"Vanessa Meidina..." panggil Pak Arga dengan suara nyaring dan seolah hampir saja membuat gendang telinga Vanessa pecah.
"Iya, Pak! Saya." jawab gadis itu percaya diri. sudah tentu bukan rahasia umum kalau Vanessa adalah satu - satunya mahasiswa yang berani dengan seorang dosen killer sekelas Pak Arga.
"Mana tugas kamu?" Ujar Pria itu dingin, dengan wajahnya yang terlihat begitu galak.
"Kan, sudah saya kumpulkan." balas Gadis itu santai saja, seolah tak ada beban sama sekali.
"Mana ada tugas kamu cuman satu, satu lagi tidak ada." Tegas pria itu.
"Astaga, bakal habis ini nasib gua." batin gadis mulai terlihat panik, tapi masih bisa berkamuflase seolah baik - baik saja.
"Lupa Pak." Kata Vanessa tenang.
Pria dingin itu tersenyum penuh kemenangan, karena dengan begini ia bisa menghukum gadis menjengkelkan itu.
"Selesai kuliah ikut saya ke ruangan saya." kata Pria itu begitu tegas, masih dengan wajah begitu dingin dan datar. Setelah itu ia melangkah kakinya untuk pergi dan mejauhi meja Vanessa.
Gadis itu hanya mengangguk saja, malas sebenernya berurusan dengan dosen killer dan menyebalkan seperti Pak Arga. Tapi tak apa demi kesejahteraan pada mata kuliah pria itu, ia lebih memilih menurut saja.
Beberapa menit kemudian mata kuliah yang diajarkan oleh Pak Arga akhirnya selesai. Padahal hari sudah hampir magrib. tapi pria itu benar - benar tak membiarkan Vanessa lolos hari ini.
"Duduk!" titah pria itu dingin.
"Iya pak, jangan galak - galak kenapa sih? nanti di doakan yang buruk - buruk loh sama para mahasiswa." Jawab Vanessa tanpa takut sama sekali.
"Kamu ngatain saya?" tanya Pria itu masih memperlihatkan wajah sanggar dan galaknya.
"Ngatain? ya tidaklah, itu adalah sebuah kenyataan. Jadi bapak harus mau di juluki galak dan killer oleh semua orang." jawab Vanessa.
"Diam kamu. Bantuin saya memasukan nilai - nilai mahasiswa." intrupsi pria itu masih dengan wajah yang begitu dingin. ia menyerahkan ratusan lembar kertas berisi hasil ujian para mahasiswa, dan tentu saja hal itu membuat Vanessa melonggo tak percaya.
"Gila ini orang, balas dendam apa gimana sih sama gua heran deh gua." batin Vanessa.
"Kenapa? kamu keberatan?" tanya Pria itu sembari duduk di kursi kebesarannya.
"Ya jelaslah Pak, yang benar saja anda ini. mana selesai segini banyak. Anda kalau balas dendam sama saya bilang dong." jawab Vanessa kesal dan mulai marah - marah.
"Tidak usah banyak bicara, kerjakan saja. Nanti saya kasih kamu imbalan." balas Pak Arga lagi.
"Tidak Perlu Pak, orang tua sama masih mampu Pak, buat menghidupi saya." jawab Vanessa.
"ck! sombong sekali ya kamu ini." umpat Pria itu, lalu nampak sibuk sendiri dengan laptopnya.
Walaupun sangat keberatan dan hatinya setengah dongkol dengan pria dingin yang statusnya adalah dosennya itu. Gadis cantik dan munggil itu tetap saja menginput semua nilai yang sudah tertera di kertas itu.
"Pak saya mau sholat dulu." ujar gadis itu saat adzan Maghrib mulai terdengar berkumandang di masjid fakultas.
"silahkan." jawab pria itu.
Selesai mendapatkan izin, Vanessa langsung beranjak dan pergi ke masjid fakultas. gadis itu dengan khusyu' menjalankan ibadah tiga rakaat itu.
"Van, loh kog kamu masih di kampus?" tanya seorang pria yang satu tingkat lebih tinggi dari Vanessa. Dia adalah Roni pacar Vanessa.
