NovelToon NovelToon

Dia Istriku, Bukan Babu

Bab 1 Kejutan Mengejutkanku

Abraham berniat ingin membuat kejutan untuk keluarga dan istrinya, Dengan pulang dari perantauan tanpa mengabari terlebih dahulu, Bahkan demi menyempurnakan kejutan itu laki-laki yang biasa di panggil Abra itu melakukan Vidio Call sebelum pesawat yang akan membawanya kembali ke tanah kelahiran. Ya ... Abra di lahirkan di kota Probolinggo tepatnya di sebuah kabupaten yang mana jauh dari jalan raya besar.

''Ibu, Bagaimana persiapan pernikahan Fitri, Apakah sudah selesai?'' tanya Abra malam harinya sebelum ia pulang.

''Berkat kamu nak, Berkat kamu ibu tak malu dengen acara pernikahan adikmu,'' ucap sang Ibu.

''Oh iya Bu, Apakah uang untuk Naya sudah ibu berikan? Setidaknya bisa buat dia beli baju baru dan skincare, Bu,'' Ucap Abra.

''Kau jangan cemas, Ibu selalu memberikan apa yang kau berikan padanya, Masa kau tidak percaya sama ibumu, Nak. Tapi saat ini kau tidak bisa bicara dengan istrimu itu, Dia sibuk bantu-bantu para tetangga buat kue,'' ujar Ibunya Abra yag mana Abra tersenyum mengembang, Apalagi melihat wajah ibunya yang glowing, Sudah pasti istrinya juga glowing. Apalagi saat ini Abra sudah naik jabatan di tempat dia bekerja. Abra sudah tak sabar ingin bertemu dengan istri tercintanya itu.

''Ah, Baiklah Bu, Kalau begitu ... Abra tutup dulu ya, Bu. Besok harus bangun pagi sekali,'' ucap Abra.

''Iya, Nak. Jaga kesehatan agar bisa ngasih uang banyak untuk ibu,'' ucap sang ibu dengan tawanya.

''Siap, Bu'' ucap Abra seraya tersenyum  pada sang ibu.

**

**

**

[Abra, Kau yakin tidak mau pulang, Tidakkah kau kasihan pada istrimu?]

Sebuah pesan masuk dari nomor yang tak di kenal.

[Kau siapa, dan apa maksudmu?] balas Abra dengan perasaan tak nyaman.

[Aku Bu Mina, pemiliki warung yang ada di depan rumahmu, Ibu harap kau tidak lupa pada Ibu,] ucap Bu Mina dalam pesan itu.

[Ya, Abra ingat ibu, lalu apa maksud ibu dengan tidak kasihan ada istriku, Apa yang terjadi padanya?]

[Ketika kau baru pergi, tiga bulan setelah itu istrimu megalami keguguran, Tapi tidak ada yang membawanya kerumah sakit, dia hanya di bawa keseorang dukun bayi, dan saat ini ...Tubuhnya sudah sangat kurus sedangkan keluargamu kayak orang kota, Apalagi besok, Ibumu hanya meminta bantuan beberapa orang tetagga dan selebihnya istrimu lah yang mengerjakannya] balas Bu Mina dengan panjag lebar.

''Keguguran? Naya sempat hamil anak kami?'' tanya Abra pada diri sendiri, Memang sebelum Abra pergi istrinya sempat mengatakan kalau ia telat datang bulan, dan setelah itu tidak ada kabar lagi tentang telatnya datang bulan itu, Memang sangat mencurigakan, Ketika Abra Vidio call dengan sang istri alasannya sang istri repot dan Abra juga jarang melakukan Vidio Call dengan sang istri, Banyak alasan yang di berikan ibu dan para adiknya jika Abra menghubungi istrinya.

''Apa ini, Kenapa perasaanku tambah gak enak, Naya ... Abang merindukanmu,'' gumam Abra.

