NovelToon NovelToon

Pacar Atau Sahabat

Bab 1

“Kenalin, ini Anin sahabat aku. Dari waktu TK udah temenan, karena orangtua kita juga udah berteman. Anin sekarang pindah sekolah di sini karena mau mandiri katanya, jadi dia tinggal di apartemen, Mama Papa nya masih di Jepang,”

Zeline tersenyum menyapa Anin, yang dikenalkan oleh sang kekasih sebagai sahabatnya sejak kecil. Tanpa ragu Zeline mengulurkan tangannya dan memperkenalkan dirinya.

“Hai, aku Zeline,”

“Aku Anin, Zel,”

“Jadi ini yang sering kamu ceritain ke aku, Vin?”

Vindra hanya terkekeh salah tingkah. Ketahuan kalau Ia sering menjadikan kekasihnya, Zeline, sebagai topik ketika Ia dan Anin mengobrol.

“Kamu hebat banget mau pisah dari orangtua. Kalau aku sih nggak mau, soalnya aku penakut,”

“Ya pengen aja coba hidup mandiri, lagipula di sini ‘kan aku nggak baru-baru banget. Sebelumnya udah pernah jadi anak Jakarta juga, dan aku di sini udah punya teman dekat. Jadi nggak terlalu takut,”

Mereka bertiga menikmati waktu istirahat dengan bakso sebagai menu makan siang. Zeline senang karena ada teman baru. Anin dekat dengan Vindra, Ia berharap bisa juga menjalin pertemanan yang baik, bersama Anin. Sehingga bukan hanya Vindra saja yang akrab, tapi Ia juga bisa akrab dengan Anin.

“Aku mau beli es teh lagi ah,”

Satu gelas es teh ternyata masih kurang membuat kerongkongan Zeline merasa lega. Akhirnya Ia beranjak dari kursi untuk minta dibuatkan es teh lagi oleh penjaga kantin.

“Ini aja punya aku,” ujar Vindra seraya mendorong gelasnya lebih dekat ke arah Zeline namun Zeline menggelengkan kepalanya.

“Nggak, aku mau beli lagi, Vin,”

Akhirnya Vindra mengangguk. Ia membiarkan sang kekasih untuk beli minuman lagi. Mungkin Zeline tidak enak meneguk minumannya karena memang masih ada setengah, atau mungkin Zeline masih merasa kurang kalau hanya minta darinya saja.

Zeline datang dengan segelas es teh manis. Mukanya yang sedikit kemerahan karena makan pedas dan panas, tampak ceria ketika berhasil mendapatkan satu gelas es teh manis lagi. Terlalu antusias untuk cepat duduk dan kembali menikmati sisa baksonya yang masih ada, Zeline tidak sengaja tersandung batu kecil yang ada di dekat mejanya sehingga es teh yang Ia bawa sedikit tumpah, dan tak sengaja mengenai Anin.

“Kamu gimana sih, Zeline?! Hati-hati dong! Makanya tadi aku tawarin es teh punya aku supaya kamu nggak ribet bangun-bangun, kamu malah nggak mau. Akhirnya tumpah ‘kan

Sejujurnya Zeline kaget mendengar nada bicara Vindra berubah menjadi tinggi. Zeline berpikir positif. Ini kesalahannya juga, jadi wajar kalau Vindra tidak sengaja mengeluarkan nada bicara yang sedikit naik. Vindra mungkin sama sepertinya juga yang kaget, atau tidak menyangka kalau es teh nya akan tumpah.

“Maaf ya, Nin, aku benar-benar nggak sengaja,”

“Iya nggak apa-apa kok, aku tau—“

“Kamu beneran nggak apa-apa? Rambut kamu agak basah tuh,”

Belum selesai Anin bicara, Vindra sudah bertanya guna memastikan sahabatnya tu baik-baik saja. Vindra bisa melihat rambut Anin yang tak sengaja kena es teh itu basah.

“Nggak apa-apa nanti aku bisa bersihin di kamar mandi,”

“Ayo aku bantu, Nin,” ujar Zeline yang merasa bersalah, sekaligus ingin bertanggung jawab.

