Duduk di depan komputer dan mengerjakan pekerjaan dengan cermat supaya tidak ada kesalahan atau sesuatu yang di lewatkan, mungkin itu yang selalu dia kerjaan setiap harinya dengan cara yang sama tentunya.
"Eughhh ... semangat! Kerja-kerja, biar kaya!" lenguhnya pelan seraya merenggangkan badan.
Hari ini terasa begitu lama bagi Audrea. Seolah waktu sedang mengerjainya sekarang, menunggu dan memeriksa waktu setiap saat di jam yang melingkar di pergelangan tangannya itu. Menahan rasa lapar sampai waktu makan siang tiba dan menjalani kewajibannya untuk sholat, hanya itu yang bisa mengistirahatkan otaknya sejenak.
Beberapa jam pun berlalu, waktu yang di tunggunya pun tiba, dia segera merapikan meja kerjanya dan menyimpan data yang baru saja dia kerjakan tadi di komputer.
Baru saja ingin melangkahkan kakinya keluar ruangan, ada seseorang yang memanggilnya dan menghentikan langkahnya.
"Dre, tunggu!" panggil orang itu kepada Audrea.
"Ehh, Mba Sarah. Ada apa?" tanyanya sopan.
"Kamu mau istirahat ya? Aku ikut kamu dong, soalnya Mba lagi males sama yang lain. Gak apa-apa 'kan?" pinta Sarah yang memohon kepada Audrea.
"Tentunya enggak apa-apa dong Mba," balasnya tersenyum tipis.
Akhirnya mereka pun istirahat bersama, namun sebelum istirahat mereka menuju tempat ibadah yang sudah tersedia di kantornya setelah itu mereka lanjut ke kantin untuk melepaskan lapar dan dahaga.
"Hmm, Mba?" panggil Audrea pelan.
"Iya Dre, kenapa?" sahut Sarah sambil memasukkan makanan ke mulutnya.
"Ini soal pimpinan kita Mba, dia itu sebenernya ke mana sih?" tanyanya penasaran.
"Kamu pengen tau masalah ini?" Di balas anggukan mantap dari Audrea.
"Banyak yang bilang kalo pimpinan kita itu orang sesat dan ada yang nambahin kalo pimpinan kita sering menggunakan cara haram untuk mendapatkan kekayaannya, bahkan hilangnya pimpinan kita ada yang bilang juga karna dia jadi tumbal kebusukannya sendiri."
Tangannya memberi gestur supaya Audrea mendekat walau gadis itu tidak bergerak sedikit pun. "Setelah dia hilang kaya ditelan bumi gitu, keluarganya satu persatu juga ikutan hilang dan sampe sekarang gak ada yang tau mereka ke mana," lanjut Sarah dengan nada berbisik sejak tadi.
"Mba, lagi gak boong 'kan sama aku?" Audrea menyipitkan matanya, antara percaya atau tidak.
"Sumpah! Mba gak boong, tapi seterah kamu juga mau percaya atau enggak," sahutnya sambil mengangkat bahunya tak peduli.
Suasana pun menjadi hening dan mereka melanjutkan makan siang yang sempat tertunda karena membicarakan pimpinannya itu. Audrea sebenarnya hanya ingin tahu kenapa seisi kantornya membicarakan pimpinan mereka sampai dia menanyakan hal itu kepada Sarah, dia pun tidak mau ambil pusing dan yang jelas di pikirannya sekarang adalah, 'Gak apa-apa deh tuh orang hilang, yang penting gue tetep di gaji sesuai prosedur di kantor ini.'
Saat waktu sudah menunjukkan jam empat sore, para pekerja kantor itupun mulai keluar meninggalkan gedung dan pergi untuk pulang. Audrea yang baru saja membereskan meja dan mengemasi barangnya langsung bergegas berjalan menuju lift dan menekan tombol untuk menuju lantai dasar.
Pintu lift terbuka dan dia langsung masuk tanpa menghiraukan situasi, keadaan di dalam lift sepi tak ada seorang satu pun. Dia sendirian di dalam lift, merasa ada yang memperhatikan Audrea mengalihkan pandangannya ke belakang namun tak ada apa-apa. Pintu lift terbuka dan dia langsung jalan keluar untuk ke parkiran motor.
Seharusnya dia hari ini pulang bersama Sarah, tapi karena Sarah di jemput oleh kekasihnya mau tak mau dia harus pulang sendiri.