"Iya kak, aku di hukum sama si dosen killer dan terkut*k itu." jawab Vanessa dengan memperlihatkan wajah lelahnya.
"Emang kamu melakukan kesalahan apa?" tanya Roni perhatian. Ia merasa kasihan sekali dengan Pacarnya itu, tapi mana bisa bantu kalau urusannya dengan Pak Arga yang terkenal paling killer seantero fakultas itu.
"Lupa ngerjain tugas." jawab Vanessa seraya tersenyum.
"Ya kamu sih, pakai acara lupa segala. makanya lain kali jangan sampai lupa." Nasehat Roni sembari mengelus kepala Vanessa.
"Iya, kak. Ya sudah kak, aku balik ke ruangan pak Arga dulu ya! Entar aku kena murka lagi." jawab Vanessa berpamitan pada Roni.
"Oke, hati - hati. kalau sudah selasai japri ya, entar aku jemput." balas Roni seraya melambaikan tangan.
"Siap." Gumam Vanessa lalu langsung kembali ke ruangan milik Pak Arga. ia langsung mengetuk pintu, tapi nampaknya pria itu tengah sibuk dengan bertelponan kekasihnya.
[Kamu yang sadar dong, orang tua aku kan masih belum setuju sama hubungan kita. aku bisa di usir sama papa mama kalau pakai cara kotor seperti itu.] kata pria itu pada sambungan teleponnya.
[Ya, pokoknya aku enggak mau tahu, kamu harus segara nikahi aku. kalau enggak kita sudahan saja.] kata wanita yang sedang bertelponan dengan Pak Arga.
[sabar..] belum sempat pria itu menyelesaikan panggilan teleponnya, pacarnya sudah memutuskan telepon itu begitu saja.
"sial, kenapa karin enggak sabar dan enggak ngerti sih." gumam pria itu.
Vanessa tentu saja mendengar ucapan pria galak itu. Dalam hati ia mengetawai pria yang begitu angkuh dan sombong itu.
"Kasihan banget deh, cinta tak di restui." gumam Vanessa seraya terkekeh kecil, bertepatan dengan pintu ruangan itu terbuka lebar.
"Kenapa kamu tertawa? jangan bilang kamu nguping pembicaraan saya." tuduh pria itu.
"Mohon maaf nih Pak, kayanya saya kurang kerjaan sekali ya kalau harus nguping pembicaraa bapak. ini saya boleh masuk atau tidak? kalau tidak makasih banget jadi saya bisa pulang." Jawab Vanessa.
"Masuk." kata Pria itu dingin dan datar. Setelah itu ia pergi dan meninggalkan Vanessa sendirian.
"Dasar enggak jelas. Kok ya ada orang modelan Pak Arga." umpat Vanessa seraya masuk kembali ke ruangan itu.
Gadis itu nampak fokus kembali memasukan nilai, tak peduli sudah malam, asal jangan sampai ia mengulang mata kuliah Pak Arga semester ini. Ia pasti akan senang dan bahagia.
Waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 malam dan pria itu belum kembali.Tumpukan kertas itu juga masih ratusan entah berapa jam lagi akan selesai.
"Ini yang punya ruangan menghilang kemana lagi? enggak tahu apa Kalau gua takut sendirian. Entar kalau tiba - tiba ada penghuni lain yang nongol gimana?" gumam Vanessa pelan.
Srett.. derit suara pintu berbunyi, Vanessa menoleh ke arah pintu. Tapi belum menemukan siapapun disana.
"Ya salam, ini ruangan benaran horor deh." ucap Vanessa lagi.
Vanessa bahkan sampai berdzikir di dalam hati saking takutnya. Hingga beberapa saat setelah itu ada tangan yang menyentuh bahunya.
"Astaghfirullah." kata Vanessa sembari berlari bahkan sampai menabrak meja.
"Aww.. Kaki ku sakit." Keluh Vanessa.
Ternyata Pak Arga yang menjahili Vanessa. Ia langsung berjalan ke arah Vanessa yang sedang terduduk di lantai dengan wajah penuh penyesalan.
