Merlisa berjalan di pinggir trotoar, entah kemana arah tujuannya. Pandangannya kosong, perasaannya hancur bagaikan tersambar petir di siang bolong. Merlisa juga enggan untuk kembali ke toko, moodnya sedang tidak baik saat ini.
Merlisa terus berjalan tanpa tujuan yang jelas, hingga di jalan ia melihat sisa kaleng softdrink tepat di hadapan kakinya, tanpa pikir panjang ia menendang kaleng softdrink tersebut hingga mengenai seseoarang.
"Waduh, sial kena orang lagi." Gumam Merlisa.
Tatapan tajam pria itu seakan harimau yang ingin menerkam mangsanya, Merlisa menyadari tatapan yang tak bersahabat itu, segera Merlisa berbalik badan dengan langkah agak sedikit berlari ingin menghidari pria tersebut, namun naasnya langkahnya kalah cepat dengan si pria tersebut, pria itu sudah mencengkram kuat lengan Merlisa. Ia sudah tidak dapat menghindar dari laki laki itu, Merlisa berbalik badan berhadapan dengan laki laki itu sambil meringis menahan sakit karena lengannya di cengkram begitu kuat.
"Lepasin gue, sakit tau." Merlisa menepis tangan laki laki yang bernama Arga Sebastian itu.
"Elo udah tau apa ke salahan elo ke gue!" teriak Arga masih dengan tatapan tajamnya.
"Yyee, gak usah teriak juga kali, gue gak budeg." Ujar Merlisa yang juga menatap tajam ke arah Arga.
"Elo tu ya, udah salah bukan minta maaf malah mau pergi begitu aja." Tunjuk Arga di depan wajah Merlisa.
"Mana gue tau, lagian elo ngapain juga ada di situ jadi bukan salah gue dong." Elak Merlisa.
Arga yang mendengar perkataan Merlisa makin geram dibuatnya, ia mengepalkan tangannya menyalurkan kekesalannya.
"Cih... Dasar wanita bar - bar dia belum tau siapa gue, berani beraninya ia berurusan dengan Arga Sebastian." Batin Arga.
"Gue gak mau tau, elo harus bertanggung jawab atas yang elo udah perbuat sama gue." Ujar Arga sambil menunjukan dahinya yang ke merahan.
"Cuma merah gitu doang di permasalahin, jadi cowo lembek amat si." Ujar Merlisa.
"Dasar cewe bar - bar!" dengus Arga sambil berjalan pergi meninggalkan Merlisa menuju mobilnya berada. Arga sudah membuang buang waktunya menghadapi cewe barbar itu.
Merlisa masih berdiri di pinggir jalan melihat ke pergian Arga.
"cih, dasar cowo aneh, jangan sampai gue ketemu lagi sama tu cowo. Tapi di lihat lihat tampan juga tu cowo, ahh ngomong apa si gue, amit amit deh gue terpesona sama tu cowo." Batin Merlisa sambil menggeleng gelengkan kepala membuyarkan pikiran anehnya.
Merlisa berjalan di taman pinggir kota, ia duduk di kursi taman sambil menghadap danau buatan yang berada di taman tersebut.
"Sial banget si hari ini, mimpi apa gue semalem. Di putusin sama kak Dimas ehh gue harus ketemu sama cowo aneh lagi." Mengumpat sendiri, pandangannya masih menatap lurus ke arah danau.
Entah sudah berapa lama ia duduk termenung di taman itu, di rasa saat suasana hatinya sudah membaik ia segera beranjak pergi meninggalkan taman.
Hari semakin sore, sang surya sudah berubah ber warna jingga mempertandakan hari akan gelap, lampu jalan mulai menerangi di setiap sudut sudut jalan. Merlisa menyelusuri jalan, samar samar terdengar suara teriakan seorang wanita, tanpa pikir panjang Merlisa mencari arah sumber suara tersebut dan suaranya semakin jelas terdengar. Suasana saat ini memang begitu sepi tak ada orang maupun kendaraan yang melintasi jalan.
Dari ke jauhan Merlisa melihat wanita paru baya bersama kedua laki laki berwajar sangar itu, sedang menarik tangan wanita paru baya, dengan segera Merlisa menghampirinya.
"Hhaii, kalian! jangan ganggu ibu itu." Teriak Merlisa.
"Jangan ikut campur, ini bukan urusan loe bocah." Ujar salah satu pria itu.
"Tentu saja ini jadi urusan gue, apa kalian tidak malu menyerang wanita, maen keroyokan lagi, huh." Ledek Merlisa tersenyum sinis.
