Bab 1. Dunia Begitu Kejam
*Salah satu desa di London*
"Dasar gadis bodoh, beraninya kau mempermalukan aku!" Wanita paruh baya memukuli seorang gadis yang nyaris tidak berdaya karenanya, ia membabi buta menyiksa anak tirinya dengan ikat pinggang peninggalan mendiang suaminya.
"Maafkan aku, Bu. Tolong kasihani aku ... ampuni aku." Di sisa tenaga yang ada, Elga merintih memohon ampun. Ini bukan pertama kali dirinya disiksa tanpa ampun. Tepatnya, setelah ayahnya meninggal pukulan demi pukulan sudah menjadi makanan kesehariannya.
"Ampun katamu! Lalu bagaimana denganku? Apa dengan mengasihani dan mengampunimu aku bisa mengembalikan uang Tuan Lark yang sudah aku pakai untuk membayar hutang yang ditinggalkan ayahmu? Aku sudah menjualmu kepada Tuan Lark, tapi bisa-bisanya kau tidak mau tidur dengannya! Dasar gadis bodoh!"
Plak!
Plak!
Plak!
Punggung Elga seperti disayat-sayat pakai sembilu, sakitnya tidak bisa ditahan lagi. Semakin Elga menolak, maka semakin keras pula ibu tirinya melibaskan ikat pinggang itu bahkan terkadang tidak segan memukulnya dengan balok besar.
"Aku tidak mau tau, besok kau harus kembali pada Tuan Lark dan kau harus melayaninya dengan baik!" ucap Ibu tiri Elga sambil menghempaskan ikat pinggang itu ke sembarangan arah.
"Tapi aku tidak mau tidur denganya, tolong jangan kirim aku padanya, jangan biarkan dia membawaku, Bu."
Elga masih berharap ibu tirinya mau berbaik hati padanya, fisiknya yang sering disiksa hingga berdarah-darah masih bisa ia terima, tapi Elga tidak akan pernah bisa menerima perlakuan ibu tirinya yang sudah sangat keterlaluan. Elga tidak pernah bisa terima dirinya dijual seperti barang tak berharga yang dilelang kepada sembarangan pria.
Elga tidak akan pernah menyerahkan tubuhnya pada pria sembarangan apa lagi pada pria tua seperti Tuan Lark yang sudah bergonta-ganti wanita.
"Kau pikir siapa dirimu bisa mengaturku?" Ibu tiri Elga menarik rambut Elga dan membawa gadis itu dengan paksa ke kamarnya. "Jangan merasa sok suci padahal aku tau kau bukan wanita baik-baik. Kau menolak tidur dengan Tuan Lark, hanya karena Tuan Lark tidak setampan para pria yang sudah menidurimu 'kan?" Ia menghempaskan Elga hingga keningnya terbentur lantai dan berdarah.
"Aku tidak perna melakukan hal serendah itu! Aku tidak pernah menjual diri." Sakit hati Elga mendengar tuduhan yang sangat keji itu. Memang hal seperti itu sudah tabu di negaranya, tapi sampai saat ini Elga masih bisa menjaga kesuciannya.
"Kau pikir aku percaya? Aku tidak mau tau, besok kau harus terlihat baik agar aku bisa menawarkan mu pada pria lain yang mau membayarmu. Aku harus mengembalikan uanh Tuan Lark apa lagi dia sudah sangat marah dan tidak mau lagi melihat perempuan pembangkang dan bodoh yang tidak bisa memuaskannya sepertimu!"
Wanita bertubuh subur itu mengunci pintu dari luar, bahkan tidak memberi secuil makanan pun untuk Emi.
Elga hanya menangis meratapi nasib, baginya dunia ini sangat kejam untuk ditinggali. Tapi, mengakhiri hidup pun tidak bisa ia lakukan. Elga bukan tidak pernah melawan atau mencoba kabut, tapi semua usahanya berakhir mendapatkan siksaan yang sangat kejam.
"Tidak, aku tidak mau berakhir seperti yang dikatakan ibu. Aku tidak mau melayani pria-pria itu. Aku tidak mau tubuhku dijamah mereka. Lebih baik aku mati daripada harus menjadi wanita penghibur seperti yang diharapkan ibu."
