NovelToon NovelToon

Catatan Mahasiswa Akhir

Buku Harian Alifa

Alifa datang dengan langkah ceria dan penuh harapan setelah menerima surat pengumuman kelulusannya. Ia ingin berbagi kabar gembira kepada orang-orang terdekatnya, termasuk ibu dan ayahnya. Namun, begitu Alifa masuk ke dalam rumah, ia lupa mengucapkan salam seperti yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim sebelum memasuki rumah.

"Ayah, Ibu, aku lulus sekolah ...!" teriak Alifa dari kejauhan.

Ketika Alifa memanggil ibu dan ayahnya, suasana di rumah yang sebelumnya riuh menjadi hening. Semua orang yang berkumpul di situ terkejut dan heran melihat Alifa. Tatapan mereka terarah kepada Alifa dan senyum semringah di wajahnya perlahan-lahan memudar.

Ibu dan ayah Alifa, yang awalnya senang melihat anak mereka datang dengan wajah berseri-seri, merasa heran dengan reaksi orang-orang di sekitar. Mereka menyadari bahwa Alifa lupa mengucapkan salam sebelum masuk.

Ibu Alifa (Nisa) dengan lembut bertanya, "Nak, kamu lupa mengucapkan salam, ya?"

Alifa merasa malu dan menundukkan kepala. Ia menyadari kesalahannya dan segera meminta maaf kepada ibu dan ayahnya.

"Maaf, Ibu dan Ayah. Alifa lupa mengucapkan salam saat masuk. Alifa benar-benar minta maaf. Karena terlalu bahagia, jadi melupakan tata krama yang telah Ibu dan Ayah, serta guru-guru ajarkan," ucapnya dengan rasa penyesalan yang tulus.

Ayah Alifa mengangguk dan tersenyum lembut. Ia mengerti bahwa Alifa telah menyadari kesalahannya.

"Tidak apa-apa, Nak. Setiap orang bisa melakukan kesalahan. Yang penting adalah kita belajar dari kesalahan tersebut," kata ayah dengan penuh pengertian.

Ibu Alifa menepuk bahu anaknya dengan penuh kasih sayang.

"Tetaplah rendah hati, Nak. Ingatlah bahwa sebagai seorang muslim, kita harus senantiasa mengucapkan salam sebagai tanda penghormatan kepada Allah dan sesama. Tidak ada yang lebih penting daripada etika dan akhlak yang baik."

Alifa merasa lega mendengar kata-kata ibunya. Ia berjanji untuk lebih berhati-hati dan selalu mengingat tata cara yang seharusnya dilakukan sebagai seorang muslim. Semua orang di rumah juga menyadari bahwa kesalahan ini adalah pelajaran berharga bagi Alifa.

Dengan saling memaafkan dan penuh cinta, suasana di rumah pun kembali ceria. Alifa bercerita tentang kelulusannya dengan antusias dan semua orang berbagi kebahagiaan atas prestasi yang telah diraihnya. Mereka meyakinkan Alifa bahwa mereka sangat bangga padanya dan berharap masa depannya akan penuh dengan kesuksesan. Dalam setiap momen penting, tindakan yang sederhana seperti mengucapkan salam memiliki arti yang besar dalam agama dan kehidupan sehari-hari.

Semua orang yang mendengar kabar bahagia itu, bergantian mengucapkan selamat dan memeluk Alifa. Perjalanan tiga tahun sudah dilalui dengan penuh perjuangan. Meski banyak hal yang sering mengganggu konsentrasinya dalam belajar, tapi ia tidak pernah hilang arah untuk menjadi murid kebanggaan para guru, terutama menjadi anak yang membanggakan bagi kedua orang tuanya.

Hal ini dibuktikan saat ia mulai jatuh cinta kepada lawan jenis. Alifa adalah seorang gadis muda yang memiliki hati penuh cinta. Setiap kali ia melihat seseorang yang berhasil membuatnya jatuh cinta, hatinya terasa seperti bergetar di dalam dada, seakan-akan sayap-sayap kecil telah tumbuh di belakang punggungnya. Rasanya seperti melayang di udara, merasakan kebebasan yang luar biasa.

Perasaan cinta itu membuatnya memiliki semangat yang baru. Ia tidak lagi merasa terikat oleh keterbatasan dunia. Alifa merasa bahwa dunia telah menjadi panggung yang luas bagi kisah cintanya. Ia ingin menjelajahi setiap sudut dunia bersama orang yang dicintainya.

Alifa dan kekasihnya merencanakan perjalanan yang indah ke berbagai tempat di dunia. Mereka mengepakkan sayap imajinasi dan terbang ke angkasa, menjelajahi bintang-bintang dan planet-planet yang indah. Di sana, mereka menggenggam tangan satu sama lain dengan erat, menikmati keajaiban alam semesta yang tak terhingga.

Namun, seiring berjalannya waktu, kisah cinta mereka mengalami ujian yang sulit. Rintangan dan konflik mulai muncul di antara mereka. Perasaan cinta yang sebelumnya memberikan kekuatan kepada Alifa, kini mulai membebani dirinya. Hatinya terluka dan ketegaran yang selalu ditunjukkan kepada dunia seakan-akan hilang.

Alifa merasa lemah. Setiap hari, ia berjuang untuk mempertahankan hubungannya yang telah membuatnya terbang di angkasa. Namun, semakin banyak masalah yang muncul, semakin rapuh pula hatinya. Air mata sering mengalir di matanya saat ia merenungkan kisah cintanya yang rumit.

Perasaan lemah itu membuat Alifa merasakan beban yang tak terbayangkan. Ia merasa seperti dunia sedang melawan dirinya. Ketegaran yang selalu diperlihatkan seolah-olah telah menguap begitu saja. Alifa merasa kehilangan dirinya yang kuat, digantikan oleh keraguan dan kebingungan.

Namun, Alifa tidak menyerah begitu saja. Ia mencoba mencari kekuatan baru untuk menghadapi ujian dalam kisah cintanya. Ia mulai berbicara dengan orang-orang yang dipercaya, mencari nasihat dan dukungan dari mereka. Lambat laun, ia menyadari bahwa kekuatan sejati bukanlah tentang ketegaran yang terlihat di luar, tetapi tentang kekuatan yang ada di dalam hati.

