NovelToon NovelToon

BACKSTREET YUK, PAK DOSEN!

Bab 1 - Pak Muka Killer

Khadijah berjalan dengan tergesa-gesa menuju koridor universitas. Dia terlambat bangun dan harus masuk kelas lima menit lagi. Tampaknya hari ini akan menjadi hari tersial baginya.

Ah, bukan hari ini saja sebenarnya. Setiap hari juga hari tersialnya karena dia memang malas masuk kelas.

Deru napasnya memburu. Pakaian serba minim yang dia kenakan berkibar diterpa angin. Gerakan tubuhnya yang bak orang kesetanan membuat para pria menatapnya terpesona.

Khadijah, wanita yang penuh sensasi. Sering terlambat masuk kelas, memakai pakaian yang kurang bahan, tidak suka basa-basi tapi sayang sekali tidak mau punya hubungan serius dengan lawan jenis. Sampai di usianya yang hampir menginjak 25 tahun, Khadijah belum pernah punya pacar resmi. Teman tapi mesra sudah pasti banyak.

"Minggir, please! Duh, kakinya dong," keluh Khadijah sembari berlari. Dia yang salah tapi dia yang marah. Pria yang menjadi bahan injakannya tadi malah melambai. Rejeki nomplok karena bisa berdekatan dengan Khadijah.

Khadijah menghentikan langkahnya di depan pintu belakang. Dia mengintip dan menghela napas melihat wajah Khoirul -dosen killer yang selalu memberi nilai D minus pada mahasiswanya- yang sangat menakutkan.

"Duh, lebih dari D minus ini kayaknya," gumam Khadijah.

Wanita itu perlahan menggeser pintu dengan sangat hati-hati berharap tidak menimbulkan suara. Tapi pintu sialan itu justru berisik di tengah keinginan hatinya untuk diam-diam masuk. Sejurus kemudian, semua orang yang sibuk mendengarkan penjelasan sang dosen menoleh padanya.

Khoirul mendelik pada Khodijah, dia beralih ke meja dan mengetik sesuatu pada layar laptopnya.

Mampus aku, batin Khadijah.

Khoirul memberi isyarat pada Khadijah untuk duduk. Inilah yang wanita itu takutkan. Khoirul tidak perlu banyak bicara pada mahasiswa yang terlambat masuk atau tidak masuk kelasnya sama sekali, dia hanya perlu mengisi nilai mereka dengan D minus. Cukup dua ketikan kata. Skakmat!

Khadijah melangkah lemas ke arah kursi kosong yang paling belakang. Dia mulai mendengarkan penjelasan sang dosen yang sama sekali tidak ramah di telinganya.

Mulut wanita itu komat-kamit menyumpahi sang dosen. Hanya berselang lima menit, setelah itu, dia pura-pura sibuk mengetik karena Khoirul mengisyaratkan dirinya untuk fokus.

Menyebalkan!

°°°

"Ah, masih jaman jodoh-jodohan? Mama dan papa bercanda kan?" tanya Khadijah dengan semburat tawa penuh ejekan.

Pria yang telah menjadi tulang punggung keluarga hampir dua puluh tahun itu mendengus perlahan. Dia juga benci pada situasi ini. Dia yang sudah jarang mencari nafkah karena kekuatan kakinya sudah tidak bisa dijadikan patokan tidak bisa berbuat banyak ketika seseorang meminta putrinya untuk dijadikan istri.

"Papa minta maaf, Khadijah. Bukan papa ingin menjual kamu, tapi kami harus tahu balas budi. Kalau saja kamu bisa lulus tepat waktu, kami tidak akan sampai menjodohkan kamu," kata Burhan, Papa Khadijah yang saat ini menginjak usia empat puluh sembilan tahun itu.

Khadijah menjatuhkan mangkuk kecil yang berisi buah-buahan, "Papa? Maksudnya aku harus jadi alat balas budi?"

Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu menengahi, "Hush! Bicara kamu seperti tidak pernah sekolah saja. Bukan alat, Khadijah, tapi demi kebahagiaan kamu. Kalau kamu tidak bisa fokus kuliah, ada baiknya kamu menikah. Lagi pula jodoh yang kami tawarkan juga tidak buruk, malah lebih bagus."

Khadijah meradang, "Tawarkan? Memangnya pernikahan itu sebatas tawar menawar? Nggak! Khadijah nggak mau! Khadijah masih mau kuliah, masih mau bebas. Kalau punya suami ujung-ujungnya dikekang. Gimana dengan kelanjutan umur Khadijah sampai tiga puluh lima tahun nanti? Bisa-bisa nanti Khadijah hanya tinggal di dapur dan kamar. Ide pernikahan ini buruk! BIG NO! NO WEDDING!"

Khadijah melipir pergi. Dia tidak rela membagi masa mudanya secepat itu. Di balik sikap slengeannya ketika masuk dunia perkuliahan, dia masih ingin berjuang untuk menjajaki karir. Dia bukannya tidak suka kuliah, tapi takdirnya saja yang membuat dirinya seperti malas kuliah.

"Pokoknya aku nggak mau menikah sekarang! Titik!" seru Khadijah seorang diri.

°°°

Sifat keras kepala itu akhirnya melunak setelah beberapa hari kemudian Khadijah melihat Burhan terbaring di rumah sakit. Papanya tiba-tiba mengalami sakit jantung dan harus dirawat beberapa hari. Ratna, mama Khadijah, tidak marah pada Khadijah. Dia tahu bahwa Khadijah juga tidak bisa menerima keputusan itu dengan senang hati.

"Bagaimana kondisi Papa, Ma?" tanya Khadijah cemas. Melihat Burhan yang terbaring lemah membuat dirinya tidak enak hati.

"Kata dokter sudah lebih baik. Kamu jangan cemas," jawab Ratna.

Khadijah diam seribu bahasa. Setengah terpaksa dia melanjutkan, "Aku akan menikah, Ma. Aku akan menikah dengan pria yang kalian mau. Apapun itu akan aku lakukan asal setelah menikah aku nggak dilarang ke rumah kalian."

Rona bahagia jelas terlihat di mata Ratna. Wanita itu memeluk putrinya dengan sayang. "Terimakasih, Khadijah. Mama akan sangat bahagia melihat kamu bahagia."

Bahagia dari mana? Aku menikah juga karena terpaksa, batin Khadijah kesal.

°°°

"SAH?"

"SAH."

Satu kata yang membuat hati mencelos sudah terdengar. Khadijah yang berada di ruang pengantin, mendadak ingin lari dari kenyataan. Dia menghela napas berulangkali. Dia sudah resmi menjadi istri orang. Entah siapa yang dia nikahi saat ini karena dia tidak tahu apapun mengenai calon pengantinnya.

Khadijah dilarang bertemu langsung dengan calon suami bahkan fitting baju dilakukan terpisah. Wanita itu agak takut karena kalau sampai calon suaminya tidak memenuhi kriteria sebagai suami tampan, dia bisa malu.

Sebelum keluar dari ruang pengantin sebuah ballroom hotel bintang lima, Khadijah menoleh pada mamanya, "Mama yakin suamiku bukan orang yang kekurangan fisik kan? Dia bisa berjalan norma kan? Bisa melihatku dengan jelas kan?"

Ratna tersenyum simpul bercampur geli, "Semuanya lengkap, Sayang. Sudahlah! Apa yang kamu pikirkan tidak mungkin terjadi. Sebaiknya kita keluar, lihatlah suami kamu baik-baik. Mama yakin kamu tidak akan kecewa."

Janji-janji itu terdengar indah di telinga Khadijah. Wanita dengan gaun pengantin model simpel tanpa ekor yang panjang, mengeratkan pegangannya pada Ratna. Melihat tamu-tamu yang datang membuat dirinya semakin gugup. Memang tidak banyak orang karena pernikahan itu digelar private, hanya beberapa yang diundang.