“Nggak usah, kamu lanjutin aja tuh makan nya. Biar aku antar Anin ke kamar mandi, berhubung aku sama Anin udah habis baksonya,”

Vindra ketus menyuruh Zeline untuk melanjutkan makannya. Zeline langsung terdiam karena Ia benar-benar tidak menyangka kalau reaksi Vindra akan seperti ini ketika Ia berbuat kesalahan dan tak sengaja melibatkan Anin.

“Vindra kayaknya marah banget sama aku. Padahal aku nggak sengaja, aku nggak ada niat sedikitpun bikin Anin basah karena es teh aku,” gumam Zeline dengan mata yang tanpa sadar berkaca menyaksikan Vindra membawa pergi Anin dari kantin.

Nafsu makan Zeline mendadak lenyap entah kenapa meskipun isi mangkuknya masih ada. Zeline menunduk, dan detik itu bulir dari matanya jatuh. Buru-buru Zeline menghapusnya kemudian Ia duduk.

*****

“Aku di luar aja ya, kamu masuk ke dalam terus bersihin tuh rambut kamu. Pasti bakalan lengket kalau nggak dibersihin,”

Vindra dan Anin sudah tiba di depan kamar mandi perempuan. Vindra tidak akan masuk, Ia menyuruh Anin saja yang masuk ke kamar mandi khusus perempuan untuk membersihkan rambutnya dengan air.

“Okay, tunggu bentar ya. Ngomong-ngomong, makasih lho udah nganterin aku padahal harusnya nggak usah repot-repot. Aku ‘kan bisa ke sini sendiri,”

“Aku mau tanggung jawab lah. ‘Kan yang udah bikin rambut kamu kena es teh itu pacar aku. Biar aja Zeline lanjut makan, dan aku yang antar kamu ke sini. Ya udah sana bersihin dulu deh rambut kamu,”

Anin menganggukkan kepalanya. Ia langsung menuju wastafel kamar mandi perempuan. Kemudian Ia mulai membersihkan rambutnya dengan air. Vindra tak pergi, memilih untuk menunggu sampai Anin keluar dengan rambutnya yang sudah bersih.

“Udah?”

“Udah kok, aku jamin udah nggak lengket,”

“Okay, maaf ya Zeline nggak sengaja tadi,”

“Iya nggak apa-apa, santai aja, aku paham kok. Namanya manusia, wajar lah kalau nggak sengaja,”

“Tapi emang dia anaknya agak ceroboh sih sebenarnya. Kali ini cerobohnya ngerugiin orang lain,”

“Hei, nggak apa-apa, kamu nggak usah kesal sama Zeline, biasa aja kali. Orang nggak sengaja kok,”

“Aku nggak kesal,”

“Tapi nada bicara kamu tinggi tadi ke aku,”

Anin dan Vindra langsung menoleh ke sumber suara dimana Zeline datang dengan senyum lembutnya. Zeline menatap Vindra dan Anin bergantian.

“Gimana rambut kamu? Udah bersih, Nin?”

“Udah kok, barusan aku bersihin,”

“Sekali lagi maaf ya, aku benar-benar nggak sengaja,”

“Okay nggak apa-apa kok, Zel. Aku paham, manusia kadang ‘kan duka nggak sengaja berbuat,”

Setelah itu Zeline menatap ke arah Vindra sebentar. Tanpa mengatakan apapun, Zeline pergi meninggalkan Vindra dan Anin. Seketika Vindra menunduk.

“Emang tadi nada bicara gue kayak gimana?”

Vindra mendadak kepikiran dengan ucapan Zeline barusan. Zeline kelihatannya kecewa, bisa Vindra lihat dari tatapan matanya sebelum memutuskan untuk pergi.

“Minta maaf ke Zeline, tadi dia bilang, nada bicara kamu tinggi,” ucap Anin seraya menyentuh lengan Vindra. Anin menyuruh Vindra untuk mengambil sikap yang semestinya setelah berbuat salah. Yaitu minta maaf bila melakukan kesalahan.

“Emang iya ya? Aku spontan tadi, aku kesal aja liat dia ceroboh yang akhirnya ngorbanin kamu,”

“Mendingan sekarang kamu minta maaf deh ke Zeline,”

“Okay, aku bakal samperin Zeline dan minta maaf ke dia,”

Bab 2

“Zel, kok ngelamun? Kenapa lo?”