Tibanya dia di rumah, dia mendapati seseorang yang berdiri di depan pintu gerbang dengan pakaian yang menurutnya seperti seseorang yang baru saja selesai acara adat, ya terlihat absurd baginya.
Tak mau basa-basi Audrea langsung bertanya dengan bahasa Indonesia.
"Maaf anda siapa?" tanyanya dengan sedikit sopan.
"Kula nuwun, kula mriki kajeng kepanggih kalih Audrea?" balasnya dengan bahasa Jawa.
(Permisi, saya ke sini ingin bertemu dengan Audrea?)
Audrea pun yang bisa berbahasa Jawa membalasnya dengan bahasa yang sama.
"Nggih, kula Audrea. Wonten punapa sampeyan madosi kula?" balas Audrea bingung.
(Iya, saya Audrea. Ada apa anda mencari saya?)
Lelaki itu bukannya menjawab malah tersenyum hangat pada Audrea, melihat itu reaksinya Audrea hanya menatap dengan tatapan menyelidiki.
'Apa aku mengenalnya? Tapi siapa orang yang enggak aku kenal ini, bahkan dia mengenalku. Ahh, tak jelas!' pertanyaan itu yang terlintas di benaknya sekarang.
"Pangapunten saderengipun, kula mriki kajeng nedha bantuanipun sampeyan, Dre. namung sampeyan ingkang saged ngrencangi lan punapa bilih sedaya sampun dipunlampahaken nanging mboten wonten kasil, sampeyan angsal kesah nilaraken kula sasampunipun puniku." Orang itu pun menjawab pertanyaan yang ada di pikiran Audrea tadi, bukan hanya menjawab namun membuat Audrea terkejut dan menatap tajam ke arah orang itu.
(Maaf sebelumnya, saya ke sini ingin meminta bantuanmu, Dre. Hanya kamu yang bisa membantu dan apa bila semua sudah di lakukan tapi tak ada hasil, kamu boleh pergi meninggalkan saya setelah itu).
"Sebenarnya anda siapa sih? Saya tidak mengenal anda!" tegasnya dengan bahasa Indonesia biasa.
"Kula inggih punika tiyang ingkang mangke sampeyan rencangi, namung sampeyan ingkang saged rencangi kula. Kula nedha tulung rencangi kula mangke bilih kula ical."
(Saya adalah orang yang nanti kamu bantu, hanya kamu yang bisa bantu saya. Saya mohon tolong bantu saya nanti jika saya hilang).
"Tegesipun ical? Kula taksih mboten ngertos maksud sampeyan, langkung sae sampeyan kesah saking ngriki."
Audrea semakin bingung dibuatnya.
(Maksudnya hilang? Saya masih tidak mengerti maksud anda, lebih baik anda pergi dari sini).
Orang yang di tolak itu pun langsung memasang wajah sedih, orang itu adalah seorang pria yang mempunyai postur tubuh yang ideal dan dengan wajah tampan.
Namun Audrea tak akan mudah percaya begitu saja dan menolongnya karena dia sungguh tak mengenal pria tersebut, apa lagi sekarang maraknya penipuan di mana-mana.
Dia pun memilih memasuki rumah dan mengabaikan pria yang terus memanggil namanya, namun pria itu tak beranjak juga dari halaman depan.
Membuat Audrea menjadi geram, tapi dia juga tak bisa mengusir dengan kasar walau sudah memakai cara halus, tanpa dia sadari pria itu kehujanan karena tadi sore cuaca nampak mendung.
Keke bukan boneka, boneka boneka
Keke bukan boneka, boneka boneka ....
(Nada dering)
Ponselnya berbunyi dan Audrea langsung memeriksa, ternyata itu panggilan telepon dari temannya.
"Lama banget sih lo angkat telponnya!" omel temannya di seberang sana.
"Ya udah biasa aja dong ngomongnya, lagian gak punya adab banget jadi orang, enggak ngucapin salam pas telpon, udah di angkat malah gue yang kena omel!" omelnya balik.
"Iya bawel!" ledek temannya sambil terkekeh kecil.
"Tumbenan nelpon, ada butuhnya doang nih pasti," ucapnya ketus sambil menebak.
"Gue denger lo udah kerja, terus lo sekarang pindah ke mana?" tanya lawan bicaranya.
"Gue balik ke rumah lama dan niatnya akan menetap di Jakarta," balasnya.
