NovelToon NovelToon

APA KURANGKU!

GSB 01

"Ray, cepet uda telat nih" teriak kak Niko

"Iya iya berisik amat sih!" kesalku sambil berlari keluar rumah. 

Kenalin, Namaku Naraya Lazuardi, tapi aku lebih dikenal dengan nama Raya. Usiaku sekarang adalah 20 tahun,  baru minggu kemaren tubuhku dibikin adonan sama anak-anak satu geng karena ulang tahun. 

Segala macam bahan disiramin ke aku, tepung, telur, air, bahkan kecap ikut mereka tuang. Untung kejadianya diruMahku, jadi aku bisa mandi 7kali buat ngilangin bau amis yang gak enak itu. 

Aku lahir dari pasangan Bunda Nisa dan Ayah Andi. Kedua orang tuaku itu merupakan sosok yang ajaib. Mereka bisa menjadi sahabat, orang tua, bahkan bisa menjadi lawan debat. 

Dari kecil mereka selalu mendidiku menjadi pribadi yang baik dan penyayang, terutama pada keluarga. Mandiri dan juga terus bekerja keras.

Aku punya kembaran, namanya Niko Lazuardi. Kita kembar cewek cowok yang tidak identik. Dari segi fisik jelas kita banyak perbedaan. Sifat juga gitu, aku lebih kayak Mama yang Ceria,  suka bergaul dan cerewet.  tapi juga suka ngambek. 

Sedangkan Niko lebih ke Papa, dia dingin, cuek, dan suka masa bodo dengan lingkungan sekitar. Kalau bahasa gaulnya dia cowok yang cool. Tapi emang dia beneran cool, coolkas, hehehe. 

Sejak SMA aku dan Niko milih beda sekolah, kuliahpun kampus kita beda. Aku di Universitas Swasta sedangkan Niko Universitas Negeri. Tapi kampus kita searah, jadi tiap hari aku selalu nebeng sama dia. 

Untuk masalah fisik jangan ditanya, Bunda dan Ayah adalah produk istimewa, yang pastinya melahirkan bibit yang unggul. 

Untuk ukuran cewek jelas aku masuk kategori level tinggi, cantik dengan dua lesung pipit, kulit putih mulus, dengan rambut sebahu dan tinggi 165cm. Body uda kayak gitar spanyol, intinya aku tuh cewek idaman banget. 

Niko pun sama, sebagai cowok dia itu ganteng banget, style nya kayak oppa oppa korea, tinggi 170cm kulit putih dengan rambut rapi. Satu kemiripan kita, sama-sama punya dua lesung pipit. 

Di kampus gak ada yang tau kalau aku punya kembaran, hanya teman satu gengku yang tau. Karena aku dan Niko sengaja gak mau ngumbar identitas kita. 

Aku lahir di Kota Surabaya, umur 2 tahun Papa ditempatkan di Jakarta, dan lulus SMP kita baru balik ke Surabaya karena Ayah milih resign dan lanjutin usaha keluarga. 

Ayah anak tunggal, sejak Nenek meninggal dan kakek sakit, bisnis hotel milik keluarga mengalami penurunan. Dan terpaksa Ayah ninggalin pekerjaanya sebagai seorang pengacara dan membangun kembali hotel keluarga. 

Berkat bantuan Bunda yang lulusan Bisnis, mereka berdua merenovasi hotel menjadi lebih modern dan mengikuti zaman. Alhamdulilah 2 tahun terakhir ini pendapatan hotel meningkat. 

Jadi boleh dibilang ekonomi keluargaku sangat stabil. Tapi sejak dulu Kakek selalu mengajarkan kami untuk hidup sederhana. Bunda dan Ayah pun tak masalah, karena memang mereka tipe orang yang gak suka pamer materi. 

Di Surabaya, kita tinggal bareng di rumah Kakek. Kebetulan Mama memang orang Semarang, jadi di Surabaha hanya ada keluarga Ayah.

