Lovi yakin keputusannya bersama sang suami untuk menjadikan Angel sebagai pendamping Andrean adalah hal yang tepat.
Ia sudah mengenal anak itu sejak kecil. Angel yang merupakan anak dari mantan teman one night stand suaminya adalah gadis yang baik.
Angel adalah buah cinta dari Lianne dan suaminya yang bernama Geno. Setelah divonis memiliki penyakit serius, Geno meninggalkan Lianne bersama Angel.
Ditinggal ayah sudah cukup menyedihkan untuk Angel ditambah lagi Ia harus kembali ditinggal pergi untuk selamanya oleh Lianne yang menyerah dengan penyakitnya.
Setelah menikah dengan Devan, Ia sudah berjanji untuk menerima baik dan buruk suaminya, termasuk bagaimana masa lalu Devan yang dulu banyak sekali bermain wanita. Lianne adalah salah satunya. Tapi Lovi bersyukur karena hubungan mereka hanya sebatas teman satu malam dan Devan tidak pernah lagi memiliki urusan dengan perempuan lain setelah memilikinya. Jadi, menyayangi Angel, tidak ada salahnya.
Angel hanya tinggal bersama neneknya setelah kepergian sang Ibu. Angel tak jarang membantu sang nenek untuk mencukupi kebutuhan mereka. Hal itulah yang membuat hati Lovi dan Devan tergerak untuk membantu. Keduanya sering mendatangi Angel dan itulah yang membuat mereka sangat dekat dengan Angel juga mengenal baik anak itu. Mereka juga sering mengajak serta Andrean, Adrian, dan Auristella agar mereka bisa berteman baik.
Pertemanan itu nyatanya berlangsung hingga sekarang. Lovi yang merasa bahwa anak sulungnya sudah cukup dewasa untuk menikah, akhirnya memutuskan untuk mencarikan perempuan yang tepat. Pikirnya, daripada mencari jauh-jauh yang belum Ia ketahui luar dalam, lebih baik Andrean dengan Angel saja.
Oleh sebab itu, Ia berusaha keras untuk membuat hubungan keduanya lebih dari sekedar teman. Ternyata langkahnya itu tak seratus persen didukung oleh anak bungsunya, Auristella yang dari dulu sampai sekarang sangat posesif dengan kedua kakaknya. Gadis itu masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Andrean dan Adrian sudah cukup dewasa untuk memiliki pendamping.
"Belum tua. Menikahnya nanti saja! Temani aku dulu," ujar Auristella dengan raut sendu begitu mendengar rencana Mommy dan Daddy nya.
Siapapun yang berpotensi menjadi tambatan hati kedua kakaknya, pasti akan diperlakukan sedikit kurang menyenangkan oleh Auristella. Tak terkecuali Angel yang sudah menjadi temannya juga sejak kecil.
Berbeda dengan Auristella, Adrian justru berbanding terbalik. Ia mendukung karena Ia lihat kehidupan kakak nya datar-datar saja. Tak pernah juga Ia lihat Andrean dekat dengan seorang perempuan.
"Jangan iya-iya saja, Andrean. Kali ini kamu harus bergerak!"
Andrean menghela napas pelan. Selama ini Ia diminta begitu. Tapi bagaimana Ia harus memulai? Ia bingung.
"Mom, aku tidak tahu harus melakukan apa,"
"Astaga,"
Lovi menatap anaknya gemas. Sudah dari usia Andrean menginjak dua puluh delapan tahun, Lovi sudah mendorong Adrean untuk mendekati Angel. Anaknya mengatakan 'iya' tapi tidak ada pergerakan sama sekali. Tidak mungkin Angel yang memulai. Ia tahu betul bagaimana gadis itu. Terlalu sungkan untuk menganggap kedekatan mereka lebih dari sekedar teman. Padahal Lovi juga sudah terang-terangan meminta Angel agar menikah saja dengan Andrean.
"Coba bersikap lebih manusiawi, Ean,"
Ucapan Mommy nya itu membuat Adrean mengerinyit dalam. Memang selama ini Ia bersikap tidak manusiawi?
"Maksud Mommy, jangan terlalu dingin dengan Angel,"
"Aku memang seperti ini, Mom. Aku tidak bisa merubahnya,"
"Kamu bisa, Sayang. Jangan terlalu kaku. Jangan juga seperti Adrian,"
Suara siulan terdengar memasuki ruang makan. Kebetulan yang sempurna. Baru saja dibicarakan, pemilik nama sudah datang.