Alifa mulai belajar untuk menerima kelemahannya dan menyadari bahwa cinta sejati tidak selalu mudah. Ia mengerti bahwa perasaan cinta yang membuatnya terbang ke angkasa bukanlah jaminan kebahagiaan abadi, tetapi sebuah perjalanan yang penuh dengan tantangan.

Dengan waktu, Alifa mulai menemukan kembali ketegaran dalam dirinya. Ia belajar untuk menjaga dirinya sendiri dan mencintai dengan bijaksana. Ia mengerti bahwa terkadang cinta memang membuat lemah, tetapi jika mampu bertahan dan tumbuh dari pengalaman itu, maka ia akan menjadi lebih kuat daripada sebelumnya.

Kisah asmaranya yang rumit tidak mengubah Alifa menjadi orang yang lemah. Sebaliknya, ia menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijaksana. Ia tumbuh dari pengalaman itu dan belajar untuk mencintai dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.

Dengan hati yang berani, Alifa terbang kembali ke angkasa. Kali ini, bukan hanya untuk menjelajahi dunia bersama orang yang dicintainya, tetapi juga untuk menjelajahi dirinya sendiri. Ia menyadari bahwa perjalanan cinta yang sesungguhnya adalah perjalanan menuju kesempurnaan diri, di mana ia dapat menemukan kebahagiaan sejati dalam kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya.

Bagi Alifa, berpacaran hanyalah membuang-buang waktu saja. Itu sebabnya ia lebih memilih fokus mengejar impiannya. Walau pada akhirnya ia telah jatuh cinta kepada Khaleed.

Khaleed Sharim Mudzafar adalah laki-laki yang berhasil meluluhkan hati Alifa dari sekian banyak laki-laki yang menyatakan cinta padanya di masa sekolah. Namun, laki-laki ini juga yang membuat hatinya retak, seakan kaca yang sengaja dipecahkan dan layaknya layangan yang terputus dari benang ketika berada pada ketinggian; jauh dan tak lagi terlihat.

Alifa yang dulu periang, tidak pernah memikirkan masalah cinta, kini menjadi sering murung dan jarang makan. Benar apa kata pepatah, 'cinta sering membuat seseorang lupa'. Alifa melupakan apa yang pernah diucapkan kepada teman-temannya, bahwa ia tidak suka membahas laki-laki. Karena cinta sejati tak mengenal kata pacaran apalagi ada laki-laki yang bilang, 'Kita jalani saja dulu'.

Seseorang yang berpikir atau mengatakan hal itu, bisa jadi termasuk kategori orang yang mengambil langkah tanpa berpikir panjang. Masalah hati bukanlah sebuah permainan yang menekan tombol mulai saat ingin bermain, lalu menekan menu selesai ketika sudah bosan bermain.

Hati juga bukan kreditan motor yang melalui tahap pencicilan sebelum melunasinya. Namun, hati adalah perasaan yang harus diistimewakan ketika ia mulai jatuh cinta. Jatuh cinta bisa berkali-kali, tetapi menjalin sebuah hubungan jangan berkali-kali agar tidak terjebak ke dalam fatamorgana cinta.

***

Musim kemarau telah berlalu, Alifa melupakan kenangan lama yang membuat hati tersayat-sayat. Kini ia fokus untuk kehidupan masa depan. Meski masa lalu itu masih mengganggu kehidupannya, tetapi hati tak lagi lemah. Ia melupakan cinta, seakan tak pernah mengenalnya, hingga cuek sama laki-laki mana pun, selain anggota keluarga dan teman terdekatnya.

"Berkas untuk daftar kuliah sudah disiapkan apa belum, Nak?" tanya ayah Alifa yang terus mengingatkan karena Alifa sering lupa dengan masalah-masalah kecil sekalipun.

"Sudah, Yah. Ini dibantu Abang dan Kakak untuk mempersiapkan berkas-berkasnya. Tinggal daftar online, dan melakukan pembayaran pendaftarannya saja, Yah."

"Baiklah! Sudah malam, sebaiknya lekas tidur. Besok diurus lagi."

"Iya, Ayah," jawab Alifa dan lekas ke kamar.

Di dalam kamar, Alifa bukannya tidur, tetapi malah menuliskan sesuatu di buku hariannya. Alifa merasa begitu dalam dan intim saat menulis di buku hariannya. Setiap kata yang tergores di atas kertas adalah cerminan dari perasaan, pikiran, dan pengalaman yang ia alami. Buku hariannya menjadi tempat di mana ia dapat sepenuhnya menjadi dirinya sendiri tanpa takut dihakimi atau dipahami dengan salah.

Setiap halaman di buku hariannya, berisi jejak perjalanan hidup Alifa. Ia menulis tentang sukacita dan kebahagiaan yang dirasakan, tentang impian dan ambisinya yang berkobar, serta tentang kesedihan dan kekecewaan yang dihadapi. Ia mencatat momen-momen penting dalam hidupnya, seperti pencapaian, kegagalan, dan kehilangan yang mengubah pandangannya tentang dunia.

Alifa mengungkapkan perasaannya dengan jujur dan tanpa cela dalam buku harian tersebut. Ia menuliskan harapan impian-impian, dan cita-citanya dengan detail. Ia juga menceritakan cerita-cerita pribadinya, termasuk persahabatan, cinta, dan perjuangan yang dihadapi.

Buku hariannya juga berfungsi sebagai tempat untuk merenung dan mengungkapkan emosinya. Alifa menulis tentang kegembiraan dan kebahagiaan, tetapi juga tentang kecemasan, ketakutan, dan kesedihan yang terkadang melanda dirinya. Menulis di buku harian dapat membantu Alifa mengatasi stres dan menenangkan pikirannya. Ia merasa bahwa buku tersebut adalah teman setia yang selalu mendengarkan tanpa menghakimi.

Selain itu, buku hariannya juga memberikan Alifa kesempatan untuk melihat kembali perjalanan hidupnya. Ketika ia membaca kembali halaman-halaman yang telah ditulis, ia dapat mengenang momen-momen penting dan memetik hikmah dari pengalaman yang dialami. Buku harian tersebut menjadi saksi bisu dari pertumbuhan dan perkembangan dirinya seiring berjalannya waktu.