Zeline tersentak kaget ketika bahunya tiba-tiba ditepuk oleh seseorang, dan itu Arya, ketua kelasnya.

“Eh, Ar. Nggak apa-apa,”

“Awas ati-ati kesambet, inget nggak beberapa hari laku anak kelas lain kesambet roh halus,”

“Ih amit-amit, jangan sampe dong! Omongan tuh dia, jangan ngomong sembarangan deh,”

Arya tertawa melihat Zeline buru-buru menutup wajahnya dengan kedua tangan. Zeline berusaha untuk tidak teringat lagi dengan momen tadi yang lumayan membuat hatinya sakit.

“Ya ‘kan gue cuma ngingetin lo aja, Zel,”

“Ar, awas-awas,”

“Buset, pawangnya dateng. Okay deh, gue cabut,”

Arya yang semula menarik kursi supaya duduk di sebelah Zeline terpaksa harus pindah karena Vindra datang dan langsung menyuruhnya untuk menyingkir. Ia sebagai orang lain dalam hubungan mereka, tentunya langsung sadar diri. Ketika kekasihnya Zeline datang, maka waktunya Ia untuk menjauh. Tadi Ia hanya ingin menjadi ketua kelas yang baik saja makanya menghampiri Zeline yang kedapatan melamun, sementara teman-teman yang lain ada yang sibuk mengobrol, bersenda gurau, dan ada juga yang sibuk dengan ponsel.

“Zel, kamu marah sama aku?”

“Nggak, aku emangnya pernah marah? Kecewa iya,”

“Aku kasar ya tadi?”

Zeline tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Ia lebih baik langsung mendengar permintaan maaf ketimbang harus mendengar kata-kata seperti itu yang menyiratkan bahwa tak ada rasa penyesalan, atau rasa bersalah dari orang yang Ia anggap salah.

“Menurut kamu aja,”

Vindra menghembuskan napas kasar, kemudian Ia meraih tangan Zeline dan menggenggamnya dengan erat. Tapi Zeline langsung melepaskannya dan tersenyum.

“Aku minta maaf, kamu jangan marah lagi ya sama aku,”

“Aku nggak marah,”

“Iya kecewa maksud aku. Jangan kecewa ya sama aku,”

“Iya,”

“Kok singkat banget sih ngomongnya?”

“Ya aku harus ngomong apa, Vin? Aku ‘kan udah maafin kamu,”

“Aku bentak kamu ya tadi? Aku benar-benar spontan ngelakuin itu, aku nggak bermaksud, sumpah. Aku nggak sengaja ngeluarin nada yang tinggi pas ngomong sama kamu. Aku kaget liat kamu numpahin es teh itu dan akhirnya kena rambutnya Anin,”

“Vin, aku tuh nggak sengaja. Kamu tau arti kata ‘nggak sengaja’ kan? Aku benar-benar nggak sengaja. Aku nggak ada maksud untuk sengaja numpahin es teh ke Anin. Bahkan nggak ada kepikiran sedikitpun untuk ngelakuin itu. Ngapain sih aku jadi orang jahat? Dosa aku udah banyak, jadi ngapain aku nambah-nambah dosa yang disengaja,”

“Iya aku tau kamu nggak sengaja,”

“Tapi dari omongan kamu, kayak seolah-olah aku nih sengaja numpahin,”

“Kamu tuh ceroboh. Barusan kecerobohan kamu udah ngerugiin orang lain. Jadi tolong kurangin ya cerobohnya, kalau bisa dihilangin aja sekalian,”

“Ih emang siapa sih yang mau ceroboh? Aku juga—“

“Udah deh aku malas berdebat karena hal kecil kayak gini. Intinya kamu ceroboh. Aku ‘kan udah sering negur kamu yang suka ceroboh,”

Zeline berdecak pelan. Kemudian Ia menatap Vindra dengan tatapn kesalnya, “Jadi kamu nyamperin aku karena mau ngomelin aku? iya?”

“Lho, kok ngomelin sih? Aku nggak ngomelin kamu, Zel,”

“Yang barusan apa? Kamu ngomelin aku, Vin, kamu nyalahin aku atas kesalahan yang sebenarnya nggak sengaja aku lakuin. Lagian aku ‘kan udah minta maaf maaf sama Anin,”

Vindra tersenyum dan menghembuskan napas kasar. Ia beranjak berdiri dan mengacak lembut rambut kekasihnya.

