NovelToon NovelToon

Aku Ini Pacarmu Atau Adikmu?

Prolog

Aneh dan gusar. Mungkin itulah pandangan gadis kecil ini terhadap pria kecil yang setahun lebih tua darinya. Yang mana pria kecil ini hanya memandang melalui jendela bak patung tak bergerak sama sekali.

Pandangan yang dilemparkan pria kecil ini sangat kosong dan gelap, seolah-olah seluruh daya hidupnya telah terkuras habis. Seluruh dunia telah lenyap di matanya. Semua yang dipandangi hanya kehampaan.

Tapi, gadis kecil ini justru makin penasaran akan sosok pria kecil yang sering disapa sebagai "Tuan muda" oleh orang-orang sekitarnya dan bahkan orang tuanya pun demikian ikut-ikutan. Semua orang tunduk dan menghormatinya dan entah kenapa pandangan gadis kecil padanya hanya sebatas bocah kecil yang kesepian.

Semenjak kedatangan "Tuan muda" ini ke rumahnya dan ia diperkenalkan oleh orang tuanya. Orang tuanya meminta gadis kecil selalu bersikap baik dan jangan kasar padanya. Gadis kecil menurut dan masih merasa biasa-biasa saja saat mendekatinya.

Apa dan kenapa pria kecil ini menginap lama di rumahnya dan bahkan dia sendiri pun heran, ke mana orang tua sang "Tuan muda"?

Hari-hari telah berlalu dan waktu pun banyak telah disisipkan gadis kecil untuk selalu memperhatikan pria kecil ini.

Aneh. Cuma itu saja tanggapannya padanya. Bahkan dirinya sering mengajak pria kecil hanya sekedar bercengkrama ramah, tapi respon yang didapatnya hanya tatapan hampa dan kebisuan.

Segala hal banyak dilakukanya agar "Tuan muda" ini mau untuk bisa bermain bersamanya. Karena ubun-ubunnya mulai panas karena sikapnya, gadis kecil itu pun menamparnya dan membuat pria kecil itu terjatuh di rerumputan halaman rumah.

Kaget karena mendapatkan perlakuan pertama kali seperti ini, ia pun menatap gadis kecil dengan heran. Melihat gadis itu marah besar padanya dan ia tidak tahu letak kesalahannya dirinya di mana, sehingga mendapatkan perlakuan hal seperti ini.

"Kalau kau begini terus, takkan ada orang yang akan menyukaimu!"

"Suka?" sembari mengangkat tubuhnya telah jatuh.

"Kalau kau begini terus, orang-orang benar-benar tidak akan menyukaimu!" mengulang gadis kecil sembari mempertegas setiap katanya.

Pria kecil terbelalak mendengarnya dan berkata, "kalau aku tidak seperti ini, apakah orang-orang akan menyukaiku?"

"Tentu saja! Mana ada orang suka dengan sikapmu itu."

"Kalau begitu, jika aku mengubah sikapku, apakah kamu akan menyukaiku juga?"

Gadis kecil itu heran mendengarnya tapi tak mendalami maknanya dan berkata, "tentu saja aku akan menyukaimu."

Sekali lagi pria kecil ini terbelalak ditambah mulut sedikit menganga.

"Jika kamu menyukaiku, itu berarti apa aku juga menyukaimu?"

Mendengar itu membuat gadis kecil mulai merasa pusing dan sekali lagi ia tak mendalami makna pertanyaan itu.

"Bukankah wajar orang saling menyukai!" jawabnya dengan sedikit ketus.

Pria kecil tersenyum dan senyuman pertama dilihat gadis kecil dari pria yang ia anggap aneh. Sebuah senyuman dari yang hampa telah berhasil ia munculkan matahari dalam matanya.

"Tuan muda" mengulurkan tangannya ke arah gadis itu. Sang gadis meresponnya dan pria kecil menarik lengan mulus wanitanya dan mencium punggung tangannya. Sontak hal ini membuat gadis kecil sangat terkejut.

"Karena kita saling menyukai. Mulai sekarang, hubungan kita akan sangat istimewa lebih dari apa pun."

Gadis kecil tidak mengerti apa maksudnya, tapi menurutnya hubungan istimewa itu seperti adik-kakak. Dan ia mengiyakan ucapan "Tuan muda" ini dan membuat "Tuan muda" ini sekali lagi tersenyum.