"Ada apa bawa-bawa namaku? Kalian berdua rindu kah dengan aku yang dua hari ini syuting sampai tidak sempat pulang?"
Lovi mendengus saat putra keduanya itu bicara melantur. Dengan santai Adrian mengambil soda dari kabinet dapur lalu duduk diantara Lovi dan Andrean.
"Wajah kalian serius sekali. Ada apa sebenarnya?"
"Tentang Angel,"
"Oh, kenapa?"
"Sudahlah, kamu tidak perlu tahu," decak Lovi seraya mengibas tangannya bermaksud mengusir Adrian yang mengganggu pembicaraan nya bersama Andrean.
"Perjodohan itu? Aku kira Mommy tidak melanjutkannya. Karena aku lihat, tidak ada yang berubah,"
"Ya bagaimana mau berubah kalau Ean masih saja diam di tempat. Padahal Ean dan Angel sudah sama-sama tahu rencana Mommy,"
"Harus kamu yang memulai," ujar Adrian seraya menepuk bahu kakak yang lahir hanya beberapa menit sebelum dirinya itu.
"Sudah mau kepala tiga. Jangan fokus kerja terus, Ean,"
"Coba berkaca," jawab Andrean dengan suara tenang nya. Usia mereka sama, pencapaian mereka juga sama walaupun bidang yang ditekuni berbeda. Tapi masalah jodoh, keduanya sama-sama belum ada.
"Ya kamu dulu, baru aku. Sesuai urutan lahir,"
Andrean menyandarkan punggung nya di kursi. Ia meraup wajahnya lalu menoleh pada sang Ibu.
"Mommy tidak ada niat menjodohkan Adrian dengan Adrina?"
Alis Adrian menukik bingung karena kakaknya bicara seperti itu.
"Kamu dulu, baru aku. Paham?"
Lovi berdecak melihat perdebatan kecil kedua putranya. Perdebatan ini memang beberapa kali terjadi karena keduanya masih sama-sama nyaman dengan kesendirian.
"Lagipula aku mudah mencari pasangan. Sekali kedip, ada banyak wanita mengantri," lanjut Adrian percaya diri.
"Kamu jangan main-main dengan perempuan ya! Sebentar lagi giliran kamu,"
"Main-main gimana sih, Mom? Aku---"
"Kamu dekat dengan Adrina, tapi dekat juga dengan yang lain. Yang benar saja kamu!"
"Adrina sahabatku, Mom,"
"Kenapa kamu sering menggodanya?"
"Biar bertengkar, Mom," jawab Adrian santai lalu beranjak dari kursi dengan satu kaleng minuman di tangan, Ia bergegas ke kamar untuk mandi dan istirahat.
*******
Untuk kesekian kalinya Lovi mengajak Andrean dan Angel menghabiskan waktu bertiga. Karena kalau Ia meminta mereka hanya pergi berdua, tidak akan mungkin terjadi.
Mereka pergi ke departemen store, setelah itu makan lalu berbincang di sana.
"Berapa lama kita tidak bertemu? Setahun sepertinya ya,"
"Baru satu bulan, Mom," gumam Andrean tak terima Ibunya melebih-lebihkan. Sebulan lalu Lovi mengajak Andrean dan Angel pergi juga. Tapi seperti biasa, tidak pernah ada kelanjutan.
Mereka mengobrol hanya saat bertemu. Itupun hanya sedikit dan selalu canggung padahal mereka sudah lama saling mengenal. Angel terlalu segan untuk mengajak Andrean berinteraksi sementara Andrean sendiri memang dingin dan kaku pada semua orang. Itu yang membuat Lovi gemas dengan keduanya.
"Kabarmu bagaimana?"
"Baik, Aunty," jawab Angel seraya tersenyum.
"Nenek sehat?"
"Iya, Nenek sehat,"
Lihatlah, lebih banyak Lovi yang menguasai pembicaraan sementara Andrean makan dalam diam.
Lovi menghentak pelan lengan sang anak yang ada di atas meja. "Kamu tidak mau mengobrol dengan Angel? Yang mau kenal lebih dekat itu kamu, Andrean. Kamu yang akan menikah dengan Angel. Bukan Mommy,"
Bisikan pelan Ibunya membuat Andrean menghela napas. "Sudah kenal dekat, Mom. Apalagi?"
Lovi menggertakan giginya kesal. Andrean luar biasa menyebalkan. Kenapa bisa berbeda sekali dengan Adrian yang begitu mudah berinteraksi dengan orang lain.