"Oh." Audrea hanya mendengus kesal terhadap makhluk Tuhan yang menyebalkan satu ini.
"Lo bosen hidup? Nelpon cuma nanya kaya gini doang?" tanyanya kesal.
"Biasa aja dong sayang, gak usah galak-galak gitu," sahut temannya dengan nada terlewat santai.
'Sabar Dre, sabar ... punya temen kaya gini emang cobaan, tadi nanya dan pas udah di jawab malah bikin kesel,' batin Audrea mencoba bersabar.
"Dre, kok diem sih?"
"...." Audrea tak menyahuti orang itu.
"Ya ampun, 'kan gue bercanda doang, lagian gue nelpon karna kangen sama lo. Jadi wajar aja 'kan?" gemasnya yang tahu jika Audrea sedang merajuk.
"Tapi gue enggak kangen tuh!" Sangat ketus balasan dari Audrea, malah membuat temannya terkekeh kembali.
"Ya udah, maaf gue udah ganggu lo. Sebenarnya gue nelpon karena mau kasih kabar ini ke lo, Dre," jelas temannya lalu menghela napas dengan kasar.
"Emang mau ngasih tau apa, Fli?" Nama orang itu adalah Rafli teman baik Audrea sejak awal masuk kuliah dan sampai sekarang.
Sedikit ragu sang teman meringis kecil.
"Lo tau sendiri 'kan kalo lo sama gue bisa ngelakuin atau bisa tau masa depan? Nah, gue lagi dapet gambaran tentang lo dan itu buat gue gak tenang tentang apa yang gue liat ini," jelas Rafli mendadak menjadi merinding seketika.
"Gue liat lo, di datengin sama cowo aneh yang berpakaian adat Jawa gitu, apa lagi tuh orang ngomong pake bahasa Jawa bikin gue merinding, Dre. Walau gue gak tau artinya dan lebih parah lagi gue liat lo hilang sehabis liat ke arah gue yang baru aja manggil nama lo, asli Dre, ini gambaran yang gue dapet tanpa melebihi atau mengurangi apa yang gue liat," lanjutnya dengan panjang lebar.
Pernyataan jelas yang dia dengar dari telinganya membuat Audrea mengernyit bingung tentang apa yang temannya jelaskan, tapi apa ia ceritakan adalah sebuah fakta yang baru saja dia alami.
Mendengar temannya itu yang tidak berhenti berbicara membuat Audrea memutuskan panggilannya dengan sepihak dan memeriksa keadaan luar rumah yang sedang diguyur hujan deras.
Betapa terkejutnya, ia melihat pria tadi masih saja berdiam diri di depan rumah, dengan menatap ke arah rumahnya membuat Audrea merinding.
Entah perasaan apa, ada rasa ketakutan membuat dirinya waspada terhadap pria tersebut.
"Kenapa masih ada di sini?" tanyanya penuh curiga.
Pria itu tersenyum, ketika ingin mengatakan sesuatu, tubuhnya limbung dan ambruk di tengah guyuran air hujan. Membuat Audrea spontan menghampirinya dan mengambil lengan pria untuk di rangkul, membawanya masuk ke dalam rumah dan menidurkannya di sofa ruang tamu.
"Ya ampun, berat banget nih orang!" gerutunya.
Setelah itu dia bergegas untuk mengambil handuk, selimut, dan sebuah baskom berisi air hangat tidak lupa dengan alat untuk mengompresnya. Karena ia merasa suhu badan pria itu mulai melewati batas wajar, menurutnya.
Audrea pun bergegas menuju ruang tamu kembali dan mau tak mau dia harus membuka baju bagian atas pria itu supaya tidak membuatnya kedinginan, kemudian dia mengelap pelan tubuh atletis sang pria, menyelimuti dan mengompresnya setelah itu.
Berpikir kalau nanti pria itu bangun dan merasa lapar, dia langsung menuju dapur untuk memasak nasi goreng yang mudah dibuat. Naluri berjalan semestinya, tapi tak lama ia sangat was-was pada orang asing yang singgah di kediamannya.
Entah berapa lama Audrea bergelut di dapur, tanpa sadar dia sedang diperhatikan seseorang namun yang di perhatikan tak menyadarinya karena terlalu serius dengan memasak.
Pria itu pun menegur dengan hati-hati agar Audrea tidak kaget karena kehadirannya di dapur.
"Eh, kamu udah sadar? Kok kamu bisa pake bahasa Indonesia biasa sih?" tanya Audrea. Nada bicaranya terdengar seperti mengintimidasi.
