NovelToon NovelToon

SUAMI IMPOTENKU

PART 1

"Sayang, kenapa kita harus ke kantor mu? Kenapa kita nggak langsung ke hotel saja?" Rengek seorang wanita seksi yang menggandeng mesra lengan seorang pria tampan yang berjalan dengan gagahnya. Sepasang pria dan wanita itu berjalan begitu saja masuk ke dalam ruangan CEO melewati seorang office girl yang sedang menyapu di depan ruangan tersebut.

Gluk!

Kirana, gadis berusia 20 tahun yang akrab dipanggil dengan sebutan Kiran itu menelan ludahnya kesusahan saat mendengar kata hotel. Bahkan bulu kuduknya ikut meremang saat otak kotornya memikirkan apa yang dilakukan oleh sepasang kekasih saat sedang berada di hotel. Tanpa sadar ia menghentikan pekerjaannya.

"Hey, apa kau baik-baik saja?" Seorang laki-laki melambaikan tangannya tepat di depan wajah Kirana saat mendapati gadis itu melamun.

Kirana terlonjak kaget, bahkan sapu yang ada di tangannya terjatuh. Kirana segera mengambil sapunya kemudian tersenyum kikuk ke arah laki-laki yang barusan menyapanya. "Ma-maaf pak." Kirana menunduk takut-takut.

Niko, sang asisten yang merangkap sebagai sekretaris CEO mengulum senyum menertawakan tingkah gadis yang ada di depannya. Niko membetulkan letak kacamata yang bertengger di hidungnya guna memperhatikan gadis yang menunduk di depannya itu dari atas hingga ke bawah.

Cantik!

"Ehem!" Niko berdehem pelan menetralkan suasana hatinya yang sempat mengagumi gadis di depannya. "Siapa nama mu?"

"Ki-Kirana pak, panggil saja Kiran." Sahut Kirana cepat. Saat ini dirinya sedang ketakutan karena merasa nasibnya sedang berada di ujung tanduk. Apakah dirinya akan dipecat hari ini karena keteledorannya yang bekerja sambil melamun.

"Lanjutkan pekerjaan mu." Niko langsung melangkah masuk ke dalam ruangannya sendiri meninggalkan Kirana yang akhirnya bisa bernafas lega.

"Huuuft!" Kirana menarik dan membuang nafasnya beberapa kali seraya mengelus-elus dadanya dramatis. "Untung nggak dipecat." Kirana langsung cepat-cepat membereskan pekerjaannya kemudian pergi meninggalkan tempat itu menuju ke pantry untuk mengambil minum.

Satu gelas penuh air putih sudah masuk melewati tenggorokannya. Namun detak jantung Kirana masih belum normal kembali. Ia kembali menuang segelas air putih kemudian langsung meneguknya lagi hingga tandas.

"Loe kenapa?" Mei teman kerja sekaligus sahabat Kirana nampak keheranan melihat tingkah sahabatnya itu.

Kirana pun menceritakan kepada Mei kalau dirinya barusan mendapat teguran langsung dari sekertaris CEO tanpa menceritakan yang lainnya. Mei yang mendengar cerita sahabatnya itu ikut bernafas lega. Beruntung sahabatnya itu ditegur oleh sekretaris Niko yang terkenal ramah dan baik hati. Coba aja tadi dirinya ditegur oleh kepala OB, pasti dirinya bakalan diomelin dari Sabang sampai Merauke.

Kirana membenarkan ucapan sahabatnya karena begitulah adanya. Kepala OB tempatnya bekerja itu terkenal dengan mulutnya yang pedas melebihi boncabe.

Ini adalah pertama kalinya Kirana bertugas membersihkan lantai teratas dari gedung tempatnya bekerja di mana ruangan CEO berada. Biasanya dirinya dan Mei sahabatnya bertugas membersihkan lantai dua di mana tempat karyawan berada. Bahkan dirinya sering dimintai tolong oleh para karyawan untuk membelikan makanan atau minuman saat para karyawan itu mager. Namun karena ada salah satu OB yang mengundurkan diri, maka dirinyalah yang dipindah untuk membersihkan lantai teratas.

