NovelToon NovelToon

SALAH MELAMAR

1. Melamar Pujaan Hati

Erlangga bersemangat sekali hari ini dia mendesak kedua orang tuanya untuk segera melamar gadis pujaannya. Dia sudah tidak sabar ingin segera menikahinya mengikatnya dalam ikatan suci agar tak ada orang lain yang bisa memilikinya.

”Ayolah Ma, cepat sedikit dong!” rengek Erlangga meminta Ratna untuk segera bersiap. Agus hanya dapat menggelengkan kepalanya melihat tingkah putra bungsunya itu.

”Sabar sedikit ya, mama sedang memilih baju yang pantas masa iya mau melamar menantu pakai pakaian biasa saja,” ujar Ratna dari balik pintu kamarnya.

Erlangga terlihat bahagia sesekali kedua matanya berbinar senyum selalu mengembang di wajahnya.

”Jangan senyum terus nanti dikira gila,” seru Ratna.

”Biarkan saja Ma, namanya juga anak muda dia kan sedang bahagia kayak mama gak pernah muda saja,” ujar Agus menimpali perkataan istrinya. Mobil pun meluncur dengan sangat cepat menuju rumah Bagas Cahyono.

Erlangga Danu Prasetyo pria yang sudah waktunya untuk menikah. Siapapun pasti takkan menolaknya karena selain tampan dia adalah pria mapan dari kalangan berada, bisnis tambang batubara yang dia kelola berjalan sukses dan membuatnya menjadi salah satu pengusaha nomor dua di negara ini. Namun dia tidak serta-merta melirik para wanita yang ingin dekat dengannya dia hanya tertarik pada seorang wanita yang sejak kuliah selalu saja mengganggu perhatiannya dan hari ini dia ingin datang untuk melamarnya.

Erlangga langsung turun dari mobil menyusul kedua orang tuanya, setelah memarkirkan mobilnya di bahu jalan. Pria itu seakan tidak sabar untuk berjumpa dengan pujaan hatinya. Dia sengaja duduk berdekatan dengan Ratna mamanya sesekali dia melirik ke setiap sudut ruangan berharap seseorang yang dia rindukan bisa keluar dari kamarnya.

”Begini Pak Bagas kami ke sini mau melamar putri bapak, apakah bapak berkenan menikahkan putrinya dengan putra saya Erlangga?” ucap Agus perlahan.

”Putri saya memang belum menikah, saya harus bertanya dulu padanya apakah dia mau menikah muda karena dia bilang mau melanjutkan pendidikannya,” jelas Bagas membuat Erlangga sumringah mendengarnya karena gadis pujaannya mau mengejar mimpinya.

”Soal itu bapak tidak perlu khawatir, setelah menikah nanti saya yang akan menanggung biayanya,” ucap Erlangga mantab dia begitu yakin dengan masa depannya bersama kekasihnya.

Orang tua mana yang tidak bahagia mendengar putrinya dipinang baik-baik oleh pria yang tampan lagi mapan, binar kebahagiaan terpancar dari wajahnya karena tugasnya akan diambil alih oleh suami dari putrinya.

Desi segera memanggil putrinya karena sejak tadi dia berada di kamarnya. ”Aira, Nak Erlangga sudah datang,” seru Desi meneriaki gadis bungsunya.

Erlangga sendiri terkejut mendengar nama lain yang disebut oleh Desi, bukankah dia ke sini untuk melamar gadis pujaannya bernama Amara atau mungkin selama ini dia tidak tahu nama panjangnya gadis itu. Erlangga masih terdiam mencerna yang sebenarnya sedang terjadi padanya hingga sosok lain muncul di depannya.

”Apakah aku salah alamat?” gumam Erlangga dalam hati seraya memperhatikan sosok yang ada di depannya.

Aira menggigit bibir bawahnya kepalanya menunduk dia malu, ya dia merasa malu karena harus berhadapan langsung dengan Erlangga pria yang pernah dia idolakan di kampusnya. Erlangga adalah ’man most wanted’ di kampusnya siapa yang akan menolaknya dan Aira diam-diam menjadi salah satu fansnya.

”Ini Aira Salsabila putri saya nomor dua Bu Ratna,” ucap Desi mengenalkan putri bungsunya pada calon besannya.

”MasyaAllah cantik sekali ya ternyata,” puji Ratna tapi tidak dengan Erlangga, dia diam tak bergeming.

