamu pikir hidup mewah ini dan fasilitas yang ada di dalamnya begitu mudah di gapai, mudah di dapat?
kakak kerja tanpa mengenal lelah, itu untuk kelayakan hidup kita.
Kamu yang di sini hanya tinggal menikmati hasil, tapi masih ngga mau terima!!!
Masih protes ini itu, dan parahnya lagi masih menuntuk kakak untuk memperhatikanmu???"
Mendengar kemarahan sang kakak Vika hanya menangis, bahkan ia tak berani untuk sekedar melihat wajah sang kakak
Ia tidak menyaka hidangan sarapan paginya kali ini adalah kemarahan sang kakak yang begitu menusuk hatinya.
" Kakak itu cuman minta satu hal sama kamu, jadi anak yang baik!"
Kata-kata itu Aldi ucapkan sambil memandang Vika yang terus menangis
Sebenarnya ada rasa menyesal dan bersalah atas ucapannya pada sang adik, yang membuatnya begitu sedih, namun Aldi terlalu angkuh untuk mengakuinya, ia tidak berniat sama sekali untuk mengucapkan kata maaf.
"Satu lagi, siang ini ada permpuan istimewa yang akan datang ke rumah,
Dia adalah seorang yang akan menemani kamu saat kakak pergi, jika kamu ingin perhatian mintalah padanya, anggap saja ia sebagai kakakmu.
Kali ini Vika menatap tajam sang kakak, ia begitu sedih dan kecewa
"Kenapa setiap kali kakak pergi aku selalu di titipkan ke orang asing sih?"
Mendengar hal itu Aldi mendengus kesal
" Kamu masih protes?
Ini sudah menjadi keputusan kakak, keputusan ini tidak bisa di ganggu gugat kecuali...
Aldi menggantung ucapannya
" Kecuali apa kak?" Vika begitu penasaran dengan kalimat yang di gantung oleh sang kakak
"Kecuali kamu mau masuk pesantren!"
Setelah mendengar ucapan sang kakak, Vika kembali terdiam, ia tertunduk lesu
Ya entah kehidupan apa lah ini, yang jelas aku pengin punya adik yang baik, Solehah, walaupun aku sendiri jauh dari kata Soleh, shalat aja ngga pernah, apa lagi baca Qur'an, tapi paling tidak aku pengin Vika yang lebih baik lag, tidak liar seperti sekarang ini.
Setelah amarah mereda Aldi mendekati Vika ia berbisik
" Jika kakak pulang, kelakuanmu sudah lebih baik, kamu boleh minta apapun ke kakak!"
Setidaknya mencoba menghibur Vika, agar tidak terus manyun seperti itu.
Benar saja Vika langsung tersenyum
"Benarkah kak, apa pun itu?"
" Yups...
Apa pun itu...!"
\*\*\*\*
"Jadi gimana, mau yah Nin bantu Bu Tuti?
Soalnya aku rasa kamulah yang cocok untuk pekerjaan ini!"
Nina menghela nafas beratnya.
" Aku sih udah ngomong ke ibu, beliau mengizinkan, asal hanya sebulan dua bulan!"
" Benarkah?"
Mata Ningsih berbinar-binar, mendengar ucapan Nina.
Akhirnya aku bisa bantu Bu Tuti, walau hanya sekedar mencarikan permpuan yang beliau inginkan.
" Kamu tenang saja, untuk urusan gaji
Katanya lumayan besar, 5 juta per bulan!"
Nina bengong mendengar gaji 5 juta per bulan.
Orang kaya yah, 5 juta per bulan ngga ada artinya, beda dengan kami yang di sini, berapa pun nominalnya sangat berarti.
" Ya udah deh, besok pagi kamu harus udah siap yah, aku antar kamu ke tempat kerja Bu Tuti"
" Sebenarnya kalau bukan karena Bu Tuti, aku lebih memilih di rumah, nemenin ibu!"
" Anggap saja buat cari pengalaman, syukur-syukur kamu di sana juga ketemu sama jodoh yang kamu cari selama ini!"
"Ih, apaan...!"
"Ya kali aja!"
Ningsih senyum-senyum melihat rona muka Nina yang terlihat kesal karena ulahnya.
" Yang namanya jodoh kan kita ngga tahu, kapan dan di mana ketemunya!"
Kali ini Ningsih benar-benar mau membuat Nina kesal.
" Au... ah...
Kalau udah ngga ada yang perlu di bahas, mending pulang aja Sanah, kasian suami dan anak-anak mu menunggu terlalu lama!"