"Kurang ajar ini bocah, berani beraninya sama kita." Ujar kaki laki itu sambil melayangkan pukulan ke Merlisa.
Baku hantam pun tak terelakan, Merlisa di serang dua pria sekaligus, namun ia bisa dapat mengatasinya.
Merlisa memang mempunyai bela diri taekwondo sudah tingkat sabuk hitam, ia belajar bela diri dengan alasan untuk dapat menjaga diri dan bisa membantu orang orang yang membutuhkan pertolongan.
setelah perkelahian yang cukup sengit dua laki laki itu akhirnya pergi meninggalkan Merlisa dan wanita paru baya itu.
Wanita paru baya itu bernama Wina, ia segera menghampiri Merlisa yang berdiri tak jauh darinya.
"Nak apakah kamu terluka?" ujar Wina khawatir.
"Saya tidak apa apa bu." Jawab Merlisa tersenyum
"Tapi wajah kamu terluka Nak, ayo kita ke rumah sakit." Ujar Wina melihat di ujung bibir Merlisa mengeluarkan darah segar.
"Tidak apa apa Bu, ini hanya luka kecil aja nanti juga sembuh ko." Ujar Merlisa ssmbil menyeka darah yang ada di ujung bibir Merlisa menggunakan jarinya.
"Terima kasih Nak, ibu behutang budi sama kamu, kalau tidak ada kamu, ibu tidak tau nasib ibu saat ini." Ujar Wina memeluk Merlisa.
Merlisa yang di perlakukan seperti itu terhadap Wina, entah kenapa hatinya begitu menghangat atas pelukan yang di berikan Wina, dekapan yang sudah lama ia tidak dapatkan dari seorang Mama yang sudah pergi meninggalnya.
"Sama sama Bu, sudah seharusnya kan kita saling tolong menolong." Merlisa tersenyum setelah pelukannya terlepas.
"Tapi Ibu bener bener berterima kasih nak, harus dengan cara apa ibu berterima kasih denganmu." Wina tersenyum sambil mengelus pipi Merlisa.
"Ahh Ibu tidak usah seperti itu, aku ikhlas menolong ibu."
"Ohh iya, ibu kenapa bisa ada di sini?" tanya Merlisa.
"Tadi ibu melintasi jalan ini, tiba - tiba ban mobil Ibu kempes, ibu keluar untuk mengecek ban mobil. Entah dari mana dua laki laki tadi menghampiri ibu bermaksud berniat jahat kepada ibu." Ujar Wina menceritakan kepada Merlisa.
Merlisa manggut manggut mengerti.
"Ooh, ibu ada ban serap?" tanya Merlisa.
"Sepertinya ada nak di belakang." Wina melihat ban cadangan yang berada di dalam bagasi mobil.
"Ya udah bu sini aku gantikan ban mobilnya." Merlisa memulai mengganti ban mobil Wina, dan Wina melihat Merlisa begitu kagum akan tikah laku Merlisa yang yang begitu mandiri.
Andai saja aku mempunyai menantu seperti mu nak, pasti aku sangat bahagia. Batin Wina.
Sesaat kemudian Merlisa sudah menyelesaikan aktivitasnya.
"Bu sudah selasai." Ujar Merlisa.
"Sekali lagi ibu berterima kasih nak, ibu sudah merepotkan mu." Ujar Wina.
"Sama sama bu, aku senang bisa membantu." Merlisa tersenyum.
"Dari tadi kita ngobrol tapi kita belum kenalan nak." Ujar Wina menyodorkan tangan, Merlisa menyambut tangan Wina.
"Merlisa, panggil saja Ica."
"Wina, panggil saja tante Wina." Ujar Wina tersenyum.
"Ya sudah Bu ehh tante, sepertinya saya harus pergi."
"Mari tante antarkan nak." Tawar Wina.
"Tidak perlu tante, saya masih ada keperluan lain." Ucap Merlisa.
"Baiklah kalau begitu, semoga kita dapat bertemu lagi nak, tante sangat senang dapat kenal dengan mu." Ujar Wina.
Keduanya pergi dan berpisah sambil melambaikan tangan masing masing.
bersambung...
Waktu sudah menunjukan jam tujuh lewat empat puluh lima menit, Merlisa baru sampai di rumahnya. Dengan segera Merlisa masuk ia membuka pintu rumah di lihatnya rumahnya begitu sepi tidak ada orang satu pun.
