Typo bertebaran di setiap episode manapun, harap bijak dalam berkomentar ... 🙏🌄
Kisah remaja terjadi hanya di beberapa bab saja, seterusnya adalah kisah orang-orang dewasa yang tak akan ada konten dewasanya secara detail!
Happy Reading Gays🌸🌌
Di sebuah dongeng kerajaan, terdapat sebuah istana kerajaan Li yang mendapatkan julukan,
{Tebaran cahaya kebaikan}
Ia sangatlah megah nan kokoh di sebuah tempat yang amat sangat indah hingga tidak ada sembarangan orang bisa memasukinya.
Dengan tanah yang sangat luas dan subur serta tertanam berbagai tumbuhan-tumbuhan dari yang sangat langka hingga yang sangat mematikan.
Terlihat tuan putri, Jia Li. yang sedang menaiki sebuah perahu kerajaan yang berkesan elegan, bersinar dan megah yang berjalan di atas sungai air suci hamxio,
"Yeahh! Aku bisa menjalankan perahunya seorang diri!" Girang Jia Li, seraya terduduk di atas perahu yang sedang berjalan menelusuri setiap pepohonan indah nan berwarna-warni di kedua sisinya.
Sungai air suci hamxio, adalah sebuah air yang berwarna ungu muda berkilau yang mengalir mengelilingi istana kerajaan Li. Dengan jarak yang cukup jauh dari gerbang istana.
Di saat dirinya tengah bersantai menikmati pemandangan indah di sekeliling, pandangannya teralihkan ke sebuah jalur sungai yang berbelok kearah kanan sedangkan lurus adalah jalur yang sebenarnya.
Karena rasa penasaran yang menguat di dalam hatinya, ia pun memberanikan dirinya membelokkan perahu tersebut,
Yang memasuki sebuah lorong gelap dengan di kelilingi ranting pohon yang terasa menyakitkan mengenai wajah serta tubuhnya.
"AAAKHH!" Dari luar terdengar suara teriakan dari dalam lorong gelap itu, entah apa yang terjadi kepada Jia Li di dalam sana ...
................
Terlihat seorang gadis remaja berseragam putih biru dengan hijab putih nya yang sangat panjang bak mukena, ia berjalan menelusuri setiap kelas di sekolahnya sembari merangkul tas miliknya.
Ia adalah Alfarani Putri Maharani Azzahra, satunya-satunya siswi berpakaian syar'i disekolah SMPN 2 Rayakarta.
Hari ini adalah hari di mana, ia beserta seluruh siswa-siswi untuk mengerjakan ulangan akhir tahun menggunakan handphone, secara online.
Namun ... dari sekian banyaknya murid di sana akan ada salah satu dari mereka yang tidak memiliki handphone android tersebut.
Dan itulah yang di rasakan oleh Alfarani, dirinya tak mempunyai hp karena ekonomi keluarganya yang hanya berkecukupan untuk makan serta kebutuhan lainnya saja.
Sehingga, membuatnya harus mengerjakan ulangan menggunakan kertas di dalam ruang guru.
"Assalamualaikum. Bu," ujar Alfarani sopan.
"Wa'alaikumussalam, Alfa sudah datang. Sini, Nak!" ujar seorang guru wanita berhijab, yang bernama Bu Resti. seraya mempersilahkan Alfarani untuk duduk di kursi yang telah tersedia di depan mejanya.
"Hari ini adalah pelajaran IPS, Alfa sudah belajar kan?" tanya Bu Resti ramah sembari memberikan sebuah kertas putih di depan Alfarani.
"Sudah. Bu," jawabnya dengan tersenyum, seraya mengeluarkan pulpen di dalam tasnya lalu langsung mengerjakan ulangan dengan di awasi oleh Bu Resti.
"Dari sekian banyaknya murid hanya dia saja yang tidak memiliki handphone ..." batin Bu Resti yang merasa iba kepada Alfarani yang terlihat cekatan mengerjakannya.
KRING! Suara bel istirahat lebih terdengar kencang di dalam ruangan guru. Alfarani yang telah selesai mengerjakannya, langsung memberikannya kepada Bu Resti lalu pamit pergi ke kelasnya, delapan E.