Bagi Alifa, buku harian adalah tempat di mana ia dapat mengungkapkan diri sepenuhnya, mengekspresikan perasaan dan pikiran yang tidak selalu dibagikan dengan orang lain. Buku tersebut menjadi warisan berharga yang dapat disimpan seumur hidup, mengingatkan pada perjalanan hidupnya, serta membantunya untuk terus tumbuh dan berkembang sebagai individu yang lebih baik.

Malam pun berlalu. Alifa menyudahi tulisannya dan lekas berbaring. Ia memejamkan mata, berharap semua perjalanan hidupnya selalu berpihak pada harapan yang dimiliki.

****

Babak Baru Kehidupan Alifa

Pada hari tes masuk UNILA, Alifa merasa tegang dan ragu-ragu. Keyakinannya semakin memudar, dan pikiran negatif mulai muncul. Ia merasa bahwa kemungkinan besar tidak akan diterima di universitas tersebut. Meskipun berusaha mengusir pikiran tersebut, rasa cemas tetap menghantuinya.

Saat tiba di lokasi tes, Alifa bertemu dengan seorang teman baru. Meskipun demikian, ia masih merasa asing karena tidak ada orang yang dikenalnya di sekitar. Perilaku calon mahasiswa baru lainnya terlihat cuek dan tidak terlalu mempedulikan lingkungan sekitar.

Meskipun Alifa mencoba berpikir positif dan berharap untuk menjalin hubungan dengan teman baru tersebut, pikiran negatif masih muncul dari waktu ke waktu. Alifa mulai meragukan dirinya sendiri dan mempertanyakan apakah ia cocok dengan lingkungan UNILA, apalagi ia merasa kurang minat dengan universitas tersebut dan bingung memilih jurusan yang tepat.

Saat tes akhirnya dimulai, Alifa mencoba fokus pada soal-soal yang diberikan. Ia berusaha keras untuk memberikan yang terbaik meskipun pikirannya terkadang terganggu oleh ketidakpastian dan kecemasan. Setelah selesai, Alifa merasa lega karena dapat melewati tes dengan baik, meskipun tidak yakin akan hasilnya.

Setelah beberapa minggu menunggu, Alifa akhirnya menerima pemberitahuan hasil tes masuk UNILA. Semua keluarga terutama orang tua Alifa, sudah sangat menantikan kabar bahagia usai pengumuman, berharap Alifa diterima di kampus tersebut. Ayah dan Ibu Alifa menyuruh untuk membuka pengumuman yang dibagikan di website salah satu universitas negeri yang paling populer di Lampung.

Ketika abang Alifa memberitahu bahwa adiknya tidak diterima di kampus UNILA, suasana di rumah menjadi hening sejenak. Raut wajah orang tua Alifa mencerminkan sedih dan kekecewaan yang mendalam. Namun, mereka segera mengumpulkan kekuatan dan memberikan dukungan serta semangat kepada Alifa.

Ayah dan Ibu Alifa mendekati Alifa dengan penuh kelembutan. Mereka menggenggam tangannya dan mengucapkan kata-kata yang penuh kasih sayang. Mereka menjelaskan bahwa kegagalan ini bukanlah akhir dari segalanya, tetapi merupakan peluang untuk belajar dan tumbuh lebih kuat.

"Dek, kami tahu betapa kerasnya kamu berusaha dan kami tahu betapa besar harapanmu untuk diterima di UNILA. Terkadang dalam hidup, kita menghadapi rintangan dan kegagalan, tetapi jangan biarkan itu menghentikanmu," kata Ayah Alifa dengan lembut.

Ibunya menambahkan, "Kamu adalah anak yang cerdas dan berbakat. Jangan biarkan satu kegagalan menghalangimu untuk meraih impianmu. Kami akan selalu mendukung apa pun yang kamu pilih."

Alifa meskipun masih merasakan kekecewaan, tetapi ia merasa tersentuh dengan dukungan dan semangat yang ditunjukkan oleh orang tuanya. Mereka memberikan harapan baru dan meyakinkannya bahwa kegagalan ini tidak akan menghancurkan impian dan potensinya.

Dalam momen itu, keluarga Alifa saling berpelukan, memberikan dukungan emosional satu sama lain. Mereka menyadari bahwa kegagalan adalah bagian dari perjalanan hidup dan yang terpenting adalah bagaimana mereka bangkit kembali dan melanjutkan perjuangan.

Setelah beberapa saat, semangat yang baru mengalir dalam diri Alifa. Meskipun mungkin terasa sulit pada awalnya, tetapi ia merasa termotivasi untuk mencari alternatif dan melihat peluang di universitas lain atau mengeksplorasi minatnya di jalur lain.

Dukungan dan semangat yang diberikan oleh orang tua Alifa memberikan keyakinan baru. Alifa tahu bahwa mereka akan selalu ada di sisinya, siap untuk mendukungnya dalam perjuangan berikutnya. Ia menyadari bahwa kegagalan ini tidak akan menghentikan perjalanannya menuju kesuksesan, tetapi akan menjadi batu loncatan untuk tumbuh dan mencapai lebih banyak lagi.

Dengan semangat yang baru, Alifa bersiap untuk mengeksplorasi opsi lain, mencari universitas atau jalur pendidikan yang tepat untuknya. Ia belajar untuk menerima kegagalan sebagai bagian dari proses, dan dengan dukungan keluarga, ia siap untuk bangkit serta melangkah maju dengan tekad yang tak tergoyahkan.

Sejenak ia berpikir, "Apa mungkin karena hatiku tidak yakin dengan pilihan masuk di kampus ini, ya? Itu sebabnya, aku tidak diterima. Entahlah, yang aku tahu, Allah pasti akan memberikan takdir terbaik untuk nasibku ke depannya."

Ayah seakan bisa membaca apa yang sedang aku pikirkan.

"Masih ada kampus lain. Kamu mau coba daftar kampus tempat kakak kuliah tidak?" tanya ayah Alifa sambil menepuk bahu anaknya itu, seakan sedang memberikan kekuatan untuk melanjutkan pendidikan.