Maaf yah mb, bukan bermaksud mengusir, aku hanya ingin menghindar dulu membahas jodoh, terlalu pusing dan ruwet urusannya, terus ujung-ujungnya aku yang galau sendiri.
" Ngusir nih?"
Tapi bener juga sih aku udah dari sore, sampe mau magrib masih di sini.
" Ya udah aku pulang yah, besok pagi aku antar ke tempat kerja Bu Tuti!"
Ningsih berpamitan pada Nina, yang masih terlihat kesal dengan ulahnya.
" Dasar gadis aneh!
Assalmu'alaykum..."
Ningsih setengah berlari setelah berhasil mengacak-acak kerudung Nina.
"Wa'alaykumussalam... Iiiihhhh .....nyebelin.....!!!"
Nina teriak melihat kepergian sahabatnya.
Ningsih adalah salah satu sahabat dekat Nina, orangnya rame, jahil tapi penyayang, ia juga begitu perhatian, jiwa sosialnya tinggi, pokoknya ngga nyesel kalau punya temen kaya dia.
Status sudah menikah, dan di karunia 2 anak, satu laki-laki dan satu permpuan.
\*\*\*
Seperti yang di rencanakan Aldi pagi ini, ia sudah bersiap untuk pergi, bahkan barang bawaan seperti koper dan keperluan lainnya
sudah berada di depan pintu kamar, tinggal memanggil asistennya untuk membawa dan menyimpannya di bagasi mobil.
Sebelum pergi Aldi menemui Vika, yang sudah ada di meja makan. Pagi ini Vika libur sekolahnya jadi nyantai.
Sambil mengolesi roti dengan selai coklat, Vika tampak murung, melihat kakaknya yang sudah bersiap pergi.
" Kenapa sih kerjanya ngga di sini aja?
Apa kakak ngga tahu kalau, aku di sini kesepian?"
Kali ini Vika meluapkan emosinya
" Kata kakak, aku itu adik satu-satunya, kalau aku hanya di tinggal- tinggal terus, tanpa di perhatikan, jangan harap aku jadi Adik yang baik!"
Ucap Vika dengan kesal.
Saking kesalnya, roti yang sudah siap di santap, kini hanya ia biarkan di piring.
Aldi yang ingin berniat sarapan bareng dengan sang adik kini hanya diam,
nafsu makannya sudah hilang bersama kekesalan yang di buat Vika.
" Dengarkan baik-baik Vika, kalau bukan karena ulah ayah dan ibu yang meninggalkan kita di sini, kita ngga akan mungkin seperti ini, dunia itu kejam, apa kamu pikir hidup mewah ini dan fasilitas yang ada di dalamnya begitu mudah di gapai, mudah di dapat?
kakak kerja tanpa mengenal lelah, itu untuk kelayakan hidup kita.
Kamu yang di sini hanya tinggal menikmati hasil, tapi masih ngga mau terima!!!
Masih protes ini itu, dan parahnya lagi masih menuntut kakak untuk memperhatikanmu???"
Mendengar kemarahan sang kakak Vika hanya menangis, bahkan ia tak berani untuk sekedar melihat wajah sang kakak.
Ia tidak menyangka, hidangan sarapan paginya kali ini adalah, kemarahan sang kakak yang begitu menusuk hatinya.
" Kakak itu cuman minta satu hal sama kamu, jadi anak yang baik!"
Kata-kata itu Aldi ucapkan sambil memandang Vika yang terus menangis.
Sebenarnya ada rasa menyesal dan bersalah atas ucapannya pada sang adik, yang membuatnya begitu sedih, namun Aldi terlalu angkuh untuk mengakuinya, ia tidak berniat sama sekali untuk mengucapkan kata maaf.
"Satu lagi, siang ini ada permpuan istimewa yang akan datang ke rumah,
Dia adalah seorang yang akan menemani kamu saat kakak pergi, jika kamu ingin perhatian, mintalah padanya, anggap saja ia sebagai kakakmu.
Kali ini Vika menatap tajam sang kakak, ia begitu sedih dan kecewa.
"Kenapa setiap kali kakak pergi aku selalu di titipkan ke orang asing sih?"
Mendengar hal itu Aldi mendengus kesal.
" Kamu masih protes?
Ini sudah menjadi keputusan kakak, keputusan ini tidak bisa di ganggu gugat kecuali...
Aldi menggantung ucapannya.
" Kecuali apa kak?" Vika begitu penasaran dengan kalimat yang di gantung oleh sang kakak.
"Kecuali kamu mau masuk pesantren!"