"Pada kemana yang lain,ko sepi." Gumam Merlisa melangkahkan kaki menuju kamarnya.
Setelah masuk kamar Merlisa segera membersihkan badannya yang terasa lengket karena keringat, lima belas menit Merlisa selesai dengan ritual mandinya segara Merlisa memakai pakaianya. Ia menuju dapur berharap ada makanan yang dapat ia temui karena perutnya begitu lapar, melihat masih ada makanan di meja makan dengan segera Merlisa melahapnya. Usai makan Merlisa menuju ruang keluarga berharap ada seseorang yang dapat ia temui, Merlisa tersenyum saat melihat kakak laki - lakinya yang tengah asyik menonton televisi, Andri pun membalas senyuman dari sang adik.
"Sini dek, kamu baru pulang ya?" tanya Andri sambil menepuk nepuk sofa yang berada di sampingnya.
"Iya ka." Merlisa segera mendudukan badannya di samping sang kakak.
"Wajah kamu kenapa dek ko agak biru gitu?" tanya Andri begitu khawatir kepada Merlisa yang di ujung bibirnya agak lebam.
"Oohh ini, aku abis nolongin ibu - ibu yang di gangguin 2 orang preman kak." Ujar Merlisa.
"Ya ampun dek, ko sampe biru - biru gitu." Ucap Andri sambil mengelus bibir Merlisa yang lebam.
"Aahh kakak aku gak kenapa - napa ko, cuma luka gini doang mah kecil." Senyum Merlisa menyeringai.
"Gak kenapa - napa gimana muka kamu biru - biru gitu, lain kali kalau mau tolong orang lain harus mikirin diri kamu sendiri dek, bagaimana kalau 2 preman itu bawa senjata,huh." Ujar Andri kesal.
"Kak aku gak kenapa - napa ko, kalau aku gak tolong ibu - ibu itu siapa yang mau tolong dia, saat itu gk ada orang selain aku kak. Aku melihat ibu itu aku seperti melihat mama kak, gimana kalau mama berada di posisi seperti ibu itu. Emang kakak lupa ya adik mu ini pemegang sabuk hitam." Senyum Merlisa membagakan dirinya.
"Iya iya emang hebat adik kakak yang satu ini, tapi ingat harus bisa jaga diri juga." Ucap Andri mengacak acak rambut adiknya.
"Siap bos ." Ucap Merisa sambil menidurkan kepalanya di pangkuan Andri, dan Andri mengelus lembut rambut adiknya.
"Sungguh begitu mulia hati mu dek, kakak begitu bangga mempunyai adik seperti mu." Batin Andri.
"Ooh iya kak, kak Indri kemana ko gak keliatan si?" Tanya Merlisa.
"Ada dek, dia di kamar katanya cape. Habis makan malam tadi ia langsung pamit untuk istirahat." Jawab Andri.
"Oohh." Merlisa sambil manggut - manggut mengerti.
"Hhuuhh hari ini aku begitu lelah kak, tetep seperti ini ya, aku merasa nyaman di posisi ini." Ucap Merlisa masih berbaring dengan kepala di atas paha Andri.
Memang kebiasaan Merisa jika sedang gundah atau resah, Merlisa lebih sering bermanja - manja dengan mama dan kak Andri yang di lakukan pada saat ini. Andri terus mengelus puncak kepala adiknya yang tidur terlelap diatas pangkuanya.
"Kakak tau dek, kamu tidak baik - baik saja saat ini. Kakak dapat merasakan kesedihan di mata mu dek." Batin Andri.
Dengan perlahan Andri merebahkan kepala Merlisa di atas sofa agar memudahkan Andri menggendong Merlisa menuju kamar, ia letakan badan Merlisa perlahan di atas tempat tidur dan mengecup kening sang adik sebelum ia pergi meninggalkan nya.
**********
DI KEDIAMAN SEBASTIAN
"Mama habis dari mana aja ko baru pulang?" tanya Fandi selidik, saat melihat kedatangan istrinya Wina yang baru masuk dalam rumah. Wina tersenyum kepada suaminya yang tengah duduk di sofa menatapnya.
Wina segera menghampiri suaminya dan duduk di sofa tepat samping suaminya.
"Mama tadi abis dari mall pah, dan hampir saja mama gk pulang malam ini pah." Ujar Wina, Fandi yang mendengar perkataan Istri nya hanya mengerutkan dahinya tidak mengerti.
Dan Wina menceritakan kepada Fandi yang telah dia alami sore tadi hingga bertemu dengan Merlisa, Fandi begitu terkejut dengan cerita yang sudah di alami istrinya.