Dengan senyum mengembang, Alifa sangat antusias karena ingin daftar perguruan tinggi yang selama ini hanya dilihat di stasiun televisi saja. Berbagai prestasi telah didapatkan di kampus tersebut.

Sang Juara! Kata ini telah melekat, hingga menjadi jargon kampus Teknokrat. Yah, kampus Teknokrat telah banyak mendapatkan penghargaan karena melahirkan mahasiswa yang cerdas dan berbakat. Terlepas dari itu, semua kampus di Lampung pun memang memiliki segudang ilmu dan prestasi yang sudah diraih. Namun, entah mengapa Alifa lebih semangat ingin menjadi bagian dari kampus yang memiliki slogan, 'Kampus sang juara' tersebut. Apalagi ia pernah melihat langsung, bagaimana kebersihan di kampus tersebut. Alifa tipikal orang yang selalu mengecek kebersihan pada lingkungan yang akan dikunjungi atau tinggali. Baginya, salah satu yang membuat seseorang betah di suatu tempat adalah kebersihan.

Tidak ada yang mustahil jika kita mau mencoba dan terus mencoba. Pun dibutuhkan kesabaran untuk bisa mendapatkan apa yang ingin dicapai. Kuncinya adalah berusaha, berdoa, dan bersabar. Semangat Alifa luar biasa dalam hal meraih apa pun yang menjadi mimpinya. Termasuk menjadi bagian dari kampus yang selama ini dikagumi. Ambisinya dalam mengenyam pendidikan tak diragukan lagi. Otaknya yang terus berpikir dan berpikir bahkan sedang tidur pun ia berpikir, membuatnya terkadang merasakan sakit kepala yang luar biasa. Mungkin karena otak yang terlalu lelah, tetapi selalu dibiarkan berpikir, layaknya keyboard tanpa spasi. Alifa memang tipikal orang yang pemikir dan terlalu keras dengan diri sendiri.

Dengan berbekal semangat baru, Alifa mulai menjelajahi jurusan-jurusan yang ditawarkan oleh Perguruan Tinggi Teknokrat Bandar Lampung dan berdiskusi dengan teman-teman barunya untuk mencari tahu lebih banyak tentang jurusan yang tepat untuknya. Ia menyadari bahwa lingkungan baru dapat membawa kesempatan untuk mengembangkan diri dan mengejar minatnya.

Berbeda saat daftar di kampus sebelumnya, kali ini Alifa sangat yakin bahwa ia akan diterima di kampus Teknokrat. Ia telah meneliti program studi dan persyaratan masuk dengan cermat, serta merasa memiliki kualifikasi yang kuat. Alifa memiliki nilai yang sangat baik di sekolah menengah atasnya dan telah berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang relevan.

Pada hari pendaftaran, Alifa datang ke kampus dengan harapan tinggi. Namun, setelah melihat antrean panjang calon mahasiswa di depan ruang pendaftaran, kepercayaan dirinya sedikit tergoyahkan. Ia merasa gugup dan khawatir bahwa persaingan untuk masuk ke kampus Teknokrat mungkin lebih ketat daripada yang diperkirakan.

Ketika giliran Alifa tiba, ia memberikan dokumen-dokumen yang diperlukan kepada petugas pendaftaran dengan harapan bahwa semuanya akan berjalan lancar. Namun, petugas pendaftaran memberitahunya bahwa ada kekeliruan dalam aplikasinya. Alifa diberi tahu bahwa salah satu dokumen yang diserahkan belum lengkap dan ia harus mengurusnya terlebih dahulu sebelum pendaftarannya dapat diproses.

Alifa merasa shock dan kecewa. Ia tidak pernah berpikir bahwa akan ada masalah dengan aplikasinya. Dalam kebingungannya, ia bertanya kepada petugas pendaftaran bagaimana cara mengurus dokumen yang kurang tersebut. Petugas memberikan instruksi yang jelas dan mengatakan bahwa Alifa dapat mengajukan dokumen yang kurang dalam waktu satu minggu.

Walaupun Alifa merasa tertekan dengan situasi tersebut, ia memutuskan untuk tidak menyerah. Ia langsung pergi ke tempat yang diminta petugas pendaftaran untuk mengurus dokumen yang kurang. Alifa berusaha sebaik mungkin untuk mempercepat proses pengurusannya agar bisa mengajukan dokumen tersebut secepat mungkin.

Setelah mengurus dokumen yang kurang, Alifa mengirimkannya ke kampus (ditemani kakaknya) dan menunggu dengan harapan bahwa ia akan diterima. Ia belajar dengan giat untuk menghadapi ujian masuk yang dijadwalkan beberapa minggu kemudian.

Waktu berlalu dan akhirnya hasil pengumuman diterbitkan. Alifa sangat gugup saat melihat daftar nama calon mahasiswa yang diterima di kampus Teknokrat. Ia mencari namanya dengan hati yang berdebar-debar. Dan akhirnya, ia menemukan namanya di antara calon mahasiswa yang berhasil diterima.

Kegembiraan dan rasa lega menyelimuti Alifa. Semua usaha dan ketekunannya selama proses pendaftaran dan persiapan ujian telah membuahkan hasil yang diinginkan. Ia merasa sangat bersyukur dan bersemangat untuk memulai perjalanan pendidikannya di kampus Teknokrat.

Alifa memang anak yang tidak mudah menyerah dalam hidupnya, ia selalu mengatasi kesulitan tersebut dengan tekad dan determinasi. Akhirnya, Alifa berhasil mencapai tujuannya dan diterima di kampus yang diimpikan. Alifa merasa lega dan bahagia. Hal ini membuatnya menyadari bahwa pikiran negatif yang muncul sebelumnya hanyalah khayalan dan ketidakpercayaan diri semata.

***

Dengan hati yang berdebar-debar, Alifa membuka halaman kosong di buku hariannya. Saat sedang menulis, matahari terbenam di dalam kamar melalui jendela kecil, menghiasi ruangan dengan warna-warni yang lembut. Namun, pandangan Alifa tetap terpaku pada buku hariannya.