“Aku juga minta maaf. Udah ya, jangan debat lagi,”

“Siapa yang ngajakin debat coba? Orang aku cuma jelasin sejujur-jujurnya. Aku nggak sengaja, tapi kamu langsung marah ke aku. Kamu nyamperin aku cuma mau ngomelin aku karena aku ceroboh,”

“Halo selamat siang,”

Vindra tak lagi mengatakan apapun karena guru bahasa inggris sudah masuk ke dalam kelas. Ia buru-buru mencium tangan guru itu, kemudian keluar dari kelas dimana kekasihnya belajar.

“Si Vindra bucin banget. Ngapain dia ke sini, Zel?” Tanya Bu Nuri pada Zeline yang duduk di baris kedua dari depan. Zeline sedikit memiringkan kepalanya supaya bisa menatap lawan bicara yang tak lain adalah gurunya sendiri.

“Ngobrol aja kayak biasa, Bu,”

“Kayak lagi berantem tapi, Bu,” ujar Arya yang langsung mengundang tatapan tajam dari Zeline. Arya tertawa dan menutup mulutnya.

“Ya maap,”

“Berantem kenapa? Apakah gara-gara cemburu? Hm… biasalah ya anak muda. Okay lah kita tinggal topik tentang Vindra. Sekarang kita mulai kuis yang Ibu janjikan seminggu lalu ya,”

*****

“Ih kok rambut lo basah sih, Nin? Kenapa tuh? Emang lo darimana? Di luar hujan ya?”

Baru juga Vindra duduk setelah dari kelas kekasihnya, tiba-tiba Cindra mendengar seorang teman perempuannya bertanya seperti itu kepada Anin yang rambutnya memang masih basah sebab habis dibasuh air tadi.

“Abis kena es teh,”

“Hah? Siapa yang guyur lo pakai es teh?”

“Bukan diguyur, Lena. Ini tuh nggak sengaja kena es teh,”

“Siapa yang ngelakuin?”

“Cewek gue, dia nggak sengaja dan dia udah minta maaf, Len,”

Vindra mengambil alih pertanyaan. Tanpa ragu Vindra mengakui kesalahan yang dilakukan oleh kekasihnya terhadap Anin.

“Ya ampun, ceroboh ya Zeline,”

“Nggak apa-apa, lagian udah dibersihin kok,”

“Kirain gue lo sama Zeline abis berantem,”

Anin mengernyitkan keningnya bingung. Mana mungkin Ia yang baru kenal dengan Zeline langsung terlibat pertengkaran.

“Yang ada, gue sama dia tuh bakal jadi sahabat, ya sama lah kayak gue sama Vindra,”

“Lo tau ‘kan kalau Zeline tuh ceweknya Vindra, berarti Vindra ada di tengah-tengah lo sama Zeline dong?”

“Iya gue tau, emang kenapa? Salah ya—“

“Ya nggak sih, cuma mau ngasih tau lo aja. Barangkali lo belum tau kalau Zeline sama Vindra tuh pacaran. Udah dua tahu deh kayaknya. Bener nggak, Vin?”

“Len, jangan bahas hubungan gue deh. Anin juga udah tau kok. Lo nggak jelas banget jadi ngomongin hubungan gue, padahal tadi lagi ngobrolin rambutnya Anin yang basah ‘kan,”

Lena yang mendapat teguran seperti itu dari Vindra langsung mencibir tak merasa bersalah. Lena sebagai orang yang tahu soal Vindra dan Zeline, hanya ingin berbagi informasi saja. Berhubung tadi lagi bahas Zeline yang tak sengaja menumpahkan es teh ke rambut Anin, jadi sekalian saja Ia bahas kalau Zeline itu kekasihnya Vindra, yang merupakan sahabat Anin.

“Masih untung gue kasih tau. ‘Kan barangkali Anin nggak tau. Sebenarnya bahaya sih ada cowok diantara dua cewek. Gue pernah ngalamin cowok gue direbut sama sahabat gue sendiri. Ya semoga aja baik si Anin sama Zeline baik-naik aja nggak ada konflik kayak begitu,” batinnya.