Hari yang seperti biasa (1)

Hari raya. Yah... tak terasa waktu telah berlalu. Setelah hari raya idul fitri semua anak sekolah mendapatkan banyak jatah libur selama bulan suci itu, ditambah lagi selepas hari raya ada tambahan liburan selama seminggu. Sungguh nikmat yang mana kau lagi dustakan.

Sebagai warga negara indonesia yang taat dan rapi, Risa seperti biasa taat pada waktu sekolah. Selama dirinya bersekolah dari SD dan SMP ia sangat bersemangat. Hanya kali ini kehidupannya SMA ia sangat benci terutama saat menginjak kelas XI.

"Oh..." Pasrah Risa saat dirinya berpapasan dengan tiga gadis di belakang gedung sekolah.

"Buru-buru amat Neng Risa."

Ketiga gadis itu mendekatinya dan mereka memiliki seragam sama dengan yang dikenakan Risa juga. Risa hanya bisa menatap mereka dengan dingin.

"Kayaknya kamu berusaha menghindari kami ya."

Jantung Risa seakan berhenti berdetak ketika mendengar ancaman itu. Ia memegang erat tas sekolahnya. Risa berpikir, seharusnya dirinya tak diketahui mereka bertiga, pasti ada melihatnya atau mungkin beberapa teman kelas memberitahukan mereka.

"Penghianat!" maki Risa dalam hatinya kepada siapa pun yang dikelas telah berhasil membuatnya berada di situasi ini.

Ia melihat tiga senyuman yang menurutnya menjijikan dan memuatkan.

"Maaf ya Kak. Kali ini ada urusan jadi... permisi." Risa segera menepi di antara mereka dan tak mau ambil pusing lagi pada mereka. Merasa terabaikan, salah satu gadis itu menarik lengan Risa dengan paksa dan mendorongnya hingga terjatuh ke tanah.

Sebelum melancarkan aksi protesnya, sebuah ember air bekas pel disiramkan kepadanya dan baunya cukup menyengat di hidung.

Ketiga gadis itu tertawa bahak-bahak bak menonton sebuah opera komedi. Risa menatap mereka dengan sinis.

"Aduh Risa sayang, harusnya kamu berterima kasi pada kami, telah membantumu mandi dengan parfum khusus," ujar salah satu gadis itu dengan rambut sebahu dan memandang rendah Risa.

"Makanya lain kali seperti lah anak-anak yang lain, jangan jadi orang yang sok paling-paling segalanya," ucap tegas wanita yang berada di tengah di antara gadis itu, sepertinya dia pemimpinnya.

Mereka bergegas meninggalkan Risa seorang diri sembari tertawa riang. Diam dan kebasahan membuat Risa mengumpat dengan suara lirih.

Mengepalkan tangannya dengan erat sampai buku-buku jarinya memutih. Perkataan ketiga seniornya itu cukup menusuk dirinya dan harusnya dirinya tak perlu ikut campur dalam segala hal, terutama urusan sekolah yang mana banyak diurus para seniornya.

Dirinya sudah kerap mendapatkan perlakuan semacam ini hampir setiap hari, semenjak peristiwa itu. Terutama kalangan seniornya dan tak jarang beberapa siswi seangkatannya ikutan menindasnya hanya merasa dekat dengan senior-senior itu.

Ia mengutuk segala benda diarahkan padanya untuk digunakan menindas dirinya. Kemarin-kemarin ada serangga di tasnya, sampah basah dan busuk di laci mejanya, sekarang dirinya disiramkan seember air bekas pel yang baunya bukan main.

Risa bangkit berdiri. Ia mengambil tas sekolahnya yang tak jauh darinya karena sempat dilempar seniornya saat dirinya terjatuh. Tapi hal paling ia syukuri, tasnya tidak ikut basahnya dan dalam tas itu banyak segudang pengetahuan ia berhasil ia salin susah payahnya, tampaknya para senior itu pengertian terhadap ilmu pengetahuan... mungkin.

Risa terus mengumpat dalam benaknya, hidupnya tidak akan sesial ini saat peristiwa itu, harusnya ia menahan diri dan tidak ikut campur, ditambah lagi ketua OSIS yang digadang-gadang sangat tampan malah mendekati dirinya, tentu saja hal itu membuat prasangka siswi-siswi sekolah ini mulai menindasnya, dan tak jarang siswa ada pun ikutan menindasnya hanya merasa senang-senang saja.