Hingga pada malam yang sunyi, lampu kecil di sebelah tempat tidurnya menjadi satu-satunya sumber cahaya. Ia menatap kertas putih yang menantangnya untuk mengungkapkan mimpinya. Dalam setiap kalimat, ia mencoba menangkap esensi dari setiap impian yang muncul dalam benaknya.

Dengan ujung pena yang ringan, Alifa mulai menuliskan baris pertama. Kata-kata mulai mengalir dari dalam dirinya, membawanya dengan impian-impian yang sudah lama tersembunyi. Ia menulis tentang visi-visi yang berputar dalam benaknya, mimpi yang tinggi dan tak terhingga.

Perlahan, tapi pasti, Alifa mengekspresikan keinginannya yang paling dalam. Ia menuliskan tentang keinginannya untuk menjadi penulis yang terkenal, menghiasi halaman-halaman majalah dan buku-buku dengan kisah-kisahnya sendiri. Ia menggambarkan setiap detail dunia imajinasinya, menciptakan karakter-karakter yang hidup dalam pikirannya.

(Tulisan yang ada di dalam buku harian Alifa)

Dalam sunyi malam, aku bermimpi

menjadi penulis yang berkaliber tinggi.

Menyusun kata dalam harmoni,

mengukir kisah yang tak akan pudar dari ingatan jiwa.

Impianku tersemat dalam pena,

menari di atas kertas, mengalun di balik hampa.

Mengarang kata demi kata, merangkai kalimat jelita,

membentuk dunia baru yang penuh harapan.

Sepuluh jari ini menari di atas keyboard,

mengungkapkan isi hati yang tak pernah terucapkan.

Dalam keheningan malam, kata-kata menjelma,

menyatu dengan jiwa, mengalir seperti sungai tak terbendung.

Kisah-kisah tersembunyi ingin kuungkapkan,

dalam cerita yang menghentak dan menawan.

Aku ingin menjadi pelukis kata-kata,

yang mampu merangkai imaji dan membawa perubahan.

Dalam kata-kata, aku menemukan kekuatan,

menghadirkan dunia yang berbeda dan menginspirasi.

Melalui tulisan, aku ingin menyentuh hati manusia,

mengajak mereka memahami dan berempati.

Berpuluh ribu halaman ingin kuwarnai,

dengan sentuhan imajinasi dan pengalaman hidup yang nyata.

Biarlah kata-kata mengalir bebas seperti sungai,

menghubungkan jiwa dan membawa kebahagiaan yang hakiki.

Impian menjadi penulis takkan pudar.

Aku percaya, dalam setiap kisah, ada mukjizat yang tercipta.

Aku akan terus menulis, tanpa henti,

menembus batas-batas dan menggapai bintang.

Sajak ini adalah doaku yang terucap,

dalam setiap kata dan huruf yang tertuang.

Impian menjadi penulis takkan terhenti,

karena tulisan adalah jiwa yang abadi, dalam setiap hati yang terbuka.

Tinta di pena Alifa terus mengalir, seperti sungai yang tak terbatas. Ia melukiskan keinginan untuk mengembara ke tempat-tempat eksotis, mengeksplorasi budaya yang berbeda, dan menyentuh hati orang-orang dengan tulisannya. Mimpinya mencapai titik yang lebih tinggi saat ia menuliskan tentang keinginannya untuk menyebarkan kebaikan dan membuat perbedaan positif dalam dunia ini.

Di saat-saat ketika kelemahan dan keraguan melanda, Alifa tetap kuat. Ia mencatat di bukunya tentang keinginannya untuk melawan rasa takut, menghadapi tantangan, dan mencapai potensi terbaiknya. Ia menuliskan tentang ketekunan, kerja keras, dan kegigihan yang akan dibutuhkan untuk mewujudkan mimpinya.

(Tulisan yang ada di dalam buku harian Alifa)

Dalam lembar-lembar buku harian ini, kuabadikan impian yang tak terlukis. Ketika kelemahan merayap dan keraguan hadir, kuatlah aku tetap berdiri. Aku menuliskan tentang niat untuk menghadapi rasa takut dalam menghadapi tantangan dengan hati yang penuh keberanian, tanpa ragu.

Kata-kata yang kutuangkan di setiap halaman,

mengingatkanku akan ketekunan dan tekad yang tak tergoyahkan. Kerja keras adalah teman sejati di sepanjang jalan menuju mimpi. Aku siap melangkah dengan penuh semangat, tak ada yang dapat menggoyahkan diri.

Dalam coretan-coretan tinta, kuukir tentang kegigihan yang kumiliki. Tak akan ada rintangan yang mampu meruntuhkan tekadku ini. Aku tahu perjalanan ini tak akan mudah, tapi aku tetap berani menghadapi kegagalan dengan kepala tegak, tak mengenal kekalahan.

Setiap kata yang terpatri dalam pikiranku adalah reminder bahwa aku mampu mencapai potensi terbaikku, mewujudkan impian yang telah kurancang. Aku tak akan menyerah pada kelemahan yang mencoba menggoda. Karena aku tahu, hanya dengan ketekunan dan kerja keraslah aku dapat berjaya.

Jadilah buku ini saksi perjalananku yang penuh tantangan. Namun tetap kubawa hati yang kuat, penuh dengan keyakinan. Setiap halaman adalah langkah ke arah masa depan yang cemerlang. Aku akan menuliskan kisah keberhasilanku dengan tinta yang penuh semangat.

Tak ada yang dapat menghentikan mimpi ini, tak ada batasan yang dapat membelenggu. Karena aku tahu, kekuatan terbesar ada di dalam diriku sendiri. Keraguan mungkin mencoba mengintai, tapi aku siap untuk melawan. Ketika kelelahan melanda, kegigihan akan terus menguatkan diri.

Di dalam buku ini, aku menuliskan tekad dan impian untuk melawan rasa takut, menghadapi tantangan, dan mencapai kejayaan. Ketekunan, kerja keras, dan kegigihan menjadi senjata utamaku untuk mewujudkan impian ini menjadi yang terbaik, tak ada kata menyerah.

Akhirnya, Alifa menutup buku hariannya dengan lembut. Ia merasa lega, seolah membebaskan impian-impian tersebut dari dalam dirinya dan menghadirkannya di dunia nyata. Buku harian tersebut menjadi saksi bisu dari mimpinya yang indah dan menjadi pengingat untuk terus berusaha mewujudkannya.