"Maaf, kamu ternyata beneran takut. saya pikir cewek galak seperti kamu tidak penakut." Kata Pak Arga seraya tertawa sendiri.
Vanessa masih meringis kesakitan. Kakinya bahkan kini biru dan membengkak. Sungguh keterlaluan sekali Pak Arga kali ini.
"Bapak sih pakai acara ngagetin." Ujar Vanesa dengan wajah tidak ramah sama sekali.
"Maaf saya pikir kamu bukan penakut. Sorry deh! sakit ya?" tanya pria itu sedikit melunak. tapi tetap saja Vanessa kesal kepadanya.
"Ya ialah Pak, pakai tanya lagi. Orang sampai biru dan bengkak seperti ini!" Ujar Vanessa masih dengan wajah masam, dan terus meringis kesakitan.
"Sini saya bantu." Kata pria itu menawarkan diri. Ia mencoba memapah tubuh munggil Vanessa, tapi gadis itu menolak.
"Jangan modus deh Pak, saya bisa sendiri." Tolak Vanessa. Gadis itu lantas berjalan sembari menyerat satu kakinya menuju sofa yang tak jauh dari tempat ia menabrak meja.
Pria itu akhirnya membiarkan saja tak mungkin jika ia membantu toh nyatanya ia sudah di tolak lebih dulu oleh Vanessa. Dari pada gadis itu makin murka jadi mengalah adalah solusi karena disini juga ia memang yang salah.
Tanpa sepengetahuan Vanessa ternyata pria itu mengambilkan obat yang sesuai untuk luka Vanessa. Setelah itu, ia berjongkok dan mengobati luka itu.
"Pelan dong Pak! anda itu niat mau bantu saya atau mau nyakitin saya sekalian sih?" tanya Vanessa terus mencibir pria itu. Ia sekali tak takut dengan Pak Arga, padahal pria itu adalah dosennya sendiri.
"Mau nyakitin kamu, kalau kamu cerewetnya naudzubillah kaya gini." Jawab Pak Arga datar dan dingin saja. Mereka memang sangat hobi bermain berdebat di manapun dan kapanpun. Tapi ingatlah tanpa adanya Vanessa di kelas semua terasa lain, tak lengkap sama sekali.
"Bapak juga resek sih! Gimana Saya enggak cerewet." balas Vanessa, masih saja bisa menjawab.
Pria itu nampak tak menyahut kembali, dan ia juga lebih memilih untuk diam dan tak banyak bicara sama sekali.
"Sudah, nih masukin lagi nilainya." titah Pria itu masih dengan aura dingin dan galaknya.
"Iya. Kerja rodi dan kerja romusha ini saya." Sindir Vanessa, tapi pria itu tak bergeming sama sekali, hanya ada diam dan keheningan semata.
Hari makin larut, entahlah masih berapa banyak kertas yang belum Vanessa input ke dalam aplikasi nilai milik dosen killer itu. Ia tetap berusaha walaupun pada akhirnya dia tertidur di bawah sofa beralaskan karpet tipis.
"Van, sudah belum?" tanya Pak Arga, nampak kasihan juga sudah pukul 10 malam lewat juga.
Tak ada jawaban sama sekali sehingga ia mendekat ke arah Vanessa. Pria itu menemukan gadis itu telah tertidur lelap, beberapa kali ia bangunkan tapi tak ada respon sama sekali.
"Kamu cantik, sayangnya galak banget sama saya." ujar Pria itu seraya membenahi posisi tidur Vanessa.
Selang pria tak berniat untuk tidur, tapi rasa lelah yang menyapa dirinya membuat dirinya terlelap di samping Vanessa. Naasnya tanpa disadari pria itu tidur memeluk tubuh Vanessa.
Waktu terus berjalan pagi pun menyapa. Masih pukul lima pagi penjaga kampus memang biasanya agar memeriksa seluruh ruangan. Apalagi hari ini adalah hari libur.
Hingga tibalah ia di ruangan Pak Arga, Pria itu sangat terkejut mendapati Pak Arga sedang tertidur sembari memeluk tubuh munggil Vanessa.