”Erlangga,” panggil Ratna seraya menyenggol lengan putranya sendiri. ”Kamu melamun Nak, ini Aira sudah duduk di depanmu ayo sapa dia!” sambung Ratna menginterupsi putranya.

”Maaf jika tidak salah bukankah Pak Bagas memiliki putri yang bernama Amara, kemana dia sekarang?” tanya Erlangga memberanikan diri untuk bertanya pada Bagas.

”Oh Nak Erlangga menanyakan dia? Dia sudah menikah dengan pilihannya pengusaha dari Australia tapi menetap di Jakarta,” jelas Bagas.

Erlangga terkejut mendengar penjelasan dari Pak Bagas namun dengan cepat dia mencoba menyembunyikan perasaan kecewanya.

”Nak Erlangga kenal dengannya?” tanya Pak Bagas.

”Tentu Pak kami dulu satu kampus,” balas Erlangga.

Semua yang ada di dalam ruangan tersebut pun mengangguk faham.

”Bagaimana Nak?” tanya Ratna kembali membuyarkan lamunan Erlangga.

Aira masih menunduk dengan gaun berwarna mauve dan hijabnya yang besar, cantik? Tentu saja iya, jika dilihat dari segi fisik Aira tidak kalah dengan Amara yang selalu tampil berani di tempat umum.

”Apa masih mau melanjutkan niatnya?” tanya Ratna menoleh pada Aira, gadis itu hanya menunduk terdiam kedua tangannya bertumpu saling bertautan menandakan sedang gelisah.

Erlangga hanya diam apakah dia harus menolak dan mempermalukan kedua orang tuanya karena semua ini adalah permintaannya sendiri, dialah yang meminta kedua orang tuanya datang ke rumah Pak Bagas untuk melamar salah satu putrinya. Sayangnya Erlangga memang salah di awal tidak menyebutkan siapa namanya karena keluarga Pak Bagas memiliki dua putri yang sama-sama cantiknya.

”Saya rasa putraku Erlangga mau Bu Desi tapi dia malu mengiyakannya benar kan?” seru Ratna.

”I-iya Ma, terserah mama saja Erlangga nurut saja kok.”

”Bagaimana dengan Nak Aira sendiri, apakah mau menerima pinangan ini?”

Tatapan menghunus terlihat jelas di wajah Erlangga dia sangat berharap Aira menolak lamarannya itu sehingga dia bisa terbebas dari ikatan tanpa cinta jika nantinya dia mau menerimanya. Namun sayangnya Aira justru mengiyakan lamarannya.

”Kalau Aira terserah sama mama dan papa, Aira yakin apapun pilihan orang tua itu pasti yang terbaik untuk anaknya.”

Duaarrr!

Jantung Erlangga seakan berhenti berdetak mendengar pernyataan Aira. ”Astaga kenapa tidak kau tolak saja lamaranku Aira,” gumam Erlangga menahan kesal.

”Baiklah jika begitu kapan pernikahannya akan dilaksanakan?” tanya Pak Bagas yang sejak tadi diam mendengarkan para wanita berdiskusi.

Akhirnya mereka pun pulang setelah selesai mendiskusikan perihal akad nikah, keluarga Agus Prasetyo akan kembali datang untuk acara akad nikah Jum'at depan.

***

Aira bahagia karena akhirnya dia bisa menikah dengan pria idamannya Erlangga, jika saja kakaknya berada di rumah pasti dia akan berbagi kebahagiaanya bersama.

Tok ... tok ... tok ...

Aira membuka pintu kamarnya Desi sudah berdiri di pintu kamarnya membawa sesuatu di tangannya. ”Apa ini Ma?”

”Buka saja!”

Aira membuka kotak yang diberikan oleh Desi, ”MasyaAllah cantik sekali Ma, ini buat Aira?”

Desi mengangguk, ”Ini adalah perhiasan mama buatmu, jaga baik-baik ya. Mama juga ada kasih sama kakakmu tempo hari, berbahagialah jika ada sesuatu yang tidak kamu mengerti jangan sungkan untuk berbagi dengan mama.”

Aira memeluk Desi erat seakan tidak ingin berpisah dengannya. ”Jadilah istri solehah," bisik Desi.

Pesta pernikahan pun berlangsung di kediaman Pak Bagas, binar wajah bahagia terpancar di antara dua keluarga tersebut. Hanya Erlangga yang terdiam sesekali netranya melirik ke arah Aira yang kini sudah resmi menjadi istrinya.

