Seorang remaja laki laki berambut hijau gelap sedang terbaring lemah mengeluarkan tatapan kosong dari bola matanya yang berwarna hijau tua. Dengan tubuhnya yang penuh luka Azka seketika mengeluarkan tatapan setengah sadar.
Gelap malam hutan nan sepi sembari sinar rembulan menyinari seisi hutan terlihat jelas telah ada bekas pertarungan yang telah terjadi disekitar Azka, sambil menahan sakit Azka kemudian menatap kearah bintang dan bulan seakan menunjukkan keputusasaan dalam tatapannya.
"Begitu ya rupanya ...." Azka melirih lega sambil mengeluarkan senyuman kecil.
"Ternyata mereka ingin membunuhku ..." rintih Azka sembari menahan sakit.
Bayangan beberapa orang yang meninggalkannya terlihat jelas dalam ingatannya.
"Apakah kehidupanku yang menyedihkan ini bisa berhenti jika aku mati?" tanya Azka dengan suara yang semakin pelan.
"Tidak ... aku tidak akan mati disini ... ini bukanlah kematian yang kuharapkan, aku harus hidup bagaimanapun caranya," tegas Azka yang berusaha untuk bergerak.
Azka kemudian mengeluarkan senyuman kecil dari mulutnya yang tidak lama kemudian secara tidak sadar beberapa tetes air matanya membasahi pelipis matanya. Azka yang terus terbaring lemah sambil ditemani suara burung hantu itu perlahan menutup matanya.
Azka yang memejamkan matanya teringat masa kecilnya.
***
(12 tahun yang lalu)
Terlihat beberapa penduduk kota yang sedang berjalan melihat Azka kecil duduk di gang kecil dan gelap dengan penampilan lusuh dan penuh luka lecet. Penduduk kota yang melihatnya dengan tatapan sinis itu mulai membicarakan Azka.
"Lihat anak itu, kenapa anak kotor itu bisa ada dikota ini?"
"Entah lah, biarkan saja dia mati kelaparan."
"Dia korban dari desa miskin yang bernama Masaya itu kan?"
"Berani beraninya dia datang ke kota ini, seharusnya dia mati saja di peperangan kemarin."
Mereka yang melihat Azka dari jauh itu kemudian pergi meninggalkannya.
Azka yang menyadari para penduduk kota sangat membencinya hanya bisa melihat orang orang itu berlalu lalang dengan tatapan kosong.
Kenapa kalian begitu membenciku? benak Azka sedih.
Disaat bersamaan Azka melihat segerombolan pemuda yang sedang minum minum berjalan mendekatinya dengan tatapan mencurigakan.
"Hei bocah, kau nampaknya kelaparan ya?" Orang itu memberikan sepotong roti kepada Azka.
"Ambil lah ini." Orang itu kemudian menjatuhkan rotinya lalu menginjaknya.
"Makanlah itu, roti itu sangat cocok untuk sampah sepertimu hahahaha." Mereka mengganggu Azka kecil yang terlihat ketakutan.
Azka yang tanpa berpikir panjang mencoba mengambil roti itu.
"Hei lihat lihat, anak ini mengambil rotinya!" seru orang itu dengan keadaan mabuk.
"Menarik!" Salah seorang pemuda itu menendang wajah Azka hingga tersungkur.
"Rasakan itu!" Pemuda itu tertawa melihat keadaan Azka.
Pemuda itu berjalan mendekatinya, "Hei nak, kau harusnya berterima kasih aku telah memberimu makanan."
Azka yang setengah sadar karena tendangannya itu hanya bisa melihat tatapan pemuda itu dengan darah yang mengalir dari wajahnya.
"Anak yang menarik! Ayo kita pergi, aku tidak sanggup melihat wajahnya."
Gerombolan pemuda itu kemudian pergi meninggalkannya sambil tertawa.
Azka berusaha bangun untuk mengambil kembali roti yang telah di injak itu sambil mengeluarkan darah dari hidungnya.
Sambil menahan tangis Azka mencoba memakan roti itu secara perlahan.