Rumah yang kami tempati juga sederhana, rumah jaman dulu yang mendapat perawatan terbaik. Jadi meskipun bangunan lama tapi sangat nyaman dihuni. 

Kakek selalu menonjolkan unsur adat jawa di rumahnya, bangunan rumah pun masih seperti jaman jawa kuno, cuma Bunda memberikan sedikit polesan modern. Jadi nuansa jawa ada tapi tidak ketinggalan zaman juga. 

Jarang ada yang tau kalau keluarga kami pemilik hotel. Yang mereka tau dulu kakek bekerja di Lazard hotel sebagai karyawan biasa dan sekarang Ayah meneruskannya. 

"Mas Niko sama Mbak Raya mau berangkat ke kampus?" tanya salah seorang tetangga. 

Aku nyengir "Enggak Bi, kita mau berangkat ke sawah" jawabku bercanda. 

Bi Lastri yang jualan sayur keliling bingung, "Ngapain ke sawah?"

"mau panen padi, hehehe"

"Ngaco kamu tuh! Jangan didengerin Bi, Assalamualaikum" Pamit Niko. 

Kakak kembarku itu melajukan motor kesayanganya meninggalkan komplek perumahan. 

"Kak, ntar pulangnya nebeng lagi ya" rayuku. 

"Ck... Ngrepotin amat sih! Gue ntar ada latihan basket" jawab Niko. 

Aku manyun "terus gue gimana?"

"telphon Ayah deh, biar dijemput sama Pak Joko" usul Niko. 

"Gak bisa santai kalau sama Pak Joko, mesti buru-buru karena kudu standby di tempat Ayah" terangku "Mangkanya tambahin gue uang jajan lo,biar gue bisa beli motor sendiri" 

"Halaah.. Alasan Aja lo, ntar beli malah klayapan mulu!" sergah kak Niko. 

"Hahaha... "

Aku ketawa, Ayah selalu menolak membelikanku motor sendiri karena tau kalau aku pasti bakal klayapan. Selama ini aku berangkat ngampus selalu nebeng Kak Niko, pulangnya lebih sering naik ojol. 

"kuliah yang rajin, awas bikin ulah!" pesan kak Niko tiap nurunin aku di gang depan kampus. 

Aku manyun "Bagi duwit!"

"Ogah!" tolaknya dan langsung berlalu pergi. 

Aku menatap Kak Niko yang semakin jauh, aku mendengus kesal, dan lanjut jalan kedalam gang kampus. Sudah menjadi kebiasaan kalau kak Niko menurunkanku agak jauh dari gerbang kampus, dia males kalau ada yang kepo, aku sendiri juga males kalau ditanya-tanya. 

"Raya, siapa tuh? Cowok lo ya?" pancing Sindi, temen seangkatanku. 

"Bukan, temen. Kebetulan searah, jadi nebeng, lumayan ojek gratis" Candaku. 

"Cuma dimanfaatin, kasian banget dong tuh cowok. Kayaknya ganteng, uda punya cewek belum dia?"

"Jangan tanya deh, dia udah dijodohin dari lahir, jadi lupain aja. Ceweknya galak kayak herder" bohongku. 

"Masa?"

"Ck... Gak percaya" jawabku "Yuk lah, telat entar" ajaku. 

Kami berdua berjalan santai sambil ngobrol-ngobrol. Kekepoan seperti itu yang aku gak suka. Mangkanya aku jarang ngakuin kalau punya saudara kembar seganteng Kak Niko. 

Aku mengambil jurusan Komunikasi, daridulu aku memang suka ngomong alias cerewet, kalau kata Niko cocok banget jurusan ini, apalagi aku punya basic Organisasi yang pas, dan aku sering ikut kegiatan di Pemkot. 

Di kampus bisa dibilang aku cukup terkenal, bukan hanya karena aku menarik, tapi Karena sejak SMA aku sudah menjadi Mbak Yu Kota Surabaya, jadi sampai sekarang aku masih aktiv menjadi Duta pariwisata dan pendamping bagi juniorku. 