Mengerang kesal. Sekeras apa  pun dirinya memikirkan hal itu, tidak mengubah kenyataan yang ada. Satu hal yang bisa dilakukannya pasrah dan bersabar, tapi sampai kapan? Hanya Tuhan tahu, dan berjanji pada dirinya sendiri tidak akan melakukan hal itu lagi.

Saat berdiam diri cukup lama dan merasa suasana sekolah mulai sepi. Risa berjalan ke arah halaman sekolah yang dekat dengan gerbang utama, halaman itu dijadikan lapangan parkiran kendaraan. Terlihat salah satu mobil yang sangat dikenalinya dan segera masuk setelah membuka pintunya tergesa-gesa lalu menutupnya.

Saat masuk ia duduk di belakang dan seorang pria awal paruh baya melihatnya melalui spion tengah mobil. Risa tak peduli akan bau yang ditimbulkan dari tubuhnya menyeruak dalam mobil, begitu pun pria ini tak merasa terganggu sama sekali.

"Tampaknya hari ini kamu dapat hadiah lagi, berupa air bekas pel?"

Risa mendengar itu hanya bisa mendengus kesal dan pria ini hanya bisa tersenyum melihatnya yang lagi marah.

"Kemarin kamu dapat hadiah makanan busuk, kemarinnya lagi bukumu dicoret-coret dan disobek. Sekarang disiram air bekas pel mana bau pula. Besok kali ini apa." Setelah berucap seperti itu seketika ia tertawa dan membuat Risa cukup kesal.

"Ayolah, Yah! Aku mau pulang nih, badanku gatal-gatal dan bau nih!"

"Baik-baik Putriku."

Sang ayah segera membawa mobilnya keluar halaman sekolah dan segera pulang.

...•••...

Risa menghembuskan napasnya yang berat sebelum turun mobil. Sang ayah melihat putrinya mempersiapkan diri bak petinju siap-siap masuk dalam ring. Ia hanya tersenyum melihatnya dan setelah beberapa helaan napas beratnya, Risa segera keluar dari mobil dan memandangi ayahnya yang sedang memandanginya dibalik kaca spion tengah mobil.

"Semangat Tuan Putri. Kali ini hadiah apa kamu dapat, hahaha..."

Ayahnya terus menggodanya saat setiap sampai dan pulang di sekolahnya. Melenggang keluar sambil ngedumel, sang ayah hanya bisa tersenyum saja. Saat Risa telah menjauh dan hanya bisa memandangi punggungnya, yang mana ia bisa rasakan saat melihatnya saja, putrinya merasa berat menjalani sekolahnya.

Driiiinngg...!!!

Suara ponselnya tiba-tiba berdering  yang berarti ada yang menelpon dirinya, saat dipandanginya ponsel itu dan mendapati sebuah nama yang sangat Risa rindukan, ayahnya hanya bisa senang dalam hati dan berharap kali ini ia berhasil membujuknya.

"Ya, halo Nak. Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa kok, Ayah. Aku hanya mau mengecek keadaan kalian saja."

Mendengar suara muda yang di negeri orang, cukup membuat sang ayah rindu juga padanya.

"Semuanya baik-baik saja," balasnya sembari menatap sekolah putrinya, "hanya saja Risa sangat merindukanmu."

Mendengar tawa kecil diseberang sana cukup menandakan bahwa ia juga merindukannya.

"Bagaimana sekolahmu di Amerika, lancar?"

"Sekolah ya..." pemuda itu berdiam beberapa saat dan terdengar ia berbicara sesaat dengan seseorang. "Aku sudah tidak sekolah lagi, lagian aku akan memutuskan akan pulang dan bersekolah di tempat Risa. Ya... mendengarmu mengatakan soal keadaannya di sekolah."

Sang ayah hanya bisa tersenyum kecut dan merasa membebani pemuda ini. Tapi lain halnya tanggapan pemuda ini, justru ia merasa bahwa ini kesempatan bagus baginya untuk bisa pulang dan menetap di negeri sendiri.

"Maaf merepotkanmu, Nak."

