"Tari," Panggil salah seorang teman sekelas Tari seraya melangkah mendekati Bentari.
Bentari menoleh karena tidak ada nama Tari di sekolah itu kecuali dirinya. Gadis remaja yang duduk di bangku kelas 3 SMA itu sedang membereskan peralatan belajarnya saat seorang siswa laki-laki berpenampilan culun memberikan sebuah gulungan kertas kecil.
"Apa ini?" Bentari kebingungan saat kertas itu sudah berada di tangannya.
"Tidak tahu!" Sahut siswa itu. "Aku pergi dulu." Lanjutnya kemudian berlari keluar dari ruangan kelas.
Bentari yang masih kebingungan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas dan tidak mendapati siapapun di dalam kelas itu selain dirinya. Dibukanya gulungan kertas itu lalu dibacanya dalam hati.
"Temui aku di gudang belakang sekolah sekarang! Penting!"
Tidak ada nama pengirimnya, hanya tulisan itu saja yang tertera di kertas kusut itu. Bentari pun semakin dibuat kebingungan. Bentari segera meraih tasnya kemudian melangkah keluar dari kelas dengan menggenggam secarik kertas tadi.
Saat tiba di depan kelas Bentari merasa bimbang. Apakah dirinya harus pulang atau menemui orang iseng itu. Namun rasa penasarannya membuat dirinya melangkahkan kaki menuju ke belakang sekolah di mana letak gudang berada.
Ada rasa takut sebenarnya. Apalagi keadaan sekolah yang saat ini sudah nampak sepi karena semua murid sudah meninggalkan kelas. Maklum saja, saat ini sudah menunjukkan pukul dua siang.
Degh! Degh! Degh!
Semakin mendekati gudang detak jantungnya semakin meningkat. Namun langkah kakinya semakin memelan. Bentari kembali goyah. Ingin rasanya dirinya meninggalkan tempat itu. Namun dirinya sudah terlanjur tiba di depan gudang.
Pintu gudang nampak terbuka lebar menandakan bahwa di dalam sana memang ada seseorang yang sudah menunggunya. Bentari sedikit merasa lega karena pintu gudang dibiarkan terbuka lebar. Itu artinya jika terjadi sesuatu dengan dirinya, dirinya bisa cepat-cepat berlari melarikan diri.
Dengan menguatkan tekad, bentari melangkah memasuki gudang itu. Diedarkannya pandangannya ke seluruh penjuru gudang namun dirinya tidak menemukan siapapun di dalam sana.
"Permisi? Apa ada orang disi- eempt!" Suaranya terputus saat tiba-tiba dirinya dibekap dari belakang oleh seseorang. Tak lama kemudian kesadarannya pun menghilang. Bentari pingsan dalam pelukan seseorang.
"Shuutt! Ayo baringkan disana." Ujar salah satu dari mereka yang langsung diangguki oleh seseorang yang memeluk tubuh Bentari. Saking terburu-burunya pintu sampai tidak tertutup dengan rapat.
Perlahan tubuh Bentari dibaringkan di atas lantai yang sudah diberi alas kardus bekas. Laki-laki yang tadi memeluk tubuh Bentari mulai membuka kancing baju seragam Bentari satu persatu. Sedangkan temannya yang satunya bertugas merekam adegan itu. Mereka cukup lihai dengan tidak memperlihatkan wajah laki-lakinya karena posisi sang pria yang membelakangi kamera. Namun baru saja kancing baju itu terbuka sempurna, kedua laki-laki itu mendengar suara hentakan sepatu yang semakin mendekat. Sontak saja mereka berdua langsung mengarahkan pandangannya menuju ke pintu gudang yang ternyata sedikit merenggang.
"Sialan kau! Kenapa pintunya tidak kau tutup dengan rapat!" Umpatnya pada temannya.
"Maaf tadi buru-buru." Sahut yang satunya.
Karena langkah kaki itu semakin mendekat, keduanya pun lari tunggang langgang dan langsung melompat melewati jendela yang ternyata tidak terkunci.
Ngeeekk!!
Pintu gudang itu dibuka dari luar oleh seseorang yang nampak keheranan. Pasalnya, setahunya gudang itu terkunci rapat. Dan selama dirinya mengajar di sekolah itu belum pernah sekalipun dirinya melihat gudang itu terbuka. Apa mungkin ada petugas kebersihan yang sedang membersihkan gudang ini? Pikir pak Ivan, guru BP yang baru saja mengajar di sana sekitar tiga bulan ini.