Bahkan aku juga menjadi Duta kampus, jadilah semua Mahasiswa tau aku. Entah itu berkah atau musibah. Tapi aku berusaha untuk masa bodo, aku gak mau ada hal yang memberatkan.

"Ray,  ntar temenin gue ke toko buku ya" pinta Shanaz. 

"Mau beli novel?"

"Enggak, mau beliin adek gue buku latihan soal"

"Uda mau ujian?"

"Masih lama sih, dia tuh ulang tahun besok, nagih kado mulu, iseng aja gue beliin kado buku latihan soal, biar kapok!  Orang lagi bokek juga" keluh Shanaz. 

"pelit lu!" sindirku. 

"Gak gitu, baru bulan kemaren gue beliin dia hp sekarang minta ps baru, lo tahu sendiri bayaran gue di Cafe berapa. Mama Papanya kan kaya, malah minta ke gue" omel Shanaz

"Hahaha.. Sabar buk!" kupeluk lengan Shanaz erat. 

"Transferan... " ucapanku dipotong Shanaz. 

"Stop ya, jangan racunin gue dengan ngambil transferan dari Papa.  Gue lagi demo jadi lo gak usah kompor!" semprot Shanaz.

***

GSB 02

Shahnaz ini salah satu sahabatku yang sekampus plus satu jurusan, dan satu kelas. Diantara yang lain dia memang paling dekat, dan paling sefrekuensi sama aku. 

Aku punya 3 sahabat sejak SMA, yaitu Syahnaz, Dian,  dan Bara. Kadang Kak Niko juga ikut nimbrung kalau kita ngumpul. Sampai sekarang kita masih suka kumpul bareng, cuma Dian dan Bara kuliah di luar kota, bisa meet up kalau mereka lagi pulang kampung. Tapi komunikasi kita masih Tetep lanjut. 

Diantara kita, Shanaz ini yang paling kaya Tapi setelah Mamanya meninggal, dan Papanya menikah lagi hidupnya gak seenak dulu. Dia sering adu pendapat sama Mama tirinya, jadilah Syahnaz memilih tinggal di apartemen sendiri meminimalisir pertengkaran dengan Mama tirinya. 

Kakak Syahnaz bekerja di Jakarta dan jarang pulang ke Surabaya, Shanaz sendiri sejak semester 3 milih kerja part time di Cafe. Sebenarnya Mama tiri Shanaz itu baik, cuma cerewet banget, jadi sering debat sama Syahnaz, tapi bukan berarti mereka selalu tengkar. 

Adik tiri Syahnaz, namanya Dandi, dan dari dulu dia selalu manja ke Syahnaz, selalu minta ini itu ke kakaknya. Aku dan Dia kadang suka ngomel kalau Syahnaz lagi perang sama Mama tirinya dan kabur ke rumahku, karena otomatis aku dan Dian yang ditanyain ini itu sama Mamanya Syahnaz. 

Kalau Dian, dia dari keluarga sederhana, tapi diantara kita otak Dian yang paling cerdas, langganan juara kelas, bahkan dia lulusan terbaik se kota Surabaya. Sekarang dia kuliah di Bandung, ambil jurusan Pendidikan dengan full beasiswa. 

Kalau Bara, dia yang paling ganteng karena cowok sendiri, sebenernya dia dulu PDKT ke aku tapi akhirnya kita 

milih sahabatan. Dan ternyata kita memang lebih cocok jadi sahabat, terasa lebih nyaman. 

Bara kuliah di Jogjakarta, ambil jurusan Bisnis. Dia itu kayak penjaga kita, suka melarang ini itu. Dan paling perhatian, kalau ada yang macem-macem sama kita bertiga dia yang bakal maju duluan,  maklum cowok sendirian. 

"Lo nanti bareng Niko?" tanya Syahnaz. 

"Enggak, dia ada latihan basket" jawabku cuek. 