Khadijah tidak mengundang siapapun karena dia tidak ingin teman-temannya tahu dia sudah menikah. Kalau bisa sebelum dia lulus, pernikahan itu tetap aman dalam pikirannya.

Langkah Khadijah terhenti di depan meja beralas taplak berenda putih dengan hiasan bunga. Di sana ada empat orang yang duduk manis, di hadapannya seperangkat alat shalat dan mas kawin berupa seratus gram emas sebagai saksi bisu pernikahan tiba-tiba itu.

Ternyata pernikahan ini berharga juga bagi calon suamiku, batin Khadijah. Dia terharu karena dia pikir akan mendapat mas kawin satu gram emas.

Salah satu orang yang memakai pakaian yang sama seperti Khadijah tampak tidak asing. Wanita itu tercekat, tidak bisa mengeluarkan suara apapun. Astaga! Apa ini nyata? Muka dingin itu bertatapan dengan mata Khadijah.

"Pak Khoirul?"

°°°

Bab 2 - Apa Kita Perlu Melakukan Malam Pertama?

"Pak Khoirul?"

Khadijah kehilangan keseimbangannya, dia hampir limbung. Dengan susah payah dia menghirup oksigen yang tersisa di ballroom itu. Demi apa? Khadijah tidak pernah punya pandangan bahwa dia menikah dengan Khoirul.

Wanita itu duduk di samping Khoirul. Khoirul menyematkan cincin tanpa permata lalu Khadijah mencium telapak tangan pria yang telah sah menjadi suaminya. Setelahnya, untuk pertama kalinya Khoirul mengecup kening Khadijah yang berlapis make up.

Tidak ada kata yang terucap. Keduanya diam sembari mendengarkan petuah dari sang pemimpin doa. Lima belas menit kemudian, acara khidmat itu selesai.

Pasangan beda usia yang beberapa menit lalu resmi menjadi suami istri tampak sibuk mendatangi tamu-tamu. Khadijah agak malas harus mendengarkan ucapan selamat dari teman-teman Khoirul.

Ketika wanita itu hendak menguap, tidak sengaja matanya menangkap sosok pria paruh baya yang sangat dia kenal. Sontak saja wajahnya menunduk karena takut ketahuan.

Sial, kenapa harus ada Pak Samsul sih? Batin Khadijah kesal.

Jangan-jangan suaminya sengaja mengundang dosen agar semua orang tahu bahwa mereka sudah menikah. Diam-diam wanita itu melirik Khoirul yang sedang bersalaman dengan Samsul.

Samsul melirik pada Khadijah sembari menyunggingkan senyum, "Khadijah?"

Khadijah berdehem, lalu membuat suara kecil yang sama sekali bukan suaranya. "Maaf, anda salah orang. Nama saya Mawar."

Hampir saja Samsul tertawa terbahak-bahak melihat kekonyolan Khadijah. Dia tahu Khadijah adalah salah satu mahasiswi di universitas tempatnya mengajar jadi dia menyapanya tadi. Dia juga tahu kapan harus merahasiakan hubungan antara dosen dan mahasiswi itu.

"Kamu ini lucu sekali. Berapa tahun kita saling bertemu di kelas, Dijah? Kenapa kamu pura-pura lupa?" canda Samsul.

Khadijah mendesis tanpa suara. Dia terpaksa mendongak dengan cengiran malunya. "Maaf, Pak. Nanti kalau timbul gosip di kampus, bapak juga yang kena kan?"

"Memangnya kenapa kalau mereka semua tahu? Kamu malu?" Samsul berkata sambil melirik Khoirul.

"Ya iyalah, Pak. Saya kan masih muda. Saya mana bisa menikah dengan dosen? Nanti dikira kongkalikong lagi," keluh Khadijah.

"Hei, jangan malu. Siapa bilang Khoirul ini sudah berumur? Kamu belum tahu saja usianya berapa. Lagi pula kelebihan Khoirul ini banyak salah satunya..," ucapan Samsul terhenti karena Khoirul menekan lengannya, tanda untuk diam.