"Permisi, apa ada orang di dalam sini?" Pak Ivan mengedarkan pandangannya mengitari isi gudang dan....
Degh!
Pandangannya berhenti di satu titik di mana di depan sana ia dapat melihat seorang gadis yang tak lain adalah salah satu dari anak didiknya terbaring tak sadarkan diri di lantai dengan beralaskan kardus bekas. Pak Ivan langsung mempercepat langkahnya mendekati muridnya itu.
"Astaga...." Pak Ivan berjongkok di samping sang murid berusaha untuk membangunkannya dengan menepuk pelan tubuh anak didiknya itu.
Sedangkan di luar sana, dua siswa laki-laki yang tadi gagal menjalankan aksinya berlari menuju ke ruang guru di mana di sana masih ada beberapa guru yang belum meninggalkan sekolahan dan juga kepala sekolah yang masih duduk di kursi kebesarannya.
Dengan berbekal informasi yang sudah mereka karang dengan indah, mereka berhasil membawa kepala sekolah dan beberapa guru mengikutinya menuju ke gudang belakang sekolah. Mereka berdua saling melempar senyum tanpa sepengetahuan guru-gurunya karena saat ini keduanya berjalan di bagian depan dan gurunya mengikuti di belakang.
Setibanya di dekat gudang, kedua siswa itu meletakkan jari telunjuknya di depan bibir pertanda bahwa mereka meminta agar guru-gurunya itu memelankan langkahnya. Para guru pun menurut. Mereka berjalan perlahan mendekati pintu gudang yang terbuka. Mata mereka terbelalak saat menyaksikan pemandangan tak lazim yang ada di depan sana. Kepala sekolah itu langsung mendorong pintu dengan keras hingga membentur tembok.
BRAAKK!!
"APA YANG BAPAK LAKUKAN!" Teriak pak Damar selaku kepala sekolah mengejutkan Pak Ivan yang berusaha membangunkan Bentari.
Pak Ivan terlonjak kaget dan langsung bangkit. Laki-laki itu nampak kesulitan menelan ludahnya sendiri saat melihat Pak Damar yang berprofesi sebagai atasannya itu beserta beberapa rekan gurunya berjalan menghampirinya. Ia layaknya tersangka yang tertangkap basah dan tidak bisa berkutik lagi.
"Ti-tidak pak! Saya tidak melakukan apapun. Sumpah!" Pak Ivan mengangkat kedua tangannya ke atas berusaha membela diri. Namun sayangnya tidak ada yang percaya dengan omongannya itu saat mereka melihat salah seorang dari anak didiknya tergeletak tak sadarkan diri dengan kondisi baju seragamnya yang sudah terbuka keseluruhan kancingnya.
*****
*****
*****
Hay hay Zeyeng, emak kembali dengan membawa cerita baru 😁 semoga para readers tercintah berkenan mampir di cerita receh emak ini, happy reading 🤗
Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca terimakasih 🙏
"Sssshhtt! Aaahh!" Mendengar suara keributan akhirnya membuat Bentari perlahan tersadar. Kepalanya terasa pusing dan berdenyut.
Para guru yang ada di dalam ruangan itu pun segera menghampiri Bentari yang terlihat meringis seraya memegang kepalanya.
Pak Ivan bisa bernafas lega karena akhirnya Bentari sudah sadarkan diri dan nantinya bisa memberikan penjelasan kepada kepala sekolah dan juga guru-guru yang ada di sana.
"Tari, apa kamu baik-baik saja?" Pak Ivan langsung berjongkok di samping tubuh Tari yang masih tergeletak di bawah.
Bentari perlahan membuka matanya dan betapa terkejutnya dirinya saat mendapati Pak Ivan guru BP nya itu berada di depannya.
"Aaaaa! Bapak mau apa?! Tolong!" Bentari bangkit kemudian beringsut mundur hingga punggungnya membentur dinding gudang dan ia sudah tidak bisa mundur lagi. Bentari nampak ketakutan. Saat menyadari keadaannya saat ini, Bentari kembali menjerit histeris.
"Aaaaa! Apa yang bapak lakukan kepada saya? Hiks.. hiks.." Bentari terisak-isak. Kedua tangannya ia silangkan di depan dada. Kepalanya ia telungkupkan di atas lutut yang kakinya ia tekuk.