Merasa  perasaanya tidak enak, Abra bangkit dari tidurannya, Lalu ia keluar dari rumah yang sudah ia beli di jakarta, Rumah sederhana namun ... Sudah menjadi milik sendiri.

Abra tidak mengatakan pada sang Ibu jika ia sudah memiliki rumah sendiri, Karena ia tahu ... Rumhanya ini masih kecil dan tak cukup jika mereka semua mengnap, Abra hanya berniat ingin membawa sang istri, Bukan karena kabar tak enak itu tapi juga karena Abra tak ingin jauh dari sang istri.

Kegelisahannya makin menyesakkan dada, Apalagi Bu Mina itu mengirimkan gambar Naya yang kurus dengan daster lusuh yang Abra ingat iru adalah daster lama Ibunya.

Abra mengusap kasar wajahnya., Membayangkan apa yang ia baca di sebuah Novel terjadi pada istrinya.

''Abra, Tenanglah, Keluargamu bukanlah keluarga Toxic yang jahat pada menantunya, Kau tahu watak mereka bukan? Jadi jangan terlalu cemas,Oke!''

Bab 2

Isak tangis terdengar begitu lirih ketika Naya sudah sendirian di kamarnya. Ia bahkan lupa bagaimana cara tersenyum. Ia memiliki keluarga, namun keluarganya tidak lagi peduli dengannya. Naya merasa kecewa, seolah tidak lagi dianggap sebagai anak mereka. Karena bagi keluarga Naya, anak perempuan yang sudah menikah bukan lagi tanggungan mereka.

Naya merasa sia-sia jika menceritakan apa yang telah ia alami selama ini. "Bang, aku tahu kau mencintaiku. Karena itulah aku bertahan di sini. Jika aku tidak mengingat abang, mungkin Naya sudah pergi. Abang tahu... kita sudah kehilangan bayi kita, bang. Maafkan aku karena aku tidak bisa menjaganya. Aku bukan ibu yang baik, bang," bathin Naya dengan isak tangis sebelum terlelap dalam tidur.

''Apa yang akan kita lakukan, bu? Duit kita sudah pas-pasan," tanya Fitri kepada sang ibu.

''Kau janjikan saja pada suamimu itu seminggu lagi karena kakakmu Abra akan mengirimkan lagi uang untuk Naya. Kita tidak boleh melepaskan calon suamimu, sisa besok, Fitri. Kita harus bisa meyakinkan mereka agar tetap menjalin hubungan ini. Mereka orang terpandang di sini. Bukankah kita juga akan terpandang jika kau menjadi istrinya? Jangan seperti kakakmu, mendapatkan istri miskin!" ucap sang ibu.

"Aku akan bicarakan dengan mas Adi, bu. Aku yakin dia setuju," ucap Fitri seraya menghubungi calon suaminya.

''Fitri, tidak bisakah kau menghubungiku besok? Ini sudah tengah malam," ucap kesal Adi, calon suami Fitri.

"Mas, aku hanya ingin mengatakan, kalau sisanya aku kasih seminggu kemudian, gimana? Sekarang kami hanya memiliki uang pas-pasan, mas," ucap Fitri.

"Ckkkk, kenapa kau bodoh sekali? Besok kan pasti banyak yang hadir bawa amplop, pasti cukuplah untuk kurangnya," ucap Adi, yang saat ini ada dekatnya seorang wanita.

"Tapi kan itu milik ibu dan bapak, mas," ucap Fitri.

"Kau mau pernikahan ini lanjut apa tidak? Kalau tidak, ya sudah gak usah lanjutin. Banyak kok yang akan menggantikan posisimu itu," ucap santai Adi seraya mencumbu sang wanita.

''Kau jangan begitu dong, mas. Kalau pernikahan ini batal, tentu keluarga kami akan sangat malu. Ya sudahlah, besok, setelah acara selesai aku berikan uangnya ke kamu, tapi seperti yang kau katakan, setelah sebulan baru kau akan mengembalikan uang itu ke aku, kan?'' tanya Fitri meyakinkan.