"Alfarani!" ujar seorang siswi berhijab pendek layaknya Marsha karena dirinya tak memakai Ciput hingga menampakkan poni kecil di dahinya, yang entahlah ... apakah dia sengaja?
Siswi tersebut langsung memeluknya di depan kelas dengan gembira, "Sudah lama tak bertemu," ujarnya.
Setelah covid 19 melanda Indonesia selama satu tahun lebih, di tahun 2020. mereka tak pernah bertemu kembali seperti sedia kala.
"Jajan, yuk?" ajak siswi itu, yang bernama Rani Amelia Sagita, seraya menggandeng tangan Alfarani menuju kantin.
"Ran, nggak. aku lagi puasa," ujar Alfarani berbohong, karena sebenarnya dia sedang datang bulan. Namun, hal itu ia katakan karena dirinya tak memiliki uang.
"Yah ... ternyata kamu puasa, padahal aku laper dan mau jajan bareng kamu ..." lesu Rani.
"Kamu jajan sendiri aja, aku tak apa-apa kok, lain kali saja, ya? ujar Alfarani yang gak enak hati.
"Baiklah, kalau begitu aku jajan dulu, ya?" ujar Rani, karena cacing di dalam lambungnya telah bernyanyi.
Alfarani mengangguk dengan tersenyum menatap belakang punggung Rani yang semakin jauh dari pandangannya.
"Tak apa-apa lah! yang penting aku sudah makan sebelum berangkat sekolah .." batinnya seraya memasuki kelas.
Tanpa menyapa siapapun yang tak akrab dengannya, ia hanya bisa diam seribu bahasa sembari menaruh tasnya lalu duduk dan membaca novel.
"Dia ... pasti sangat paham agama! lihatlah cara berpakaiannya itu, seperti ibu-ibu, xixixi!" bisik para siswi di sana sembari melihat Alfarani yang pendiam.
"Aamiin kan saja, Alfarani ... suatu saat nanti engkau pun akan menjadi seorang ibu .." batin Alfarani dengan mencoba fokus membaca novel walau bisikan-bisikan para siswi itu sangat terdengar jelas di telinganya.
"Ehh ... temenin aku ke kantin dong!" ujar salah satu siswi kepada teman-temannya yang sedang berkumpul sembari bergosip.
Mata Alfarani melirik sekilas ke arah tangan siswi tersebut yang mengeluarkan sebuah uang kertas dari dalam kantung roknya, yang berjumlah 20.000-an.
"Hari ini gue di kasih bokap hanya 20.000-an, bisa beli apa coba di sini?!" ujar siswi itu, yang mencela uang pemberian orang tuanya di depan teman-temannya.
'Uang 20.000-an bisa di gunakan untuk membeli makanan yang sangat kenyang, mengapa dia malah mencelanya?' batin Alfarani,
'Kisah hidupku sangat berbeda dengan mereka ...'
Ia pun segera beristighfar saat hatinya sekilas merasa iri melihat siswi itu yang di kasih uang jajan yang sangat banyak menurutnya, "Astaghfirullah hal'azim!"
Sedangkan dirinya? Seribu pun sangat jarang berada di genggamannya. Namun, hal itu bukan berarti orang tuanya tak mau mengasih uang jajan.
Itu semua adalah karena masalah ekonomi yang terus saja berkali-kali menguji hati keluarga kecilnya, hingga membuat hati keluarganya teguh di saat tak ada makanan di atas meja dapur.
'Tetapi, hatiku selalu berkata ... AKU! ALFARANI PUTRI MAHARANI AZ-ZAHRA! AKAN MENJADI SEORANG HAFIDZAH PERTAMA KALI DI DALAM KELUARGA KU!"
"Mondok? entahlah ...'
Pada tahun 2019. sebelum dirinya lulus dari SD ia berjualan kue untuk bisa membiayai dirinya sendiri yang ingin mondok di pesantren Al-fatih, yang berada di Tasikmalaya.
Namun, uang hasil kerja kerasnya yang telah terkumpul dan cukup membiayai dirinya mondok setelah lulus SD telah hilang setelah banjir melanda kampungnya.
"Kemana uangku?!" ujar Alfarani yang masih berumur 12 tahun, saat banjir telah surut dan uang simpanannya habis tak tersisa.