"Kalau begitu saya permisi dulu. Saya ke sini hanya untuk mengucapkan selamat pada salah satu teman saya sejak beberapa tahun yang lalu," ucap Samsul yang kemudian beralih pada Khoirul, "selamat ya. Jangan galak-galak dengan istri kamu ini. Dia bisa takut satu ranjang nanti. Kamu tenang saja karena saya akan merahasiakan pernikahan ini. Selamat menempuh malam pertama."

Meskipun suara Samsul sengaja direndahkan, tapi Khadijah mendengar apa yang diucapkan oleh dosennya. Malam pertama? Tidak mungkin. Mana mungkin Khoirul mau melakukan malam pertama tanpa mengenal dirinya lebih jauh?

Harusnya pacaran dulu baru melakukan hubungan suami istri. Wajah Khadijah memerah membayangkan hal yang tidak semestinya.

Sampai pesta private itu selesai, Khadijah belum mampu untuk memanggil nama suaminya. Wejangan dari orangtuanya bahwa dia harus patuh pada suaminya dan tidak membantah. Lalu wanita itu digiring ke lokasi lain.

Khadijah buta akan informasi dari Khoirul. Dia tidak tahu dimana dosennya itu tinggal, dari keluarga mana dan bagaimana pribadinya. Dia juga masih penasaran kenapa tiba-tiba Khoirul yang dipilih jadi suaminya. Lalu balas budi apa yang dimaksud? Ah, kepala Khadijah pusing memikirkan banyak hal.

Khadijah tertidur untuk beberapa saat sampai sebuah deheman membuat dirinya membuka mata. Tampak bangunan berlantai dua dengan akses tempat parkir yang luas, membuat Khadijah sedikit merenung. Mungkin rumah itu milik Khoirul dan akan mereka tinggali untuk beberapa tahun ke depan.

"Turun!" perintah Khoirul. Suara bariton pria itu menyadarkan Khadijah lagi.

Khadijah membuka pintu dengan perlahan, sembari mengamati sekitar dia mengikuti langkah suaminya. Rasanya Khadijah belum terbiasa dengan sebutan itu.

Pintu bercorak gold bercampur dengan coklat muda terbuka tanpa diketuk. Seorang wanita paruh baya yang sedang memakai celemek memberi salam pada Khoirul.

"Perkenalkan nama saya Bik Sani, Nyonya. Saya asisten rumah tangga di rumah ini. Kalau ada apa-apa bisa bicara pada saya," ucap Bik Sani.

"Terimakasih, Bik," jawab Khadijah.

Khoirul melenggang begitu saja selagi Bik Sani menjelaskan apa yang ada di rumah itu. Khadijah melihat seisi rumah dan tidak menemukan benda-benda yang berlebihan.

Semua perabotan pas di tempatnya dan tidak asal memenuhi ruangan. Khadijah pikir Khoirul tipe anak konglomerat yang memiliki banyak ide untuk membuat rumah mewah. Meskipun sekilas dilihat rumah itu tampak mewah dari depan tapi di dalamnya tidak ada yang spesial.

Bik Sani membawa Khadijah naik ke lantai dua. Wanita itu melihat Khoirul lebih dulu masuk ke sebuah ruangan yang Khadijah pikir kamar mereka. Apa mereka benar-benar akan tidur bersama seperti kata Samsul?

Wajah Khadijah bersemu merah. Dia bahkan malu membayangkan bahwa dirinya akan saling terbuka dengan dosennya. Begitu Baik Sani pergi, Khadijah menolak untuk masuk. Dia berdiri di ambang pintu.

Khoirul membuka jas dan menoleh, "Masuk!"

"Baik, Pak, eh," ucapan Khadijah terhenti. Dia bingung harus memanggilnya apa.

Mas? Sayang? Pak dosen suamiku? Geli sekali harus bicara begitu, batin Khadijah.