"Santai aja, Yah. Aku pun ada niatan dari dulu mau sekolah di Indonesia."

"Baiklah, jaga dirimu baik-baik sana."

"Ya, terima kasih."

Hari yang seperti biasa (2)

Sekali lagi ayah hanya tersenyum menatap ponselnya dan nama pemuda itu di sana. Lalu berpaling ke sekolah putrinya menimba ilmunya.

"Bertahanlah, sebentar lagi dia akan datang."

Risa berjalan di koridor kelas XI sekolahnya, kiri kanan ia bisa melihat kelas-kelas berjejer. Kiri kanan pun dirinya diperhatikan siswa-siswi yang menggosipkan dirinya. Risa merasa berat melangkah dan lima meter lagi jarak ia dengan kelasnya, tapi rasanya bagi Risa seperti lima kilometer menuju kelasnya.

Saat lagi berjalan ke kelas, Risa tak sengaja menatap salah satu kelas dan sialnya ketiga gadis yang merundungnya kemarin ternyata ada di sana yang sekedar datang ke kelas junior hanya untuk bermain.

Risa segera mempercepat langkahnya. Salah satu wanita itu mendapati Risa berjalan cepat, tatapannya tajam bak elang dan menusuk bak psycho, ia tersenyum dan segera menyapa temannya.

"Saatnya kita ke kelasnya deh," katanya sembari menunjukkan senyumannya.

Kedua temannya tahu akan hal itu ikut tersenyum dan mereka bergegas menuju kelasnya Risa tempati. Risa menatap lurus pada tujuannya dengan langkah dipercepat. Tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai kelasnya. Tidak menyadari beberapa seringai dari mereka telah mengikutinya.

"Buru-buru amat Say."

Sebuah lengan mencengkeram bahunya cukup keras. Risa sudah tahu akan hal ini, ia menatap teman-teman kelas yang iba padanya tapi tak bisa membantunya, dengan napas berat ia berbalik menatap ketiga gadis itu.

Tatapan mereka bertiga cukup menusuk kedua mata Risa, tatapan yang mengisyaratkan ancaman dan meremehkan.

"Kok diam sih Say. Gak suka ketemu kita ya?"

Tatapan Risa sangat dingin saat melihat mereka bertiga. Ditatapnya wanita tengah itu yang mana kalo diperhatikan ia bunga kelas di angkatannya dengan rambut lurus hitam dan bulu mata lentik dan wajah bak model. Sebelah kirinya jauh berbeda darinya dengan rambut pendek sebahu dan gaya ala tomboy. Sebelah kanannya terlihat seperti kutu buku dengan kacamatanya dan rambut panjang yang diikat seperti ekor kuda.

"Apa lagi Kak? Sebentar lagi kelas akan mulai."

Dengan tatapan sinis mereka bertiga cukup membuat junior-junior yang melihatnya merasa tumbang. Tapi tidak bagi Risa yang sudah jadi objek mereka setiap hari dan merasa kebal.

"Aku hanya ingin memastikan, apa kau suka membuang sampah?" tanya gadis di tengah itu.

Risa terheran, "Maksudmu?"

Dengan tawa masam dari gadis tengah itu dan memberikan sesuatu ke Risa dan memasukkan benda itu ke saku seragamnya.

"Maksudnya, aku hanya ingin membuang sampah pada tempatnya."

Melihat kantong berlapis lambang OSIS itu telah dimasuki sampah plastik yang mana kalau tercium bekas coklat dan ditambah lagi itu lengket.

Kedua gadis itu tertawa dan tidak bagi gadis berkacamata itu, ia hanya tersenyum dan kedua temannya bergegas meninggalkan adik kelas kesayangannya ini.

"Oi! Kenapa masih di situ, sebentar lagi bel masuk bunyi!" teriak wanita tomboy itu.

"Oh, kalian duluan aja. Aku di sini sebentar dulu, untuk menemui sepupuku."

Kedua gadis itu meninggalkan teman kacamatanya, Risa memperhatikan senyum yang dipaksakan wanita ini. Setelah cukup menjauh, seketika wajahnya berubah masam dan terdengar secara pelan, ia menyumpahi mereka dengan kata-kata kasar.