Kirana hanya bisa mengangguk mengiyakan semua yang diperintahkan oleh kepala OB tanpa bantahan. Dirinya sadar bahwa ia hanyalah seorang karyawan rendahan. Masih untung ada yang menerimanya bekerja hanya dengan bermodalkan ijazah SMA. Yang terpenting ia bisa menghasilkan uang untuk menyambung hidup keluarganya.

Dering telepon yang ada di pantry mengagetkan keduanya. Kirana langsung beranjak dari tempatnya, melangkah menghampiri telepon yang ada di meja pantry dan langsung mengangkatnya. Takut-takut ada sesuatu penting yang dibutuhkan oleh si penelepon.

Suara renyah sekretaris Niko menyapa indra pendengaran Kirana. Detak jantung yang baru saja berangsur normal kembali menggila. Namun tak berselang lama tubuh Kirana yang tadinya menegang kembali melemas. Bahkan dirinya langsung lunglai merosot terduduk di atas lantai setelah panggilan telepon berakhir.

Mei yang menyaksikan itu tentu saja panik setengah mati. Cepat-cepat ia menghampiri sahabatnya itu yang sepertinya akan pingsan. "Hey, loe kenapa lagi?" Mei menggoyang pelan bahu Kirana. "Ran hey, siapa yang barusan telepon?" Karena rasa paniknya, Mei semakin menguatkan cengkramannya di bahu Kirana hingga membuat sang empunya meringis kemudian tersadar.

"Ssssttt! Apa sih Mei, sakit tau." Kirana menepis tangan Mei.

"Hih, loe itu yang kenapa? Bikin gue panik aja." Sungut Mei. "Siapa tadi yang telepon?"

"Astaga...." Kirana menepuk jidatnya kemudian segera bangkit. "Pak Niko tadi yang telpon, dia minta dibuatkan kopi dan disuruh mengantarkannya ke atas." Cepat-cepat Kirana menyalakan kompor guna merebus air.

Tak berselang lama secangkir kopi hitam sesuai dengan permintaan sekretaris Niko sudah siap. Kepulan asap nampak terlihat jelas menandakan bahwa kopi itu masih terlalu panas. Kirana cepat-cepat mengantarkan kopi itu ke atas agar si pemesannya tidak menunggu terlalu lama.

Ting!

Pintu lift perlahan terbuka. Kirana langsung melangkah keluar dari lift. Namun tak sengaja dirinya bersenggolan dengan seorang wanita yang tadi dilihatnya bersama bosnya. Keadaan wanita itu nampak kacau tak seperti saat dilihatnya tadi. Rambutnya nampak acak-acakan. Bibir merah meronanya tadi sudah berubah menjadi pucat. Wanita itu juga nampak membetulkan gaun bagian atasnya yang terlihat sedikit melorot. Bahkan kedua asetnya nampak menyembul keluar. Otak kotornya pun mulai bekerja kembali memikirkan apa saja yang dilakukan oleh wanita itu bersama bosnya hingga membuat wanita itu nampak acakadul.

"Maaf Bu." Ucap Kirana menunduk guna menghormati wanita itu.

"Bu, Bu, memangnya aku ibu mu!" Sahut wanita itu kemudian langsung masuk ke dalam lift.

Kirana tak mempermasalahkan perlakuan wanita itu kepadanya karena dirinya sudah terbiasa mendapatkan perlakuan seperti itu. Kirana kembali melanjutkan langkahnya untuk mengantarkan kopi hitam pesanan sekretaris Niko.

*****

*****

*****

Hay hay Zeyeng, emak kembali lagi membawa cerita baru 😁 semoga para readers tercintah berkenan mampir di novel receh emak ini, happy reading 🤗

Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca terimakasih 🙏

PART 2

PRAAANG!!