"Hikss.. hikss.. Ibu, uangku kemana.. ?" tanya Alfarani kepada ibunya sembari membawa sebuah kaleng besar dikedua tangan mungilnya.
"Uangmu tidak ada, nak?!" Kejut sang ibu dengan membuka kaleng tersebut dan ternyata bagian bawahnya telah berlubang.
"Hikss.. hikss.. Uangku kemana, ibu!!" Jerit Alfarani dengan tangisannya yang menjadi-jadi.
Uwekk! Uuwekk!
"Coba kamu carilah disungai, karena air tadi telah surut dan kembali kesungai belakang rumah kita." Jawab sang ibu yang tak tega dan ingin membantu. Namun, dirinya sedang sibuk mengurusi sang adik yang rewel.
Setelah mendengarnya, Alfarani dengan cepat berlari kebelakang rumahnya yang terdapat sungai.
Byurr!
"Dimana.. dimana.. ?" batin Alfarani saat dirinya telah menyelam ke sungai sembari mencari uangnya.
Hingga menjelang sore, Alfarani terus saja mencari uangnya itu.
"Itu!" Girang Alfarani saat melihat sebuah kertas basah yang mengambang di atas permukaan air sungai.
"Yahh! Hanya satu?!" Lesunya saat melihat uang miliknya yang sebelumnya telah terkumpul dengan begitu banyak, sekarang hanya tinggal satu?
Mentari telah berganti tugas dengan sang rembulan, Alfarani kembali pulang dengan pakaian basah dan tubuh serta kedua bibirnya yang bergetar hebat.
"Ya Allah, nak!" Kejut sang ibu seraya dengan cepat mengelap tubuh Alfarani dengan handuk.
"Ibu.. Hiks! Uangku.. hilang.. !" Alfarani kembali menangis kencang.
Wajarlah, 'ya? Anak kecil diumur 12 tahun yang kehilangan uang 3 jutanya yang ia kumpul selama beberapa tahun menghilang dalam sekejap.
Dan sekarang, ia telah berumur 14 tahun dan akan lulus dari SMP satu tahun kemudian.
Seminggu telah berlalu ..., Alfarani kembali bersekolah menggunakan sepeda matic milik sang kakak dengan ditemani sang Mily, kucing kecilnya berkhas anggora dengan santai nangkring di pundaknya.
"Jadi pusat perhatian deh gara-gara kamu!" batin Alfarani saat menyadari tatapan semua orang terhadapnya.
Setelah dirinya memarkirkan motor matic tersebut, ia menarik lembut tubuh Mily dari hijabnya yang terasa seperti di tarik oleh cakaran Mily.
"Jangan manja!" Tegas Alfarani setelah menaruh tubuh Mily untuk berjalan di tanah.
"Meong! Meong!" berkali-kali tubuh Mily terus saja berguling-guling di atas tanah.
"Baiklah! Okay!" ujar Alfarani kesal seraya menundukkan tubuhnya agar Mily bisa melompat ke atas bahunya kembali.
'Meong!' Mily yang sangat senang langsung melompat dan mencengkram cakarannya agar dirinya tak jatuh di hijab Alfarani.
Alfarani berjalan menuju kelasnya dengan dipandangi para siswi yang merasa gemas dengan Mily.
"Gemas sekali kucingnya!"
"Lucu deh, pengen gendong, boleh?" tanya seorang siswi kepada Alfarani.
Alfarani tersenyum seraya mengangguk. Namun, Mily lah yang menolaknya mentah-mentah dengan ekornya yang terhempas ke wajah siswi tersebut.
"Maaf, sepertinya Mily tidak menginginkan nya." ujar Alfarani yang gak enak hati saat melihat kelakuan Mily yang sombong.
"Baiklah.. " jawab siswi itu dengan lesu.
"Mily! Kamu jangan seperti itu dong!" bisik Alfarani kepada Mily disampingnya yang terlihat acuh.
Saat dirinya berjalan menuju kursi, sepasang kedua mata tajam nan hitam terlihat dari balik ekor matanya.