Dalam keheningan malam, Alifa merasakan kekuatan dan semangat yang membara di dalam dirinya. Ia memejamkan mata dan membiarkan mimpinya melintas di depan matanya, menyala-nyala seperti bintang-bintang di langit malam. Dengan tekad yang kokoh, Alifa bertekad untuk melangkah maju dan menjadikan impian-impian itu kenyataan satu per satu.

***

Beradaptasi dengan Lingkungan

Kicauan burung menemani pagiku dengan lambaian daun yang tertiup angin. Fajar pun hadir seperti biasa; menyapa dengan hangat. Aku bergegas untuk berangkat ke kampus. Kakak sudah menyiapkan sarapan berupa tumis kangkung dan tahu (sambal) kesukaanku.

“Aku langsung ke kampus, Kak!” Alifa mencium tangan kakaknya (Humaira) dengan terburu-buru, sambil memperhatikan arlogi di tangan kirinya.

“Sarapan dulu, Dek!” saran Humaira dengan rasa cemas; khawatir adiknya sakit karena terlambat makan.

“Nanti Alifa makan di kantin aja, Kak! Udah telat, nih!” jawab Alifa yang langsung membuka pintu dan berjalan cepat.

Jarak antara kosan dan kampus Alifa tidak terlalu jauh, hanya ditempuh dengan berjalan kaki yang berjarak sekitar ± 5 menit.

Masih suasana penyesuaian, selalu introver kalau belum terlalu kenal. Dari banyaknya teman di kelas, hanya satu yang Alifa kenal karena teman putih abu-abunya. Namanya Atiqah. Namun setelah beberapa hari, Alifa mulai membuka diri untuk berkenalan dan mengakrabkan diri dengan teman-teman sekelasnya.

Ada sosok gadis yang menjadi pusat perhatian saat kali pertama masuk di kelas Aplikasi Komputer. Riasan wajah yang begitu mencolok bak penyanyi dangdut dan dengan gigi yang dikasih behel, rambut smoothing, dan berkulit cokelat. Gadis itu tampak bingung ingin duduk di mana. Rasa belas kasih dalam diri Alifa meronta-ronta, hingga akhirnya ia melambaikan tangan dan mempersilakannya duduk di sampingnya.

“Hey! Duduk di sini!”

Gadis bermata cokelat itu menghampiri dengan senyuman yang memperlihatkan gigi berbehelnya.

“Namaku, Farah!” ujarnya memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangan.

“Alifa!” Mereka saling berjabat tangan dan memutuskan untuk berteman baik, sejak perkenalan itu.

Sorot mata Alifa tertuju pada seorang gadis yang duduk di depannya, lebih tepatnya di samping Atiqah.

Alifa tersenyum dan mulai menyapa dengan memperkenalkan dirinya kepada gadis manis berkulit cokelat itu. Wajahnya tampak teduh dan Alifa yakin kalau gadis tersebut orang baik. Hatinya pasti selembut sutra.

"Halo, namaku Alifa. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengucapkan salam padamu. Nama kamu siapa?" tanyanya.

Hanin terkejut dengan keramahan Alifa. Ia tidak menyangka bahwa ada juga orang yang begitu baik, ingin menyapanya lebih dulu dan berkenalan, seakan tidak ada spasi di antara mereka.

"Halo, Alifa. Namaku Hanin. Senang bertemu denganmu."

Alifa dan Hanin saling berjabat tangan.

"Senang bertemu denganmu juga, Hanin. Aku melihatmu duduk di sini dan merasa penasaran untuk mengenalimu lebih jauh. Wajahmu teduh, hal itu yang membuatmu terlihat seperti orang yang baik hati dan aku yakin kalau kamu memang baik," puji Alifa dengan senyuman.

Hanin tersipu malu mendengar pujian tersebut.

"Terima kasih, Alifa. Itu pujian yang sangat baik dari kamu. Aku juga merasa bahwa kamu orang yang ramah dan hangat." Hanin balik memuji Alifa. Ia tersenyum, memperlihatkan gigi gingsulnya di bagian atas, sebelah kanan.

"Terima kasih atas pujianmu. Aku percaya bahwa tidak hanya penampilan luar saja yang penting, tetapi juga hati dan sikap seseorang. Dan dari tatapan mata dan senyummu, aku merasa yakin bahwa hatimu lembut seperti sutra." Alifa tak henti-hentinya memuji Hanin dengan majas personifikasi. Ia begitu lihai dalam memilih diksi untuk membuat orang merasa senang ketika mendengarnya.

Hanin tersenyum bahagia.

"Wow, kamu pandai memberikan pujian yang indah! Aku merasa sangat dihargai olehmu. Bagaimana denganmu, Alifa? Apa hobimu atau apa yang kamu sukai?"

"Aku suka membaca dan menulis. Saat membaca, aku bisa merasakan dunia yang berbeda dan menggali pengetahuan baru. Sedangkan menulis, membuatku menemukan cara untuk menyampaikan pikiran dan perasaanku. Bagaimana denganmu, Hanin?"

"Aku suka bermain musik. Aku bisa memainkan beberapa alat musik seperti gitar dan piano. Musik memberiku kebahagiaan dan kesenangan yang tak tergantikan."

"Itu sungguh luar biasa, Hanin! Aku sangat mengagumi orang yang memiliki bakat musik. Mungkin suatu saat nanti, kita bisa berbagi minat dan saling mendukung dalam hobi masing-masing, bahkan kita bisa bersinergi, seperti aku membaca puisi dan kamu mengiringinya dengan alat musik. Ini pasti akan menjadi sebuah kolaborasi yang baik. Aku yakin itu."

"Tentu, Alifa. Aku sangat senang bisa memiliki teman baru sepertimu. Kita pasti akan memiliki banyak kesempatan untuk berbagi pengalaman dan kebahagiaan bersama."

"Sama-sama, Hanin. Aku berharap persahabatan kita terus berkembang dan kita bisa mengenal satu sama lain lebih dalam lagi."