“Itu si Zeline sengaja kali numpahin es teh ke rambut lo, Nin. Dia cemburu kali, Hahahaha. Bercanda kok,”

“Heh, Tya. Zeline tuh cuma ceroboh aja. Jangan ngomong begitu. Tadi ‘kan juga udah dijelasin sama Vindra kalau pacarnya nggak sengaja. Orang Zeline sama Vindra udah dua tahun kok, jadi udah saling percaya lah. Iya ‘kan, Vin?

“Hadeh, lo berdua kenapa malah jadi ngerumpi sih?”

Bab 3

“Zel, mulai sekarang kita bakal sering pulang bareng sama Anin nggak apa-apa ‘kan ya?”

“Iya nggak masalah kok,”

Seperti biasa, kalau sudah waktunya pulang, baik Zeline ataupun Vindra akan saling menunggu satu sama lain kalau salah satu diantara mereka pulang lebih dulu. Hari ini kebetulan yang keluar dari kelas lebih dulu adalah Vindra dan otomatis Vindra lah yang menunggu Zeline.

Melihat Vindra menunggu di depan kelasnya sudah menjadi hal yang biasa bagi Zeline. Tapi kali ini ada yang beda. Vindra tidak sendiri. Vindra bersama Anin dan itu cukup membuat Zeline bertanya-tanya.

Sebelum Zeline bertanya, Vindra sudah menjelaskan lebih dulu bahwa mereka akan sering pulang bersama Anin.

Zeline tidak masalah sama sekali. Sejak tahu kalau Anin itu sahabat dari kekasihnya, Zeline menganggap kalau Anin juga sahabatnya.

“Anin, pulang sama siapa? Bareng gue yuk,”

Ada seorang siswa bernama Agi yang tiba-tiba mengajak Anin pulang bersama ketika Anin berjalan ke area parkir bersama Zeline dan Vindra.

“Nggak, Anin pulang sama gue,”

“Bukannya lo pulang sama cewek lo, Vin?”

“Ya emang kenapa? Anin ‘kan sahabat gue, biar gue aja yang antar dia ke apartemen nya,”

“Oh gitu, ya udah. Next time pulang bareng gue ya, Nin,”

Anin tersenyum dan mengangguk. Setelah mendapat tanggapan dari Anin, Agi langsung bergegas pergi dengan motor besarnya.

“Agi naksir sama kamu kali tuh,” ujar Vindra.

“Cie Anin, Agi ganteng kok, Nin,”

“Dih muji Agi ganteng, kamu lupa pacar kamu jauh lebih ganteng, Zel?”

Zeline tertawa karena baru sadar kalau Ia tidak seharusnya memuji lelaki lain tampan sebab itu bisa membuat Vindra jadi sedikit tersinggung.

“Dasar posesif,”

Vindra tersenyum ke arah Zeline seraya menaikkan satu alisnya dan mengusap puncak kepala Zeline. Setelah tiba di area parkir, Vindra membuka pintu mobil di depan untuk Zeline, dan di belakang untuk Anin.

“Makasih ya orang ganteng,”

“Sama-sama, orang cantik,”

Zeline dan Vindra jadi saling memuji satu sama lain setelah Vindra seperti biasa membukakan pintu mobil untuk Zeline. Kali ini Vindra juga membukakan pintu mobil Anin.

“Duh, kuat nggak ya aku liat kemesraan kalian? Jadi pengen punya pacar juga deh. Ngomong-ngomong, makasih udah bukain pintu buat aku juga, jadi berasa princess deh aku,”

“Sama-sama,”

“Ini kita langsung pulang?” Tanya Anin.

“Gimana, Zel? Kamu mau langsung pulang atau mau kemana dulu?”

“Aku mau pulang aja, kita langsung pulang ya,” jawab Zeline yang merasa lelah dan bingung mau kemana, maka dari itu tujuannya sekarang adalah pergi ke rumah.

“Tapi aku mau ke kafe deh buat ngopi dulu, kalian setuju nggak?”

“Aku mau pul—“

“Ya udah ke kafe aja dulu, Anin lagi mau ke kafe tuh, sekalian aja kita ngopi bareng di sana,”

Walaupun sebenarnya Zeline ingin istirahat tapi Anin mau ke kafe, begitupun dengan Vindra yang ternyata memilih untuk memenuhi keinginan Anin daripada langsung pulang sesuai dengan permintaan Zeline.