Kali ini rasanya ia ingin mati saja, tapi sepertinya takdir berkehedak lain. Terbesit pikiran untuk melarikan diri saat melihat jendela kamar tidak dikunci. Ya, sepertinya ibu tiri Elga lupa memeriksa jendela kamar.
Tubuh Elga terasa sakit semua, ia terseok-seok saat membuka lemari. Beberapa baju dimasukkan ke dalam tas pakaian lalu ia lempar ke luar jendela. Malam ini Elga kabur dari rumah yang sudah seperti neraka setelah ditinggal ayahnya.
Gerimis menemani perjalanan Emi, pandangannya yang terbatas karena gelapnya malam tidak mematahkan niatnya. Emi tertatih sampai berhasil menjauhi rumah.
"Aku harus pergi ke kota, tapi dengan apa aku harus ke sana? Bus terakhir yang menuju kota pasti sudah pergi. Bagaimana kalau ibu menangkapku?" Elga menanis tanpa suara, sekujur tubuhnya gemetaran hebat. Pada akhirnya Elga tetap pergi tanpa arah tujuan.
Sorot lampu yang berasal dari mobil menyilaukan mata Elga hingga gadis itu refleks memejamkan mata, belum sempat ia menepi mobil itu sudah berhenti tepat di depannya. Begitu Elga membuka mata, seorang pria keluar dari arah bangku kemudi. Elga yang ketakutan memilih segera menjauh, tapi sayangnya pria itu berhasil menangkap dan membekap mulutnya. Kejadian itu berlalu begitu cepat sampai Elga dihempaskan ke dalam mobil.
"Lepaskan aku, apa yang kau lakukan, Tuan!" Elga memberontak saat pria itu ikut masuk dan mengunci pintu mobil, ia merasa berada di dalam bahaya. "Kumohon buka pintunya! Biarkan aku pergi."
"Diam!"
Srek!
Dengan satu kali gerakan, pria yang tidak terlihat jelas seperti apa wajahnya telah berhasil merobek gaun hitam yang dipakai Emi. Hingga bagian dada yang menyembul tampak jelas. Tidak cukup sampai di situ, pria itu mengikat tangan Emi di atas kepala.
Emi berteriak kencang, namun tidak ada yang mendengarnya. Jalanan malam itu sangat sunyi.
Emi tidak bisa bergerak bebas, apa lagi pria itu sudah mengukung tubuh mungilnya. Tidak lama kemudian wajah pria itu terbenam di dadanya.
"Jangan lakukan itu padaku! Aku bukan wanita malam seperti yang kau kira!" Emi teriak sambil menangis.
"Tenanglah, aku akan membayarmu 5 kali lipat dari biasanya!" Pria itu bicara dengan deru nafas penuh nafsu. Sesekali tangannya memegang area sensitif gadis itu.
Elga masih memberontak. "Aku gadis baik-baik. Aku belum pernah tidur dengan pria mana pun. Jadi, tolong jangan rusak hidupku, Tuan...."
Elga berharap masih ada belas kasih dari pria asing ini, tapi sayangnya sentuhan-sentuhan nakal yang ia dapatkan.
"Benarkah? Kalau begitu biarkan aku membuktikannya sendiri." Pria itu melanjutkan aksinya yang sempat tertunda, tidak perduli meskipun wanita yang ada di bawah kendalinya menolak keras. Ketidak berdayaan gadis itu dimanfaatkannya untuk menanggalkan pakaiannya sendiri.
"Bajingan! Jangan samakan aku dengan wanita yang sudah sering kau tiduri!" Tidak tahu apa jadinya nasib Elga kali ini, ia berharap masih ada sedikit keberuntungan yang ia dapatkan di dunia yang sudah sangat kejam baginya.
"Kenapa bicara begitu? Tenanglah, kalau kau tidak berbohong kau akan jadi satu-satunya wanitaku," kata pria itu lalu menyatukan bibirnya pada wanita yang tidak ia tau nama dan tidak bisa ia lihat seperti apa raut wajahnya di dalam gelapnya malam. Ia melakukan itu dengan insting namun sebuah gigitan yang ia dapatkan. "Akh, kau...." Ia mengeram kesakitan. "Sepertinya kau memang suka dipaksa!"