Tidak butuh waktu lama untuk menyesuaikan diri dengan orang-orang baru. Semua teman-teman di kelas sungguh asyik, seakan sudah kenal lama. Alifa pun lagi-lagi memiliki teman yang (mungkin) akan menjadi sahabat karena mereka membentuk sebuah grup eh ... geng kali, ya, bahasa gaulnya. Iya, seperti masa putih abu-abu Alifa yang memiliki sahabat beranggotakan lima orang. Namun, sekarang anggotanya ada empat orang, yaitu Alifa, Atiqah, Farah, dan Hanin.

***

Beberapa bulan kemudian, aktivitas Alifa benar-benar disibukkan dengan tugas-tugas kampus. Saking padatnya jadwal kuliah dari pagi sampai sore hari, tubuh mulai terasa lelah tapi masih bisa ditahan agar tidak (lagi) tumbang seperti pada masa putih abu-abu. Karena yang kuingat adalah harus menyelesaikan kuliah selama tiga tahun, sesuai target sebelum menjadi mahasiswa di kampus ini.

"Ternyata materi perkuliahan itu tidak terlalu sulit," batinku sambil mengerjakan tugas kuliah.

Bisikan hati mulai mengajak bicara pikiran untuk membahas target apa yang harus dicapai selama kuliah dan setelah lulus kuliah.

"Mimpi memiliki buku atas nama sendiri harus tercapai setelah lulus kuliah. Fokus, Fa! Fokus!"

"Sambil menyelesaikan kuliah, berselingkuh dengan kosakata untuk meramu kalimat menjadi sebuah cerita utuh, kurasa lebih baik daripada ide disimpan layaknya air yang dibekukan, tapi tidak pernah ada niat untuk mencairkannya."

"Mencoba mengirim kembali tulisan-tulisan ke media massa seperti koran atau media online, siapa tahu diterbitkan."

"Produktif menjadi bloggers walaupun belum membeli domain. Setidaknya bisa mengungkapkan apa yang tak bisa diucapkan oleh lisan."

Begitulah target-target yang harus dicapai, termasuk ketika lulus kuliah nanti, Alifa ingin menjadi pengusaha. Ambisi memiliki usaha sendiri untuk meniti karier sungguh besar karena tidak ingin bekerja dengan orang lain. Namun, semua itu tak semudah yang dibayangkan. Butuh kerja keras dan waktu yang tak sebentar dalam menggapai mimpi-mimpi tersebut. Itu sebabnya, untuk mengingat semua target yang harus digapai, Alifa menuliskannya di kertas, lalu ditempel di mading pribadi yang ada di kamarnya. Pun buku harian sebagai catatan perjalanan Alifa dalam merangkai kata, meraih asa.

Dalam momen ketenangan di atas kasur, Alifa merasakan kelegaan setelah bekerja keras untuk mencapai impiannya. Pikirannya mungkin dipenuhi dengan segala jenis tugas, tantangan, dan upaya yang dia lakukan untuk mewujudkan impian tersebut. Dia telah menempuh perjalanan yang panjang, dan saat ini dia merasakan betapa pentingnya istirahat untuk meremajakan tubuh dan pikiran.

Dalam momen ini, Alifa dapat merenung tentang perjalanan yang telah dia lalui dan menghargai kerja kerasnya sendiri. Dia mungkin berpikir tentang rintangan yang berhasil dia taklukkan, pelajaran yang telah dipelajarinya, dan pertumbuhan pribadi yang telah dicapainya. Meskipun ada rasa lelah, Alifa juga merasakan kepuasan yang mendalam karena tahu bahwa dia telah berusaha sekuat tenaga.

Dalam ketenangan ini, Alifa juga bisa memanfaatkan waktu untuk memulihkan energi fisik dan mentalnya. Dia bisa melakukan aktivitas relaksasi seperti mendengarkan musik, membaca buku, atau hanya merenung dan menghilangkan pikiran yang membebani. Istirahat yang cukup akan memberikan kekuatan baru untuk melanjutkan perjuangannya menuju impian.

Momen ini juga bisa menjadi waktu yang berharga bagi Alifa untuk merencanakan langkah-langkah selanjutnya dalam mencapai impian tersebut. Dia bisa memikirkan strategi baru, mengevaluasi progresnya, atau mengatur prioritas untuk langkah-langkah berikutnya. Dengan mengambil waktu sejenak untuk merenung dan beristirahat, Alifa akan siap menghadapi tantangan di masa depan dengan semangat dan kekuatan baru.

Semoga Alifa bisa mendapatkan istirahat yang baik dan kembali dengan semangat yang membara untuk terus berjuang menuju impian yang diinginkannya.

***

Seiring berjalannya waktu, Alifa mulai mengenal karakter teman-temannya di kampus, termasuk Farah dan Hanin. Alifa sudah mengenal Atiqah sebelumnya karena mereka bersekolah di tempat yang sama. Mereka sering terlihat kompak dan selalu bersama-sama ke mana pun pergi. Namun, meskipun begitu, mereka tidak menutup diri terhadap orang lain yang ingin mengenal mereka lebih jauh.

Tidak hanya terbatas pada kelompok kecil mereka, Alifa dan teman-temannya juga terlihat kompak dengan teman-teman sekelas mereka. Mereka sering kali melakukan hal-hal yang menyenangkan di kelas, terkadang menguji kesabaran dosen dengan tingkah laku mereka. Meskipun itu terasa seru, Alifa menyadari bahwa perilaku seperti itu sebenarnya salah dan tidak baik untuk dicontoh.

Menghormati dosen dan menghargai waktu belajar adalah hal yang penting dalam lingkungan akademik. Meskipun suasana yang ribut dan seru terkadang dapat terjadi, Alifa menyadari pentingnya menjaga kesopanan, kedisiplinan, dan fokus selama jam belajar. Mereka menyadari bahwa perilaku mereka sebelumnya tidak pantas dan tidak mencerminkan sikap yang baik dalam belajar.

Dalam hal ini, Alifa dan teman-temannya berkomitmen untuk lebih bertanggung jawab dalam perilaku mereka di kampus. Mereka menyadari bahwa kebersamaan dan keakraban tidak boleh mengorbankan nilai-nilai etika dan pendidikan yang penting. Dengan demikian, mereka berusaha untuk menjadi contoh yang baik dan menjaga sikap yang lebih baik dalam menghadapi situasi belajar di kampus.