Sebuah Gucci kecil berisikan bunga hias yang berada di atas meja melayang membentur dinding ruangan CEO hingga hancur berkeping-keping. Sekretaris Niko yang mendengar suara keributan dari dalam ruangan bosnya segera beranjak dari ruangannya. Sudah bisa dipastikan setelah wanita yang dibawa oleh bosnya itu keluar dari ruangan, bosnya pasti akan langsung mengamuk.

"Aaaarrgh!" Arsenio yang menjabat sebagai CEO di perusahaan keluarganya itu menyugar rambutnya frustasi. Dulu dirinya tidak sepeti ini. Setelah mengalami kecelakaan tujuh tahun yang lalu dan mengakibatkan dirinya mengalami kelumpuhan dari sebatas pinggul hingga ke bawah. Itulah awal mula yang membuat Arsen jadi seperti ini.

Dua tahun Arsen mengalami kelumpuhan dan hanya duduk di kursi roda. Namun karena semangatnya untuk sembuh, Arsen akhirnya bisa berjalan kembali seperti sekarang ini setelah menjalani masa pemulihan selama satu tahun lamanya.

Mungkin apa yang dialami oleh Arsen saat ini adalah karma yang yang harus dibayarnya karena dulu dirinya sering bermain wanita. Melakukan hubungan bebas dengan para kekasihnya. Bukan hanya satu atau dua wanita saja, bahkan ia sering membayar wanita malam untuk memuaskan hasratnya. Dan sampai sekarang pun Arsen masih menggunakan wanita bayaran. Bukan untuk memuaskan hasratnya, tapi untuk memancing gairahnya agar hasrat dalam dirinya kembali bergelora seperti dulu dan bisa membangunkan senjata miliknya. Ya mungkin jika miliknya itu bisa bangun kembali, Arsen bisa langsung melakukannya dengan wanita yang sudah dibayarnya itu. Namun sayangnya semua usahanya itu sia-sia belaka. Dari sekian banyak wanita yang disewanya tidak ada satupun yang mampu membangunkan miliknya.

Sebenarnya sekretaris Niko sudah menyarankan agar dirinya konsultasi dengan ahlinya. Namun Arsen menolaknya mentah-mentah karena terlalu malu. Bahkan ia berani membayar mahal para wanita bayarannya agar wanita-wanita itu menutup mulutnya rapat-rapat. Namun entah mengapa di kantornya sudah beredar rumor bahwa dirinya mengalami impoten. Untuk menutupi rumor yang beredar itu, Arsen semakin menambah kearoganannya agar mereka yang membicarakannya merasa ketakutan dan tidak berani lagi membicarakannya di belakang.

Sekretaris Niko langsung mendorong pintu ruangan bosnya dan mendapati bosnya itu terduduk di sofa seraya menunduk menyangga kepalanya dengan kedua tangannya yang bertumpu di atas meja. Dandanan yang semula rapi menjadi acak-acakan tak karuan. Kemeja yang belum sepenuhnya dikancingkan serta rambutnya yang berantakan.

"Apa Tuan baik-baik saja?" Sekretaris Niko masih berdiri di dekat pintu dan belum berani mendekat ke arah bosnya. Dia takut menjadi sasaran kemarahan bosnya.

"Carikan Aku wanita lagi sampai milik ku benar-benar bisa berfungsi kembali!" Perintah tegas Arsen yang langsung diiyakan oleh sekretaris Niko.

"Baik Tuan!" Sahut sekretaris Niko cepat. Memang dialah yang selama ini bertugas menyediakan wanita atas permintaan bosnya itu.

Hanya Niko yang mengetahui kondisi bosnya saat ini. Bahkan kedua orang tua Arsen pun tidak mengetahuinya. Sebenarnya mereka juga mendengar rumor yang beredar di kantor. Namun saat mereka menanyakan langsung kepada anaknya, anaknya itu mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja dan menyanggah segala berita miring tentang dirinya.