"Nanti akan saya jelaskan, sekarang fokuslah memasak. Nanti masakanmu bisa gosong ,Dre," balasnya sambil menyadarkan Audrea yang sedang memasak.
"Ini udah kelar kok, mendingan sekarang kita makan bareng aja dan setelah makan kamu jelasin apa maksud kehadiran kamu di sini," ucapnya sedikit dingin dan di jawab anggukan oleh lawan bicara.
"Oh ya, satu lagi. Dari mana tau nama aku?" lanjutnya sambil berjalan menuju meja makan.
Tak ada jawaban, mereka melanjutkan kegiatan masing-masing.
Hanya suara dentingan alat makan yang terdengar tanpa ada pembicaraan, selesainya mereka makan Audrea membersihkan peralatan masak dan alat makan yang di pakai tadi.
Setelah itu dia langsung menuju ruang tamu dan terlihat jelas pria yang bertubuh kekar itu membuat jantungnya berdegup dengan cepat, dan bodohnya ia baru sadar ketika pria itu sedang tidak memakai pakaiannya sejak tadi.
"Ka-kamu, tunggu di sini sebentar aku akan mengambil switer aku untuk kamu," ujarnya gugup.
Pria itu hanya diam dan memperhatikan sang pemilik rumah saat kembali dengan sebuah pakaian.
"Ini pake dan jangan sampai kamu kedinginan, ini switer-ku yang paling besar dan juga jarang di pake," tukas Audrea.
"Terima kasih," balasnya singkat.
"Kita langsung aja, pertanyaan pertama, kenapa kamu ke sini? Pertanyaan ke-dua, dari mana kamu tau nama aku? Pertanyaan ke-tiga, kenapa kamu bisa memakai bahasa biasa padahal tadi sore memakai bahasa Jawa?" tanya Audrea mengambil napas sejenak sambil melirik penuh intimidasi pada Yuda.
"Pertanyaan ke-empat, kenapa memakai baju adat? Pertanyaan ke-lima, dari mana kamu berasal?" lanjutnya dengan rentetan pertanyaan terlontar dari mulut Audrea sambil mendengus di akhir.
"Aku ak—" ucapannya terpotong karena Audrea berbicara kembali.
"O iya, pertanyaan terakhir ...." Dia menjeda ucapannya.
"Siapa nama kamu?" lanjut Audrea dengan serius.
Sang pria menghela napas jengah. "Aku akan menjawab satu persatu. Pertama aku ke sini karena merasa harus bertemu kamu dan membawamu untuk ikut bersamaku, ke-dua aku tau nama kamu karena aku telah memperhatikan kamu sejak awal, ke-tiga aku bisa menguasai bahasa Indonesia biasa karena aku telah belajar untuk memahami bahasa ini dan aku juga bisa beberapa bahasa, ke-empat sebenarnya aku tadi ingin menemui mu dengan memakai baju biasa—"
"— namun aku teringat kalo pakai baju biasa terlalu membosankan dan aku ingin membuatmu terkesan dengan penampilanku karena memakai baju adat Jawa, pertanyaan ke-lima aku ragu untuk menjawabnya, pertanyaan ini akan ku jawab besok, pertanyaan terakhir namaku adalah Basurata Yuda," jelasnya panjang lebar.
Audrea mengangguk mengerti, namun masih ada rasa curiga dalam benaknya dan menatap lekat mata pria yang bernama Basurata Yuda. Menyelidiki tatapan itu untuk mencari kebohongan, namun nihil dia seperti tidak menemui kebohongan di mata pria itu.
Bukan Audrea namanya jika mudah percaya begitu saja kepada orang yang baru ia kenal, dia tak ingin di bodohi. Bisa saja saat ini ia sedang ditipu. Apa lagi alasannya tidak masuk di akal.
"Baiklah, karena pertanyaan ke-lima belum di jawab. Aku tunggu jawaban kamu besok dan setelah itu urusan kita selesai," balas Audrea.
"Iya Dre, kamu bisa memanggil aku Yuda mulai saat ini," ujarnya tersenyum hangat dan di balas senyum kecil oleh Audrea.
Yuda pun pamit pada Audrea karena malam sudah semakin larut dan mereka sepakat untuk melanjutkan pembicaraan itu besok.