Tanpa memberi kesempatan, pria itu menyumpal mulut gadis itu menggunakan seutas kain yang ia robek dari gaunnya. Kemudian langsung menyatukan inti tubuh mereka.
Hancur hidup Elga, dirinya tidak akan pernah melupakan seperti apa rasa sakit yang sudah mengoyak-ngoyak tubuhnya.
Bab 2
Tidak hanya satu kali, pria itu sudah berkali-kali menghujam tubuh Elga. Menjamah sesuka hati seperti gadis itu sebuah boneka hidup yang tidak harus diperlakukan dengan lembut. Tidak perduli suara tangis yang tertahan terdengar pilu dan menyayat hati. Pria itu semakin bergerak hingga mencapai kepuasan untuk kesekian kali.
Elga rasanya ingin mati saja. Tidak tau seperti apa hidupnya setelah ini. Rasanya, ia tidak ingin melihat dunia lagi. Bila ia tahu akhirnya akan begini sudah pasti dari jauh hari dirinya akan mengakhiri hidup atau tetap membiarkan ibu tirinya memukul atau menguburnya hidup-hidup.
Elga mati! Elga mati! Elga yang malang mati! Mati di sini! Mati di sini! Mati di tangan pria bajingan ini! Elga mati ... Elga telah mati. Batin Elga berduka untuk dirinya sendiri.
Ya ... lebih baik dirinya mati daripada harus hidup menanggung derita tiada akhir. Baru saja terbebas dari siksaan ibu tiri, kini dirinya ada di tangan pria brengsek berkali lipat. Apa lagi yang mau diharapkan selain kematian?
Kepala Elga berdenyut nyeri, pandangannya semakin buram di gelapnya malam. Namun, ia tetap bertahan mencoba mengenali wajah pria brengsek ini untuk ia kenang di dalam neraka. Tidak ada yang bisa ia lihat, selain ... erangan dan suara berat yang terdengar menjijikan di telinga. Elga bersumpah tidak akan melupakan suara itu. Akan ia bawa sampai mati.
"Akhhh ... kau masih sangat sempit," ucap pria itu setelah menyudahi aktifitasnya menggagahi gadis yang sudah tidak menangis lagi. "Aku sangat beruntung bertemu dengan mu di sini tapi aku masih belum yakin kalau aku adalah orang pertama yang menidurimu." Ia lalu memakai pakaiannya lagi.
Elga sudah tidak bisa mendengar dengan jelas. Telinganya menuli sampai ia terpejam tidak sadarkan diri.
Kendrick nama pria itu. Seorang pria yang datang ke desa hanya untuk mengasingkan diri dari hingar bingar kota untuk sementara waktu. Ken datang bersama teman-temannya termasuk para gadis untuk menemani mereka. Malam ini pesta telah dimulai, tapi Ken merasa tidak berselera memilih pergi tapi dengan perasaan serba salah. Sekujur tubuhnya terasa panas sekali, hingga ia nekat menyalurkan semua hasrat itu pada seorang wanita yang tanpa sengaja di temui di pinggir jalan.
"Aku tidak bawa uang cash. Tunggulah, aku pasti membayarmu mahal seperti janjiku tadi." Ken mengancingkan resleting celana, ia tiga tega meninggalkan wanita ini tanpa memberinya uang sedikit pun, ia tidak mendengar apa pun dari gadis itu. "Astaga ... apa dia pingsan?" Ia memastikan kondisi gadis itu dan benar saja sudah tidak sadarkan diri. Ken tetap tenang dan membebaskan tangan wanita itu. "Tidak apa, kau akan baik-baik saja." Ken lalu kembali ke bangku kemudi. Melajukan mobil seperti biasa seolah tidak terjadi apa pun.
Dua jam lamanya mobil melintasi kesunyian. Gerimis malam itu pun tidak mau reda. Seolah mengawal perjalanan Kendrick bersama wanita di dalamnya. Udara malam yang semakin dingin membuat Ken sangat ingin meresap rokok. Tapi, miliknya tertinggal di penginapan. Dering handpone mengalihkan pikiran pria itu.
"Ada apa? Tidak ... aku tidak butuh wanita lagi. Aku sudah dapatkan apa yang aku mau. Kalian bersenang senanglah di sana!" katanya lalu menutup panggilan itu.