Tidak enak, pikir Azka sambil menahan tangis.
"Aku akan terus bertahan, aku tidak boleh menangis!" Azka yang terus menahan tangis lahap menghabiskan roti yang kotor itu.
***
Azka yang mengingat kejadian kelam itu membuka matanya lalu seketika menangis.
"Aku tidak boleh menyerah demi tujuanku ..." lirih Azka dengan air mata membasahi pelipisnya.
Mengusap air matanya kemudian mengeluarkan tatapan dingin, "...ya, aku sudah berjanji."
To be continued...
Dua minggu kemudian setelah kejadian itu.
Cuaca pagi yang tidak terlalu cerah dengan awan yang menutupi sebagian sinar matahari membuat angin sedikit berhembus kencang. Hamparan padang rumput yang hijau nan luas terletak tidak jauh dari sebuah kerajaan bernama Oleander, terlihat beberapa monster kecil berbentuk seperti landak menyerang ke arah Azka secara bersamaan.
Azka yang tengah diserang dengan mudah mengalahkan monster kecil bernama 'Mousse' dengan dua dagger hitam miliknya.
"Sial ... luka yang ada di tubuhku masih saja menyakitkan." Ucap Azka sambil menahan sakit.
Azka berjalan menuju monster kecil yang sudah terkapar dan memungut semua Mousse yang sudah dia kalahkan.
"Sepertinya ini sudah cukup. Dengan menjualnya aku bisa membeli beberapa obat."
Sambil membawa Mousse yang terikat, Azka terdiam sejenak melihat kerajaan Oleander dari jarak yang cukup jauh.
"Sudah dua minggu sejak kejadian itu ya." Azka terdiam saat mengingat kejadian itu.
Mengangkat wajahnya kelangit, Azka mulai membayangkan sosok seseorang yang berharga baginya.
Entah dia harus senang atau tidak, karena berhasil bertahan hidup dari keadaan kritis dua minggu yang lalu.
"Mereka pasti menganggapku sudah mati."
Azka lalu pergi ke arah kota dengan membawa tangkapan Mousse miliknya.
***
Kerajaan Oleander, Kota Olean.
Suasana kota Olean yang menjadi pusat kota dari kerajaan Oleander menunjukkan suasana yang tidak terlalu ramai dengan terlihatnya beberapa penduduk berlalu lalang. Azka berjalan pelan dengan raut wajah datar sambil sesekali melirik para warga yang memperhatikan gerak geriknya.
"Itu ... Azka kan? Untuk apa dia datang kesini?"
"Apa dia tidak punya rasa bersalah? anak itu memang tidak tau diri!"
"Bahkan penampilannya pun terlihat sangat berantakan, seperti seorang pembunuh saja! Setelah mengkhianati Lancer dia masih dengan santai datang kesini!"
Azka mendengar bisikan dari beberapa warga yang melihatnya dengan tatapan sinis.
Apa yang terjadi selama aku di hutan? Siapa yang mereka maksud mengkhianati Lancer?! Azka melanjutkan dalam hati dengan perasaan bingung.
Azka yang melihat pedagang dengan penampilan sedikit lusuh mendekat ke lapak yang menjual beberapa monster buruan.
Pedagang yang selesai melayani pembeli terkejut ketika melihat Azka menghampirinya.
"Oi, aku mau menjual ini." Azka meletakkan beberapa Mousse di mejanya.
Pedagang itu berusaha tenang dengan menghela nafasnya, "Kau masih disini rupanya, ada delapan Mousse yang kau tangkap berarti semuanya menjadi ... 4000 Nam." Penjual itu tampak ragu saat menjelaskan rincian harga.
Azka mengeluarkan daggernya tepat di depan leher pedagang tersebut dengan tatapan tajam. "Kau pikir aku tidak tau harga pasaran satu Mousse ini? Aku tidak akan meminta lebih darimu kau hanya cukup membelinya dengan harga yang biasanya kau jual!"
Pedagang tua itu mulai ketakutan karena merasa terancam, "Ba-baik, maaf ... semuanya menjadi 8000 Nam."