”Apa kakakmu tidak pulang di acara bahagia adiknya sendiri?” tanya Erlangga.

”Dia sangat sibuk Kak, bisnisnya di Jakarta sedang banyak orderan,” jawab Aira.

Sesosok wanita cantik dengan pakaian sexy masuk ke rumah Bagas, senyumnya mengembang sesekali dia melempar senyum pada saudara dan tetangga.

”Amara,” gumam Erlangga terkejut melihat sosok itu ada di depannya saat ini.

2. Pengakuan Erlangga

Erlangga membeku melihat sosok yang ada di depannya, wanita itu berjalan masuk untuk menemui kedua orang tuanya mereka bertiga tampak sangat hangat tak selang berapa lama seorang pria datang menghampiri ketiganya.

Erlangga hanya melihat dari kejauhan karena masih ada beberapa tamu yang datang silih berganti mengajaknya bersalaman ataupun sekedar untuk berfoto bersama.

Setelah situasi agak sepi barulah Amara menghampiri mempelai pengantin. ”Selamat ya Dek, kakak ikut bahagia dengan pernikahanmu akhirnya mimpimu terwujud.” Mereka berdua berpelukan seakan telah lama tidak bertemu.

”Ehem.”

Amara beralih pada Erlangga melihat pria yang sekarang telah resmi menjadi suami adiknya.

”Selamat Lang, tolong jaga adikku dengan baik,” ucap Amara.

”Kamu kenapa baru kelihatan sekarang?” tanya Erlangga.

”Aku sibuk banyak orderan yang masuk ke butik dan lagi suamiku juga baru pulang dari Sydney jadi sudah kita usahain pulang sekarang pas moment adikku nikah meskipun telat,” jelas Amara.

”Jadi dia ... ”

”Iya dia suamiku, kenalkan namanya Gheo.” Seorang pria dengan wajah bule mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Erlangga tidak menyangka jika Amara akan dengan mudah melupakan dirinya.

Setelah semua selesai, Erlangga membawa Aira pulang ke rumahnya di Jakarta. Sepanjang perjalanan keduanya sama-sama bungkam terlebih Aira yang bingung dengan sikap suaminya yang berubah setelah membawanya keluar dari rumah orang tuanya di Bandung. Erlangga terkesan dingin padanya, itulah yang dia rasakan sekarang.

”Kak, mm ... bolehkah aku tanya sesuatu?” suara Aira memecah keheningan.

”Apa?”

”Kenapa Kak Erlangga diam saja sejak tadi apa Aira bikin kesalahan?”

”Kamu akan tahu seiiring dengan berjalannya waktu, cukup nikmati saja semua ini.”

Mendengar jawaban seperti itu tentu saja Aira terkejut karena tidak tahu maksud dari kalimat Erlangga. ”Apa Aira bikin kesalahan sama kakak?”

”Ya.”

Aira tersentak mendengar jawaban dari suaminya, ”Apa itu boleh Aira tahu?”

”Kau akan tahu nanti jadi cukup waktu yang menjawabnya, mengerti!”

Mobil yang ditumpangi mereka sampai di rumah modern gaya eropa, Aira terkejut karena baru kali ini dia melangkahkan kakinya di rumah yang megah seperti milik suaminya itu. Erlangga turun dan membiarkan Aira membawa kopernya sendiri hal ini cukup membuat Aira kembali terkejut, secepat itukah suaminya berubah bukankah dia sendiri yang menginginkan pernikahan ini.

Aira menggelengkan kepalanya sendiri menepis segala pemikiran buruk yang ada di benaknya sekarang.

”Ini kamarmu.” Lagi-lagi Aira kaget mendengar perkataan Erlangga.

”Loh Kak, kita tidak satu ... ”

”Jangan ngarep karena semua itu takkan terjadi, udah jangan banyak nanya.”

’Kau harus bersabar Aira,’ gumam Aira dalam hati melihat sikap Erlangga seperti itu padanya.

Aira bertekad untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, dia harus bersabar.

”Kak sarapan dulu yuk!” ajak Aira pagi ini meskipun suaminya dingin dia tetap berusaha keras untuk meluluhkan hatinya.

Erlangga tidak menyahut perkataan Aira tapi dia tetap duduk dan memakan makanan yang telah disiapkan olehnya, melihat hal itu tentu saja Aira tersenyum samar karena apa yang sudah dia kerjakan tidak sia-sia. Erlangga terus melahap nasi goreng yang ada di meja makan hingga habis tak tersisa dan tanpa berkata apapun segera pergi ke kantornya.