"Bagaimana kabarmu?"
Dari sekian banyak pertanyaan yang seharusnya bisa diajukan Andrean, tapi hanya pertanyaan itulah yang keluar dari bibirnya yang anti nikotin itu. Ia mengulang pertanyaan yang sama, sebelumnya ditanyakan oleh Lovi.
Lovi mendesah pelan, Ia meletakkan siku di atas meja, mengepalkan kelima jari kanan nya lalu dijadikan sebagai penopang dahinya. Lovi menggeleng pelan dan bergumam lirih, "Anakku sayang, apa kamu tidak dengar kalau tadi Mommy sudah bertanya seperti itu?"
"Baik, Andrean. Tadi aku jawab begitu," jawab Angel seraya terkekeh kecil. Sorot geli nya tak bisa ditahan lagi. Basa-basi Andrean sangat terlihat.
Andrean mengangguk pelan dengan otak berputar mencari pertanyaan lain yang sekiranya membantu Ia keluar dari kubangan rasa malu.
"Sudah mulai menyusun tugas akhir?"
Lovi diam-diam menghela napas lega karena anaknya mengeluarkan pertanyaan yang lebih baik dari sebelumnya.
"Belum, kamu sudah ya?"
Andrean mengangguk. Angel tahu bahwa Andrean sebentar lagi akan menyelesaikan pendidikan postgraduate nya.
"Semangat ya. Sebentar lagi akan bertambah gelar mu,"
Lengkungan sabit di bibir Angel terlihat begitu manis. Lovi sampai ikut tersenyum melihatnya. Sementara Andrean masih serius menyantap makan siangnya.
"Sebenarnya melanjutkan pendidikan setelah menikah itu lebih menyenangkan. Mommy sudah mengalaminya,"
Lovi yang menikah di usia tujuh belas tahun tentu belum berhasil menyelesaikan pendidikan nya. Berkat hadirnya tekad yang kuat dan dukungan dari sang suami, nyatanya Ia bisa menyelesaikan pendidikannya meskipun harus disertai dengan mengurus anak, suami, dan karir nya sebagai seorang designer sekaligus pemilik boutique.
"Sambil mengurus anak, tidak terbayang akan sebesar apa keseruannya," ujar Angel menanggapi.
"Iya, menyenangkan. Mommy sudah mengalaminya. Ya walaupun memang melelahkan,"
Auristella memasuki rumahnya nya setelah pergi bersama teman-teman nya, merayakan kemenangan dirinya yang berhasil mengalahkan para kontestan di lomba bermain piano tadi pagi.
Ia berjalan menuju ruang keluarga. Terdengar suara televisi yang menyambutnya dan juga Ia melihat punggung seseorang yang sedang duduk di sofa depan televisi.
"Hello, Everybody. Eh hanya ada satu orang,"
Adrian mendengus, melirik adiknya yang mendekat tanpa minat. Ia kembali fokus menatap layar televisi di depan nya.
"Kemana yang lain?"
Adrian hanya mengangkat bahunya acuh. Hal itu membuat sang adik menggeram. Auristella memukul bahu kakak keduanya itu hingga membuat Adrian berdecak.
"Jangan membuat asap dari hidungku keluar ya!" Ujar adrian memperingati.
Ia sedang kesal. Tapi entah karena apa. Yang jelas suasana hatinya berubah setelah lagi-lagi Ia melihat Adrina yang diantar pulang oleh seorang laki-laki yang sama dengan yang Ia lihat tempo hari memarkirkan mobilnya di depan tempat tinggal gadis itu. Adrina menolak ajakan untuk pulang bersamanya dan ternyata pulang dengan orang lain.
Ada apa dengan dirinya? Tidak mungkin 'kan bila Ia merasa cemburu? Atau hanya karena tidak terima dengan penolakan Adrina yang menyebalkan itu?
"Kamu aneh. Wajahmu kusut sekali. Ada masalah apa sih?"
"Sudahlah, jangan ganggu aku. Aku hanya kelelahan,"
"Huh! Ya sudah, aku ke kamar dulu ya. Kalau ada masalah cerita, Ian. Aku tahu kamu tidak punya pasangan, jadi kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk menjadikan aku sebagai teman curhat---"
"Heheheh okay, aku ke kamar sekarang,"
Auristella beranjak buru-buru karena Adrian menatapnya dengan tajam hingga Ia tak kuasa melanjutkan ucapannya.
*****
"Mommy dan Daddy belum pulang, Ean," jelas Auristella karena Ia melihat Andrean mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruang makan.