''Iya, cerewet,'' ucap Adi, seraya mematikan panggilannya secara sepihak. Fitri menghela nafasnya secara kasar. Fitri tidak mengerti, mengapa konsep pernikahannya seperti itu? Mengapa pihak wanita yang diminta uang oleh pihak laki-laki, bukankah biasanya pihak wanita yang meminta uang itu?

''Bagaimana, Fit?'' tanya sang ibu.

''Ya, tetap, bu. Mas Adi tidak mau mengerti, dia bilang kan besok pasti ada uang dari para undangan, dia minta uang dari itu dulu, katanya,'' ujar Fitri.

''Apakah bang Abra tidak punya uang sama sekali, bu? Mungkin dia punya untuk diberikan ke Naya,'' ujar Fitri.

''Kau kan tahu sendiri. Kemarin kakakmu sudah mengirimkan uang 25 juta untuk kita. Bahkan uang 1 juta untuk istrinya tidak kita berikan. Kalau kita minta lagi, ibu takut Abangmu akan curiga,'' ucap sang ibu, yang juga disetujui oleh Fitri.

''Kita sudah memperlakukan Naya seperti itu. Semoga saja Abangmu masih lama pulangnya," ucap ibunya.

''Suruh saja Abang menceraikan kak Naya. Dengan begitu, Abang bisa bekerja hanya untuk kita. Abang tampan... Bisalah dia cari istri yang cantik di kota bahkan bisa cari orang kaya, bu," ucap Fitri dan menjadi ide cemerlang bagi sang ibu.

''Kau pintar, Fitri. Ah... Ibu akan memikirkan itu," ucap sang ibu.

''Sekarang istirahatlah. Besok kau harus tampil cantik. Jangan sampai matamu berkantong," seru ibunya, sambil mengusap wajah anaknya yang dianggap sangat cantik.

''Oke, ibuku sayang."

"Naya, kau berikan minuman pada para tamu. Awas... jangan sampai jatuhan!" kecam ibu mertua Naya.

''Baik, bu,'' ucap Naya, seraya langsung melakukan tugasnya.

''Kasihan anak itu. Sudah dari subuh dia bekerja. Setidaknya suruhlah dia istirahat sejenak. Ibu Sani kejam banget jadi mertua. Semoga saja mertua anakku tidak sejahat dia," bisik para tetangga yang membantu dalam hajatan itu.

''Benar, Abra lagi merantau lama. Aku dengar gajinya sudah naik, tapi lihatlah penampilan istrinya semakin memperhatinkan, sedangkan penampilan mertua dan adik-adiknya semakin wah," bisik yang lainnya.

''Sabar banget jadi dia. Kalau aku sudah pasti kabur, belum lagi setiap pagi harus masak, cuci baju satu keluarga. Ah, seperti babu saja," gerutu yang lainnya.

''Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di kota Surabaya," ucap Abra, sambil menghirup udara kota Surabaya yang sangat ia rindukan. Untuk sampai di rumahnya masih butuh waktu sekitar dua jam. Saat ini Abra naik taksi online yang dipesannya melalui aplikasi hijau.

Abra mampir ke warung makan sejenak yang ada dekat tempatnya saat ini. Sebelum taksi online itu datang, ia sudah selesai sarapan. Rasanya tenaganya sudah pulih dan ia tak sabar ingin sampai di rumahnya. Apalagi bunyi suara salon yang akan menggelegar dengan sambutan sang istri yang cantik. Senyuman Abra perlahan hilang ketika ia ingat pesan Bu Mina semalam. Namun, lagi dan lagi ia menepis semua itu. Ia berharap Bu Mina salah lihat.

Bab 3 Kedatangan Abra

Cinta kadang membuat kita bertahan dalam keadaan apapun, berjuang dan setia adalah jalan agar kita bisa mempertahankan cinta. Naya yakin dengan cinta Abra dan dia hanya berharap agar Abra bisa segera pulang dan menemaninya setiap harinya. Ia tidak berharap Abra membawa banyak harta, Naya hanya membutuhkan jiwa dan raga Abra untuk melengkapi hidupnya.