"Astagfirullah.. Pak Arga apa yang bapak lakukan." Teriak Penjaga kampus itu heran sekali melihat kejadian ini.
Suara teriakan yang cukup keras dari penjaga kampus itu tentu saja membuat keduanya terbangun dari mimpi panjangnya.
Vanessa yang baru bangun dan mengumpulkan kesadarannya langsung menjerit kala sadar telah tidur bersama dosen paling killer dan paling ia benci itu.
"Pak Arga kenapa anda disini?" tanya Vanessa melontarkan pertanyaan yang begitu bodoh itu.
"Saya sudah bangunkan kamu semalam, tapi kamu enggak bangun." jawab Pria itu serius.
"Pak Arga saya tak menyangka anda bermain gila dengan mahasiswa sendiri. Saya akan laporkan pada pihak kampus agar kalian di tindak sesuai ketentuan yang berlaku." Ucap Penjaga itu lalu pergi dan memberi kabar pada pihak yang berwenang.
"Bapak salah paham kami tidak melakukan apapun. Sungguh!" teriak Pak Arga. Sementara Vanessa hanya bisa menangis tersendu, dan memaki - maki dosen paling killer itu.
"Saya tidak mau tahu, jadi saya akan tetap laporan pada pihak kampus." kata penjaga itu yang masih berada di ambang pintu itu.
Penjaga itu lalu berlalu, Vanessa masih menangis merutuki nasibnya sedangkan Pak Arga nampak kesal sendiri karena tak bisa membela diri. Ia khawatir keduanya akan beri sanksi di keluarkan dari kampus, dan tentu saja imbasnya akan lebih banyak pada Vanessa yang bisa saja di cap sebagai wanita murah*n.
Benar saja selang beberapa detik penjaga itu pergi mereka langsung menyambangi ruangan Pak Arga, dan yang paling pertama kali mereka perintah adalah mereka harus menghubungi kedua orang tua mereka.
Apakah mereka setuju? oh tentu saja tidak? mereka terus benolak dengan berbagai alasan, hingga Pak Rektor mengeluarkan statementnya.
"Begini saja, kalau kalian tidak mau menghubungi orang tua atau keluarga kalian saya dengan sangat terpaksa harus mengeluarkan kalian dari kampus ini." Ancam Pak Rektor.
Mendengar hal tersebut tentu saja, mereka tak ada yang berani menolak. Demi nama baik mereka juga tentunya.
"Arga, apa yang telah kamu lakukan?" tanya seorang pria yang tak lain dan tak bukan adalah papa dari Arga sendiri. Bahkan belum sempat pria menjawab. Ia sudah di hadiahi tamparan yang cukup keras oleh papanya.
Plak..
"Ini salah paham, kami tidak melakukan yang tercela." Jawab Pak Arga mencoba menjelaskan.
"Bohong Pak, saya lihat sendiri Pak Arga memeluk tubuh Vanessa." Sanggah Penjaga kampus.
Mendengar ucapan penjaga kampus itu, Mama dari Pak Arga langsung mendekat ke arah Vanessa.
"Mbak, kamu diapain sama anak saya?" tanya wanita paruh baya itu seraya menahan air matanya yang sedari tadi sudah ia tahan.
"Saya tidak diapa-apain kok Bu, hanya saja kemarin putra ibu yang bernama pak Arga itu memang sedang membalas dendam sama saya dan menghukum saya untuk mengentri nilai mahasiswa. kalau soal kenapa Pak Agra bisa tidur disamping saya - saya benar - benar tidak tahu Bu." jawab Vanessa jujur seraya menceritakan kejadian yang sebenarnya.
Detik selanjutnya orang tua Vanessa datang, gadis itu lantas berhambur ke pelukan sang mama.
"Kamu melakukan kesalahan apa Van?" tanya Papa Haris penasaran.
Papa Arga lantas menoleh, tentu saja ia tahu siapa pemilik suara itu.
"Loh Haris, gadis ini anak kamu?" Tanya Papa Arga sedikit terkubur.
"Iya Bram, Vanessa memang anakku." Jawab Pak Haris lalu berjabat tangan.