Tiga tahun sudah Niko bekerja di perusahaan itu dan menjabat sebagai sekretaris serta asisten dari Arsenio setelah sekretaris lama dari bosnya itu mengundurkan diri. Semenjak Arsen kembali lagi memimpin perusahaan keluarganya, Arsen menjadi semakin arogan hingga membuat sekretaris lamanya tidak nyaman lagi bekerja bersamanya dan memilih mengundurkan diri.

Arsen melangkah gontai menuju ke meja kerjanya kemudian mendudukkan tubuhnya di atas kursi kebesarannya. "Kosongkan jadwal ku hari ini dan jangan biarkan ada orang yang masuk ke dalam ruangan ku!"

"Baik Tuan!" Lagi-lagi sekretaris Niko hanya bisa menuruti segala perintah bosnya itu. Memangnya dia bisa apa? Dirinya sadar akan posisinya bahwa dia hanyalah seorang bawahan.

Tok.. Tok.. Tok..

Kirana mengetuk pintu ruangan CEO karena dirinya tidak mendapati sekretaris Niko berada di ruangannya. Ruangan sekretaris Niko yang hanya dibatasi dengan dinding kaca transparan itu membuatnya bisa melihat dengan jelas keadaan di dalam ruangan itu. Dan ternyata sekretaris Niko yang tadi memesan kopi kepadanya memang tidak berada di dalam ruangannya. Kirana pun melangkahkan kakinya menuju ke ruang CEO karena dirinya yakin sekretaris Niko ada di dalam sana.

Dan benar saja, pintu ruangan itu pun dibuka dari dalam dan muncullah sekretaris Niko yang langsung menyambutnya dengan seulas senyum.

"Maaf pak, ini kopi pesanan bapak. Tadi saya mencari bapak di ruangan bapak tapi tidak ada, jadi saya mengantarkannya ke sini." Kirana menunduk hormat.

"Tak apa, berikan saja kepada ku." Sekretaris Niko menadahkan tangannya ke arah Kirana. Namun belum sempat cangkir itu berpindah tangan, suara berat Arsen membuat kedua orang itu menoleh.

"Apa yang dia bawa?!"

Kirana yang ketakutan saat mendengar suara bosnya segera menundukkan pandangannya kembali. Tubuhnya terasa bergetar, bahkan tangannya terasa berkeringat.

"Kopi pesanan saya Tuan." Jawab sekretaris Niko cepat.

"Berikan kepada ku." Suara Arsen kembali terdengar.

"Tap-tapi Tuan kan tidak suka dengan kopi hitam."

"Berikan saja!" Hardik Arsen yang merasa geram karena sekretarisnya itu membantah ucapannya.

"Ba-baik Tuan!" Akhirnya sekretaris Niko pun memilih mengalah dan mempersilahkan Kirana untuk masuk ke dalam. "Masuklah."

Kirana mengangguk kemudian menyeret langkah kakinya memasuki ruangan CEO dengan pandangan menunduk. Ini adalah kali pertama dirinya memasuki ruangan CEO setelah bekerja selama kurang lebih 1 tahun di kantor itu.

"Letakkan saja di atas meja." Suara sekretaris Niko kembali terdengar.

Kirana langsung meletakkan cangkir yang berada di tangannya ke atas meja kerja Arsen dengan tangan sedikit gemetaran. "Permisi Tuan." Ucap Kirana yang sama sekali tidak ditanggapi oleh bosnya yang duduk di kursi seraya mendongakkan kepalanya.

"Sekarang pergilah, ambil alat kebersihan untuk membersihkan ruangan ini." Perintah sekretaris Niko yang langsung diangguki oleh Kirana. Cepat-cepat Kirana keluar dari ruangan itu untuk mengambil sapu serta alat kebersihan lainnya.

*****

*****

*****

Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca, terimakasih 🙏

PART 3

Tak berselang lama Kirana sudah kembali lagi ke ruang CEO dengan membawa sapu dan juga sekrop. Kirana langsung membersihkan pecahan gucci setelah sekretaris Niko mempersilahkannya.