"Pas banget tuh, nanti gue anterin lo balik sekalian"

"Tapi gue ditraktir ya" godaku. 

"Astaga... Nih lagi cewek satu,  kaya tapi kerjaannya minta traktir mulu" semprot Shanaz. 

"gue lagi nabung nih buat beli motor" curhatku.

"Emang uda di bolehin sama si Om?"

"Belum"

"Rugi dong nabung. Uda deh kemana mana naik ojol aja, itung-itung bantu orang kan"

Aku mencibir, semua pada gak ada yang setuju kalau aku punya motor sendiri. Mungkin karena mereka tau aku kalau bawa motor suka semaunya sendiri,  kayak emak-emak, lampu sign kemana, beloknya kemana, hahaha. 

"Loh Ray itu kan..." ucap Syahnaz menggantung.

Aku menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Shanaz, aku mengernyit, sama herannya dengan Syahnaz, tapi cepat-cepat aku melengos. dan pura-pura sibuk main ponsel, padahal jantungku berdebar kencang.

"Hay Shanaz... Hay Ray..." Sapa orang itu.

"Hai Kak..." jawab Shanaz, aku pura-pura cuek.

kak Dio duduk di sebelahku, dia melirik ke arahku. "Sibuk amat Ray" sindirnya.

"Iya lagi bahas event sama anak-anak" jawabku pura-pura cuek padahal udah adem panas aja ini badan.

Syahnaz yang tahu kelakuanku mencibir,  pengen aku tabok aja tuh anak. Dio adalah katingku di Kampus,  salah satu most wanted di Universitas. Dia itu gebetanku sejak Maba,  tapi apesnya dia dulu uda punya pacar.  Dan baru beberapa bulan putus, aku langsung gercep dong cari perhatian. 

Tapi sekarang aku lagi marah karena dia dengan seenaknya batalin janji jalan sama aku, cuma marah bohongan sih, aku kesel aja kemaren udah semangat malah main batalin aja. Sebenarnya aku mana bisa marah ke cowok itu,  didatengin gini aja hatiku uda meleleh. 

''Eh Ray,  gue lupa ada janji sama Dandi, gue duluan deh ya,  ntar gue telpon" pamit syahnaz. 

"Lah,  katanya mau ke toko buku? " tanyaku heran. 

"gak jadi,  ini Dandi chat mau ditemenin bimbingan katanya" 

Aku mengernyit dan makin heran saat syahnaz mengedipkan matanya berkali-kali,  kelilipan kali dia ya. 

"Kak Dio,  nitip Raya ya,  kalau bisa anterin pulang juga,  kasihan naik ojol terus''ucap syahnaz tanpa rasa bersalah dan langsung pergi. 

"Siap, ati-ati Shan" balas Kak Dio. 

Sekarang aku paham maksud Syahnaz,  dia sengaja pergi biar aku bisa berduaan dengan Kak Dio,  emang Syahnaz tuh paling the best lah. 

"Ray..." panggil Kak Dio,

"Hmmm..." jawabku, duh aku drama sekali pokoknya kalau sama Kak Dio ini.

"Liat sini dong, kan yang ngajak ngomong disini" pintanya.

Dengan jantung yang terus berdebum aku menoleh ke arahnya, sengaja aku pasang wajah datar biar dia makin ngerasa bersalah.

"Maaf" ucapnya lembut.

Makin meleleh lah aku digituin, "Buat?"

"Ya kemarin, jujur deh Ray, aku udah siap mau berangkat, tapi Pak Gani nelpon suruh ke sekretariat, kamu tau sendiri gimana beliau. Maaf ya" ucapnya sambil menatap wajahku dalam.

Aku menghela nafas panjang "AKu itu kesal karena kakak gak ada kabar, kakak gak tau aja gimana aku khawatir"

kemarin aku memang kesal tapi juga khawatir, dia sama sekali gak ada kabar, dihubungi gak bisa. dan baru ngasih kabar sekitar jam 8 malam, padahal kita janjian jam 3 sore, kesel kan pasti.