Setelah mendengar ucapan sang kakak, Vika kembali terdiam, ia tertunduk lesu.
Ya entah kehidupan apa lah ini, yang jelas aku pengin punya adik yang baik, Solehah, walaupun aku sendiri jauh dari kata Soleh, shalat aja ngga pernah, tapi paling tidak aku pengin Vika yang lebih baik lag, tidak liar seperti sekarang ini.
Setelah amarah mereda Aldi mendekati Vika, ia berbisik.
" Jika kakak pulang, kelakuanmu sudah lebih baik, kamu boleh minta apapun ke kakak!"
Setidaknya mencoba menghibur Vika, agar tidak terus manyun seperti itu.
Benar saja Vika langsung tersenyum
"Benarkah kak, apa pun itu?"
" Yups...
Apa pun itu...!"
\*\*\*\*
Benar saja, menjelang siang ada dua perempuan datang ke rumahnya,
permpuan berjilbab, dengan ransel kucel nya yang di jinjingan, terlihat begitu sederhana dan apa adanya, guratan lelah di wajah mereka juga menghiasi,
yang seharian menghabiskan waktu di bis antar kota.
" Ini benar alamatnya mba?
Rumahnya besar banget kaya istana?"
" Ia benar nih alamatnya" Ningsih menyodorkan secarik kertas ke Nina yang bertuliskan alamat
Aldi Kurniawan
Jalan Majapahit no.14
Kompleks elit.
Dengan kelelahannya, mereka mencari seseorang yang akan ditanyai kebenaran alamat itu.
" Rumah Segede ini apa ngga ada satpamnya yah mb?"
Nina dan Ningsih clingak-clinguk ke kanan dan ke kiri sambil terus berharap ada orang yang mereka kenal, di tempat yang asing ini.
Begitu lama menunggu berdiri mematung dua permpuan itu tersenyum, kala melihat seseorang yang mereka kenal menghampiri.
" Bu Tuti.."
Nina dan Ningsih begitu girang bertemu dengan wanita paruh baya itu.
" Ayo silahkan masuk!"
Setelah mempersilahkan masuk, Bu Tuti menyiapkan minum dan cemilan untuk kedua wanita itu.
Sekarang mereka sudah duduk di kursi dapur, yang terlihat bersih dan rapi
" Ayo silahkan di minum!"
Ucap Bu Tuti dengan lembut.
" Makasih Bu"
Nina langsung menyambar gelas dan meminumnya hingga tandas.
" Maasyaa Allah, seger nya!"
Di atas tangga ada sepasang mata yang dari tadi mengawasi gerak-gerik Nina dan Ningsih.
Sial bisa-bisanya kakak titipkan aku pada wanita aneh itu, memangnya kakak menginginkan ku menjadi seperti mereka.
Awas aja, aku akan buat kalian tidak betah di rumah ini!
Vika langsung masuk ke kamarnya, entah apa yang mau di lakukan olehnya, agar membuat wanita yang belum ia kenal pergi secepatnya dari rumah.
" Nin, aku langsung pulang yah,kasihan suami dan anak-anak ku!"
Ucap Ningsih yang sudah bersiap-siap akan pulang, ia menyalami Bu Tuti dan juga Nina.
" Ok, hati-hati yah, do'ain moga berhasil!"
Ucap Nina sambil memeluk sahabatnya itu.
" Syukur-syukur kamu di sini dapet jodoh yah!"
Bisik Ningsih di telinga Nina.
" Ngga usah ngarep deh...
Kamu hati-hati di jalan mb...!"
Pelukan pun di lepas, Ningsih melangkah ke luar, Bu Tuti turut menghantarkannya.
Sementara Nina masih duduk termenung, bingung di kursi dapur.
Apa yang harus aku lakukan yah, kalau bukan terpaksa karena Bu Tuti, aku ngga mau kerja di sini, kasihan anak-anak di rumah, mana aku ngga pamitan langsung lagi ke mereka, habis waktunya mepet banget jadi ngga keburu deh...
" Ehm..."
Terdengar seseorang berdehem, hal itu membuyarkan lamunan Nina, ia menoleh ke sumber suara.
Sosok laki-laki paruh baya yang mengenakan pakaian dinas berdiri menghampiri.
Nina tersenyum sebentar dan kemudian menundukkan pandangannya.
" Maaf nona, saya kesini mau menyampaikan surat kepada anda, ini dari tuan Aldi Kurniawan, sebelum berangkat, beliau menitipkan ini pada saya !"