"Gampang-gampang lelah, bang. Aku merindukanmu," gumam Naya dalam hati seraya bersandar di dinding dapur karena kelelahan. Naya berharap Abang datang dengan memberikan kecupan pada Naya, "Nay lelah, bang. Nay sangat lelah," gumamnya lagi seraya memejamkan matanya dan diiringi jatuhnya air matanya.

Suara keras mengejutkan Naya. Ia bahkan tidak bisa bernafas ketika seseorang menyiramkan air ke wajahnya. "Lagi cari perhatian disini, kamu? Iya! Kamu ingin tetangga menilai buruk keluargaku. Dasar benalu!" ucap orang itu yang tak lain adalah adik bungsu Abra yang bernama Rara. "Oh Tuhan, Rara. Apa salah mbak?" tanya Naya ketika sudah sadar dari keterkejutannya. "Kau nanya apa salahmu. Kau menangis disini, berharap tetangga simpati kepadamu. Dengar ya, Abra tidak akan pernah pulang karena dia sudah memiliki wanita lain yang tentu jauh di atasmu. Jadi nikmatilah hari-harimu di sini sebagai babu gratisan," ucap Rara dengan sarkas dan tajam maknanya. Bukan cacian Rara yang membuat Naya menangis, tapi ucapan Rara yang mengatakan Abra memiliki wanita lain yang sangat menyakitkan hati Naya. Ia tak bisa bayangkan jika Abra benar-benar memilik wanita lain dan melupakan dirinya karena sudah banyak terjadi di desa ini. Suami mereka merantau dan menikah lagi di luar dengan alasan tidak ingin jajan sembarangan.

Berbagai macam pikiran kini menyelimuti Naya. Ia pun mengusap wajahnya yang masih basah dan kembali melanjutkan pekerjaannya yaitu mencuci semua perabotan yang kotor. Pukul 10, pihak keluarga Abra tiba di rumahnya. "Pak, Ibu sudah tidak sabar untuk kedatangan besan kita. Mereka pasti akan membawa banyak mobil ke sini," ucap sang ibu. "Jangan terlalu berharap, Bu. Acara ini bisa berjalan lancar saja sudah cukup. Sudahkah ibu melihat Fitri? Apakah dia sudah siap atau belum? Sudah banyak undangan yang datang dan ingin melihatnya," ucap bapaknya Fitri. Ibunya Fitri yang sudah dihias pun berlalu dan melihat putrinya. Acara pernikahan ini merupakan acara mewah di desa ini karena biasanya mereka hanya menggunakan adat akad saja, tapi kali ini juga ada resepsi. Orang tua yang sudah memanfaatkan Abra dan mengorbankan Naya kini bisa memberikan acara mewah untuk Fitri. Setiap bulan Abra memberikan jatah untuk Naya satu juta dan ibunya tiga juta karena keuangan rumah itu di tanggung oleh ibunya. Uang satu juta hanya untuk keperluan pribadi Naya, tapi kenyataannya tidak sepeser pun yang mereka berikan pada Naya.

Waktu terus berjalan dengan begitu cepat. Kini Abra sudah memasuki area desanya. Tidak ada yang berubah, tetap asri dan sejuk dengan banyaknya pohon besar di pinggir jalan. Semakin dekat, ia sudah mendengar suara musik dan ia yakin itu berasal dari rumahnya yang sudah tak jauh lagi. Senyum Abra mengembang membayangkan Naya yang ceria langsung berlari dan memeluknya dengan penuh cinta. Tanpa ia ketahui, istrinya yang ceria itu sudah tidak ada lagi. Istri yang penuh dengan senyuman itu kini hanya tinggal kenangan.