Di sapunya pecahan gucci itu hingga bersih. Bahkan Kirana sampai berjongkok mengedarkan pandangannya ke arah kolong-kolong meja dan juga sofa untuk memastikan semua sudah bersih dan tidak ada lagi pecahan gucci yang tertinggal.

"Bersihkan dengan benar, jangan sampai ada yang tertinggal!"

Dugh!

"Auuuhh!"

"Eh," Sekretaris Niko ikut terkejut.

Suara berat dan tegas Arsen membuat Kirana ketakutan hingga membuat jidatnya terbentur pinggiran meja. Sekretaris Niko yang melihat itu segera menghampiri Kirana.

"Ceroboh!" Suara Arsen kembali terdengar namun ia acuh dengan drama yang ada di depannya.

"Kamu nggak papa?" Tanya sekretaris Niko menunduk memperhatikan Kirana yang masih mengusap-usap bagian yang terbentur. Terlihat jelas jidat itu nampak memerah dan sedikit benjol.

"Eng-enggak papa pak." Kirana segera beranjak. Namun karena tidak memperhatikan keadaan sekitar, kepala Kirana kembali membentur pinggiran meja. "Auuuhh!"

"Eh, hati-hati." Sekretaris Niko langsung membantu Kirana berdiri.

"Keluar dari ruangan saya!" Ujar Arsen tanpa mengalihkan pandangannya.

"Ba-baik Tuan." Ucap Kirana takut-takut. Bahkan dirinya hampir menangis karena merasakan sakit pada jidat dan kepalanya. Dan sekarang ditambah pula dengan ucapan bosnya yang terdengar seperti sebuah bentakan di telinga Kirana.

"Ayo aku bantu." Sekretaris Niko langsung meraih sapu dan juga sekrop dari tangan Kirana kemudian membimbing gadis itu keluar dari ruangan bosnya.

Kirana hanya menurut saja tanpa bantahan. Sesampainya di luar ruangan, air mata yang sejak tadi ditahannya tiba-tiba mengalir begitu saja. Sakit di kepalanya tidak seberapa dibandingkan dengan hatinya. Entah mengapa Kirana merasa sakit hati saat mendapat bentakan dari bosnya. Mungkin karena ini adalah pertama kalinya Kirana diperlakukan seperti itu oleh bosnya. Tapi bukankah dirinya sudah terbiasa dengan perlakuan seperti itu? Lantas apa yang membuatnya sakit hati?

"Eh, kok nangis?" Sekretaris Niko terkejut saat mendengar isakan kecil dari Kirana. Reflek ia mengulurkan sapu tangannya kepada Kirana. Kirana pun langsung meraihnya dan langsung menggunakannya untuk mengelap air mata serta ingusnya yang ikut keluar. Entah sadar atau tidak dirinya. Yang pasti apa yang dilakukannya itu terlihat lucu di mata sekretaris Niko.

"Udah ya, jangan diambil hati. Suasana hati Tuan Arsen saat ini sedang tidak baik." Sekretaris Niko mencoba menenangkan Kirana. Kirana hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja.

"Terimakasih pak." Kirana menyerahkan sapu tangan yang tadi digunakannya untuk mengelap ingus dan air matanya kepada sekretaris Niko.

Melihat itu sekretaris Niko bukannya bergidik jijik tapi malah terkekeh. "Ambil saja buat kamu. Aku masih punya banyak." Tolak sekretaris Niko. Dia tidak mungkin meminta kembali barang yang sudah diberikan kepada orang lain.

"Sekali lagi terimakasih pak." Kirana memasukkan sapu tangannya ke dalam saku bajunya kemudian meraih peralatan kebersihan yang masih berada di genggaman sekretaris Niko. "Kalau begitu saya permisi dulu. Maaf kalau saya sudah melakukan kesalahan."

"Tidak!" Sahut sekretaris Niko. "Kamu sudah bekerja dengan baik. Kembali lah."

Kirana mengangguk kemudian segera berlalu. Pandangan sekretaris Niko bahkan tidak beralih sedikitpun dari punggung kecil Kirana hingga punggung itu hilang ditelan pintu lift.