"Kalau begitu kita berhutang budi kepada gadis itu mah." Ujar Fandi.
"Iya pah, mama begitu menyukai gadis itu pah, jarang sekali ada gadis yang rela mempertaruhkan nyawanya demi orang lain. Mama sangat tertarik dengan gadis itu pah." Ujar Wina.
"Mama yakin gadis itu tulus menolong mama tanpa punya niat tertentu?" tanya Fandi.
"Sangat yakin pah, filing mama gak mungkin salah. Mama ingin gadis itu menjadi menantu kita." Jawab Wina.
"Itu si maunya mama, tapi belum tentu dengan anak mu mah." Ucap Fandi.
"Itu si urusan mama, papa hanya tinggal dukung mama saja, mama tidak suka Arga berhubungan dengan wanita itu. Mama yakin pilihan mama yang terbaik untuk Arga pah." Ucap Wina panjang lebar.
"Baik lah papa dukung ke putusan mama, mama lebih tau mana yang terbaik untuk Arga."
Wina pun tersenyum lebar,membayangkan Merlisa menjadi menantunya.
Bersambung....
Hari hari Merlisa di sibukkan dengan rutinitas seperti biasa.
Pagi ini Merlisa akan pergi kuliah dengan menggunakan celana jeans berwarna hitam, dengan kemeja kotak - kotak berwarna merah maron yang nampak kontras dengan warna kulit Merlisa yang putih, tak lupa ia memakai sepatu kets warna putih. Rambut yang ia ikat kuncir kuda, memakai bedak tipis dan lipglos. Penampilan yang simpel dengan riasan wajah yang sederhana tak mengurangi aura ke cantikanya.
Merlisa keluar dari kamar menuruni anak tangga satu demi persatu menuju ruang makan yang sudah ada papa, kak Andri dan kak Indri.
"Selamat pagi semua." Sapa Merlisa tersenyum sambil mendudukan badannya di kursi samping Andri.
"Selamat pagi juga dek." Jawab Andri dan Indri serempak. Papa Hendra hanya melirik sekilas lalu melanjutkan sarapannya.
"Hari ini kamu kemana dek?" tanya Indri.
"Aku mau kuliah kak, hari ini ada jam kuliah pagi." Jawab Merlisa mulai menyantap makanan di depannya. Indri hanya ber "ohh" ria saja.
Sesaat hening di antara mereka, hanya ada suara dentingan alat makan yang beradu mengiringi sarapan mereka.
Hingga papa Hendra membuka pembicaraan memecah keheningan.
"Andri papa mau kasih kabar sama kamu, bahwa minggu depan adik kamu Indri akan bertunangan dengan anak teman papa." Ujar Hendra.
"Apaa!" Andri terkejut dengan berita yang papa Hendra sampaikan.
Dan Merlisa sampai tersedak mendengar perkataan sang papa. "uuhhuu uuhhuu." Dengan segera Andri memberikan segelas air minum kepada Merlisa.
"Apa papa gak salah, kok Indri tiba - tiba mau bertunangan? dan kamu Indri, kenapa gak pernah cerita sama kakak dan adek?" tanya Andri beruntun
kepada papa Hendra dan Indri.
"Papa gak butuh pendapat kamu, papa hanya ingin memberi kabar kalau minggu depan Indri akan bertunangan, dan papa sudah mempersiapkan semuanya." Ucap Hendra tegas.
"Tapi pah aku kan kakaknya, aku berhak ikut menentukan pria mana yang pantas mendampingi Indri, apa lagi ini menyangkut masa depan buat Indri." Ujar Andri kesal.
" Berapa kali papa harus bilang, papa tidak butuh pendapat kamu, ke putusan papa sudah bulat. Papa ini papa kalian dan papa tau pilihan papa tak mungkin salah, laki laki yang akan mendampingi indri adalah laki laki baik, sopan dan pantas bersanding dengan Indri. Dan asal kamu tau Andri, Indri juga setuju dengan pertunangan ini tanpa papa memaksa nya." Ucap Hendra dengan nada tinggi.
"Iya kak Andri yang di katakan papa benar, Indri menyetujui pertunangan ini dan Indri menerimanya. Nanti akan aku ceritakan semuanya dengan kalian, lagian usiaku sudah sepantasnya kan untuk menjalin sebuah ikatan yang lebih serius lagi." Ujar Indri menimpali.
Tanpa berkata kata lagi, papa Hendra pergi meninggalkan meja makan meninggalkan ke tiga anaknya.