"Masuk!" Perintah kedua kalinya itu sontak membuat Khadijah tergerap. Dia berlari dan hampir menubruk tubuh Khoirul. Khadijah mengambil dua langkah ke belakang untuk mengantisipasi.

"Ganti baju!"

"Dimana? Di sini? Bapak gila?"

"Kamu istriku kan?" tanya Khoirul dengan nada perlahan namun penuh penekanan.

"I-iya secara nggak langsung, Pak, eh, Mas, eh, saya harus panggil apa ya?" Khadijah membuang muka.

"Panggil terserah saja. Apapun yang kamu suka. Mulai malam ini, kita resmi menjadi suami istri. Saya harap kamu bisa lebih menghargai saya sebagai suami dan untuk masalah kuliah..,"

"Saya nggak mau ada orang lain yang tahu pernikahan ini, Pak," sela Khadijah. Dia harus mengatakannya lebih dulu sebelum Khoirul berpikir yang bukan-bukan.

"Kenapa? Kamu malu?" Khoirul membuka dua kancing kemeja putihnya sembari melihat Khadijah dengan sorot mata penuh kekesalan. Sejak tadi wanita itu seolah malu pada dirinya padahal Samsul jelas-jelas mengatakan bahwa dia bukan tipe pria yang bisa membuat dirinya malu.

"I-iya, Pak. Bisa dibilang begitu. Tapi bukan karena fisik ya, Pak. Bapak dan saya kan bagai bumi dan langit, kalau tiba-tiba tersiar kabar bahwa saya istri bapak, saya bisa terkena masalah. Kelulusan kuliah saya malah menjadi bumerang."

"Menikah dengan saya atau tidak juga tidak ada hubungannya dengan kelulusan kamu. Kamu saja sampai usia dua puluh lima tahun belum lulus juga. Otak kamu yang perlu dipermasalahkan bukan saya," ejek Khoirul.

Khadijah tidak terima. Dia termasuk mahasiswi yang lumayan berprestasi. "Bapak jangan asal bicara!"

"Kenapa memangnya? Kenyataan kan?" tantang Khoirul.

Khadijah mengambil langkah seribu untuk pergi dari tempat itu. Biar bagaimanapun dia agak sungkan kalau harus berhadapan dengan dosennya. Pandangan matanya selalu terarah pada dosen killer yang memberinya nilai D minus.

Tapi setelah dipikir-pikir, bukannya tadi Khoirul berkata bahwa mereka adalah suami istri. Dia berhak membela diri. Dengan cepat dia kembali dan berniat menendang kaki Khoirul tapi Khoirul mengelak. Pria itu bahkan menangkap pergelangan tangan Khadijah. Mereka saling bertatapan untuk beberapa saat.

"Apa kamu mau kita melakukan malam pertama sekarang?"

°°°

Bab 3 - Saya Kira Bapak Nggak Sadar Diri

Malam pertama?

Khadijah semakin malu mendengarnya. Dia terlalu gugup padahal biasanya dia bisa melawan ucapan dosennya. Sembari melepaskan diri dan melontarkan gumaman tidak jelas, Khadijah masuk ke dalam kamar mandi. Tapi dia keluar lagi untuk beberapa saat.

Khoirul masih terdiam di tempatnya tadi dengan jari-jari menggenggam ponsel, "Baju-baju kamu ada di almari bagian kanan."

"Dari mana bapak tahu saya mencari baju?"

"Ya karena kamu keluar lagi. Saya nggak perlu waktu seharian untuk mencari tahu."

"Em, baiklah," gumam Khadijah. Yang namanya orang jenius pasti banyak tahu dari pada dirinya. Wanita itu berjalan ke arah almari yang panjangnya mungkin hampir lima meter. Dia membuka bagian paling kanan dan menemukan baju-baju miliknya tersusun rapi. Iseng dia membuka pintu sebelahnya dan isinya masih miliknya. Dia membuka mulutnya, speechless. Underwearnya tampak jelas terlihat. Semoga Khoirul tidak berniat melirik tempat rahasia ini.