Sangat penting bagi kita untuk menjaga hubungan yang baik dengan teman-teman di kampus dan tidak menutup diri terhadap orang lain. Mengenal karakter masing-masing teman dapat mempererat ikatan persahabatan dan membantu dalam berinteraksi dengan mereka. Komitmen untuk saling mendukung dan berada dalam kelompok yang kompak adalah hal yang positif, namun penting juga untuk membuka diri terhadap kesempatan baru dan menghormati teman-teman sekelas.

Meskipun suasana yang seru dan penuh keakraban bisa terjadi dalam lingkungan kampus, penting juga untuk menjaga etika dalam belajar. Menghormati dosen dan menghargai waktu dan usaha yang mereka berikan adalah sikap yang penting untuk dikembangkan. Menjaga kedisiplinan dan fokus selama jam belajar adalah hal yang baik untuk mengoptimalkan pembelajaran dan mencapai tujuan akademik.

Jadi, meskipun keakraban dan kekompakan antara teman-teman bisa memberikan suasana yang menyenangkan di kampus, tetaplah berhati-hati untuk menjaga kesopanan, sikap yang baik, dan konsentrasi dalam belajar.

Alifa mengambil tempat duduk di ruang kuliah dan mengeluarkan buku catatan.

"Hari ini sepertinya akan ada materi yang menarik. Ayo kita fokus memerhatikan dosen agar kita bisa benar-benar memahami materinya," ajaknya dengan semangat menggelora.

Atiqah mengangguk setuju dan berkata, "Betul, kita harus memaksimalkan waktu di kelas ini. Aku sudah siap dengan buku catatan dan pulpen."

Sambil menyiapkan buku catatan, Farah menanggapi, "Aku juga tidak ingin melewatkan informasi penting dari dosen. Apa kita bisa saling membantu kalau ada yang kurang paham?"

Hanin menautkan alisnya. "Tentu saja! Kita bisa saling mengingatkan atau bertukar catatan jika ada yang terlewat. Kita tim yang solid, kan?" ujar Hanin seraya tersenyum.

"Pasti, Hanin. Kita saling mendukung dalam belajar. Jadi, mari kita mulai fokus dan perhatikan dengan baik apa yang akan dosen sampaikan," ujar Alifa.

Dosen mulai mengajar, Alifa dan teman-temannya diam, agar bisa memerhatikan dengan saksama. Mereka mencatat poin-poin penting dan berusaha untuk benar-benar memahami materi yang disampaikan.

Alifa mengangguk. Lalu berkata, "Ah, aku mulai memahami konsep yang diajarkan. Bagaimana dengan kalian?"

Atiqah dengan percaya diri, berkata, "Aku juga mengikuti dengan baik. Materi ini sangat berguna untuk tugas besar nanti."

"Aku setuju. Kita harus benar-benar memahami agar bisa mengerjakan tugas dengan baik," ujar Farah yang sibuk membenarkan rambutnya.

"Aku sedikit terkejar, tapi berkat catatan kalian, aku bisa mengejar ketertinggalan. Terima kasih, teman-teman," ujar Hanin.

"Tidak ada masalah, Hanin. Kita selalu siap membantu satu sama lain. Jadi, mari kita terus fokus dan berusaha memahami setiap bagian materi ini," ujar Alifa.

Dengan semangat, Alifa dan teman-temannya melanjutkan mendengarkan dan mencatat materi perkuliahan dengan penuh perhatian.

Namun, ternyata ada sekelompok mahasiswa di kelas yang masih berisik. Entah apa yang sedang mereka obrolkan. Dosen pun memperhatikan kelompok teman-teman yang sedang tidak fokus.

"Maaf, bolehkah saya menyampaikan sesuatu? Saya memperhatikan dari tadi, kalau beberapa dari kalian terlihat sedang sibuk dengan hal lain. Saat ini, kita sedang berusaha memahami materi yang penting. Saya ingin meminta semua orang untuk fokus pada pembelajaran ini agar kita dapat memaksimalkan waktu yang dimiliki. Terima kasih atas pengertian dan kerja samanya," tegur dosen itu.

Akhtar merasa tersadar. Lalu, buru-buru menanggapi teguran tersebut. "Maaf, Pak Dosen. Kami akan segera memperbaiki fokus kami dan kembali ke pembelajaran," ujarnya dengan menyatukan kedua tangan.

Atma mengangguk setuju. "Benar, kami minta maaf atas ketidaktelitian kami tadi," ujarnya yang menyadari kesalahan mereka.

"Kami menyadari kesalahan kami, Pak Dosen. Kami akan memastikan agar tidak terulang lagi," ujar Akhtar.

Dengan rasa malu, Atma berkata, "Terima kasih atas teguran dan pengingatannya, Pak Dosen. Kami akan lebih berhati-hati di masa mendatang."

Mahasiswa lainnya yang juga terlibat dalam keributan tersebut pun meminta maaf dan tidak akan mengulanginya. Mereka merasa ketakutan karena dosen yang satu ini cukup tegas dalam bertindak. Beruntungnya kali ini mereka hanya mendapatkan teguran, entah apa kalau mereka dikeluarkan dari kelas dan tidak diizinkan mengikuti sampai akhir perkuliahan. Bisa-bisa mereka tidak akan mendapatkan nilai dan secara otomatis, harus mengulang mata kuliah tersebut di semester pendek atau selanjutnya.

Dosen itu senang karena mahasiswanya menyadari kesalahan mereka dan meminta maaf.

"Terima kasih atas tanggapan kalian. Saya tahu bahwa semua orang bisa fokus dan belajar dengan baik. Mari kita lanjutkan dengan semangat dan keseriusan kita dalam memahami materi ini," ujarnya dan kembali memberikan materi perkuliahan.

Setelah mendapat teguran dari dosen, semua mahasiswa di kelas segera memperbaiki fokus mereka dan kembali mengikuti pembelajaran dengan penuh perhatian. Mereka belajar dari kesalahan dan berkomitmen untuk tetap fokus selama sesi perkuliahan berlangsung.

****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!