Zeline menghela napas pelan kemudian mengangguk. “Ya udah terserah kalian aja,” ujar Zeline seraya tersenyum.

Zeline adalah tipe anak yang lebih suka langsung pulang ke rumah setelah pulang dari sekolah. Kecuali kalau ada keperluan yang mengharuskannya tidak pulang dulu.

“Kira-kira lama nggak di sana?”

“Nggak,”

“Nggak tau,”

Jawaban antara Vindra dan Anin berbeda. Vindra menjawab dengan tegas bahwa tidak akan lama, tapi kalau jawaban Anin masih belum pasti. Bisa lama, bisa juga sebentar.

“Jadi gimana? Lama atau nggak?”

“Emang kenapa? Kamu ada hal penting yang harus dikerjain di rumah ya, Zel?”

“Nggak sih, Nin. Cuma nanya aja aku,”

“Di kafe tuh seru, Zel. Kita ngopi sambil ngobrol-ngobrol, kadang nggak berasa taunya udah lama. Tapi kayaknya kamu capek ya? Ya udah kalau gitu nggak usah dulu ke kafe nya,”

“Ya jangan lah, aku juga pengen kok, Zeline juga ‘kan? Jadi kita ke kafe dulu bentar, butuh kopi nih biar tetap waras abis kuis di sekolah,”

“Iya ke kafe aja, aku setuju kok,”

“Nah ‘kan Zeline setuju. Ya udah kita ke kafe ya, mau ke kafe mana, Nin?”

“Ke kafe Ananta, tadi aku sempat browsing pas di sekolah, nggak jauh dari sini,”

“Oh itu mah sering jadi tempat aku sama teman-teman aku ngerjain tugas,”

Berhubung Vindra sudah tahu dimana jafe itu berada, jadi Vindra tak perlu arahan dari internet ataupun Anin yang punya gagasan untuk ke cafe tersebut.

“Gimana rasa kopi di sana? Enak nggak? Menunya beragam nggak?”

“Iya enak kok, menunya juga macam-macam. Aku biasa di sana minum americano, hot matcha, atau coffee latte nya. Itu semua favorit aku sih untuk minuman, tapi kalau untuk makanan nya roti sama pisang bakar paling mantap sih, walaupun ada carbonara, dan lain-lain, yang dua itu nggak ada tandingnya,”

“Wah, aku bakal coba yang mana dulu ya? Menurut kamu menu apa yang mesti jadi menu perdana untuk aku cobain?”

“Kamu minta rekomen minum atau makan nya nih?”

“Hmm…dua-duanya deh,”

“Okay, kalau minuman, saran aku coffee latte dulu yang dingin, sekarang ‘kan masih panas nih hawa nya. Terus kalau makanan ya pilih aja antara dua favorit aku itu. Kamu lebih suka roti atau pisang? Tinggal pilih deh, terserah kamu,”

“Yah kamu nggak ngasih aku rekomen makanan, payah ah,”

“Itu udah aku kasih, Nin. Tapi kamu mesti pilih dulu salah satunya, Hahaha. Atau biar gampang pilih semua deh, daripada bingung ‘kan,”

“Nah itu kayaknya paling bener deh. Okay aku pilih dua-duanya. Kalau nggak habis, kamu yang bantuin habisin ya,”

“Tenang aja, kamu pasti bisa ngabisinnya. Karena itu enak parah, dan porsinya pas kok, nggak lebay, dan nggak pelit,”

Zeline lebih memilih untuk menjadi pendengar yang baik saja. Pantas disebut sahabat lama, terbukti dari obrolan mereka yang tidak ada canggungnya sama sekali, benar-benar akrab satu sama lain. Bahkan Anin tidak segan meminta Vindra untuk menghabiskan makanan nya kalau memang nanti tidak habis.

“Kamu seberapa sering ke sana?” Tanya Anin pada sahabatnya yang sedang mengemudikan mobilnya dengan kecepatan normal.

“Ya kalau ada tugas aja sih,”

“Sama Zeline sering?”

“Iya lumayan,”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!