"Ahh, aku harap dia bisa menerima takdir buruknya, hahaha ...," gumam Yuda pelan sembari menyeringai sambil berjalan menuju tempat parkiran mobil yang tak terlalu jauh.
***
Keesokannya adalah hari istirahat yang tepat untuk Audrea bermalas-malasan. Hingga tidak sadar, dia bangun terlalu siang pada jam 09.26 WIB, sampai ada suatu tangan yang lumayan besar dari tangannya menepuk pipinya lembut.
Karena Audrea masih dalam keadaan baru sadar, ia mengerjapkan matanya dan memfokuskan pandangan. Ketika penglihatannya mulai jelas, jantung Audrea berdetak dengan cepat dan langsung mematung tak percaya akan pandangan yang dia lihat sekarang.
"Kenapa diam aja?" tanya orang itu dengan santai.
"Bangunlah, aku bawain kamu sarapan," ujarnya sambil tersenyum.
"...." Ia menghela napasnya jengah.
Plak ....
"Hei! Kenapa kamu menamparku?" kejutnya sambil mengelus pelan pipi yang terkena tamparan.
"Seharusnya aku yang bertanya sejak kapan kamu masuk ke rumah ini? Dan mengapa dengan lancangnya kamu menyentuhku, hah?!!" pekiknya dengan amarah.
Sungguh aneh tiba-tiba saja Yuda berada di kamarnya dan entah dari dia bisa memasuki rumah Audrea. Bukankah ini tidak sopan saat seorang pria memasuki rumah seorang gadis tanpa permisi? Bahkan terlihat seperti seorang penjahat yang menerobos masuk.
"Tenanglah sedikit, aku hanya ingin melihatmu, apa salah?" tanya Yuda santai tanpa merasa bersalah.
Audrea melihatnya langsung tertawa hambar, tak menyangka orang itu berani-beraninya memasuki rumahnya seperti pencuri dan lihatlah! Yuda tidak merasa bersalah akan kelakuan anehnya yang dibuat oleh dirinya sendiri.
"Pergilah! Kita lanjut pembicaraan yang semalam nanti aja, aku lagi gak mood," usir Audrea.
"Aku enggak mau pergi dan akan tetap bersama sampai kamu tau yang sebenarnya tentang diri aku Dre," ucap Yuda tersenyum sendu namun tak membuat Audrea luluh.
"Aku tekan 'kan sekali lagi, PERGI YUDA! APA KAMU TULI?!!" Kesabaran yang Audrea miliki sekarang telah habis, ia baru saja bangun dan mendapatkan seorang pria di dalam kamarnya. Sangat menguji kesabaran.
"Bersihkan diri kamu dulu dan aku akan menunggu kamu di ruang tamu," kata Yuda.
Ia berlenggang pergi keluar kamar, sedangkan Audrea terperangah melihat sikap Yuda, sangat absurd.
"Hah?! Siapa sih, manusia gak sopan kaya itu? Dasar, kurang ajar!" umpat Audrea sembari memejamkan mata untuk meredam emosi.
Dia pun akhirnya membersihkan diri dan setelahnya ia segera menemui Yuda di ruang tamu, saat dia sudah di ruang tamu ia menatap jengah orang yang sudah bikin emosi di awal harinya, karena kehadiran yang tak masuk di akal.
Kedua manusia bergeming, tak ada yang memulai pembicaraan, hanya Yuda yang menatap Audrea lekat dan Audrea membuang pandangannya acuh. Ia amat muak, mau mengusirnya pasti membutuhkan tenaga besar menurutnya.
"Langsung aja, apa maksud kamu ke sini?" Matanya beralih menatap Yuda curiga.
"Aku ke sini karena ingin melihat kamu, bahkan setiap hari aku ingin melihatmu. Bukan waktu yang sebentar untuk menunggu mu," lirih Yuda.
"Bisa jelasin yang lebih detail?" desaknya tak sabaran.
"Aku mengikuti garis takdir, tempo hari wajah kamu terlintas dalam pikiran. Hingga aku nekat mencari orang yang visualnya kaya kamu dan enggak lama keesokan harinya aku liat kamu secara langsung lagi nyetir motor, aku tahu mungkin ini terkesan kaya menguntit, tapi dalam mimpi hanya kamu harapanku dan ingin kamu mempercayaiku setelah apa yang nantinya aku katakan—" Yuda menjeda perkataannya dan semakin membuat Audrea penasaran.
"Seharusnya sejak perang aku sudah tiada Dre," sendunya. Audrea langsung membulatkan matanya karena terkejut.