Di ruangan itu hanya ada Auristella dan Andrean.
"Kakak mu?"
"Ini kakak ku," jawab Auristella ketika Andrean bertanya. Telunjuk gadis Itu mengarah pada Andrean.
"Maksudku, dimana kakak mu yang satu lagi?"
"Di kamar nya mungkin,"
Acuh nya sang adik membuat Andrean bingung. Biasanya Auristella itu rajin sekali mengabseni Ia dan Adrian mengingat betapa over posessive nya Auristella. Auristella masih sulit membiarkan kedua kakaknya memiliki dunia mereka sendiri.
"Mungkin? Kamu tidak tahu dia kemana?"
"Tidak, karena tadi siang begitu aku pulang langsung masuk ke kamar sementara dia menonton televisi. Hmm dia terlihat sedang ada masalah. Aku mencoba untuk mencari tahunya tapi dia malah kesal,"
Andrean menghela napas pelan sembari menggeleng. Apalagi yang dialami adiknya yang satu itu? Apa masalah karir nya, pendidikan, atau masalah percintaan? Ah sepertinya tidak ada yang aneh dari karir dan pendidikan Adrian. Mungkin, masalah yang sedang dialami adiknya adalah tentang percintaan.
*******
"Terimakasih atas waktunya, Angel. Kami pulang dulu ya,"
"Terimakasih juga sudah mengajakku ke sini, Aunty, Uncle,"
Angel bangkit mengantar sepasang suami istri itu menuju mobil mereka. Setelah hampir dua jam menghabiskan waktu di sebuah restoran, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang.
Kali ini Lovi mengajak Angel makan bersama dirinya dan sang suami, tanpa Andrean. Lovi benar-benar ingin Angel serius menanggapi rencana dirinya. Begitu juga yang Ia minta semalam pada Andrean. Ia sudah lelah menunggu mereka berdua yang tak kunjung ada kejelasan.
"Aku benar-benar berharap Angel bisa memenuhi keinginanku,"
Devan tersenyum seraya mengusap salah satu sisi wajah sang istri. "Apapun yang terbaik, terima saja ya, Sayang,"
Lovi mengangguk. Ia tahu bahwa memaksakan kehendak bukanlah hal yang baik apalagi ini pada anak sebaik Angel. Tapi berharap bahwa Ia bisa memiliki Angel sebagai menantu, tidak ada salahnya bukan?
Andrean dan Auristella mengalihkan mata mereka saat melihat kedua orangtua nya sudah datang dan kini bergabung di meja makan.
"Darimana saja, Mom, Dad?"
"Bertemu dengan Angel," Lovi mengatakan itu seraya melirik anak sulung nya. Tidak ada reaksi apapun. Hal itu membuat Lovi mendengus. Katanya menerima apapun keputusan orangtua, tapi sikap Andrean terlihat tidak peduli.
"Oh, ada apa memangnya?" Tanya Auristella penasaran.
Auristella sepertinya lupa dengan niat Ibunya yang ingin kakak sulungnya segera menikah dengan Angel.
"Mommy mau Angel menikah dengan Andrean,"
"HAH?!"
"Mom, yang benar saja?! Masih berharap mereka bersatu?"
Andrean mendengus pelan seraya mengusap daun telinganya. Suara Auristella benar-benar nyaring hingga telinganya terasa sakit.
"Memang kenapa? Angel anak yang baik. Kita sudah mengenalnya bahkan sejak kalian sama-sama masih kecil,"
"Ya, tapi---tapi-- aku tidak mau kakak ku menikah dulu. Aku selalu bilang begitu 'kan? Aku kira Mommy tidak lagi memaksa Andrean, rupanya masih. Nanti aku bagaimana? aku akan kehilangan salah satu kakak ku,"
"Astaga, Auristella. Pada akhirnya kalian bertiga akan memiliki kehidupan masing-masing. Mau sampai kapan kamu melarang kedua kakak mu untuk memiliki kekasih?"
Devan sudah lelah sekali menasihati anak bungsunya itu. Harus bagaimana lagi Ia memberi tahu Auristella bahwa semua kasih sayang dan perhatian Andrean, Adrian, untuknya tidak akan berkurang sekalipun keduanya telah memiliki istri bahkan anak.