Laki-laki itu mengambil sepucuk kertas yang sudah terlipat rapih dari saku bajunya, kemudian ia berikan ke Nina yang masih terlihat bingung.
" Kalau begitu saya permisi dulu nona!"
Laki-laki itu undur diri
" Tunggu pak...!
Nama saya Nina, tolong jangan panggil saya nona, terus apakah ini surat kontrak kerja saya?"
Dengan sopan laki-laki itu menjawab
" Maaf saya di suruh panggil anda dengan sebutan nona oleh tuan Aldi, dan surat itu bukanlah surat kontrak kerja anda!"
"Lalu ini surat apa?"
" Di buka dan di baca dulu nona, biar anda tahu, perkenalkan saya Aji, asisten pribadi tuan Aldi di kantor "
Laki-laki itu tidak menyodorkan tangan ke Nina, ia menelungkup kan tangan di dada.
Aji paham betul dengan permpuan yang memakai hijab syar'i biasanya menolak untuk jabatan tangan dengan lawan jenis.
" Jika anda membutuhkan bantuan, untuk tugas anda, saya dan Tuti siap membantu!"
Nina makin bingung dengan ucapan pak Aji
Sebenarnya aku di sini kerja apaan sih, terus kenapa juga, tuan Aldi menyuruh pak Aji panggil aku nona, padahal kan aku di sini bukan siapa-siapa, aku kerja seperti mereka.
Pak Aji menangkap kebingungan dari wajah Nina yang masih terlihat begitu polos.
" Ya sudah nona, saya permisi dulu, masih banyak pekerjaan!"
Ucap pak Aji dengan melangkahkan kakinya menjauhi Nina. Nampak pak Aji senyum-senyum sendiri melihat Nina yang masih terlihat bingung di kursi.
****
Jam di dinding kamar Vika menunjukan pukul 05.30 wib, hari ini ia sudah mulai kembali ke sekolah, dengan malas mencoba bangun dari tempat tidurnya.
" Aduh, aku kenapa?
Kepala ku sakit banget!!!"
Dengan sedikit memaksa ia berusaha bangun, namun tetap tidak bisa akhirnya ia kembali tiduran.
Terdengar ketukan pintu, namun saat ini Vika tidak bisa berbuat apa-apa, selain pasrah dengan keadaan fisiknya yang sedang tidak baik-baik saja.
Lama menunggu jawaban, akhirnya pintu di buka.
Ceklek....
Seseorang datang menghampiri Vika.
" Assalmu'alaikum....
Sholehah"
Sapa perempuan itu dengan lembut, ia pun menghampiri Vika yang masih di ranjang.
" Udah siang yuk bangun, hari ini kan sekolah?"
Namun Vika tak bergeming sama sekali.
Kali ini yang dirasakan Vika bukan hanya sakit kepala,tapi juga mual.
Apa yang terjadi dengan ku?
Perempuan yang bukan lain adalah Nina, langsung cepat tanggap melihat gadis yang di sampingnya, ia langsung berlari kecil mengambilkan air hangat untuk minum.
" Kamu sakit?"
Nina mengecek suhu badan di kening gadis itu dengan punggung tangannya.
" Badan mu panas sekali, ayo minum air hangat ini!!"
Nina mencoba membantu membangunkan gadis itu dan duduk bersandar di ranjang.
" Ini minum dulu!"
Nina menyodorkan gelas yang berisi air hangat.
Vika langsung mengambilnya dan minum sampai tandas.
" Sekarang tiduran dulu yah, saya mau ambil air buat kompres!"
Nina langsung melangkah pergi menuju dapur, di sana sudah terlihat Bu Tuti yang sedang sibuk memasak.
" Bu, non Vika sakit, badannya panas banget!" Ucap Nina dengan cemas, ia menyiapkan air dan baskom kecil untuk di bawa ke kamar Vika.
"Udah saya duga non, akhir-akhir ini saya jarang sekali melihat non Vika makan, padahal beliau punya penyakit tipus dan asam lambung!"
" Ooo..., Pantesan!"
" Mau di bawa ke rumah sakit aja apa non?"
Kali ini Nina di bikin bingung dengan keadaan, ia harus bertindak cepat untuk menolong Vika.
Setelah menyiapkan semua yang di butuhkan, Nina kembali menemui Vika di kamar.
Gadis itu sudah terlihat pucat,entah menahan sakit dari kapan.
Sambil mengompres Vika, Nina berujar.
" Kita ke rumah sakit yuk non?
Biar cepat sembuh!"
Vika hanya menggeleng lemah.
" Tapi kamu butuh pengobatan"
Tok...tok..tok ...