Tepat di persimpangan jalan menuju kota, terdapat minimarket yang masih beroperasi. Ken menepi untuk membeli sebungkus rokok tanpa sedikit pun melihat orang di bangku belakang.
Suara pintu mobil ditutup membuat Elga memberanikan diri membuka mata. Ya, dirinya sudah sadar bahkan sempat mendengar obrolan Ken.
"Dia manusia atau monster? Tidak apa kalau aku mati di sini, tapi bagaimana kalau aku diberikan kepada orang lain? Tidak, aku tidak mau diperjual belikan."
Menahan perih di sekujur tubuh, Elga berusaha duduk dan memakai baju yang sudah tidak layak pakai. Di luar sana ia melihat punggung seorang pria berbaju hitam tanpa lengan berjalan menuju minimarket. Elga yakin terdapat tato di bagian lengannya.
"Aku harus pergi."
Pelan-pelan Elga membuka pintu agar tidak tertangkap lagi. Ia seperti melangkah di atas ribuan duri yang berserak di jalanan, tertatih menahan perih sampai tiba di persimpangan jalan. Elga berharap bisa pergi sebelum pria itu menangkap dirinya lagi. Sorot lampu mobil dari kejauhan menimbulkan niatnya untuk menabrakkan diri. Tapi, mobil itu menepi tiba-tiba. Seorang wanita berpenampilan modis turun dari sana.
"Kau baik-baik saja, Nona? Kenapa kau tampak sangat kacau?" Ia melihat Elga dari bawah sampai atas. Baju yang dipakai rusak parah, wajahnya sangat pucat dan tampak lemah.
Elga ketakutan, ia trauma bertemu orang baru.
"Tenanglah, aku tidak akan melukaimu. Kalau kau mau, aku akan mengantarmu pulang," katanya lagi.
Elga menggeleng lemah dan berucap lirih, "Aku mau pergi dari sini."
"Kau sangat lemah, tidak mungkin bisa pergi jauh."
"Ta-tapi aku harus pergi. Atau biarkan aku mati. Tab rak saja aku dengan mobil itu." Pandangan Elga semakin buram.
"Jangan bicara begitu, hidupmu sangat berharga, Nona. Bagaimana kalau kau ikut denganku saja." Wanita itu mendekati Elga dan tiba-tiba Elga jatuh tidak sadarkan diri.
***
Sementara itu, Kendrick berdiri di depan kasir. Menunjuk deretan rokok yang tersusun rapi di etalase. Di saat itu ia melihat noda darah yang sudah mengering di tangannya.
'Darah apa ini?' Batin Ken bertanya, otaknya mencoba mengingat apa yang sudah ia lewatkan.
Deg!
Dadanya bergemuruh saat mengingat ada kemungkinan ini adalah dar ah perawan perempuan yang telah ia nodai. Ternyata benar adanya kalau dirinya adalah orang pertama yang tidur dengan wanita itu. Kendrick tidak tau harus bahagia atau sebaliknya, yang ia tahu ada kepuasan yang ia dapatkan dari wanita itu. Sepertinya setelah ini Ken tidak akan melepaskan wanita itu.
Dengan membawa sebungkus rokok, kendrick kembali ke mobil. Betapa terkejutnya ia melihat pintu mobil sudah terbuka dan wanita itu tidak ada di sana.
"Sial! Di mana dia?" Kendrick murka, ia membuang pandangan ke segala arah dan menemukan jejak kaki wanita itu. Satu-satunya petunjuk yang ia dapatkan adalah ... wanita itu telah pergi darinya. Terdapat jejak kaki dan ban mobil yang mengarah ke kota. Pasti ada orang lain yang membawanya. Sialnya, Kendrick tidak pasti seperti apa wajah gadis itu.
"Beraninya dia pergi! Apa yang sudah jadi milikku tetap akan menjadi milikku. Tidak akan aku biarkan dia pergi jauh!"
Pria itu kembali ke mobil, melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Tidak perduli hujan semakin deras.
"Di mana wanita itu? Aku harus mendapatkanmu...." Ada sesuatu yang hilang namun tidak bisa dijelaskan seperti apa arti yang sesungguhnya. Yang pasti Kendrick ingin wanita itu kembali padanya.