"Aaaa aku tidak mau! Aku tidak mau kehilangan Ean, Dad,"
Auristella berkaca-kaca ditengah rengekannya. Membayangkan Andrean akan menikah, Ia benar-benar sedih. Sekaku apapun interaksi diantara Ia dan Andrean, tetap saja tak bisa dipungkiri bahwa Andrean adalah kakak tertuanya yang sangat menyayanginya sekalipun Ia tak pernah menunjukkan hal itu secara terang-terangan.
Auristella bangkit dari tempatnya. Ia berdiri seraya mendorong kursi dengan kaki belakang nya lalu Ia berjalan menuju kamar dengan langkah terhentak.
Devan dan Lovi menghembuskan napas kasar. Mereka kini menatap Andrean yang sejak tadi terlihat datar, seperti biasa.
"Andrean, Mommy berharap sekali kamu bisa menikah di tahun ini. Karena Mommy rasa sudah saatnya, Sayang. Dan pilihan Mommy tetap Angel. Kamu tidak keberatan 'kan?" Sekali lagi Lovi memastikan apakah anaknya merasa keberatan atau tidak. Sebab, biar bagaimanapun, Ia tahu bahwa Andrean berhak untuk menentukan pilihannya karena Ia sudah dewasa.
"Sejujurnya, aku belum ada keinginan untuk menikah dalam waktu dekat, Mom,"
"Okay Mommy paham. Kalau begitu, Mommy tidak akan memaksa kamu untuk menikah dalam waktu dekat. Tapi sekali lagi Mommy tanya apa kamu sudah memiliki kekasih?"
"Mommy tahu jawabannya,"
"Jadi, kalau Mommy meminta kamu bersama dengan Angel, paling tidak saling mengenal terlebih dahulu, kamu keberatan?"
"Tidak, aku akan mencobanya,"
Tegasnya jawaban Andrean membuat Lovi tersenyum lebar. Walaupun keinginan nya untuk menjadikan Angel sebagai menantu dalam waktu dekat belum bisa terwujud, tapi paling tidak Andrean mau menerima keputusannya.
Semoga saja kali ini Andrean benar-benar bergerak menarik perhatian Angel, bukan hanya sekedar menyetujui seperti sebelumnya namun bingung harus melakukan apa.
"Aku menerima ini semua karena aku yakin pilihan Mommy dan Daddy tidak akan pernah salah. Kalian yang paling tahu mana yang terbaik untuk aku,"
Andrean memang keras dalam urusan cita-cita. Ia tidak ingin dipaksa menjadi seperti Devan, pengusaha property dan sejenisnya. Tapi untuk masalah lain, Andrean tidak seperti itu. Ia memang patut dicap sebagai anak yang penurut. Bahkan dari kecil pun, Ia yang terkenal penurut daripada kembarannya, Adrian.
*****
Tok
Tok
Tok
Auristella yang sedang terlungkup di ranjang nya terpaksa bangkit karena mendengar pintu kamarnya di ketuk.
Ia membuka pintu lalu sosok Adrian lah yang berada di depannya saat ini.
"Astaga, pantas saja berisik. Ternyata kamu melempari barang-barangmu tadi? Ada apa sih?"
Auristella berdecak. Ia baru saja merasa tenang setelah melempar bantalnya ke meja rias yang menyebabkan segala perlengkapan nya jatuh ke lantai. Sekarang, kakak keduanya yang super menyebalkan itu datang dan bertanya hal yang malas sekali Ia jawab.
Adrian menahan pintu yang akan ditutup adiknya.
"Ingat ya, kamar kita letaknya tidak jauh. Jadi---"
"Berisik! Aku sedang tidak ingin diganggu,"
"Ck! Kenapa jadi kamu yang marah?"
"Pergi! Kamu jangan ganggu!"
"Hey, anak kecil! Yang mengganggu itu kamu!"
Andrean yang baru selesai makan sekaligus berbicara dengan Lovi dan Devan langsung beranjak ke kamarnya. Dan sebelum tiba di kamar, Ia melihat perdebatan antara kedua adiknya.
Ia harus turun tangan kalau tidak mau ketenangannya diganggu oleh mereka berdua, mengingat kamar mereka yang berdekatan.
"Ada apa? Kalian tahu sekarang sudah malam? Bukan waktunya untuk adu mulut,"
Jarang-jarang Andrean bicara seperti itu. Biasanya Ia lebih memilih untuk tidak menanggapi. Dan kedua adiknya langsung terdiam saling melempar tatapan tajam.
"Lihat kamarnya!" Titah Adrian pada Andrean agar megikuti arah yang ditunjuknya. Auristella segera menghalangi penglihatan kakak nya dengan postur tubuhnya yang ramping.