"Bisa tidak sih kau bekerja, Naya. Kamu lihatlah bajumu, kotor kan?" bentak Ibu Sani pada Naya yang tak sengaja menjatuhkan kue ke baju tamu. "Tidak apa-apa, Bu. Dia tidak sengaja," ucap tamu itu dengan ramah. Bersamaan dengan itu, Fitri keluar dengan balutan baju pengantin yang begitu indah. Disana juga sudah tersedia tempat untuk sang pengantin. Naya kagum dengan kecantikan adik iparnya itu. "Bengong aja. Sudah, sana kerja! Dasar babu," ucap Rara seraya mendorong tubuh Naya hingga hampir jatuh. Beruntungnya Naya langsung berpegangan pada meja di hadapannya. Tentu saja banyak yang melihat akan hal itu dan mengurangi rasa simpati pada Naya, kecuali para tetangga yang sangat mengasihani Naya.

Senyum Fitri terus mengembang apalagi melihat Naya yang semakin dipermalukan. Dulu Fitri begitu iri dengan kecantikan yang dimiliki Naya, tapi saat ini, melihat penampilan Naya, ia sudah tidak ada yang bisa membuat Fitri cemburu. "Nay, kemarilah," pinta Bu Sani pada Naya. Naya mendengar dan langsung mendekati Ibu mertuanya. Sementara itu, sebuah taksi turun di jalan yang ada di depan rumah Bu Sani. "Kau lapkan semua gelas kotor dan piring-piring ini," ucap Bu Sani. "Baik, Bu," jawab Naya sambil menjalankan tugasnya. Namun, tanpa sengaja kaki Naya tersandung dan mengakibatkan gelas yang sudah ada di nampan terjatuh dan membuat semua orang menatap ke arahnya. "Naya...!" teriakan itu mampu membuat langkah Abra terhenti tepat di ambang pintu. Terlihat sekali raut amarah di wajah ibunya. "Bisa cepat gak, Kamu suka kan menjadi perhatian semua orang," bentak Bu Sani dengan lantangnya. Membuat sebagian tamu hanya bisa memegang dadanya karena terkejut. Abra masih belum bisa melihat siapa yang ditunjuk ibunya. Naya... itu adalah nama istrinya, tapi kenapa ibunya bersikap kasar seperti itu? "Baik, Bu. Maafkan aku... Maafkan aku," ucap Naya sambil menangis, membuat Abra semakin terkejut karena suara itu adalah suara istrinya. Perlahan, Abra masuk ke dalam dan melewati beberapa tamu undangan sehingga ia bisa melihat sang istri yang kini terduduk dengan memilah pecahan gelas dengan sesekali ia menyeka air matanya. Awalnya Abra tidak bisa melihat jelas wajah yang tertunduk itu, namun ketika Naya mengangkat sedikit wajahnya, barulah mata Abra terlihat jelas. Ia tidak menyangka jika itu adalah Naya, istrinya.

...----------------...

"Cukup! Sudah cukup, Ibu. Tolong keluarkan kakimu dari atas istriku!" teriak Abra, yang kini sudah maju dan menampakkan dirinya di hadapan ibu dan ayahnya. Wajah Ibunya langsung berganti ekspresi ketika melihat kedatangan putranya yang tiba-tiba.

Tampaknya semua orang terkejut, bahkan Naya juga terperanjat dengan kepulangan suaminya. Naya hanya bisa menatap Abra, suaminya yang sangat ia rindukan, suaminya yang sangat ia harapkan untuk datang dan membawanya pergi. Beberapa saat suasana menjadi sepi dan tegang.

Abra membantu Naya, sang istri, untuk bangkit. Ia menatap wajah istrinya yang kini kurus, tubuhnya seolah-olah hanya tersusun dari kulit dan tulang saja. Pakaian Naya bahkan terlihat lebih buruk daripada pakaian pembantu di rumah.

Sungguh, Abra sangat sedih ketika melihat orang yang ia cintai disiksa sedemikian rupa oleh keluarganya sendiri, terutama oleh ibunya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!