"Maaf, ponselku ketinggalan. kemarin cuma berdua sama Pak Gani, gak mungkin kan aku pinjam ponsel beliau" jawabnya dengan wajah frustasi.

"Iya, lagian gak ada ngaruhnya sih kak, kan aku emang bukan siapa-siapanya kakaK, " Ucapku sengaja,  biar makin ngerasa dia. 

Di itu putus sama mantannya uda 7 bulan yang lalu,  dan baru 2 bulan kemarin aku benar-benar berani deketin dia, tapi sejak dia pacaran sama mantanya kita emang udah sering chat,  eits tapi chat biasa ya bukan yang menjurus pelakor. 

Kebetulan dia anak BEM Universitas,  tiap ada acara di kampus kita sering terlibat event bareng,  jadilah kita deket. Tapi sekedar itu,  karena ceweknya dia cerewet dan judes banget jadi aku malas urusan sama dia. 

"Eh kok gitu? " dia jadi kelabakan. 

Aku mengernyit "Emang iya kan" kataku sok polos. 

''Ehm...  Kamu masih ada kelas gak? "

"uda selesai"

"jalan Yuk!" ajaknya. 

Akhirnya aku dan Kak Dio jalan bareng,  dia ngajak aku ke pantai. Cukup jauh eang,  tapi aku senang karena uda lama gak mantai,  selama kita jalan Kak Dio selalu manis, dia memperlakukan aku seperti Ratu.  Dan memang sebaik itu dia. 

"Ray... " Ucapnya sambil menggenggam tanganku. 

Aku kaget dan melihat tanganku dan wajahnya bergantian.  Dia tersenyum sangat manis. 

"Pacaran Yuk! " ajaknya To the point. 

"hah? "

Dia masih tersenyum, "Ayo pacaran,  mau gak? "

Aku manyun, "kak DIo gitu amat sih ngajaknya, kayak ngajak ke pasar aja tau gak" kesalku "Tapi aku mauuuu..."

dia mengerjapkan matanya "Hah? Beneran Ray?"

AKu mengangguk "Iya kak"

"Yes!!!".

Dan siang itu kita resmi pacaran. dia adalah pacar keduaku. yang pertama dulu cinta monyet waktu SMA, hanya beberapa bulan dan putus. Terus aku fokus sama sekolah dan Organisasi. Masuk kuliah aku langsung jatuh cinta ke Kak Dio yang jadi panitia Ospek. 

Dia langsung aku jadiin target, tapi sayang dia udah punya pacar. Ngeliat perangai pacarnya aku langsung mundur alon-alon. Hampir dua tahun menunggu akhirnya saat ini tiba,  kak Dio benar-benar jadi pacarku. 

***

CERITA 03

"Makasih ya Kak," Ucapku masih malu-malu. 

Setelah adegan tembak menembak di pinggir pantai tadi, Kak Dio mengajakku untuk makan dan lanjut mengantar pulang kerumah. Sepanjang itu aku merasa benar-benar dijadikan ratu, dia selalu menomor satukan aku. 

Dia juga selalu membuatku baper, rasanya setiap kali dia merayuku ada kupu-kupu yang terbang dari perutku, geli-geli gimana gitu. 

Bukannya aku lebay, tapi memang seperti itu yang aku rasakan. Mungkin karena kak Dio adalah cowok yang dari dulu aku incer. Jadi waktu sekarang kita udah jadian rasanya beda, bahagia banget. 

"Iya sama-sama." Jawab Kak Dio sambil mengacak rambutku. 

Duh duh… jantung, kamu harus kuat dong, lemah amat, baru aja diginiin udah lemes. 

"Kak Dio mau mampir?" Tawar ku basa basi. 

Kak Dio melihat jam tangannya, "Nggak sekarang ya, udah malam juga ini." Jawab Kak Dio dengan wajah yang ngerasa bersalah. 

"Owh iya nggak papa." Kataku dengan tersenyum sok manis. 