Melihat hal tersebut membuat Aira kembali bersedih, bahkan asisten rumah tangga yang ada di rumah tersebut pun diminta untuk kembali ke rumah orang tuanya Pak Agus dengan alasan Erlangga tidak membutuhkannya. Apakah dia mau membuat istrinya sendiri seperti pembantu?

Setelah semua selesai dibereskan Aira kembali terdiam memikirkan sikap Erlangga padanya apakah ada yang salah dengannya, kenapa pria itu bersikap dingin padanya, banyak sekali pertanyaan yang muncul di kepalanya terlebih tentang kamarnya yang terpisah hal itu membuat sakit migrain-nya kembali kambuh.

Aira memijit kepalannya sendiri di kamarnya dia bersandar di bahu ranjang melepas khimar seraya memejamkan kedua matanya menikmati pijatannya sendiri.

”Kenapa, Kak Erlangga bersikap dingin begitu padaku,” gumam Aira pikirannya terus menerus mencari jawaban atas segala pertanyaan yang menumpuk dalam hati haruskah Aira menyesali keputusannya kemarin karena telah menerima pinangannya Erlangga.

Di sisi lain Erlangga pun uring-uringan sendiri, kemarin di rumah mertuanya dia sempat berbicara pada Amara. Erlangga tidak terima jika Amara lebih dulu menikah, itu berarti Amara telah meninggalkannya lebih dulu. Dia tidak mengira jika wanita idamannya justru memilih pria lain untuk dia nikahi.

Ryan sang asisten hanya membisu melihat gelagat bosnya tersebut, dia tak ingin ikut campur hingga Erlangga sendiri yang bercerita padanya.

”Kepalaku pusing Ryan, di rumah aku gak betah apalagi ada Aira di sana,” keluhnya membuat Ryan mengerutkan keningnya.

”Bukankah kalian baru menikah harusnya kalian senang kan karena masih hangat-hangatnya menikmati honeymoon gimana rasanya bikin ketagihan?” goda Ryan.

Erlangga diam tak menimpali dirinya justru memikirkan perkataan Amara di saat pernikahannya kemarin. Pasti ada sesuatu yang tidak dia ketahui dan dia harus mencari tahu jawabannya.

***

Aira selesai membereskan peralatan masaknya, sore ini dia sudah menyiapkan makan malam buat Erlangga. Aira berharap jika dia melayani suaminya dengan baik dia bisa mendapatkan hati suaminya karena sejak kemarin dia masih bertanya-tanya tentang sikap Erlangga yang berubah drastis setelah dia melangkahkan kakinya keluar dari rumah orang tuanya.

Pintu tiba-tiba terbuka sosok Erlangga datang dengan wajah kusam dia segera naik menuju ke kamarnya tanpa memperdulikan Aira yang sejak tadi menunggu dirinya di meja makan.

Aira tak pernah menyerah dia pun terus mengejar Erlangga hingga ke kamar, sosok yang dicarinya sudah tidak terlihat lagi. Erlangga tengah membersihkan dirinya di kamar mandi, biarlah Aira sabar menunggunya hingga keluar dari sana.

Cukup lama Aira menunggu hingga sosok dingin itu keluar dengan raut wajah yang sulit dibaca.

”Dimana baju gantinya?”

Aira menoleh ke arah Erlangga, dan terkejut suaminya sudah berada di belakangnya tanpa sehelai benang sekalipun. Aira membalikkan badannya tak ingin melihat lebih jauh.

”Astaghfirullah mataku ternoda,” pekik Aira mengelus dadanya. ”Bentar Kak, Aira ambilkan dulu di lemari.”

”Sekalian ambilkan aku makanan!”

Aira berusaha melayani dengan baik dan menunggu respon dari Erlangga namun pria itu tak menunjukkan tanda-tanda akan memprotes apa yang dia masak. Hingga beberapa menit kemudian dia bersuara.

”Aish, apa ini kenapa rasanya seperti ini?” Aira panik mendengar perkataan Erlangga yang tengah mengeluarkan makanannya.

”Kamu taruh apa di masakanmu ini? Apa kamu mau meracuniku?"

Seketika Aira gemetar ketakutan, dia tidak tahu jika ada bumbu dapur yang belum dia buang lebih dulu sebelum disajikan ke meja makan.