"Apa yang kamu lakukan, Auris?"
"Aku kesal, Ean! Aku tidak mau kamu menikah. Aku tidak mau kehilangan kakak ku,"
"Hah? Menikah? Andrean mau menikah? Sekarang?"
" Kamu juga mau menyusul?! Erghh!"
Auristella kembali ingin menutup pintu kamarnya namun berhasil dihalangi Oleh Andrean.
"Kamu mau membiarkan aku seperti ini terus?"
Auristella mengangguk pelan. Hal itu membuat mata Adrian membulat. Kalau Auristella ingin selamanya Andrean single, maka itu pasti berlaku juga dengannya.
"Sembarangan anak ini! Kalau kami berdua tidak boleh menikah, lantas kamu bagaimana?"
"Aku akan menikah! Tapi nanti!"
Adrian menggeram, "Sial!" Tangannya tergerak untuk menarik pipi adiknya dengan gemas.
"Kamu bicara kasar, akan aku katakan pada Mommy,"
"Biar saja. Aku tidak takut!"
"Selama ini Angel selalu baik padamu 'kan?" Tanya Andrean.
Auristella diam setelah mengusap-usap pipinya yang baru saja meniadi sasaran Adrian.
Auristella memang mengenal Angel. Seperti yang sudah diketahui, mereka bersama sejak kecil. Tidak jarang Angel diundang untuk sekedar makan bersama dengan keluarga nya. Tapi Ia tidak menyangka kalau gadis itu akan menjadi istri dari Andrean.
"Kapan menikah nya? benar dengan Angel sesuai keinginan mommy?"
"Iya! Dia akan menikah dengan Angel. Angel yang pernah kamu kagumi dulu, Ian. Eh mungkin sekarang masih,"
Bukan Andrean yang menjawab melainkan Auristella yang begitu menggebu, belum bisa terima bahwa ternyata kedua orangtuanya masih berusaha keras membuat kakak sulungnya dan Angel menikah.
"Ck! Padahal selain nyaman dengan Adrina, aku juga nyaman dengan dia. Aku kira kalian tidak jadi berjodoh. Rencana nya aku saja yang maju," ujarnya yang mulai usil.
Andrean melirik adiknya yang bergumam seperti itu. "Jangan jadi brengsek, Adrian. Cukup satu, dan pastikan itu bukan Angel,"
"Wow, posessif, Dude?"
Andrean meninggalkan kedua adiknya yang kini terdiam menatap kepergian kakak mereka.
"KENAPA SEKARANG KAMU MAU MENIKAH DENGAN ANGEL PADAHAL SELAMA INI KAMU TERKESAN TIDAK PEDULI DENGANNYA?! HEY, ANDREAN. DENGARKAN AKU DULU,"
Sayang nya seruan Auristella tidak membuat Andrean menghentikan langkahnya. Andrean masuk ke kamarnya hingga membuat kedua adiknya berdecak kesal. Bahkan Auristella misuh-misuh di tempatnya berdiri saat ini.
Ia bingung kenapa adiknya ribut sekali padahal Ia tidak menikah besok.
"Dia benar-benar serius menerima perjodohan itu. Ihhhh aku benci dirimu, Ean!"
"Mommy dan Daddy mu benar-benar kurang kerjaan ya sampai harus menjodohkan Andrean dan Angel," Sentak Auristella seraya menutup pintu kamarnya dengan kencang. Adrian dibuat tersentak.
"Hei, mereka juga orangtuamu. Jangan kurang ajar kalau masih mau menikmati fasilitas---"
"BERISIK!"
Brak
"Astaga,"
Adrian mengusap dadanya saat mendengar suara pintu di depannya yang dilempari suatu barang, entah apa.
"Angel, Aunty mengajakmu ke sini karena ingin mengatakan sesuatu,"
"Iya, Aunty. Ada apa?"
Lovi dan Angel kembali bertemu di sela kegiatan Angel yang kini bukan hanya menjadi seorang mahasiswa melainkan menjadi waitress juga di salah satu restoran.
"Andrean tetap dengan keputusannya,"
Kening Angel mengerinyit. Ternyata Andrean lagi yang akan mereka bahas.