"Salam ya ke Ayah Bunda, ke Niko juga." Kata Kak Dio. 

"Yaudah aku masuk dulu ya kak," Pamit ku. 

Kak Dio menahan tanganku, "Ray," Panggilnya. 

"Ya kak?" Tanyaku sambil menoleh ke arahnya. 

"Mau belajar nggak?" Tanyanya dengan senyum jahil. 

Aku mengernyit, "Belajar apa?"

"Belajar manggil Sayank," Jawabnya dengan mengusap pipiku. 

Blussh… 

Rasanya pipiku sudah memerah panas nggak karuan. Cuma gitu doang udah bikin aku salting banget. 

"Dih, kok merah banget sih pipinya," Goda Kak Dio. 

"Udah dong kak," Rajukku pura-pura ngambek. 

"Hahaha… iya iya, langsung istirahat ya." Katanya dengan mengusap kepalaku. 

"Iya." Jawabku dan langsung keluar mobil. 

Aku baru masuk ke dalam gerbang ketika mobil Kak Dio sudah hilang di belokan. Aku bernyanyi kecil dengan senyum-senyum nggak jelas. 

"Kesambet lo?" Sindir Kak Niko. 

Aku jelas kaget, sedari tadi aku memang sibuk sendiri dengan khayalan ku. Tidak memperhatikan Kak Niko yang sedang bersantai di kursi teras. 

"Apaan sih Kak? Ngagetin aja." Semprot ku yang nggak terima. 

Kak Niko terkekeh membuatku manyun, aku memilih duduk di sampingnya. Udah mulai cengar cengir, karena berniat pamer punya pacar baru. 

"Ayah sama Bunda di dalem?" Tanyaku basa basi. 

"Ayah belum pulang, kalau Bunda lagi nonton tivi kayaknya." Jawab Kak Niko cuek. 

Aku mencibir, dan melirik ke arah ponsel yang dari tadi menyita perhatiannya. Sedikit penasaran kira-kira kak dia lagi chat sama siapa. 

"Ape lo?!" Sentak Kak Niko yang langsung nyembunyiin ponselnya. 

"Astaga kak, kaget gue!" Protes ku dan langsung memukul lengannya. 

"Ngapain ngintip-ngintip?" Selidiknya dengan menatapku tajam. 

Aku nyengir, "Lagi chat sama siapa sih? Serius amat?" Pancing ku. 

"RAHASIA!" Jawabnya dan langsung masuk dalam kamar. 

"Diih kak Niko!" Teriakku yang merasa diabaikan. 

"MasyaAllah anak-anaknya Bunda, kenapa sih berisik amat, udah malam ini." Tegur Bunda saat aku masuk dalam rumah mengekori Kak Niko. 

Aku langsung duduk disebelah Bunda, salim serta mencium kedua pipinya. Kebiasaan yang selalu ditanamkan Bunda dan Ayah dari kecil. 

"Raya tuh Bunda, ngintip-ngintip aja kerjanya, mata lo bintitan baru tau rasa!" Adu Kak Niko yang duduk di sofa tunggal. 

"Habisnya kan aku kepo, lagian kak Niko pake rahasiaan sama aku." Protesku. 

"Privasi dong!" Balas Kak Niko. 

"Udah udah malah tengkar, Ray, kamu mandi dulu sana. Habis dari mana sih kucel gitu wajahnya." Kata Bunda dengan menelisik penampilanku. 

"Dari pantai." Jawabku sambil nyengir. 

"Astaga… sana-sana mandi dulu, malah duduk sini." Ucap Bunda sambil mendorong badanku. 

Aku manyun, acara pamer pacar akhirnya harus ditunda dulu. Sebenarnya keluargaku sudah tau kalau aku sedang dekat dengan Kak Dio. Karena memang beberapa kali kita pernah jalan bareng, dan Kak Dio sudah aku kenalin ke Ayah juga Bunda. 