"Ya sudah kalau gitu kita besanan saja!" usul Papa Arga.
"Loh, emangnya Vanesa melakukan kesalahan apa kok sampai kamu mau menikahkan dia dengan anak kamu?" Tanya Papa Haris. Ia belum tahu tentang detail kejadian yang menimpa anaknya.
Karena malu menceritakan pada sahabatnya, Papa Arga nampak meminta penjaga gedung kampus untuk menceritakan apa yang telah ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.
"Astaghfirullah, benar begitu Arga, Vanessa?" tanya Papa Haris sedikit murka.
"Iya, Pa. Tapi itu enggak sengaja." jawab Vanessa seraya tertunduk.
"Maaf Pak, semua salah saya. Jangan marahi Vanessa." tambah Arga cukup menyesal karena aksi balas dendam nya pada Vanessa berujung tragis seperti ini.
"Begini saja, Bapak - Bapak. Sebaiknya, Pak Arga dan Vanessa di nikahkan saja. Jika itu dilakukan maka kami tidak akan memberikan sanksi pada keduanya. Tapi Pak Arga dan Vanessa tidak setuju dengan solusi yang saya tawarkan. Maka maaf, kami akan mengeluarkan Pak Arga sebagai dosen dan Vanessa sebagai mahasiswa." Ujar Pak Rektor tegas.
Mendengar dua pilihan yang sama sekali tak ada yang menguntungkan itu membuat Vanessa lemas kakinya. Ingin menghilang saja rasanya dari muka bumi.
"Mau aja ya, demi masa depan kalian." Kata Papa Arga. Ia malah terlihat bahagia karena tak perlu menjodohkan anaknya dengan wanita lain agar ia bisa lepas dari pacarnya Karin, yang sejak dikenalkan pada keluarga terlihat bad attitude itu.
Pak Arga masih diam, menimbang - nimbang semua hal demi kebaikan bersama.
"Kalau misal aku pilih tidak, aku masih bisa kerja di perusahaan papa. Tapi Vanessa bagaimana dengan Vanessa, apalagi kita ketahuan tidur bersama. Pasti orang akan berpikir yang tidak - tidak, dan menganggap Vanessa bukan gadis baik." Batin Pria itu sembari berpikir keras.
"Baiklah, saya akan tanggung jawab." Ujar Pak Arga jelas saja membuat Vanessa melotot tidak percaya.
"Tapi Pa, Pak Arga itu enggak se-frekuensi sama aku. Dia itu galak, jahat, ini semua gara - gara hukuman dari dia yang kelewat batas sampai aku harus tidur disini." balas Vanessa seraya mengabsen keburukan pria dua puluh enam tahun itu.
"Makanya saya mau tanggung jawab." jawab pria itu datar saja. Walaupun dalam hatinya tentu aja ia tak bisa berbohong kalau ia merasa sakit, karena cepat atau lambat ia harus memutuskan hubungan dengan Karina, wanita yang sudah hampir 3 tahun ini bersama dirinya.
"Begini saja, saya akan buat surat pernyataan yang mana isinya kalian setuju untuk menikah. Kalau bisa kalian harus segera menikah, takutnya saya berita tentang kalian ini dia dengar oleh orang lain dan menyebarkannya. Demi kebaikan nama kampus dan nama kalian juga." Intrupsi Pak Rektor.
Akhirnya kedua belah menyetujui, walupun dengan sangat terpaksa.
Pak Rektor sepertinya sudah siap sedia, sampai surat pernyataan itu di cetak, di bubuhi tanda tangan dan juga bermaterai. Selesai semua surat itu di tanda tangani, Pak rektor dan para jajarannya beserta penjaga kampus itu undur diri. Kini tinggalan dua keluarga itu.
"Kaki kamu kenapa Van?" tanya Papa Haris setelah sadar anaknya berjalan tidak normal, dengan satu kakinya di seret.
"Kena meja." jawab Vanessa lesu. Rasanya gairah hidupnya hilang setelah keputusan Pak Rektor adalah meminta dirinya menikah dengan Pak Arga.