Khadijah mengambil underwear dan pakaian rumahan yang agak tertutup, lalu beralih ke kamar mandi. Dia menyampirkan pakaiannya di tempatnya. Tadinya dia berusaha bersikap santai tapi setelah hanya ada dirinya di dalam ruangan itu, dia menjadi orang yang berbeda.

Khadijah menatap riasan wajahnya yang simpel. Dia menghembuskan napas perlahan. Hari ini menjadi hari terpanjang dalam sejarah hidupnya. Pernikahan yang tiba-tiba, calon suami yang tidak terduga dan tinggal di rumah pria yang menjadi suaminya. Entah dia harus bersyukur atau menyesal.

Melihat wajah orangtuanya yang sumringah, tak urung membuat dirinya juga bahagia. Hal yang dia lakukan pasti bisa membuat mereka damai dalam hidup. Khadijah juga akan berusaha menjadi putri yang berbakti.

"Semangat, Dijah," gumam Khadijah. Dia akhirnya menyelesaikan penghapusan riasannya dan memakai pakaian yang lebih layak. Ketika dirinya keluar dari kamar mandi, Khoirul tidak ada di sana. Kemana pria itu?

Penasaran Khadijah melihat-lihat tempat itu. Ada satu pintu yang bersebrangan dengan pintu kamar mandi. Dia pikir tadinya tempat itu tempat penyimpanan ternyata bukan. Suara pintu terbuka terdengar nyaring. Khadijah terkejut melihat Khoirul sedang berkutat pada laptopnya.

Kemeja pria itu telah terganti dengan t-shirt longgar yang terlihat lusuh. Benarkah dia Khoirul? Dosen D minus itu mana mungkin memakai pakaian yang apa adanya. Di kampus, Khoirul terkenal rapi.

"Ada apa?" tanya Khoirul.

Refleks Khadijah memegang dadanya karena terkejut dengan panggilan itu, "Eng, eng, enggak, Pak. Saya permisi."

"Hem. Tutup pintunya." Kalimat perintah itu terdengar angkuh dan tidak ada sorot mata yang menyusuri langkah Khadijah. Wanita itu menutup pintu dan terpaku. Apa yang harus dia lakukan? Diam saja? Atau dia menunggu Khoirul untuk tidur? Tapi bukannya dia seakan mengharapkan mereka tidur bersama? Astaga rumit sekali.

Khadijah memutuskan untuk duduk di sofa bed yang letaknya di belakang jendela. Ada sandaran sofa yang dia gunanya untuk menopang punggungnya.

Entah apa yang dia pikirkan sampai dia tidak ingat kalau dia tertidur. Dia baru terbangun setelah mendengar suara dengkuran halus dari sampingnya. Siapa?

Wanita itu membuka matanya dengan paksa dan menoleh. Jujur dia terkejut melihat sosok yang asing di matanya. Seingatnya dia duduk di sofa tadi. Sekarang sudah pukul berapa?

Setengah dua belas, gumam Khadijah.

Hatinya bergemuruh melihat ketampanan wajah Khoirul dari dekat. Dia tidak menyangka jika pria itu bisa semenawan itu. Kemana saja dirinya? Selama beberapa tahun dia sibuk mengumpati dosennya tanpa tahu apa saja yang dia hadapi.

Apa yang harus Khadijah lakukan? Sikap Khoirul tidak welcome padanya. Kalau saja dia bisa mencari tahu kenapa harus Khoirul menjadi calon suaminya, mungkin dia bisa mengambil sikap.

Khadijah melihat ke arah langit-langit kamar. Tiba-tiba saja tenggorokannya kering. Dia beringsut dari sana, lalu keluar dari ranjang. Wanita itu turun ke lantai satu, mencari dapur yang belum sempat dia lihat tadi.

Dengan perlahan dia menginjakkan kakinya di lantai marmer berwarna kecoklatan itu. Di sisi kiri, terdapat satu set meja makan yang berdekatan langsung dengan kitchen set.