Bab 3
"Baringkan dia di sini," ujap Jesica pada orang yang menggendong wanita yang tadi mereka jumpai di pinggir jalan. "Ambilkan minum untuknya."
Elga pikir dirinya sudah mati, tapi alam bawah sadarnya menyuruh ia tetap terjaga. Elga membuka mata dan mendapati dirinya berada di dalam ruangan yang sangat asing.
"Syukurlah kau sudah sadar. Kau tampak kacau sekali minumlah dulu." Jesica memberikan segelas air putih dan membantu Elga minum, tapi perempuan muda itu menolaknya.
"Biarkan aku mati ... aku mau mati saja." Elga menangis gemetaran membayangkan nasib malang yang telah menimpa dirinya. Baju yang masih melekat di badannya menjadi betapa menyedihkan dirinya.
"Aku tidak tau kenapa kau bicara begitu, yang aku tau kau sangat ketakutan sekali. Sepertinya kau baru melewati masa sulit. Apapun itu kau tidak boleh punya pikiran untuk mengahiri hidup mu. Namaku Jesica dan sekarang tenanglah kau sudah amam bersamaku."
Sekali lagi Jesica memberikan gelas itu kepada Elga. Mendekatkan ujung gelas sampai Elga mau minum juga. "Jadi, siapa nama mu?" tanya Jesika sambil mengelus rambut Elga yang masih setengah basah, ia berusaha membujuk Elga agar mau terbuka padanya. "Aku tidak akan melukaimu, kau mengingatkan aku pada putriku yang mungkin seusia denganmu," imbuhnya saat mendapati Elga hanya diam menatapnya.
"Jadi, Biibi punya anak perempuan juga?" tanya Elga memastikan, sikap keibuan Jesica meyakinkan dirinya kalau Jesica memang orang baik. Semoga saja tidak jahat seperti ibu tirinya dan juga pria brengsek itu.
Jesica tersenyum tipis. "Iya, tapi dia sudah lama meninggal karena kecelakaan. Itu sebabnya aku sedih saat mendengar kau ingin bunuh diri. Melihatmu mengingatkan aku pada putriku itu." terang Jesica dengan mata berkaca-kaca.
"Maafkan aku bibi. Aku tidak berniat membuat Bibi bersedih." Elga memegang tangan Jesica.
"Tidak apa-apa aku memang sering mengingatnya. Jadi, siapa nama mu, cantik?" Jesica memerhatikan wajah Elga yang terdapat bekas cakaran yang sudah mengering, ia menduga ada yang sengaja menyakiti gadis itu.
"Namaku Elga," ucap Elga sambil mengerapkan mata. Elga mengasihani dirinya sendiri. Ada duka yang ia rasakan saat menyebut nama itu. Elga berharap suatu saat nanti Elga bisa mendapatkan sedikit kebahagiaan.
"Nama yang cantik. Aku sudah menghubungi dokter pribadiku yang mungkin akan tiba sebentar lagi sebaiknya kau ganti pakaianmu ini Elga." Jesica memberikan piyama tidur berbahan satin untuk Elga. Ia membantu Elga duduk dan tidak sengaja melihat punggung Elga lecet.
Elga memperhatikan dirinya yang sangat menyedihkan, bahkan bisa dibilang lebih menyedihkan dari tikus liar yang ada di luaran sana. "Aku tidak apa-apa, Bibi. Sebaiknya jangan panggilkan dokter." Elga masih trauma karena sudah dilecehkan begitu kejam hingga ia tidak mau ada orang lain melihat atau menyentuhnya.
Jesica menatap curiga karena Elga seperti sedang menutupi sesuatu, sebenarnya ia ingin tahu lebih banyak tentang Elga, tapi tidak mau membuat Elga merasa tidak nyaman dengannya.
"Baiklah kalau itu yang kau mau." Jesica mengalah karena ia tahu Elga butuh waktu menenangkan diri dan beradaptasi di rumahnya. "Berapa usia mu Elga?" Sepertinya Jesica ingin memastikan sesuatu.
"20 tahun," jawab Elga sambil mengedarkan pandangan ke segala arah. Ia baru sadar kalau tas berisi pakaiannya tidak ada. Pasti terjatuh saat pria brengsek itu memaksanya masuk ke mobil.