"Hey tenang dulu." Pak Ivan mencoba untuk menenangkan Bentari. "Bapak tidak melakukan apapun kepada mu Tari." Pak Ivan mencoba membela diri.
"Sebaiknya sekarang kita ke kantor saja." Ujar Pak Damar selaku kepala sekolah. Membuat Bentari menoleh dan baru menyadari bahwa ada beberapa guru di sana. "Kita selesaikan masalah ini di kantor." Imbuh pak Damar kemudian berlalu keluar dari gudang diikuti oleh satu guru laki-laki dan dua siswa laki-laki tadi. Sedangkan dua guru perempuan yang lainnya berusaha membantu Bentari merapikan seragamnya kembali.
Pak Ivan menghembuskan nafasnya kasar. Sepertinya kali ini dirinya benar-benar dalam masalah besar. Dengan langkah gontai Pak Ivan keluar dari gudang itu dan langsung menuju ke kantor kepala sekolah.
Tanpa mereka sadari, salah satu dari siswa laki-laki itu sempat merekam kejadian tersebut.
*****
"Sekarang jelaskan! Apa yang sebenarnya terjadi?!" Pak Damar menatap tajam ke arah Pak Ivan dan juga Bentari yang saat ini sudah duduk di depannya. Masih terdengar isakan dari Bentari yang saat ini menundukkan kepalanya. Guru-guru yang lain juga ada disana. Sedangkan kedua siswa laki-laki tadi sudah di persilahkan pulang.
Sambil menunggu kedatangan kedua orang tua Bentari yang tadi sudah dihubungi olehnya, pak Damar mencoba mengorek keterangan dari keduanya.
"Bentari, bisa dijelaskan kenapa kamu bisa ada di gudang?" Pak Damar menatap ke arah Bentari. "Gudang itu terkunci rapat. Harusnya tidak ada yang bisa masuk ke dalam gudang kecuali yang memegang kuncinya."
"Ta-tadi ada yang menyuruh saya datang ke gudang belakang pak, katanya penting. Saat saya tiba di sana, pintu gudang sudah terbuka lebar dan tidak ada satupun orang di dalam gudang. Namun tiba-tiba ada yang membekap saya dari belakang. Dan Setelah itu saya tidak ingat lagi." Ujar Bentari.
Pak Damar nampak manggut-manggut mendengar penjelasan Bentari. Pak Damar kemudian beralih menatap ke arah Pak Ivan. "Bisa Bapak jelaskan kenapa Bapak bisa ada di gudang dan melakukan hal tidak senonoh kepada anak didik sendiri?!"
"Tidak pak, saya tidak melakukan apapun kepada Bentari. Tadi saya hanya berkeliling seperti biasa. Namun saat saya tiba di depan gudang, saya melihat pintu gudang itu sedikit terbuka. Saya merasa heran karena biasanya gudang itu terkunci rapat. Jadi saya putuskan untuk masuk ke dalam dan ternyata saya mendapati Bentari sudah tergeletak tak sadarkan diri dengan kondisi seperti itu." Jelas saja Pak Ivan tidak ingin disalahkan dan dijadikan kambing hitam atas kejadian ini. "Kalau bapak tidak percaya bapak bisa cek CCTV."
"Ya, sebaiknya kita lihat CCTV saja biar kita tahu kebenarannya." Ujar salah satu guru yang ada di sana.
"Loh ada apa ini kok rame?" Ucap salah seorang siswa perempuan yang baru saja masuk ke dalam kantor kepala sekolah. Mereka semua langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk.
"Manda, ngapain kamu masih ada di sini?" Tanya pak Damar.
"Manda nunggu papa, mobil Manda bannya kempes. Jadi Manda mau pulang bareng papa." Ya, Amanda yang akrab dipanggil Manda itu adalah anak dari pak Damar kepala sekolah. "Loh Tari, belum pulang? Ngapain di sini?" Manda melangkah menghampiri Tari. Sudut bibirnya sedikit terangkat melihat keadaan Tari yang nampak kacau.
Amanda adalah teman sekelas Bentari. Bahkan mereka bersahabat sejak duduk di bangku SMA.
"Duduk dan diam saja disana." Pak Damar menunjuk salah satu kursi kosong. Amanda merenggut dan langsung mendudukkan tubuhnya di kursi.