"kok bisa sih mbak?" tanya Mama Arga.
"Itulah Bu, anak ibu yang ngeselin itu ngagetin saya semalam, karena saya takut jadi saya memilih untuk berlari. Naasnya kakinya saya terkena meja. Tapi lebih naas pagi ini, di grebek penjaga kampus." Jelas Vanessa jadi sedih sendiri. Rasanya ingin menangis, tapi masih ia tahan. Karena hanya dengan menangis cap buruk dari kampus tak bisa hilang bukan?
Wanita paruh baya itu lantas menatap putranya. Sedih sekali sebenarnya putranya terkena masalah seperti ini. Tapi menurut dirinya itu lebih baik, karena mau tak mau ia harus menikah dengan Vanessa dan memutuskan Karina pacarnya.
"Kamu kalau suka gadis orang bilang Ga, enggak gini juga caranya. Ya kali, kamu kurang dia di ruangan kamu, enggak gantle kamu itu." Ucap Mama Arga pada putranya.
"Iya kamu harusnya bilang sama kami kalau suka sama gadis ini, apalagi anaknya Pak Haris teman papa. Sudah pasti papa lamarkan dan papa restui." tambah Papa Arga jelas menggoda sang putra.
"Van, kamu bisa jalan?" tanya Vanessa yang sedari tadi diam.
"Bisa." jawab gadis itu cuek saja.
"Ya di bantu dong Ga. Kamu ini jadi laki - laki kok enggak perhatian sama sekali." cibir Papa Arga. Ia benar - benar tak menyangka ternyata dari Vanessa yang harus ia nikahi terpaksa malah dapat restu.
Sebelum pria itu bertindak untuk membantu dirinya jalan. Vanessa lebih dulu mengatakan tidak.
"Tidak Perlu Kok Pak, saya bisa jalan sendiri." Tolak Vanessa.
Setelah itu keduanya keluarga itu langsung berunding untuk melaksanakan pernikahan keduanya. Finalnya nantinya malam adalah lamaran sekaligus akad nikah, sedangkan resepsinya akan dilaksanakan menyusul saja. karena tak bisa buru - buru untuk melaksanakan resepsi bagi mereka yang notebennya keduanya adalah seorang pembisnis yang hanya memiliki anak tunggal saja.
"Ma, Pa. Kalian yakin akan menikahkan aku dengan Pak Arga yang super ngeselin itu?" tanya Vanessa saat ia sudah berada di dalam mobil milik orang tuanya.
"Yakin. Dia kelihatannya baik Van." Jawab Papa Haris.
"Kan kelihatannya doang Pak, dia tuh jahat Pa. Belum apa - apa saja aku sudah di buat terluka." Jawab Vanessa masih membela diri dan mencari kesalahan Pak Arga.
"Ya mungkin itu strategi ia buat dapatin kamu secara mudah." Balas Pak Haris. Ia tak mau ambil pusing, karena bagi dia saat ini yang terpenting adalah nama baik keluarganya. Walaupun ia yakin anaknya tak melakukan apapun, tapi apalah dayanya karena ada saksi yang melihat keduanya tidur bersama. Jadi sebagai orang tua ia harus bijak mencari solusi yang terbaik untuk anak gadisnya.
"Dia itu punya pacar Pah. Aku juga punya pacar." Kata Vanessa lagi.
"Soal itu gampang, kalian tinggal putusin aja." Jawab Papa Haris dengan begitu mudahnya.
"Putusin aja dari hongkong, ya kali aku sama roni selama ini baik - baik aja. Terus tiba - tiba minta aku buat putusin dia. Haduh yang benar saja deh Pa." Tolak Vanessa. Gadis itu kini menangis setelah tak tahu harus bagaimana lagi agar bisa membatalkan pernikahannya dengan pria itu nanti malam. Andai saja kakinya tidak dalam kondisi memar dan bengkak, sudah pasti ia akan lebih memilih kabur dari pada menikah dengan dosen yang paling killer seantero kampus.
"Sudah lah Van, ini memang sudah nasib kamu berjodoh dengan Arga." Kata Papa Haris seraya tersenyum.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!