"Ia mau memenuhi keinginan Aunty. Tapi kalau menikah dalam waktu dekat, dia belum siap,"
Senyum Angel terbit. Ia bisa bernapas lega. Setidaknya hal itu juga yang Ia inginkan. Setidaknya Ia dan Andrean butuh waktu untuk meyakinkan hati mereka masing-masing sembari saling mengenal satu sama lain walaupun tak dipungkiri perkenalan sudah lama terjadi. Tapi mengenal dekat belum pernah. Sebab setiap bertemu Andrean lebih banyak diam begitupun dengan Angel karena Ia terlalu pandai membawa diri. Angel canggung sekali jika bersama orang-orang baik seperti mereka.
"Oh ya, nanti Andrean akan menjemput kamu. Aunty sudah berikan nomor ponsel mu padanya,"
Mata Angel mengerjap. Kemudian Ia tersenyum kaku. Biasanya selalu ada Lovi di tengah mereka. Tapi nanti tidak. Entah akan bagaimana interaksi mereka nanti.
"Aunty tidak habis pikir pada kalian berdua. Kenapa tidak saling bertukar nomor ponsel padahal sudah berteman sejak kecil," setengah menggerutu Lovi meneguk minuman di mejanya.
Tadi pagi Lovi mengingatkan Andrean agar bergerak, tidak seperti sebelumnya yang hanya bergeming setelah tahu bahwa Ia dijodohkan dengan Angel.
Dan kali ini, sepertinya Andrean akan melakukan permintaan Ibunya itu. Ia akan mulai mendekati Angel dan bersikap layaknya seorang laki-laki yang memang menginginkan seorang perempuan sebagai pendamping hidupnya.
Selama ini, Ia hanya menyetujui perjodohan itu tanpa melakukan sesuatu yang membuat Angel semakin ragu saja dengan perjodohan itu. Ia merasa tidak diinginkan. Andrean bingung harus bagaimana sehingga Ia hanya bisa menyetujui tanpa melakukan apapun. Ia tidak mengerti bahwa kedua orangtuanya ingin Ia sendiri yang merangkul Angel tanpa harus disuruh terlebih dahulu.
"Iy--iya, Aunty." Angel hanya mampu membalas nya seperti itu. Ia tidak tahu nanti akan bersikap seperti apa. Selama ini saja Ia kaku bila bertemu Andrean.
*****
"Hah! Belum apa-apa kamu sudah mengabaikan aku, Ean!"
"Astaga, baiklah, aku akan menjemput mu dulu,"
Andrean menghembuskan napas pelan karena adiknya yang menggerutu kesal setelah Ia mengatakan bahwa sore ini Ia tidak bisa menjemput Auristella karena ingin menjemput Angel di restoran tempatnya bekerja.
Lagipula tadi pagi Auristella memastikan akan pulang dengan Adrian. Oleh sebab itu Ia juga menyanggupi permintaan Mommynya.
"Tapi setelah menjemputku, kita jalan-jalan dulu ya,"
"Kemana, Auris? Aku harus menjemput Angel,"
"Ihhh kamu tega sekali menolak permintaan ku!"
"Aku tidak ingin mengecewakan Mommy,"
Auristella mencibir kakak tertuanya itu. Dengan cepat gadis itu mematikan sambungan telepon mereka.
Andrean menggeleng pelan menatap layar ponselnya. Setelah itu Ia kembali ke ruangan dimana Ia dan beberapa pegawainya sedang melakukan meeting. Ia terpaksa meninggalkan salah satu dari pegawainya yang sedang presentasi mengenai rencana pembaruan dari aplikasi belajar online nya.
*****
"Aku duduk di depan!"
Angel mengangguk tanpa membantah setelah Auristella memintanya untuk duduk di belakang.
Sebelumnya, Auristella tidak segalak itu padanya. Tapi setelah tahu bahwa Angel dijodohkan dengan Andrean, sikap Auristella berubah. Angel tahu sekali betapa posesif nya Auristella terhadap kedua kakak kembarnya. Bahkan ketika Ia tidak sengaja bertemu tatap dengan Adrian saja Auristella bisa menegur tegas. Tapi Angel tak pernah mempermasalahkan hal itu. Karena Ia sendiri tidak ada niat untuk merebut kasih sayang Andrean atau Adrian dari adik mereka itu.
Andrean tampak menatapnya sekilas seolah bertanya 'tidak apa?' Angel sontak mengangguk pelan dengan senyum tipisnya.
Andrean membuka pintu di samping kemudi dan pintu di bagian belakang lalu mempersilahkan Auristella serta Angel untuk masuk ke dalam.
Ia benar-benar membawa Adiknya itu jalan-jalan terlebih dahulu sebelum menjemput Angel.