Pak Damar langsung beranjak dari duduknya lalu berpindah ke meja yang terdapat layar pemantau CCTV. Namun sayangnya beberapa CCTV yang ada di sekitar gudang tidak berfungsi. Entah itu rusak atau apa hingga membuat mereka tidak bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Manda nampak mengulas senyum. Diam-diam telinganya ia pasang lebar-lebar. Dan senyuman itu semakin lebar saat telinganya mendengar bahwa CCTV tidak menunjukkan gambar apapun.
Perfect!!
Rencananya berjalan mulus meski tidak sesuai dengan keinginannya. Namun apa yang terjadi jauh lebih sempurna baginya. Padahal dirinya tidak ada niatan melibatkan guru BP-nya itu. Ya, Amanda lah dalang dibalik kejadian ini. Ia sudah membayar mahal security yang berjaga di pos satpam depan sana untuk menghapus CCTV di sekitar gudang. Entah apa motifnya hingga ia tega menjebak sahabatnya sendiri.
*****
*****
*****
Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca, terimakasih 🙏
Setelah menunggu selama tiga puluh menit, akhirnya kedua orang tua Bentari tiba di sekolah. Mereka berdua nampak khawatir. Takut jika terjadi sesuatu dengan anaknya. Pasalnya, Pak Damar selaku kepala sekolah anaknya itu tidak memberitahukan dengan jelas maksud dan tujuannya mereka dipanggil ke sekolah saat itu juga.
"Apa yang terjadi?" Tanya Papa Adrian saat memasuki ruang kepala sekolah bersama istrinya mama Davira.
Semua orang yang ada di ruangan itu langsung beranjak dari duduknya menyambut kedatangan orang tua dari muridnya.
"Papa!" Bentari berlari dan langsung menubruk tubuh papanya. "Hiks.. hiks.." Bentari menumpahkan tangisannya dalam pelukan papanya.
"Ada apa sayang? Apa yang terjadi?" Papa Adrian mengusap-usap punggung anak gadisnya yang bergetar, begitupun mama Davira. Mama Davira juga ikut mengusap bahu anaknya guna menenangkannya.
"Mari pak, silakan duduk dulu." Ujar Pak Damar mempersilahkan mereka semua untuk kembali duduk agar mereka bisa membicarakan masalah ini dengan baik-baik.
Papa Adrian pun menurut dan langsung membawa putrinya duduk di salah satu sofa yang ada di ruangan itu diikuti oleh istrinya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Papa Adrian lagi setelah mereka semua duduk.
"Begini pak," Pak Damar langsung menjelaskan kepada kedua orang tua Bentari tentang apa yang sebenarnya terjadi. Tak lupa dia juga mengatakan penjelasan yang diberikan oleh Bentari dan juga Pak Ivan selaku guru BP.
Namun sayangnya, karena emosi yang lebih dulu menguasai Papa Adrian, Papa Adrian pun bangkit dari duduknya kemudian menghampiri Pak Ivan.
Pak Ivan yang melihat orang tua dari muridnya itu menghampirinya segera berdiri dari duduknya. Dia sudah bersiap dengan segala kemungkinan yang akan diterimanya.
"Dasar guru br3n9$3k!!"
Bugh!
"Aaaahh!" Jerit para perempuan yang ada di sana.
Hantaman keras dari Papa Adrian langsung mendarat di wajah Pak Ivan hingga membuat sang empunya tersungkur ke lantai. Papa Adrian langsung meraih kerah kemeja Pak Ivan dan akan kembali melayangkan pukulannya jika saja Pak Damar tidak dengan cepat menahan tangan Papa Adrian.
"Tolong jangan membuat keributan di sekolahan pak. Kita bisa bicarakan masalah ini baik-baik." Ujar pak Damar.
"Baik-baik kata bapak?!" Papa Adrian yang masih dikuasai emosi tidak terima dengan ucapan Pak Damar. "Bagaimana jika bapak ada di posisi saya dan anak bapak dil3c3hkan oleh gurunya sendiri?!"
Gluk!
Pak Damar menelan ludahnya susah payah. Benar apa yang diucapkan oleh orang tua dari muridnya itu. Ia pasti juga akan sangat marah jika anaknya diperlakukan seperti itu oleh gurunya sendiri.
Papa Adrian melepaskan cengkramannya dari kerah kemeja Pak Ivan kemudian kembali duduk di samping putrinya yang menangis sesenggukan di pelukan sang istri.