Dan dengan kedua bola mata Alfarani yang selalu terlihat tajam kepada lelaki ajnabi, ia pun menoleh dan membalas menatap tatapan tajam nan mencekam lainnya yang diperlihatkan seorang lelaki yang tengah terduduk di paling belakang.
1 detik, 2 detik, tatapan tajam siswa tersebut tak berkedip sama sekali dan tak pernah menoleh ke yang lain.
3 detik, 4 detik dan yang ke 5 detik, barulah Alfarani sadar dan menundukkan pandangannya dari siswa tersebut.
"Siswa pindahan tahun lalu itu mengapa terlihat sangat menyeramkan?" batin Alfarani saat terus menyadari tatapan siswa itu yang terasa mencekam didalam tubuhnya.
Singg!
"Meong! Khee!!" Mily secara tiba-tiba terasa terancam saat melihat siswa itu.
"Mily! Tenang!" bisik Alfarani saat melihat bulu putih dipunggung Mily terangkat naik keatas menandakan ada bahaya.
"Meong.. Khee!!" Mily menoleh sebentar ke arah Alfarani lalu kembali melirik siswa misterius tersebut.
"Ada apa dengannya?" Batin Alfarani saat melihat Mily turun dari pundaknya lalu berjalan kearah siswa tersebut.
"Mily!" ujar Alfarani keheranan melihat tingkah Mily yang terlihat ingin mencakar siswa tersebut.
"Khee! Khe!!" Bulu panjang nan mulus Mily terus naik keatas menandakan bahaya didekatnya.
Singg!
Mily melompat kearah wajah siswa itu yang tertutup oleh masker hitam dan topi.
Brukk!
"Mily!" Teriak Alfarani saat melihat Mily secara tiba-tiba tidak sadarkan diri di atas meja siswa tersebut setelah siswa misterius itu menghempaskan tangannya.
"Mily.. kamu kenapa.. ?" Lirih Alfarani sembari dengan mengambil secara lembut tubuh Mily ke dalam gendongannya.
"Apa yang kamu lakukan kepada Mily?!" ujar Alfarani dengan menatap tajam siswa tersebut.
Siswa itu hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata sedikitpun.
"Mily ..., kamu tidak apa-apa kan? Lirih Alfarani saat melihat Mily terlihat kesakitan pada kakinya yang depan.
"Dia berdarah! Cepat obati!" Tegas siswa tersebut saat kedua bola matanya melihat luka goresan di kaki depannya Mily.
"Dih! Bukannya minta maaf, malah menyuruhku dengan nada tinggi seperti itu!" Batin Alfarani kesal seraya berjalan menuju kursinya sendiri.
Ia pun mengambil obat luka khusus kucing di dalam tasnya, karena kelakuan Mily yang selalu ceroboh membuat Alfarani selalu menyediakan obat luka kemana pun dia pergi selama bersama Mily.
"Fa! Mily kenapa?!!" ujar Rani khawatir yang baru saja datang.
"Gatau ..., Tiba-tiba kedua kaki depannya terluka," Jawab Alfarani.
"Ululu.. kasihan kamu Mily.. " Lirih Rani yang tak tega, ia mengelus lembut tubuh Mily.
"Kamu PR matematikanya sudah selesai?" Sambungnya.
"Udah!"
"Lihat dong!"
"Ambilah di tasku!"
Setelah mendapatkan izin dari sang pemilik, Rani segera menggeledah tasnya Alfarani sembari mencari buku matematikanya.
"Fa, kamu bawa kamera untuk apa?" tanya Rani saat mendapatkan sebuah alat kamera di dalam tas Alfarani.
Kamera tersebut adalah peninggalan neneknya yang di berikan khusus untuknya, dengan desain bunga melati yang tergambar rapih di lingkaran depan kamera.
"Hem ... Untuk mengambil foto pemandangan yang sangat indah di sekolah ini," ujar Alfarani yang sedang sibuk mengobati kaki Mily.
Di sepanjang perjalanan menuju sekolahnya, terdapat sebuah gunung-gunung yang berjejer rapih di tambah dengan persawahan di kaki gunung itu menambah ke asrian tempat tersebut, dengan jarak hingga puluhan meternya dari aspal.
"Mumpung ada kamera, kita foto bareng, 'yuk? Sambungnya kembali.