”I-itu lengkuas Kak, maaf aku lupa membuangnya tadi.” Aira gugup dia benar-benar lupa akan barang tersebut tercampur dengan ayam yang dia masak.

”Lain kali kalau masak diperhatikan, bikin mau muntah saja.” Erlangga menarik kursinya dan segera bangkit dari duduknya.

”Ma-maaf Mas, aku benar-benar gak sengaja tadi,” ucap Aira.

”Kamu pikir aku senang menikah denganmu? kamu salah Aira, aku sama sekali tidak men-cin-tai-mu!”

Aira tersentak mendengar pengakuan Erlangga saat ini, lalu untuk apa dia menikahinya?

Visualnya Erlangga 😍

3. Bersikap Dingin

Makan malam yang dibayangkan indah oleh Aira ternyata bertolak belakang dengan kenyataan yang baru saja dia dengar dari suaminya, dengan jelas Erlangga mengucapkan kalimat yang tidak ingin dia dengar. Apakah dia sudah salah mengartikannya selama ini? Kepala Aira semakin sakit jika mengingat hal itu , kalimat demi kalimat terngiang jelas membuatnya susah untuk memejamkan kedua matanya.

”Ya Allah, sesakit inikah mencintai?” pekik Aira dirinya beranjak ke dapur mengambil air minum dan menelan beberapa butir obat yang dia bawa dari rumahnya, kepalanya terasa sakit dan dia tidak bisa menahannya lagi.

Gambaran pernikahan yang bahagia ternyata hanya bayangannya saja karena faktanya Erlangga sama sekali tidak mencintainya bahkan dia mungkin membencinya tapi apa alasannya, Aira ingin tahu. Aira pun akhirnya memilih untuk mengambil wudhu dan bermunajat pada-Nya mengeluarkan segala isi hatinya pada sang pemilik hati.

”Mas sarapan dulu ya,” ucap Aira memaksakan diri untuk berani dan dia pun mengganti panggilan ’Kak’ menjadi ’Mas’ mungkin itu lebih baik dan enak didengar oleh orang.

”Baik,” jawab Erlangga datar bahkan melirik ke arah Aira pun tidak hal itu membuat wanita yang ada di sampingnya merasakan sesak seketika.

”Nanti siang tolong antarkan makan siang ke kantor ya, aku kirimkan alamatnya.” Erlangga berlalu begitu saja meninggalkan Aira di rumahnya yang cukup besar.

Aira pun hanya dapat memandangi tubuh kekar yang menghilang di balik pintu hingga suara mobilnya pun tak lagi terdengar. Aira menangis sejadi-jadinya wanita mana yang tidak terluka mendengar pengakuan suaminya sendiri jika dia sama sekali tidak mencintainya, lalu untuk apa ijab qabul yang dia ucapkan di depan Pak penghulu kemarin pagi dan bahkan dia pun harus tidur terpisah dari suaminya sendiri dengan alasan yang tidak jelas.

Aira tidak dapat lagi membendung rasa kecewanya itu, apakah pilihannya salah padahal dia sangat mencintainya bahkan kakaknya Amara mendukungnya ketika dia bercerita tentang Erlangga padanya dan dia sendiri yang memberi support padanya untuk tetap mendekatinya. Sayangnya Aira tidak melakukan hal itu dan saran dari Amara dia abaikan karena Aira terlalu malu untuk mendekati Erlangga terlebih dia adalah seorang wanita tidak sepantasnya dia mengejar laki-laki.

Aira terus menitikkan air mata hingga tak sadar dia pun tertidur di sofa, kepalanya kembali pusing Aira bingung pada siapa harus membagi keluh kesahnya saat ini selain dengan Tuhannya.

Pukul sebelas ponselnya menyala dan terlihat panggilan masuk ke sana, dengan enggan Aira membukanya.

’Mas Erlangga calling ... ”

”Assalamu’alaikum, ada apa Mas?”

”Apa kau sudah menyiapkan makanan untukku?”

Aira mengerjapkan kedua matanya mendengar perkataan suaminya, dilihatnya jam dinding. Aira terkejut karena saat ini jam sebelas lebih itu berarti dia harus segera membuat makan siang untuk suaminya.

”Be-belum Mas, ini baru saja mulai.”

Aira tidak dapat menahan kegugupannya mengingat waktunya tidak banyak dan lagi kenapa dia bisa tertidur di sofa, Aira merutuki kebodohannya sendiri.

”Segera bersiap nanti akan aku pesankan taxi yang menuju ke kantor.”

Bip.