Khadijah beralih ke kulkas, mencari air putih dan menuangkannya ke dalam gelas kaca di atas meja. Beberapa teguk telah habis. Wanita itu tidak tahu harus bagaimana. Di rumah sebesar itu dia tidak bisa berpikir jernih.

Belum selesai Khadijah berpikir, suara batuk seseorang mengejutkannya. Wanita itu hampir menjatuhkan gelasnya jika saja pria di hadapannya tidak melongokkan tubuh dan memegang benda kaca itu.

"Hati-hati," ucap Khoirul.

"Ma-maaf, Pak."

Khadijah merasa buruk karena dia selalu tertangkap basah oleh suaminya.

"Tolong ambilkan juga buat saya!" pinta Khoirul sembari mengulurkan kembali gelas di tangannya. Khadijah berniat mengambil gelas lain tapi Khoirul menginterupsi, "pakai ini saja."

"Tapi, Pak, ini bekas saya," ucap Khadijah.

"Nggak apa-apa. Memangnya kenapa? Kamu punya penyakit menular?"

Khadijah menggeleng, "Tentu saja nggak. Memangnya saya suka jajan di luar?"

"Memangnya kamu nggak pernah beli bakso? Ayam goreng di pinggir jalan?" tanya Khoirul dengan nada bercanda.

"Pernah dong, Pak."

"Lha terus kenapa kamu bilang nggak pernah jajan di luar?"

Ini maksudnya apa sih? Pria macam apa ini? Heran deh aku, batin Khadijah geram.

"Terserah bapak sajalah." Khadijah menuang kembali gelas tersebut dengan air putih, lalu menyodorkan pada Khoirul.

Khadijah speechless ketika melihat Khoirul menelan habis air putihnya tanpa rasa jijik atau semacamnya. Wanita itu heran setengah mati. Tidak mungkin seorang Khoirul bisa minum di gelas bekas miliknya. Apalagi mereka bukan orang yang saling mengenal sejak awal. Aneh!

"Kenapa melihat saya begitu?" tanya Khoirul.

"Nggak apa-apa, Pak. Saya pamit ke kamar dulu."

"Tunggu! Mau bicara sebentar?"

Kesempatan bagus, batin Khadijah. Dia bisa bertanya mengenai hubungan aneh mereka.

"Boleh, Pak. Dimana?"

"Di meja makan saja."

Khoirul mendahului Khadijah menarik kursi yang tidak jauh dari posisinya. Sementara Khadijah menyusul. Beberapa detik mereka diam, lalu Khoirul memulai pembicaraan.

"Perkenalkan saya Khoirul, meskipun kamu sudah tahu siapa saya. Usia saya tiga puluh dua tahun," ucap Khoirul.

Hah? Tiga puluh dua tahun? Kenapa wajahnya setua itu? Batin Khadijah.

"Memang wajah saya terlihat tua. Sudah bukan rahasia umum," sela Khoirul.

Duh, salah bicara, batin Khadijah lagi.

"Ya saya kira bapak nggak sadar diri."

"Oke, point selanjutnya. Saya dua bersaudara, punya adik sama seperti kamu masih kuliah tapi bedanya dia sudah hampir lulus. IQ-nya di atas rata-rata dan sebentar lagi akan mendaftar S2 di London."

"Em, sepertinya masalah adik bapak saya nggak perlu tahu sedetail itu," ketus Khadijah. Sama saja Khoirul mengejek dirinya yang belum lulus juga di usia dua puluh lima tahun.

Khoirul tertawa kecil, hampir tidak terlihat oleh mata, "Siapa tahu kamu penasaran. Point ketiga, saya berkepentingan menikah dan kebetulan keluarga saya dan kamu memiliki koneksi yang nggak kamu tahu. Untuk lebih jelasnya, kapan-kapan lagi saya jelaskan. Kita lanjutkan tidur saja!"

"Tidur? Saya boleh minta kamar lain, Pak?" tanya Khadijah.

"Kenapa? Kamu takut saya mendengar dengkuran kamu?"

Dosen sialan! Batin Khadijah.

°°°

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!