"Heemm.. Bolehlah.. Bolehlah.. kamu yang pegang kameranya, ya?" ujar Alfarani.
"Iya, sini dong! Deketan dikit!" ujar Rani sembari mengarahkan kamera kearah mereka berdua dan mendekatkan tubuhnya kepada Alfarani.
Cekrek!
"Bagus hasilnya!" Girang Rani setelah melihat hasil fotonya sedangkan Alfarani kembali sibuk mengobati luka Mily tanpa tahu hasilnya.
"Mily, sudah tidak apa-apa, kan?" tanya Rani saat melihat Alfarani selesai mengobati lukanya.
"Iya, dia hanya butuh istirahat sebentar saja,"
"Aku masih heran dengan Mily, mengapa kaki depannya bisa terluka?" tanya Rani.
"Entahlah.. aku pun tidak tahu,"
"Tetapi, yang pasti! Siswa itu yang melakukannya!" Batin Alfarani seraya menoleh sekilas ke arah belakang.
"Alfa, sepertinya akan hujan. Kamu bawa jas hujan tidak?" tanya Rani saat melihat awan diluar terlihat gelap.
"Tidak, aku ingin hujan-hujanan saja!" Girang Alfarani.
"Yehh! Nanti kamu sakit bagaimana?"
"In syaa Allah tidak, kalau memang sakit juga sudah takdir dari Allah. Jadi, tidak apa-apa!" ujar Alfarani.
"Kamu yah? Suka main hujan-hujanan terus! Udah gede kayak anak kecil!" Cetus Rani sembari mencubit pipi chubby Alfarani di balik masker hitamnya.
"Fa, kamu kenapa sih.. Selalu saja memakai masker? Padahal kan wajah kamu itu cantik banget! Loh.. Apalagi pipi kamu itu saat aku lihat chubby banget!" tanya Rani.
"Tidak apa-apa, aku hanya tidak ingin jika ada lelaki non mahramku menikmati kecantikanku dengan seenaknya saja!" Jawab Alfarani yang dapat didengar oleh siswa misterius tersebut.
"Dia memang sangat cantik!" Batin siswa tersebut dengan menarik tipis kedua sudut bibir tipisnya yang selalu tertutup masker.
Sepulang sekolah... Hujan turun begitu lebat dengan disertai angin kencang yang berhembus menerpa setiap kulit hingga terasa menusuk kedalam tulang-tulang.
Alfarani yang ingin menembus hujan pun kebingungan karena Mily yang takut terkena air.
"Padahal aku sangat ingin hujan-hujanan. Tetapi, Kasihan juga Mily.. " batin Alfarani lesuh saat melihat Mily tertidur nyenyak di gendongannya.
"Pakailah ini!" ujar seseorang secara tiba-tiba di belakangnya.
Ia pun menoleh sedikit kearah samping, dan itu adalah siswa misterius itu yang tangannya diulurkan dengan sebuah jas hujan di telapak tangannya.
Alfarani yang merasa canggung karena tubuh siswa itu yang sangat dekat dengan punggungnya. Ia hanya bisa terdiam merasakan detak jantungnya yang berdetak kencang.
Deg! " Ada apa dengan jantungku?!" Jerit Alfarani dalam hati dengan terbengong.
"Berikanlah ini untuknya," ujar siswa tersebut, pertama kalinya Alfarani mendengar suara siswa misterius itu yang sangat dekat dan terasa berat sebagaimana suara laki-laki pada umumnya.
GLEK! "Ada apa dengan tubuhku! Mengapa aku merasa jika tubuhku terasa sangat dingin seperti es dan tidak bisa bergerak sama sekali?" Gumam Alfarani yang keheranan dengan dirinya sendiri.
"Maaf, Saya tidak sengaja." ujar siswa tersebut seraya menjauhkan tubuhnya dari tubuh Alfarani lalu menaruh jas hujan itu kepada Mily yang berada di gendongannya Alfarani.
"Terima kasih!" ujar Alfarani dengan tubuhnya yang kembali bisa bergerak saat siswa tersebut telah pergi entah ke mana.
"Kemana siswa itu?" Gumam Alfarani saat menoleh ke arah belakang, sudah tidak ada siapa pun di sana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!