Sambungan telepon itu langsung terputus begitu saja bahkan tanpa pamit berucap salam. Aira tak ingin membuang waktunya lagi dia segera memasak apapun yang ada di lemari pendingin bahan yang tersisa dan sekiranya bisa dia masak dalam waktu singkat.

Aira masuk ke kantor Erlangga banyak pasang mata menatapnya, tentu saja hal ini membuat Aira gugup dan jadi salah tingkah. ”Dimana ruangannya Pak Erlangga?”

Wanita cantik dan sexy di depan Aira memandanginya dengan penuh tanda tanya, ”Apa sudah buat janji sebelumnya?” Rose wanita itu bernama Rose terlihat di name tag baju bagian atas.

”Saya disuruh mengantarkan makan siangnya.”

”Tunggu sebentar!”

Rose mendial nomor kode telepon di depannya percakapan pun terdengar begitu nyaring di ujung sana bahkan ada suara tawa suaminya terdengar begitu bahagia.

”Silakan, lantai dua tiga begitu keluar ambil kiri pintu paling ujung itu ruangan Pak Erlangga,” jelas Rose.

Aira hanya mengangguk dan berucap terima kasih sebelum melangkah pergi. Aira pun berjalan cepat hingga tibalah dia di depan pintu ruang kerja Erlangga dengan ragu dia membuka pintunya.

Prang!

Box makan yang dipegang oleh Aira terjatuh di lantai dan isinya berhamburan keluar. Aira merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Aira segera keluar berlari secepatnya seraya mengusap air mata yang jatuh di pipinya, sakit! Itulah yang dirasakan oleh Aira.

***

Malam menjelang namun rumah tampak sepi bahkan tidak terlihat ada tanda-tanda kehidupan di rumah Erlangga. Aira sudah mengurung dirinya di kamar semenjak kejadian tadi siang dia berada di kamarnya bahkan tubuhnya belum kemasukan makanan meskipun hanya sebutir nasi. Dia mengabaikan panggilan-panggilan yang masuk ke ponselnya bahkan dia sengaja mengunci pintu kamarnya agar Erlangga tidak masuk ke kamarnya dengan mudah.

Kedua matanya sembab karena terus menangis tapi dia tidak peduli yang dia rasakan itu nyeri dalam hatinya kenapa suaminya dengan mudah berbagi bibir dengan wanita lain, Aira masih ingat dengan jelas bagaimana Erlangga penuh nafsu mengecup seorang wanita yang duduk di pangkuannya. Aira merasa jijik jika ingat hal itu.

Tok ... tok ... tok ...

”Aku tahu kau ada di dalam keluarlah, makanan sudah siap!” teriak Erlangga tapi Aira tidak memperdulikannya dia tetap diam tak bersuara.

”Terserah kamu mau makan atau tidak, aku tidak peduli. Ingat jika kau sakit jangan bawa-bawa namaku di depan orang tua kita!”

Beberapa menit berlalu suara Erlangga sudah tidak lagi terdengar. Aira memilih tidur dan tidak mengisi perutnya biarlah dia menahannya hingga besok pagi, Aira pikir dia masih kuat bertahan hingga esok. Namun beranjak dini hari dirinya terbangun karena lapar.

”Ish, kenapa perutku rasanya lapar sekali,” lirih Aira tubuhnya mulai demam dan lemas untuk berjalan saja dia butuh pegangan.

Aira membuka pintu perlahan sangat pelan dia tak ingin membangunkan si pemilik rumah dan bergegas melangkah ke dapur mencari makanan. Diliriknya meja makan masih ada piring-piring yang belum dibereskan, mungkin Erlangga pikir Aira akan keluar membereskannya tapi sekarang sudah jam tiga dan Aira baru bangun karena lapar menyerangnya.

Aira mengambil sebutir telur, dia ingin memasak mie instan mungkin lebih praktis daripada dia harus memotong banyak sayuran dan tak ada yang memakannya, tak lupa dia membereskan sisa makan malam suaminya yang masih berserakan di atas meja.

Aira pikir setelah beres dia bisa segera menikmati makanannya tapi ternyata dia salah karena lantai tempat dia berpijak pun masih kotor seolah ada kucing yang masuk ke dapurnya dan mengacaukan segalanya.

Aira sudah tidak dapat menahan rasa sakit di tubuhnya akhirnya dia terjatuh ke lantai diikuti suara piring yang ikut terjatuh dari tangannya.

Prang!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!