"Aku tidak menemukan apa pun selain dirimu. Aku memutuskan segera membawamu pergi karena tadi kau sempat tidak sadarkan diri," ucap Jesika.
Elga menunduk dalam dan menangis lagi. "Maaf karena aku sudah merepotkan Bibi, ntah apa jadinya aku kalau tidak bertemu Bibi di sana." Kemungkinan buruk dirinya habis di tangan pria itu atau sudah di jual ke tangan orang lain.
"Tidak masalah, kalau kau mau mulai hari ini kau bisa tinggal di sini," ucap Jesica, ia tersenyum penuh arti. Menerima Elga seperti menerima kehadiran putrinyan sendiri.
Elga memegang tangan Jesica. "Terima kasih, Bibi. Aku memang mencari tempat tinggal. Tapi aku tidak mau tinggal di sini tanpa melakulan apa pun. Kalau boleh biarkan aku bekerja untuk Bibi."
Elga sudah terbiasa bekerja dari pagi sampai malam, bahkan selama itu ia tidak mendapatkan upah sedikit pun. Semua uang hasil jerih payahnya selalu diambil ibu tirinya. Kini, ia pun tidak bisa tinggal di rumah orang asing tanpa melakukan apa pun.
"Soal itu nanti kita bicarakan, sekarang fokus saja pada kondisimu. Bibi lihat kau kacau sekali. Apa ada yang menyakitimu, Elga?"
Jesica terus mengorek informasi tentang Elga, ia sudah banyak menemukan gadis-gadis seperti Elga yang datang ke konta untuk mencari kerja dan berakhir menjadi wanita malam. Ya, diam-diam Jesica berencana menjadikan Elga bagian dari bisnisnya yang selama ini ia geluti dan sangat menguntungkan.
Jika dilihat lagi. Elga memiliki warna kulit putih bersih. Wajahnya sangat cantik dan postur tubuhnya tinggi semampai. Jesica yakin banyak pria yang akan tertarik dengan Elga.
Ia akan jadikan Elga primadona dengan bayaran termahal di rumah bordirnya. Ya, Jesica akan membuat Elga menjadi seorang wanita malam paling popoler di kalangan para pria.
Diamnya Emi sebagai pertanda jika gadis itu memang tidak baik-baik saja. Emi gemetaran dan air matanya pun semakin membasahi wajah. Jesica tidak memaksa Emi untuk terbuka padanya. "Ya sudah, sebaiknya kau istrahat saja. Nanti kita cari kerjaan yang cocok untuk mu."
"Sekali lagi terima kasih, Bibi." Elga marasa sedikit lega dan berharap kejadian buruk yang ia alami tidak terulang lagi.
***
"Selama ini aku selalu mendapatkan apa yang aku mau. Menguasai apa yang menjadi milikku tanpa ada yang mengganggu, mencampakkannya saat aku bosan tanpa ada yang bisa mencegah. Tapi, sekarang bisa-bisanya gadis itu lepas dariku."
Sorot mata Kendrick menajam saat melihat satu anting milik wanita itu yang tertinggal di dalam mobilnya. Setelah menembus hujan di tengah gelap malam, Kendrick tidak berhasil juga menemukan wanita itu. Yang ada ... hanya satu anting permata biru yang kini ada di genggaman.
Kendrick masih ingat rasa hangat yang menjalar ke seluruh tubuhnya saat pusaka miliknya terbenam di bagian inti tubuh wanita asing itu. Ia tidak akan melupakan suara desa han yang tertahan dari bibirnya.
Kendrick memejamkan mata, mencoba mengingat seperti apa suara gadis itu saat memakinya.
"Aku pasti akan mendapatkanmu dan saat itu aku bersumpah tidak akan melepasmu. Pergilah sejauh yang kau bisa tapi nanti kau pasti akan tetap kembali padaku."
Satu anting tidak akan bisa menjadi petunjuk jalan bagi Kendrick agar bisa secepatnya menemukan wanita itu, tapi selama ini ia memiliki insting kuat yang selalu tepat sasaran. Dan tentang gadis itu ia pasti akan menemukanya mungkin di kota ini atau di belahan bumi yang lain.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!