Bahkan beberapa kali aku ngajak Kak Dio gabung ngafe bareng sama Syahnaz dan Kak Niko. Selama ini sambutan mereka baik terhadap Kak Dio. Dan itu yang membuat aku berani untuk melangkah lebih lanjut dengan Kak Dio. 

Sebagai seorang Kakak, apalagi kita kembar, Kak Niko jelas protektif denganku. Dia mempunyai penilaian tersendiri terhadap cowok yang dekat denganku. 

Saat aku dekat dengan Kak Dio, Kak Niko tidak banyak komentar. Dia tidak bilang suka atau enggak, tapi selama dia tidak protes aku menganggap dia sudah memberi lampu hijau. Toh mereka juga sering ngobrol bareng. 

Masuk kamar aku langsung mandi, sedikit berendam untuk menyegarkan tubuhku. Cuaca Kota Surabaya akhir-akhir ini sangat panas, membuat badanku terasa makin lengket karena keringat. 

Keluar kamar mandi aku dikagetkan dengan Kak Niko yang sudah rebahan di ranjang ku. Untung aku sudah terbiasa langsung memakai baju di dalam kamar mandi. 

Dari dulu Bunda memang selalu membiasakanku ganti di kamar mandi. Apalagi aku mempunyai kembaran cowok, meskipun kita saudara kandung, tapi kita sudah sama-sama dewasa. Harus bisa menjaga dan membatasi semuanya. 

"Baru jalan sama Dio?" Pancing Kak Niko tanpa melihat ke arah ku, dia malah asyik mainin boneka ku. 

Aku senyum-senyum, "Iya dong." Jawabku sambil duduk di sofa, ngecek ponsel. 

Ku lirik Kak Niko yang mencibir, "Kemaren aja uring-uringan." Sindirnya. 

Aku melengos, "Namanya juga pacaran, wajar dong kalau marahan terus tiba-tiba baikan." Ceplos ku yang memang sengaja. 

Kak Niko langsung duduk, "Apa? Pacaran?" Tanya kak Niko penasaran. 

Aku ketawa, "Eh,Keceplosan, hahaha…" Jawabku sok manis. 

"Udah yakin lo sama dia?" Kak Niko mencoba menanyaiku. 

"Yakin! Gue udah sering bilang kan dia itu gebetan gue dari maba dulu, idaman gue banget pokoknya kak." Curhatku ke Kak Niko. 

"Ya tetep aja elo harusnya jangan buru-buru, ketahuan banget kalau elo ngebet sama dia. Jaim dikit dong!" Semprot Kak Niko sambil nyentil kepalaku pelan. 

Aku manyun sambil mengusap kepalaku yang kena sentil, "Biarin, lagian dia sendiri yang tadi tiba-tiba nembak, ya gue terima aja, masa di tolak." Kataku membela diri. 

"Iya, tapi harusnya elo ngulur waktu kan bisa." Protes Kak Niko. 

Aku jadi sedikit berfikir, "Alah bodo amat! Yang penting sekarang aku udah  jadian sama dia." Kataku memantapkan hati dan pikiran. 

Terdengar Kak Niko menghela nafas panjang, "Pokoknya lo ati-ati, jaga diri baik-baik. Awas aja kalau kalian macem-macem." Pesan Kak Niko sambil ngacak rambutku. 

Setelah mengatakan itu dia pergi dari kamarku, aku sedikit heran dengan sikapnya. Kak Niko memang dari dulu orangnya kayak gitu, nggak bisa ditebak. Tapi aku ngerasa dia sedang nyembunyiin sesuatu, tapi entah apa. 

Aku menghendikkan bahu, mulai menghalau segala pikiran yang merasuki ku. Aku mencari ponselku yang dari tadi masih anteng di dalam tas. 

Senyumku terbit ketika mendapati banyak chat, terutama dari geng gongku. Tapi ada satu nama yang selalu membuatku tersenyum, tentu saja chat dari Kak Dio. 

Kak Dio : Hai Sayank… 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!