"Lucu sekali gadis itu. Ck!" Sekretaris Niko berdecak saat menyadari ucapannya. Sekretaris Niko tidak membantah jika dirinya memang tertarik dengan Kirana. Namun itu hanya sebatas ketertarikan belaka dan belum ada niatan atau tekad untuk memilikinya.

Sekretaris Niko melangkah kembali masuk ke dalam ruangan bosnya dan mendapati bosnya itu sedang menyeruput kopi hitam yang seharusnya menjadi miliknya. Sekretaris Niko ikut menelan ludahnya seolah merasakan kopi itu mengalir melewati tenggorokannya.

"Permisi Tuan, apa ada yang Anda butuhkan lagi? Kalau tidak saya akan kembali ke ruangan saya lagi."

"Pergi sana! Jangan masuk ke sini kalau aku tidak menyuruhmu datang!"

"Baik Tuan!" Sekretaris Niko segera berbalik meninggalkan ruangan bosnya. Setibanya di depan ruangannya, sekretaris Niko hanya melewatinya begitu saja. Langkah kakinya terus saja melaju hingga masuk ke dalam lift. Tujuannya saat ini adalah pantry. Ia ingin memastikan sekali lagi bahwa Kirana baik-baik saja. Meskipun dia tau kalau saat ini Kirana pasti sedang kesakitan.

"Kamu sih nggak hati-hati." Suara Mei terdengar hingga keluar ruangan.

"Aku kan takut Mei, tubuh ku aja sampai gemetaran." Sahut Kirana.

"Sudah!" Suara kepala OB yang sedang berada di pantry menyahut cepat. "Lain kali jangan ceroboh!" Lanjutnya lagi. "Awas aja kalau kamu sampai membuat kesalahan di depan Pak bos. Aku pindahkan kamu di bagian ngosek WC."

Sekretaris Niko yang saat itu sudah tiba di depan pantry jelas saja mendengar semua percakapan mereka. Ia langkahkan kakinya memasuki pantry. Bu Winda wanita yang berusia sekitar 40-an dan menjabat sebagai kepala OB itu seketika mengatupkan bibirnya. Bu Winda langsung melangkah menghampiri sekretaris Niko.

"Selamat siang pak. Apa ada yang bapak butuhkan?"

"Tidak Bu. Saya hanya ingin memastikan apakah Kirana baik-baik saja." Sahut sekretaris Niko seraya menatap ke arah Kirana yang sedang diobati oleh Mei rekannya.

"Sa-saya baik-baik saja Pak. Saya sudah tidak apa-apa." Kirana pun segera menyahut.

"Apa perlu dibawa ke dokter?" Sekretaris Niko melangkah mendekati Kirana. Mei segera mundur dari tempatnya. Saat tiba di depan Kirana, sekretaris Niko menunduk. Tangannya terulur memegang jidat benjol Kirana. "Ini bengkaknya lumayan lho." Tanpa sadar sekretaris Niko mengelus-elus pelan jidat benjol Kirana membuat Kirana terdiam karena terkejut dengan perlakuan sekretaris Niko kepadanya. Begitu pula dengan Mei dan juga Bu Winda yang masih berada di sana. Mereka juga terdiam memperhatikan interaksi antara sekretaris Niko dengan Kirana.

Saat menyadari apa yang dilakukannya, sekretaris Niko segera menarik tangannya kemudian berdehem pelan untuk menetralisir keadaan.

"Ehem! Baiklah kalau memang tidak perlu ke dokter. Kalau begitu saya kembali. Jika kamu merasa kurang baik, kamu boleh pulang lebih awal." Sekretaris Niko langsung berlalu meninggalkan pantry.

Mei hampir saja memekik karena saking terkejutnya dengan perlakuan sekretaris Niko yang ditujukan kepada sahabatnya itu. Namun cepat-cepat dirinya membungkam mulutnya dengan kedua tangannya. Apalagi saat melihat Bu Winda melotot horor ke arah mereka.

*****

*****

*****

Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca, terimakasih 🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!