Hingga Ia merasa tidak enak hati pada Angel. Namun melihat gadis itu sepertinya tidak keberatan, Ia jadi sedikit tenang. Ah? Kenapa dia sekhawatir itu atas reaksi Angel terhadap keterlambatan dirinya dalam menjemput gadis itu?
"Kamu sudah lama bekerja di sana?"
"Belum lama, Auris,"
"Oh, kenapa bekerja? Bukannya uang kuliah mu sudah diselesaikan oleh Mommy dan Daddy ku?"
Andrean melirik adiknya sekilas disela fokusnya menyetir. Ia pikir pertanyaan itu terlalu mencampuri urusan Angel.
Angel tersenyum sebelum menjawab, "Untuk mengisi waktu luang ku saja,"
Bohong, Ia bekerja untuk memenuhi kebutuhan yang entah kenapa semakin hari semakin bertambah banyak saja. Padahal biasanya sisa dari uang kuliah pemberian Devan masih cukup untuk kebutuhannya sehari-hari.
Mungkin hal ini disebabkan oleh ayahnya yang tidak henti menghabiskan uang untuk hal-hal negatif seperti bermain perempuan dan mengonsumsi obat terlarang.
Sementara itu, kakak tirinya juga berbelanja sesuka hati tanpa bekerja. Angel begitu lemah hingga Ia tidak bisa berbuat lebih untuk menghentikan keburukan ayah dan kakak tirinya itu. Ia sudah mencoba namun tetap saja kalah dan berakhir mendapat tamparan serta kekerasan lain dari ayahnya yang tempramental itu.
"Segitu lengang nya waktu kamu ya? Berbeda sekali dengan kakak ku yang super sibuk,"
Entah apa maksud Auristella berkata seperti itu. Tapi Angel menangkap bahwa secara tidak langsung Auristella tidak suka Ia yang memiliki banyak waktu kosong, sementara Andrean memiliki pekerjaan yang tetap dan mapan. Waktu kosongnya tidak banyak.
Andrean berpikir keras untuk merubah suasana di dalam mobil. Ia mencari-cari topik pembicaraan yang tepat.
"Kamu ingin langsung pulang 'kan?" tanya Andrean seraya melirik Angel melalui kaca di depannya. Angel mengangguk cepat. Ia sudah cukup terlambat untuk pulang ke rumah. Nanti ayahnya pasti marah. Ia belum menyiapkan makan malam.
Ia terlambat karena kedatangan Andrean yang lama. Lovi sudah berkata padanya bahwa Andrean akan menjemput. Ia tidak mungkin tiba-tiba saja pulang lebih dulu sebelum dijemput oleh anak sulung Lovi itu.
******
"Kamu tunggu sebentar di mobil,"
"Kenapa kamu harus turun juga sih, Ean?!" Seru Auristella kesal saat kakaknya ingin mengantar Angel sampai di depan gerbang rumahnya yang sederhana itu. Auristella kira setelah Angel keluar dari mobil, Andrean akan langsung melajukan mobilnya.
Tanpa mengatakan apapun, Andrean turun mengikuti Angel yang sudah turun lebih dulu usai mengucapkan terimakasih pada Andrean dan Auristella. Ia ingin berbicara sesuatu pada Angel sebelum gadis itu masuk ke dalam rumahnya.
Angel sudah tiba di depan pintu rumahnya dan Ia belum menyadari kalau Andrean mengikuti.
"Darimana saja kamu?! Sudah tahu belum masak untuk makan malam ayah dan Gesty, kenapa malah pulang terlambat?! Hah?!"
Alis Andrean terangkat begitu menyaksikan secara langsung betapa kasarnya sikap ayah Angel terhadap putrinya itu. Tidak hanya perkataan, bahkan gestur nya pun terlihat begitu arogan. Lelaki itu berkacak pinggang di depan Angel.
Sedetik kemudian mata lelaki kejam itu mengarah pada Andrean dan juga pada mobil yang berada di belakang Andrean.
"Oh kamu habis menjual diri? Bagus! Dapat uang berapa?!"
"Ayah---"
Andrean berjalan cepat mendekati Angel yang sumpah demi apapun baru Ia ketahui memiliki nasib semenyedihkan ini.
"Tuan, maaf sebelumnya,"
Keberadaan Andrean membuat Angel terkejut dan malu bukan main. Ia tidak siap orang lain tahu bagaimana ayahnya bersikap selama ini.
"Maaf membuat Angel terlambat pulang. Ini semua salahku. Dan Angel bukan menjual dirinya. Dia calon istriku,"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!