Andri menghela nafas melalui hidung sambil memandang adiknya.
"Ya sudah, kakak menyerahkan kepada kamu mana yang baik untuk mu dek, semoga pilihan mu tepat, kakak ikut bahagia atas pertunangan mu nanti." Ucap Andri seraya tersenyum tulus kepada Indri.
"Terima kasih kak, kamu kakak yang terbaik yang aku punya, aku janji nanti malam aku akan ceritakan semuanya kepada kalian." Ujar Indri.
Merlisa yang sedari tadi hanya mendengarkan percakapan mereka ikut tersenyum bahagia.
Mereka pun berpelukan saling menyalurkan kasih sayang antara mereka, Andri yang berada di tengah di hampit Indri dan Merlisa.
"Udah ahh pelukannya, kakak udah engap banget nih gak bisa nafas." Ujar Andri, seketika Merlisa dan Indri melepaskan pelukanya.
"Yyeee kak Andri merusak suasana banget si, seharusnya kak Andri tu seneng bisa peluk peluk kita yang cantik cantik ini kak." Ucap Merlisa yang di angguki Indri.
"Iiddiihhh, cantik dari mananya kalian. Iya kalian cantik deh kalau di lihat dari ujung monas tapi liatnya pakai sedotan,hahahaha." Tawa Andri terbahak bahak
Indri mengerucutkan bibirnya kesal dengan perkataan sang kakak, sedangkan Merlisa meloncat ke punggung Andri, Merlisa melingkarkan tangannya di leher Andri seraya bergelayut di bahu belakang Andri.
"Aduuuhhh dek turun, kamu tuh kecil kecil kok berat banget si." Ucap Andri.
"Aku gak mau turun, sebelum kakak bilang kalau kita tuh cantik." Ucap Merlisa
"Kamu tuh dek, di bilang cantik tapi maksa orang. Akuin aja deh kalo kamu tuh gak cantik." Ucap Andri sambil tertawa.
"Udah yuk ahh berangkat, udah jam berapa nih." Ucap Indri melihat jam tangan yang melingkar dipergelangan tanganya.
"Iya nih bocah masih nempel aja di belakang kakak, udah seperti anak cicak." Ucap Andri masih dengan tawanya.
"Enak aja aku anak cicak, kakak tuh biangnya cicak,huh! pokoknya aku gak mau turuuunn." Ujar Merlisa masih bergelayut dipunggung Andri.
"Iya iya kakak ngalah, kamu emang adik kakak yang cantik nya pake banget deh pokoknya." Ucap Andri.
"Nah gitu donk kakak mengakuinya." Ucap Merlisa senyum kemenangan.
Merlisa pun turun dari punggung Andri.
"Iya kamu cantik dek, tapi kakak bohong, hahaha." Tawa Andri sambil berlari meninggalkan Merlisa.
"Kak andriiiiii, awas yaaa akan ku tangkap kamu kak." Merlisa berlari menyusul Andri.
Indri yang sedari tadi melihat ke duanya hanya terkekeh sambil geleng geleng kepala dengan tingkah mereka.
Merlisa dan Andri saling berkejar kejaran seperti anak kecil yang berebut mainan.
"Udah udah ya dek nanti kita lanjutin lagi, sekarang kakak harus pergi ke kantor dulu, kamu juga kan mau pergi kuliah." Ujar Andri
"Iya juga si, tapi urusan kita belum selesai kak." Ucap Merlisa mengerecutkan bibirnya.
Melihat tikah adiknya itu membuat Andri gemas lalu mencubit kedua pipi adiknya.
"Aaawwww, sakit tau kak." Ucap Merlisa kesal.
"Abis kamu tu bikin kakak gemes dek." Andri merangkul Merlisa dan mencium pucuk kepala Merlisa.
"Ya udah kakak berangkat ya, atau kamu mau kakak anter ke kampus?" ujar Andri.
"Iya, gak usah kak, aku tadi udah pesan ojek online bentar lagi juga sampai kok." Ucap Merlisa
"Ya udah kalau gitu."
"Dek kakak juga berangkat ya." Ucap Indri mengelus pipi Merlisa.
"Iya kak, hati hati." Ujar Merlisa.
Dan keduanya masuk ke dalam mobil, meninggalkan perkarangan rumah. Merlisa hanya tersenyum sambil melambai kan tangannya.
Ia juga harus bersiap siap untuk berangkat kuliah, sambil menunggu ojek online yang ia pesan sampai.
bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!