Pedagang itu memberikan kantung berisi koin.
Azka dengan cepat mengambil kantung yang berisi 8000 Nam dan menaruh daggernya di punggung.
Dengan tatapan dingin, Azka pergi dari lapaknya tanpa mengeluarkan satu katapun.
"Anak itu ... apa yang terjadi padanya? Dia sudah terlihat seperti penjahat saja." Gumam pedagang yang kebingungan melihat Azka.
***
Sambil terus berjalan Azka memasukkan kantung koin kedalam tas kecil miliknya.
"Hanya 8000 ya ... meskipun sedikit aku sangat butuh uang saat ini." Gumam Azka.
"Selain Mousse yang sulit ditemukan aku tidak bisa bertarung seperti biasanya karena luka luka ini." Azka lalu terhenti di depan sebuah toko kecil yang sedikit tua.
Azka membuka pintu toko secara perlahan dan terlihat pemilik toko dengan fisik sedikit kekar dan berambut botak sedang menaruh beberapa kotak di atas rak.
Pemilik kedai yang bernama Yasue itu terdiam dan tak sengaja menjatuhkan kotak yang di angkatnya, "Azka! Kau masih di kota ini rupanya!" Seru Yasue seakan mengenal remaja berambut hijau gelap itu.
"Apa salah aku disini pak tua?" tanya Azka datar.
"Yah tidak juga ... kemana saja kau selama ini?" Yasue tampak bingung.
"Kau banyak tanya pak tua, berikan aku obat atau apapun yang bisa menyembuhkan luka," resah Azka sambil duduk di depan meja kasir dengan tatapan yang dingin.
"Oi, oi, kenapa dingin begitu?" tanya Yasue kebingungan. "Apa rumor itu benar, Azka? kau menghilang selama dua minggu. Apa yang sebenarnya terjadi?" Yasue terus menanyakan pertanyaan sambil menaruh kotak di atas rak.
"Aku tidak mengerti maksudmu pak tua. Harusnya aku yang bertanya padamu apa yang sebenarnya terjadi dan rumor yang dibicarakan oleh orang-orang?!"
Yasue menghela nafasnya, "Aku juga bingung, tapi ... rumor yang beredar itu kau mengkhianati pasukan Lancer dan berusaha membunuh mereka saat kalian sedang bertugas." Yasue menjelaskan meski enggan.
"Begitu ya ... sudah kuduga aku yang menjadi penjahatnya di sini."
Azka sudah menduga tentang hal itu.
"Aku tidak tau itu benar atau tidak. Lancer lah yang memberi tau kepada raja dan penduduk kota sekitar dua minggu yang lalu," Yasue melanjutkan. "Aku hanya mendengarnya dari orang orang, tapi ... dengan melihatmu sekarang aku tau kau tidak melakukan hal itu."
Lalu Yasue mengambil beberapa obat-obatan dan menaruhnya diatas meja.
Azka menghela nafasnya, "... aku sudah tidak peduli lagi dengan mereka. Apapun yang aku lakukan dimata mereka sama saja."
Dengan tatapannya yang dingin Azka mengambil obat obatan di meja.
"Mereka pasti sedang tertawa puas sekarang karena berhasil menyingkirkanku." Azka kembali melanjutkan.
"Sikapmu sekarang lebih dingin dari biasanya, Nak. Aku tau kau selalu mengalami hal yang berat."
"Tapi, meskipun begitu kau masih tetap kesini jika butuh sesuatu hahahaha!" Seru Yasue sambil menyalakan dan menghisap rokoknya.
"Berisik! Yang aku butuhkan hanyalah obat, itu saja." Azka menaruh sejumlah koin di meja dan pergi menuju pintu keluar.
"Oi, sikapmu memang boleh seperti itu tapi kau harusnya tetap sopan kepada yang lebih tua darimu, Bocah!" Bentak Yasue Azka yang pergi dari toko miliknya.
"Terserahlah pak tua." Azka membuka pintu keluar dan pergi meninggalkan toko.
Jangan sampai putus asa nak ... dan teruslah hidup. Yasue tersenyum melihat Azka yang telah pergi dari tempatnya.
***
Beberapa hari kemudian.
Ditengah hutan gelap yang ditemani oleh api unggun. Azka terlihat sedang membakar daging sambil duduk terdiam.
"Brengsek!" Azka masih kesal mengingat rumor yang dikatakan Yasue.
"Mereka benar benar licik pasukan Oleander sialan! Pasti ide dari orang itu!" Azka teringat bayang bayang seseorang yang dia kenal
Azka lalu memotong sebagian daging untuk dimakannya.
"Seperti biasa ini tidak ada rasanya."
"Tolong!"
Azka yang sedang menikmati makan malamn tiba tiba mendengar teriakan wanita yang samar samar. Azka yang mendengar itu berdiri secara perlahan dan melihat ke sumber suara.
"Siapa itu?" Azka menghela nafas, "Pasti akan ada pasukan Lancer yang mendatanginya ...."
Azka kembali duduk dan melanjutkan makan malamnya seakan tak terjadi apa apa.
***
Padang rumput yang letaknya dekat dari gelap hutan, terlihat tiga orang berseragam Lancer sedang berjalan mendekati gadis misterius itu. Mereka memasang tatapan mencurigakan ke wanita berambut hijau yang penuh luka itu.
"Oi, oi, kenapa kau ketakutan begitu nona? Kita tidak bermaksud apa apa padamu hehehe!" Seru salah seorang Lancer dengan tatapan jahat.
Gadis itu mulai ketakutan melihat mereka, "Jangan mendekat ..." Gadis itu memohon dengan pelan.
"Kau ini bicara apa? Kita cuma ingin membawamu ke tempat yang seharusnya!" Sambung salah seorang Lancer.
"Bagaimana kau dengar sendiri, kan? Kita hanya ingin menolongmu. Kita adalah pasukan Lancer yang baik hati!"
Mereka tertawa melihat keadaan gadis itu dengan tatapan jahat.
"Aku mohon jangan ..."Rintih Gadis itu yang semakin memelan.
"Sepertinya kita akan banyak uang malam ini!" teriak salah satu Lancer yang mulai menghampiri gadis itu di ikuti oleh dua temannya.
Slash!
Disaat bersamaan mereka mendekat, tiba tiba serangan tebasan hitam melesat dari dalam hutan. Mereka yang hampir terkena tebasan itu jatuh tersungkur dengan wajah panik.
"Siapa itu?!" teriak salah seorang Lancer sambil mengeluarkan pedang.
Tidak lama, terdengar suara langkah kaki dari dalam hutan, "Kalian berisik sekali sampai menganggu makan malamku, Lancer sialan!" Jawab seseorang yang tiba tiba keluar dari hutan.
"Azka!"
Orang orang itu terkejut karena mengenali sosok di hadapan mereka.
"Kenapa kalian melihatku seperti itu?! Maaf saja jika serangan tadi hampir mengenai kalian ... Lancer Oleander yang terhormat!" Azka mengeluarkan tatapan tajam sambil memegang erat Twin Daggernya.
Mereka yang ketakutan melihat Azka mundur secara perlahan dengan keadaan tersungkur.
"... lebih baik kita lari, Ayo!" Tegas salah seorang Lancer.
Mereka berdiri dengan cepat lalu lari secara terbirit birit hingga terjatuh beberapa kali karena panik.
Azka yang melihat mereka pergi hanya bisa menghela nafasnya.
Azka melihat sekeliling hutan dan terfokus ke seorang gadis berambut panjang yang sedang terkapar tak sadarkan diri.
Azka yang kebingungan terdiam sejenak melihat kondisi gadis.
"Siapa gadis ini ...?" Azka menatap gadis itu dengan ragu.
To be continued...
Note Author: Nam adalah mata uang di dunia Black Buster.
Note Author: Lancer adalah pasukan yang memberantas kejahatan di dunia Black Buster. Bisa di bilang seperti tentara yang melawan orang orang jahat.
Azka membawa gadis itu ke hutan tempatnya bermalam. Dia meletakkan gadis itu dan kembali melanjutkan makan malamnya. Gadis yang keadaannya belum sadarkan diri telah Azka selimuti dengan jubah miliknya.
Azka yang menggigil kedinginan reflek memeluk tubuhnya sendiri, "Ternyata cuaca malam ini lebih dingin dari biasanya." Ucap Azka sambil mendekat ke api unggun.
Gadis berambut hijau muda yang sedang terluka itu tiba tiba membuka matanya secara perlahan dan melihat Azka dengan tatapan bingung. Azka yang mengetahui gadis itu sudah bangun tetap menghangatkan tubuhnya seakan tidak peduli.
"... Terima kasih," Ucap gadis itu pelan.
"Kau sebaiknya tidak usah memaksakan diri untuk berterima kasih." Sambung Azka tanpa melihat ke arah gadis itu.
Suasana menjadi hening seketika saat Azka mengatakan itu. Gadis itu terbangun dan menyadari bahwa jubah yang digunakan untuk menyelimutinya adalah milik Azka.
"Namaku Tricia ... Tricia Zinnia." Gadis itu memperkenalkan diri sambil menahan sakit.
Azka hanya diam memakan dagingnya.
"Na-namamu Azka kan?" tanya Tricia dengan gugup. "Aku sempat mendengar pasukan Lancer itu menyebut namamu jadi ... aku bisa tau kalau itu adalah namamu." Lanjut Tricia menjelaskan sambil menatap Azka.
Azka menghela nafas, "Ya ... itu namaku," jawab Azka.
"A-aku sangat berterima kasih karena menolongku dari mereka." Tricia tertunduk karena takut dengan Azka yang bersifat dingin padanya.
Azka mengeluarkan obat dan mengoleskan di beberapa lukanya tanpa membalas perkataan gadis itu. Tricia mengangkat kepalanya perlahan melihat sekitar dan menyadari telah ada beberapa obat di sampingnya.
"Pakai lah obat itu untuk lukamu," Sambung Azka datar.
Tricia mengambil obat pemberian Azka dan menuangkan beberapa tetes obat di sekitar kakinya yang penuh luka. Sambil menahan sakit Tricia terus menuangkan beberapa tetes obat di seluruh kaki dan tangannya.
"Terima kasih." Tricia tersenyum melihat Azka.
Azka menatapnya dingin, "Apa kau sudah bisa berjalan? Aku punya makanan jika kau mau."
Tricia mencoba untuk bangun dan mendekat ke depan api unggun.
Tricia mengembalikan jubah milik Azka, "Maaf ... kamu pasti kedinginan."
Azka terdiam menatap mata Tricia yang berwarna coklat. "Tidak usah ... kurasa kau lebih membutuhkannya."
Azka lalu berpaling dari pandangan gadis itu.
"Makan lah ini." Azka memberikan potongan daging ke Tricia.
"Te-terima kasih."
Tricia ragu ragu mengambil daging itu. Dia bingung karena Azka tiba tiba sangat baik.
Azka yang sambil menghangatkan tubuhnya itu bertanya, "Kenapa kau di serang oleh mereka?"
Tricia terdiam dan membalas, "Mereka berniat ingin menjualku ke tempat perdagangan budak." Tricia menunduk dengan bibir bergetar.
Azka terkejut mendengar jawaban Tricia, "Kenapa para Lancer melakukan itu?!"
"Itu hal yang sering di lakukan oleh mereka untuk mendapatkan uang tambahan."
Kenapa aku baru tau tentang hal ini? benak Azka bingung.
"Aku adalah salah satu orang yang selamat dari peperangan 5 tahun yang lalu. Kami yang selamat dari kejadian itu terlantar karena desa tempat aku tinggal telah di hancurkan. Oleh karena itu kami yang tersisa kemudian di tangkap dan di jual ke pasar gelap perdagangan budak oleh beberapa pasukan Lancer." Tricia menjelaskan dengan dengan raut wajah sedih.
Azka yang mendengar itu terdiam dan mengingat bayang bayang desanya yang juga di hancurkan pada saat ia masih kecil. Mengingat semua itu hanya membuat Azka semakin geram.
Azka membuang nafas berat, "Apa kau pernah meminta tolong kepada pasukan Lancer yang lain?"
"Jika itu memang bisa menolong teman-temanku sudah lama aku melakukannya tapi percuma saja ... banyak dari mereka yang tidak percaya padaku."
"Sepertinya aku mengerti apa yang kau maksud."
Azka memiliki pengalaman buruk tentang pasukan Lancer. Dia sangat mengerti bagaimana busuknya pasukan Lancer.
"Enak." Tricia memakan daging pemberian Azka sambil tersenyum.
"Benarkah?" Azka kebingungan karena baginya daging yang dia makan benar benar hambar.
Tricia mengangguk pelan sambil melanjutkan makannya.
Azka terdiam menatap Tricia yang tersenyum lembut seolah tak terjadi apa apa padanya.
***
Keesokan Harinya, Matahari yang sedikit meninggi di tengah hamparan padang rumput yang luas. Azka terlihat telah mengalahkan beberapa Mousse untuk di jual.
"Kita akan pergi ke kota siang ini,"Ucap Azka sambil berjalan memungut beberapa Mousse.
Tricia yang melihat Azka mengalahkan Mousse dengan mudah hanya bisa terdiam.
"Ba-baik," Tricia mendekat dengan perasaan gugup.
"Oh iya, ini punyamu, kan?" Azka mengeluarkan sebuah panah yang sudah patah.
Tricia yang melihat panah itu seketika terdiam, "... iya itu punyaku, dimana kau menemukannya?" tanya Tricia sedih.
"Tidak jauh dari tempat kau pingsan," jawab Azka datar melihat Tricia, "kita akan memperbaiki panahmu saat sudah sampai di kota."
Sebelum membawa Tricia, Azka menemukan sebuah panah yang tidak jauh dari tempatnya pingsan. Dia berpikir kalau panah itu miilknya dan ternyata benar.
Tricia tampak senang mendengarnya, "Benarkah?"
"Ayo kita pergi," Azka pergi dengan membawa Mousse yang sudah di ikat.
***
Mereka berdua pun sampai di kota Olean yang terlihat tidak terlalu ramai. Tricia terdiam melihat sekeliling kota dan menyadari ada beberapa anak kecil berjalan menunduk dengan pakaian lusuh mengikuti salah seorang pasukan Lancer dari belakang.
Tricia yang terlihat iba melihat mereka tiba tiba mengeluarkan suara perut karena lapar.
"Kau ...." Azka tiba tiba mendekat menatapi Tricia.
Tricia memerah karena kaget melihat Azka datang tiba-tiba, "Ma-maaf." Tricia tertunduk malu.
Azka menghela nafasnya, "Sebelum memperbaiki panah milikmu ayo kita cari makan siang," ucap Azka.
Tricia menggelengkan kepalanya, "A-aku tidak begitu lapar," bisik Tricia memerah.
Azka hanya diam melihat tingkah Tricia. Tricia sepertinya malu mengungkapkan kalau dia sedang lapar.
"Tapi aku sedikit lapar ... kemari ikuti aku." Azka berjalan dan dikuti oleh Tricia dari belakang.
Mereka berdua masuk di sebuah kedai dan terlihat para pengunjung yang melihat ke arah mereka dengan tatapan bingung.
"Oi, apa aku bisa pesan makan?" panggil Azka kepada pelayan
Pelayan yang menatap Azka dengan perasaan gugup menjawab, "Bo-boleh," pelayan itu mendekat ke meja Azka dan Tricia.
"Berikan aku makanan yang paling murah dua," ucap Azka dingin.
"Anu ... kenapa?" sambung Tricia.
"Apanya yang kenapa?" tanya Azka bingung.
"Aku tidak terlalu lapar, kau tidak usah repot-re--"
Tiba-tiba perut Tricia kembali berbunyi dan wajahnya kembali memerah karena malu.
"Tenang saja, aku termasuk orang yang makan banyak."
"Ma-maaf ..." bisik Tricia gugup.
Pelayan itu kemudian pergi menyiapkan makanan untuk mereka berdua.
Tricia mengangkat wajahnya dan menyadari bahwa orang orang yang ada di kedai itu sedang menatap ke arah Azka dengan tatapan sinis.
Azka yang melihat Tricia itu berkata, "Mereka hanya melihatku, kau tidak usah khawatir."
"Kenapa mereka melihatmu dengan tatapan seperti itu?" tanya Tricia polos.
"Entahlah ... aku tidak bisa menjawabnya." Azka menatap dengan tatapan dingin.
Tricia terdiam saat Azka menatapnya dengan dingin. Dia sebenarnya ingin bertanya tapi Azka terlihat tak ingin menceritakannya.
Pelayan itu kembali dengan membawakan makanan dan menaruhnya di meja yang ditempati mereka.
"Semuanya menjadi 1000 Nam," sahut pelayan itu kepada Azka.
Azka memberikan uang kepada pelayan itu dan kemudian pergi.
Anak itu bisa membuat kekacauan di sini ... pura pura tidak tau saja lah. Benak pelayan saat melihat orang orang kedai yang sejak tadi menatap Azka.
"Kau tidak ingin makan?" tanya Azka dingin.
"Ta-tapi ..." imbuh Tricia gugup.
"Bukannya kau itu lapar?" Azka yang sambil memakan makanannya.
Tricia pun mengangguk dan memakannya secara perlahan, "Enak!" Seru Tricia dengan mata berbinar.
Azka menghentikan suapannya karena ia sangat yakin makanan yang dipesan sangatlah hambar.
"Makanannya enak Azka!" Seru Tricia sambil tersenyum.
"Ya."
Para pengunjung yang sejak tadi memandangi Azka dengan tatapan sinis mulai membicarakannya.
"Kalian dengar kan? Rumor yang beredar itu?" Tanya salah seorang pengunjung ke temannya.
"Ya, aku dengar itu! Aku tidak mengerti dengan pikiran lancer sekarang."
"Kalau aku jadi mereka, aku akan langsung membunuh anak tidak berguna itu!"
Mereka yang sengaja membicarakan Azka dengan keras tiba tiba tertawa hingga membuat suasana kedai menjadi gaduh.
Azka yang menyadari percakapan mereka pura pura tidak peduli sambil melanjutkan makannya.
Tricia pun bingung melihat orang orang itu, "Aku penasaran kenapa mereka sampai berisik seperti itu?"
"Biarkan saja orang orang bodoh itu." sanggah Azka dingin.
"Sekarang dia datang kesini membawa gadis cantik hahaha!" Seru salah seorang pengunjung.
"Dia bahkan memesan makanan yang paling murah untuknya!"
"Benarkah? kasihan sekali ya."
Mereka terlihat sengaja membuat keributan agar Azka menjadi terganggu.
Dua orang pengunjung yang berbadan sedikit kekar berdiri dari mejanya dan mendekat ke meja yang ditempati Azka dan Tricia.
"Oi nona, apa makanannya enak?" Tanya orang itu dengan tatapan aneh.
Tricia yang sedikit panik bergumam, "I-iya ..."
Azka hanya diam menatap mereka dengan tatapan tajam. Mereka seperti sengaja menganggu Tricia untuk membuat Azka kesal.
"Tunggu dulu ... aku belum pernah melihat seorang gadis sepertimu di kota ini," ujar orang itu, "apa kau dari tempat yang jauh?" Pengunjung itu terus menggoda ke Tricia.
"Apa pria di depanmu itu sedang menculikmu?" ejek orang itu, "biar ku tebak, dari penampilanmu kau mirip seperti budak." Orang itu tersenyum jahat ke arah Tricia.
Tricia pun ketakutan dengan perkataan dua orang itu. Seketika seluruh pengunjung kedai yang mendengar perkataan dua orang itu mulai membuat keributan karena mendengar Tricia adalah seorang budak.
"Heheh ... biar ku tebak lagi, apa orang ini yang menjadi tuanmu?" Orang itu menunjuk ke arah Azka dengan tatapan merendahkan.
Azka masih mecuekinya sambil melanjutkan makan siangnya.
"Bu-bukan ..."
"Kasian sekali nasibmu nona manis, kau mau saja di manfaatkan oleh pengkhianat Lancer seperti dia!" Seru orang itu.
Tricia seketika terkejut karena mengetahui Azka adalah pengkhianat Lancer.
"Lancer?" Tanya Tricia pelan.
Tricia terdiam karena tidak tau Azka adalah mantan Lancer. Tapi dia berusaha tak percaya dengan omongan mereka karena Azka sangat baik padanya
"Hahaha, lebih baik kau ikut dengan kami. Kita pasti akan bersenang-senang!" Seru orang itu dengan memegangi tangan Tricia.
Dia menarik paksa Tricia untuk ikut bersama mereka dengan maksud yang tidak tidak.
"Lepaskan aku! Aku tidak percaya dengan omongan kalian!" teriak Tricia berusaha menarik tangannya.
Tiba tiba Azka memegang lengan orang itu dengan cepat.
"Oi, apa kalian tidak bisa diam?" tanya Azka dingin, "Kalian menganggu makan siangku brengsek!"
"Apa-apaan dengan tatapanmu itu anak sialan!" ejek orang itu, "Sepertinya sekarang adalah waktu yang tepat untuk membunuhmu!"
Orang yang memegang tangan Tricia itu mengeluarkan pisau dan mengarahkannya ke arah Azka.
"Azka!" teriak Tricia panik.
Azka dengan cepat menangkis dengan daggernya hingga pisau yang di pegang orang itu terlempar.
"Sudah kubilang jangan menganggu!" Azka menatap mereka berdua dengan tajam.
Dua orang itu yang melihat pisaunya terlempar mulai ketakutan dengan tatapan Azka dan segera menjauh dari meja mereka.
"Kau tidak apa-apa Azka?" tanya Tricia khawatir.
"Ya, cepat kau habiskan makananmu," kata Azka datar. "Aku tidak betah lama lama bersama sampah seperti mereka." Azka menatap semua pengunjung yang menatapnya dengan tatapan sinis.
Mereka semua kompak menatap Azka dengan tatapan sinis karena tidak terima disebut sampah oleh Azka.
"Suatu saat nanti aku akan menghabisimu dasar anak iblis! tunggu saja kau sialan!" Teriak orang itu dengan wajah kemarahan.
Azka kemudian memegang tangan Tricia dan membawanya pergi.
Anak iblis? Kalau di pikir pikir aku masih belum tau siapa sebenarnya Azka. Benak Tricia bertanya tanya saat para pengunjung kedai sangat membenci Azka.
Mereka berdua pun akhirnya keluar dari kedai di iringi tatapan sinis seluruh pengunjung. Tricia yang sejak tadi kebingungan lalu melepas tangannya.
Langkah Tricia terhenti, "Tunggu, Azka ...." Tricia menunduk diam.
"Ada apa?"
"Siapa ... kau sebenarnya?" sambung Tricia menatap ketakutan.
Azka yang mendengar itu terdiam dan menghentikan langkahnya.
***
Sebuah ruangan yang gelap terlihat dua orang sedang menghormat kepada seseorang misterius yang sedang berdiri di hadapan mereka.
"Begitu ya ... anak itu ternyata berhasil bertahan rupanya."" Ucap pria misterius pada dua orang dihadapannya.
Dua orang itu adalah pasukan Lancer yang di temui Azka kemarin. Mereka menunduk hormat karena ingin melaporkan sesuatu pada pria misterius itu
"Aku tidak sabar ingin bertemu dengannya ..." Orang itu tiba tiba mengeluarkan senyuman dengan wajah yang tertutupi siluet.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!