" Sebentar, ada siapa itu?"
Nina melangkahkan kakinya menuju pintu dan membukanya.
Terlihat dua orang laki-laki sedang berdiri di sana.
Nina terkejut, melihat pak aji dengan seorang dokter di sampingnya.
"Non tadi Tuti hubungi saya, katanya non Vika sakit?"
" Ia, Vika sakit badannya panas sekali pak!"
" Ini saya panggilkan dokter spesial keluarga tuan Aldi"
"Oh, silahkan masuk!"
Ketiga orang itu langsung menghampiri Vika, dan dokter itu langsung memeriksa keadaan vika.
" Makan yang teratur, jangan banyak pikiran dan istirahat yang cukup!"
Ucap dokter itu dengan lembut.
Ia menuliskan beberapa resep di note book yang sudah tersedia di dalam tasnya.
" Ini resep obat yang harus di tebus di apotik!"
Resep itu di berikan kepada pak aji yang berdiri di sampingnya.
" Baik dok, kalo begitu saya permisi!"
Pak aji langsung bergegas pergi, begitu juga dengan sang dokter, setelah membereskan alat periksanya ke dalam tas, ia berpamitan dengan sopan nya ke kedua gadis itu.
" Terima kasih dok!" Ucap Nina lembut
Ia pun turut mengiringi langkah dokter muda itu hingga keluar kamar.
****
To: Gadis kampung
Hai gadis baik, aku titipkan adikku padamu yah!
Selama aku pergi, tolong jaga dia, jangan sampai sakit, kalau sakit aku akan buat perhitungan dengan mu saat ku pulang nanti.
Kau boleh pakai kamar ku buat tempat istirahat mu dan kau juga boleh memakai semua fasilitas yang ada di rumah ku.
Oh ia, jangan panggil Vika nona, panggil dengan namanya aja, terus untuk Vika suruh panggil kamu kakak.
Jangan banyak tanya ke Tuti dan juga Aji, mereka tidak akan tau jawabannya.
" Ini orang kaya tahu di sini ku banyak tanya, jangan- jangan...?" Nina menggidig ngeri saat membayangkan yang tidak-tidak terhadap majikannya.
Akhirnya ia pun memilih untuk pergi meninggalkan kamar, dan menuju kamar Vika.
Seperti biasa ia ketuk kamar dulu, namun tidak ada jawaban dari dalam, ia membuka pintu dengan pelan dan masuk menemui Vika.
Saat ini Vika masih terlihat lemah ia masih berbaring di ranjang, tanpa komando Nina mengecek kening Vika dengan punggung tangannya.
" Alhamdulillah, panasnya sudah turun"
Vika membuka matanya saat mendengar suara Nina.
"Aku ingin ke kamar mandi!" Ucap Vika.
Sebenarnya sudah dari tadi Vika ingin ke kamar mandi ,namun tubuhnya masih belum bisa di ajak kompromi hanya untuk sekedar bangun.
Beruntung mendengar hal itu Nina langsung sigap memapah Vika menuju kamar mandi, dengan lembut dan sabarnya Nina menunggu Vika sampai selesai membuang hajatnya
" Hem... kamarnya luas banget, kalau di kampung ruangan Segede ini paling buat ruang tamu,itu pun masih terlalu luas, bisa di sekat lagi buat kamar"
Ceklek...
Vika keluar dari kamar mandi, Nina pun langsung membantu memapahnya kembali ke tempat tidur.
" Kak, siapa nama mu?"
Tanya Vika memecah kesunyian.
Udah dua hari di sini, kamu baru tanya nama, bukankah kamu bilang akan membuat permpuan itu tidak betah di sini, ngapain tanya nama ngga penting!
Ingat pesan kakak, kamu di suruh nurut jadi berlaku baik lah...!
Jangan, nanti permpuan itu bisa besar kepala kalau kamu nurut sama dia!
Kamu ingat kakak mu akan memberikan apa pun yang kamu mau jika kamu mau menurutinya!
Suara itu keluar dari dalam hati Vika, mereka saling tarik menarik untuk menguasai hati dan pikirannya.
Drt...drt...drt...
Terdengar dering ponsel yang ada di atas meja. seketika lamunan Vika buyar.
Nina yang dari tadi sudah mengulurkan tangan hendak kenalan, langsung menarik tangannya kembali, ia merasa malu karena tidak di gubris sama sekali.
Sabar...sabar... Ia pun hanya mengelus dada, kemudian melangkahkan kakinya menuju pintu kamar hendak keluar.
" Tunggu!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!