"Pokoknya saya akan membawa masalah ini ke jalur hukum!" Ujar Papa Adrian yang membuat Pak Ivan nampak pias.
Pak Ivan langsung bangkit kemudian menghampiri Papa Adrian dan langsung bersujud di depannya. "Saya mohon pak, jangan bawa masalah ini ke jalur hukum. Saya berani bersumpah tidak melakukan apapun kepada anak bapak."
Namun sayangnya tidak ada satupun orang yang percaya dengan ucapan Pak Ivan. "Saya akan melakukan apapun yang bapak perintahkan asal jangan membawa masalah ini ke jalur hukum." Jelas saja Pak Ivan tidak ingin nama baiknya tercoreng akibat masalah ini. Ia rela merendahkan harga dirinya demi menjaga nama baiknya meskipun dirinya tidak bersalah dalam hal ini.
Sebenarnya guru-guru yang ada di sana juga menolak untuk percaya. Karena setahu mereka Pak Ivan yang menjadi rekan barunya itu terkenal dengan laki-laki muda yang ramah dan baik hati. Namun bukti yang dilihat oleh mata kepala mereka sendiri dan juga penjelasan dari Bentari cukup kuat untuk menjadikan Pak Ivan sebagai tersangka kasus p3l3c3han seorang guru terhadap anak muridnya sendiri.
Amanda yang sejak tadi menyaksikan dan mendengarkan drama di depan matanya tersenyum puas. Hatinya bersorak kegirangan.
"Begini pak, saya selaku kepala sekolah mewakili semua jajaran guru yang ada di sini mengucapkan beribu-ribu maaf atas kejadian ini. Saya mohon jangan membawa masalah ini ke jalur hukum." Jelas saja pak Damar takut nama baik sekolahan yang dipimpinnya menjadi buruk di mata umum. "Bila perlu saya akan memecat Pak Ivan sekarang juga." Imbuh pak Damar.
Pak Ivan yang sudah menduga akan hal ini tak lagi terkejut. Siap tidak siap dirinya harus bersedia diberhentikan dari sekolah ini.
"Itu sudah pasti harus bapak lakukan!" Sahut Papa Adrian. "Jangan sampai kejadian yang menimpa anak saya kembali terulang dan menimpa murid lainnya." Lanjutnya. "Ayo kita pulang!" Papa Adrian beranjak dari duduknya dan langsung membawa anak istrinya keluar dari ruang kepala sekolah. Namun saat tiba di pintu, Papa Adrian berbalik. "Urusan kita belum selesai!" Papa Adrian mengarahkan telunjuknya ke arah Pak Ivan. Dan setelah mengatakan itu Papa Adrian melanjutkan langkahnya.
Dan sore itu juga Pak Ivan diberhentikan dari sekolah itu.
Pak Ivan berjalan gontai menuju ke tempat parkir untuk mengambil motornya. Pak Ivan langsung melesatkan motornya meninggalkan parkiran sekolah tempatnya mengajar. Lebih tepatnya tempat ia pernah mengajar. Saat ini tujuannya adalah pulang ke rumah.
Setibanya di rumah, laki-laki muda yang berusia 28 tahun itu langsung disambut oleh ibunya. "Kenapa baru pulang?" Tanya Bu Eny kepada anaknya.
Pak Ivan langsung meraih tangan ibunya kemudian menciumnya dengan takzim. Dosa apa yang sudah dilakukannya hingga dia terjerat masalah seperti ini. Pak Ivan pun sempat berpikir, apakah dirinya pernah melakukan kesalahan yang tidak disadarinya kepada ibunya? Orang tua satu-satunya yang dimilikinya saat ini.
"Masih ada urusan di sekolah tadi Bu."
"Loh kenapa dengan wajah mu ini?" Bu Eny meraba wajah anaknya yang terlihat membiru.
"Tadi sempat jatuh di sekolah dan terbentur meja Bu. Tapi nggak papa kok. Ibu jangan khawatir."
"Hati-hati Van, ya sudah sana mandi dulu."
Pak Ivan pun langsung masuk ke dalam kamarnya. Bu Eny sebenarnya tidak percaya dengan pengakuan anaknya itu. Dilihat dari sikap anaknya yang terlihat lesu seperti ada beban atau masalah yang sedang menimpanya. Namun dirinya juga tidak ingin ikut campur dengan urusan anaknya selagi anaknya itu belum bercerita kepadanya.
*****
*****
*****
Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca, terimakasih 🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!