"Siapa kamu sebenarnya, Yud? Apa kamu sedang bercanda, hah?" tanya Audrea tak percaya kepada Yuda.
'Mana mungkin? Apa dia penipu ulung yang sedang jadi buron?' pikirnya mulai curiga.
"Aku adalah orang yang telah memakai ilmu kanuragan, mungkin mustahil untuk dipercaya. Tapi inilah faktanya dan terimalah takdir yang datang di kehidupanmu," jelas Yuda.
Audrea mencoba mencerna kembali pembicaraan itu. Perlahan tapi pasti Yuda sudah membawa Audrea mempercayainya dengan hanya tatapan saja, satu hal yang Audrea tidak tahu adalah Yuda mempunyai kekuatan yaitu penghasut dalam setiap kata yang dia ucapkan, tentu saja itu membuat lawan bicaranya mempercayainya atau mematuhi Yuda.
"Lalu apa yang kamu inginkan?" tanya Audrea yang tersadar karena tatapan itu.
"Tentu saja aku ingin dirimu." Yuda berujar sambil tersenyum.
Audrea mengangkat alisnya heran dan tiba-tiba saja kepala gadis itu terasa pusing. "Astagfirullah, kenapa kepala aku pusing tiba-tiba?" gumam Audrea sembari memijat pelan dahinya.
"Dre, kayanya kamu stres sama pekerjaan kamu deh. Mending kamu ikut aku aja jalan-jalan, gimana? Mau enggak?" tawar Yuda tak masuk akal.
"Tunggu! Jangan gunain kekuatan kamu untuk buat aku percaya akan semua yang telah kamu sampaikan kek aku barusan!" Sadar Audrea ketika Yuda terlihat memiliki aura hitam di sekelilingnya untuk mengalihkan pembicaraan dan sambil menahan amarahnya.
'Jadi dia sadar kalo aku memakai kekuatan?' batin Yuda bertanya pada diri sendiri.
"Jangan salah paham, aku enggak pernah memakai kekuatan untuk bikin kamu percaya padaku. Karena aku tau kamu enggak akan pernah bisa kabur dari takdir yang udah mengikat kita, Dre!" dalih Yuda meyakinkan.
"Baik. Aku akan percaya kali ini, tapi jika kamu beneran gunain kekuatan itu atau kekuatan lainnya—" Kalimatnya terjeda dan Audrea menghela napas panjang.
"Aku jamin diri kamu akan menghilang walau sekarang kamu memakai kanuragan, karena kekuatan kamu pasti punya kelemahan," lanjutnya dengan tatapan tajam.
Mendengar itu Yuda seperti menahan amarah untuk tidak emosi kepada Audrea yang telah mengancamnya. Ia menatap pongah sang gadis, namun masih bisa mengontrolnya. Ingin sekali membunuh gadis dihadapannya, tapi gadis itu masih ada gunanya nanti.
"Kenapa, kok kamu diem aja? Kamu lagi ngerencanain sesuatu ya?" Yuda menggeleng.
"Dre, aku bilang jangan salah paham. Aku enggak seburuk yang kamu pikirin. Aku mohon jangan seperti ini?" mohon Yuda yang tiba-tiba berlutut di depan Audrea.
"Bangunlah, gak sopan kalo di liat kaya gini," balasnya.
"Hmm, ayo kita keluar dan belajar untuk saling mengenal Dre." Yuda bangun kemudian mengulurkan tangan ke Audrea.
"Sebentar aku ingin siap-siap dulu." Dia tidak menggapai tangan Yuda dan berdiri untuk berjalan menuju kamarnya.
Apa Yuda marah atas perlakuan Audrea tadi?
Tentu Yuda sudah benar-benar geram namun dia tidak ingin termakan emosi. Audrea sudah menguji kesabaran Yuda, yang untungnya dia bisa kalahkan emosi itu.
'Aku harus tetap waspada, dia bukan orang sembarangan. Dia manusia yang punya ilmu kanuragan dan aku akan mencari cara agar dia berubah menjadi jenglot karena itulah kehidupan setelah manusia yang telah memakai kanuragan,' pikir Audrea sambil memasuki kamar.
Sudah 10 menit ia di kamar, namun tak kunjung keluar karena Audrea mengabari Rafli untuk meminta bantuan mencari cara mengubah manusia yang memakai kekuatan kanuragan menjadi jenglot. