Kota labirin adalah sebuah kota besar yang di dalamnya kebanyakan diisi petualang, setiap harinya banyak orang-orang yang keluar masuk kota dengan membawa buruan mereka yang akan ditukarkan dengan uang di guild termasuk aku yang menumpuk sekitar 10 toples di depan resepsionisnya.
"Semuanya jadi tiga koin perak."
Aku melompat kegirangan karena inilah uang yang paling banyak aku terima sejak tiga bulan bergabung di guild ini. Sementara aku bersemangat semua orang menertawaiku.
"Haha di zaman seperti ini masih ada yang berburu slime haha, dia memang slime slayer."
"Berisik, yang penting aku dapat uang."
"Haha."
Mereka semua menyebalkan, berbeda dari petualang lain aku memang tidak ada apa-apanya, saat orang-orang sepertiku berusaha membuat kelompok party bahkan Harem, aku malah berakhir sendirian.
Mau bagaimana lagi, aku sangatlah lemah bahkan hanya bisa menggunakan sihir-sihir sederhana seperti melempar batu hingga pada akhirnya semua orang menolakku begitu saja.
Yah, terserahlah.
Dibandingkan meratapi nasibku yang buruk akan lebih bagus untuk tetap berjalan maju, ketika aku keluar dari guild sebuah keberadaan membuatku tersendak. Aku melihat seorang gadis berjalan di depanku seorang diri.
Gadis itu mengenakan pakaian gotik hitam dengan rambut perak sebahu yang ditutup topi bundar, dia cukup cantik tapi menyeramkan juga.
Mungkin karena kakinya terluka ia menggunakan tongkat untuk berjalan, jika tidak salah dia adalah Cosetta orang yang memimpin kota ini dan menjadikannya sebagai kota netral menggantikan putri yang harus kembali ke istana.
Dia melirik ke arahku atau lebih tepatnya berdiri di depanku.
"Ara, ara, aku baru melihatmu di sini apa kamu petualang baru?"
Apa dia ini mencoba bersikap jadi seorang Onee-san?
Tiga bulan kurasa bisa disebut baru jadi aku mengangguk mengiyakan.
"Apa kamu sibuk?"
"Tidak juga."
"Kalau begitu, maukah kamu menemaniku jalan-jalan?"
"Soal itu.."
Gadis di depanku tersenyum dengan wajah polos, tapi aku tahu dia menyembunyikan taring yang menakutkan.
Aku pasti akan dibunuh jika menolak jadi aku menurutinya.
"Aku mengerti."
"Jawaban yang bagus, ngomong-ngomong siapa namamu?"
"Okta petualang rendahan dan semua orang menyebutku Slime Slayer."
Cosetta tertawa kecil.
"Itu pasti julukan luar biasa."
"Tidak, tidak, itu lebih ke arah ejekan... selain berburu slime tidak banyak yang bisa aku lakukan."
"Jadi Okta berapa banyak Slime yang telah kamu kalahkan?"
Diberikan pertanyaan yang begitu mendadak membuatku diam memikirkannya.
"Mungkin lebih dari 100.000 kurasa, karena harganya murah aku perlu berburu lebih banyak setiap harinya."
"Aku mengerti, jika sebanyak itu aku rasa kamu memang luar biasa.. perutku sedikit lapar mari makan di sana."
Dia menunjuk restoran mahal yang membuatku terasa mual.
"Aku yang bayar."
Itu jauh melegakan dari yang aku kira.
"Nona Cosetta apa yang ingin Anda pesan?"
"Mari kita lihat, aku cukup tertarik dengan makanan laut apa bisa aku mendapatkannya?"
"Makanan laut sudah tidak ada, yang kami punya hanyalah ikan-ikan serta kepiting yang didapatkan di sekitar sini."
"Eh benarkah?"
"Kerajaan demi-human yang mengatur perdagangan makanan laut sedang mengalami kesulitan kami sudah lama tidak mendapatkan barang dari mereka."
"Konflik internal memang selalu terjadi di kerajaan manapun, kalau begitu aku ingin yang tadi kamu sebutkan."
"Dimengerti lalu tuan ini?"
"Aku beli makanan yang paling murah saja."
Panggilan tuan untukku juga terdengar aneh. Aku ingin menyesuaikan diri dengan keadaan diri sendiri, namun Cosetta memotong.
"Beri dia makanan paling mahal yang restoran ini miliki."
"Baik."
Aku melirik ke arah Cosetta yang tersenyum kecil. Entah kenapa meski dia cantik aku benar-benar harus berhati-hati dengannya.
Insting bertahan hidupku selalu berdering.
Bahkan setelah kami menikmati makanan aku selalu mempertanyakannya.
"Apa ada harga yang harus aku bayar untuk makanannya, seperti membunuh seseorang atau apapun?"
"Biasanya aku selalu mengajukan hal seperti itu tapi sekarang murni ketulusan hatiku."
Sudah aku duga.
Bahkan dia terang-terangan mengatakannya, sebenarnya seberapa gelap orang ini. Ketika aku memikirkannya seorang gadis telah muncul menghampiri.
Dia gadis cantik juga hanya pembawaannya lebih ke arah berbeda dari Cosetta. Ia memiliki rambut ungu panjang berponi dengan gaun sederhana. Aku melihat sebuah pisau belati di sabuknya yang membuat aku berfikir bahwa dia juga seorang petualang.
"Bibi Cosetta... ya ampun, bibi tidak ada di kediaman bibi, aku kira bibi sedang merencanakan niat jahat jadi aku segera mencari bibi."
"Kenapa semua orang menganggapku aku gadis jahat, aku ini gadis yang baik hati dan juga pemurah."
Balasan itu segera disangkal oleh gadis tersebut.
"Tidak, tidak, bahkan ayah dan bibi Claudia juga menegaskan bahwa ada sangat gelap sampai ke tulangnya."
"Mereka berdua, akan aku beri pelajaran.. jadi apa yang kamu lakukan di sini Yue?"
"Aku sebenarnya memutuskan untuk jadi petualang karenanya aku ingin tinggal bersama bibi di sini."
"Benarkah, itu mengagumkan... kalau begitu mari kembali."
Cosetta melirik ke arahku dan mengucapkan terima kasih untuk menemaninya.
"Kuharap Anda tidak mengajakku lagi."
"Aku yang berhak memutuskan hal itu."
Aku menjatuhkan bahuku lemas, gadis bernama Yue sedikit tertawa padaku dan menunjukkan pose berjuang.
Tunggu, apa-apaan barusan?
Dia sangat imut.
Apa dia seorang dewi yang jatuh dari langit.
Yang bisa aku lakukan melihat kepergian mereka dari kejauhan. Sudah waktunya untuk pulang juga, kesibukan ini terbayar dengan makanan enak.
Hari ini aku bisa disebut beruntung kurasa.
Pagi berikutnya aku mengerti sesuatu hal penting, jika kau beruntung kemarin maka ada kesialan yang sedang menunggumu di hari berikutnya.
Aku berniat melawan slime namun sekarang aku malah dikejar-kejar seekor naga.
"Whoaaaa! Apa-apaan ini? Kenapa ada seekor naga di tempat ini? Sialan."
Aku melompat saat bola api jatuh dari atasku, dengan gerakan gesit aku bangkit lalu berlari kembali.
"Pantatku terbakar."
Aku buru-buru mematikannya lalu terlempar jauh karena bola api berikutnya, tubuhku menabrak batu dengan keras.
"Apa ini akhirnya?"
Ketika aku berfikir hal-hal buruk akan terjadi tiba-tiba saja seorang jatuh dari langit, seorang itu terselimuti oleh cahaya menyilaukan dan saat dia mengayunkan pedangnya, naga tersebut terbelah dua bagian.
Aku tidak bisa mempercayai hal ini, seorang mampu mengalahkannya hanya dengan satu tebasan, cahaya hilang darinya dan ia segera menyarungkan pedangnya, jika dilihat dari dekat dia bukan manusia melainkan seorang elf dengan rambut perak bergaya twintail.
Ini pertama kalinya aku melihat seorang elf.
"Kamu tak apa?"
Suaranya indah tapi terkesan datar.
"Terima kasih."
"Nasibmu cukup buruk karena diserang seekor naga lebih baik berhati-hatilah."
Ketika dia hendak pergi aku menghentikannya.
"Tunggu sebentar."
Dia memiringkan kepalanya.
"Tolong ajari aku bertarung, aku juga ingin menjadi kuat seperti Anda."
"Kenapa aku harus melakukan itu?"
"Dari dulu aku memiliki cita-cita, aku ingin menjadi seorang pahlawan yang bisa menyelamatkan dunia."
"Pahlawan? Apa kau tahu apa artinya itu?"
"Melindungi orang lain bahkan jika taruhannya nyawa. Tentu aku tidak melakukannya karena popularitas aku hanya sering membaca cerita-cerita pahlawan di buku, aku pikir mereka sangat keren."
Gadis elf di depanku tidak menunjukkan ekspresi apapun, dia hanya melihat ke arahku dengan tatapan seolah menilai lalu menarik pedangnya.
"Aku tidak begitu tahu tentangmu, tapi aku penasaran dengan tekad yang kau miliki itu, untuk membuktikannya bertarunglah denganku maka aku akan memutuskan apa kau layak untuk aku ajari atau tidak."
Gadis yang aku lawan adalah Fel, seorang elf dengan pedang suci. Setelah mendengarnya aku bahkan tidak sedikitpun berfikir bisa mengalahkannya namun demikian.
Aku harus bisa mengenainya sekali saja agar bisa diterima olehnya.
Sementara aku telah manarik pedang, Fel hanya menggunakan sebuah ranting sebagai senjata. Ketika hitungan di dalam kepalaku mencapai angka tiga aku telah melesat maju.
Entah apa yang terjadi sekarang tubuhku terbang ke udara dan jatuh ke tanah dengan bunyi keras.
"Jika kau tidak serius barusan kau sudah mati."
Aku bangkit dan mencobanya kembali hingga sekali lagi diterbangkan, aku tidak bisa membayangkan bahwa kemampuan berpedangku selama ini sangatlah tidak berguna.
"Kau sepertinya tipe orang yang hanya mencoba bertarung dengan musuh lemah, apa kau suka melarikan diri?"
Diserang pernyataan itu wajahku memucat.
Karena aku lemah aku selalu berfikir mungkin hanya slime yang bisa aku buru setelah itu aku tidak berani untuk bertarung dengan yang lainnya.
Seolah mampu membaca pikiranku, Fel melanjutkan.
"Orang yang menentukan dirimu bisa kuat atau tidak, tidak lain adalah dirimu sendiri jika kau hanya tetap ingin berada di tempat nyamanmu maka lupakan saja impian konyol menjadi pahlawan."
Aku ditendang oleh Fel setelah dia mampu melemparkan pedangku begitu saja, tak ingin terus berada di tanah aku kembali bangkit.
"Masih belum menyerah."
"Aku sudah tidak ingin melarikan diri lagi aku akan menjadi kuat"
Aku mengambil sebuah batu dan lalu menciptakan satu lingkaran, ketika batu yang aku lemparkan menembus lingkaran tersebut batu yang aku lemparkan bertambah cepat dua kali lipat hingga sulit untuk dilihat oleh mata telanjang, tapi bagi Fel dia mampu menahannya hanya dengan kedua jarinya.
"Apa yang barusan?"
"Sihir satu-satunya yang bisa aku kuasai, aku bisa menambahkan kecepatan pada benda apapun."
"Heh begitu, sepertinya kemampuanmu menarik... aku akan mengajarimu bertarung tapi hanya selama dua Minggu, apa kau tidak keberatan?"
"Terima kasih banyak, berapa uang yang harus aku bayar?"
"Gratis... tapi ini akan menjadi latihan berat, jika kau mencoba untuk berhenti atau melarikan diri aku akan membunuhmu."
Aku tanpa sadar menahan nafas saat dia mengatakannya dengan wajah serius seperti itu.
Latihan pertamaku adalah melatih fisik dengan kayu-kayu besar yang dikaitkan di punggungku.
"Memalukan sekali kenapa aku harus telanjang."
"Paling tidak kau masih pakai celana cepat daki gunung itu lalu kembali dan kemudian puss up dengan batu di atas punggungmu."
"Aaaah."
Terlambat untuk berubah pikiran, kami bahkan tidak kembali ke kota melainkan berkemah di hutan ini, untuk makan aku sendiri yang harus berburu, entah beruang, burung atau monster aku makan bahkan sesekali kami hanya makan serangga.
"Aku merasa mual."
"Sekarang ayunkan pedang ini sebanyak 5000 kali perhari untuk pemanasan."
"Baik."
Aku memegang pedang suci milik Fel dan itu ternyata begitu berat.
Satu ayunan sudah membuatku berkeringat dan dua ayunan membuat tanganku mati rasa dan tiga ayunan membuatku tumbang.
"Setiap pedang itu jatuh ke tanah kau harus mengulanginya dari awal."
"Hah?"
Menjadi kuat benar-benar bukan sesuatu yang mudah, selama satu Minggu aku terus melakukan pelatihan yang berulang, beberapa diselipkan pertarungan yang membuatku babak belur.
Empat jam tidur dan sisanya berlatih, Fel juga memintaku untuk melatih sihirku namun dengan cara berbeda yaitu mempercepat pergerakanku.
Aku sempat ragu untuk melakukannya tapi sepertinya itu berjalan dengan baik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!