Risa menyadari itu sangat terkejut dan merasa disadari, wanita ini berbalik menatap Risa. Dan kali ini ia menampakkan senyum hangat dan sulit bagi Risa mengerti akan sikap kakak kelasnya ini.

"Pasti berat rasanya kan?"

Mendengar itu membuat Risa terbelalak dan ia melihat sebuah tatapan empati dari seniornya, Risa hanya mengangguk pelan dan tak bersuara, menurutnya suaranya sudah habis saat itu juga.

Wanita berkacamata ini sangat iba dan binar-binar matanya mendapati sosok Risa ini memang cukup menawan dan cantik, wajar saja banyak pria mau mendekatinya.

"Menurutku tindakanmu saat itu tidak salah tapi tidak tepat juga situasinya kamu ikut campur."

Risa tahu akan hal itu, ia tak menyangkalnya. Risa hanya bisa diam dan mengingat betapa bodohnya dirinya saat itu.

"Mau bagaimana lagi Kak. Aku juga tidak tahan melihatnya."

Wanita kacamata ini menghela napas beratnya akan keluguan adik kelasnya. Bahwa tidak selamanya masa sekolah hanya ada putih dan warna pelangi saja, akan selalu ada hitam selalu muncul. Melihat tapi pura-pura buta, mendengar tapi pura-pura tuli, berbicara tapi pura-pura bisu. Itulah keadaan dialami Risa, semua teman kelas menutup ketiga panca indranya untuk dirinya.

"Adakalanya kita harus berpura-pura untuk menyikapi suatu hal, seperti dialami banyak anak sekolah termasuk aku sendiri. Jadi, jika tidak sanggup mungkin jalan satu-satunya kamu harus keluar dari sekolah ini. Semoga beruntung ya," nasihatnya lalu menepuk bahu Risa dengan lembut untuk menyemangatinya dan bergegas meninggalkannya.

Risa termenung depan pintu kelasnya dan merogoh sampah plastik bekas coklat itu dan membuangnya di tempat sampah tepat berada di sampingnya. Saat masuk kelas, Risa merasakan tatapan kasihan tapi tak tersampaikan padanya, menurutnya hal itu tak diperlukan lagi.

Saat menuju bangku belajarnya, kali ini ia mendapati tumpukan sampah di bawah mejanya dan lacinya dan kursinya yang kotor akibat tanah. Risa sudah terbiasa tapi tidak tahu siapa pelakunya, samar-samar ia mendengar cekikikan dan sudah dipastikan pelakunya ada di antara mereka.

Dengan terpaksa Risa membersihkannya sebelum guru masuk ke kelas.

...•••...

Risa cukup lelah akan hal ini dan tak bisa menikmati proses belajar lagi. Kali ini mata pelajarannya adalah bahasa Inggris dan Risa sudah cukup fasih akan bahasa Inggris, sebab dirinya saat kecil sering dibawa ke luar negeri oleh orang tuanya guna urusan bisnis.

Pikirannya melantur ke mana-mana dan teringat akan nasihat akan kakak kelasnya itu "jadi, jika tidak sanggup jalan satu-satunya mungkin kamu harus keluar dari sekolah ini." Risa mengerjap kan mata dengan cepat untuk menepis kantuknya, tapi kerjapan mata itu justru menggali kembali memori menyebalkan saat itu.

Yang mana gara-gara kejadian itu sekarang dirinya dijadikan bahan ejekan dan tertawaan bahkan dikerjai terus menerus, sungguh kehidupan SMA yang jauh dari bayangannya. Hal ini bermula seminggu yang lalu.

Hari itu saat jam istirahat, Risa melihat teman seangkatannya yang beda jurusan, Risa berada di IPA dan wanita itu IPS. Temannya itu bernama Reyna Rustan, Risa mendapati temannya itu dirangkul beberapa wanita menurutnya mereka adalah kakak kelasnya.

Melihat temannya itu dibawa ke belakang gedung sekolah dekat gudang, ia sangat terkejut mendapati temannya disiksa dan dirundung habis-habisan. Saat itu tujuh orang di sana yang merundungnya, dua pria dan lima wanita, termasuk wanita kacamata itu yang tak melakukan apa pun hanya berdiri di belakang dengan senyuman dipaksakan, dan kedua wanita yang bersamanya. Lalu ada satu wanita yang mana ia seperti pemimpin geng merundung ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!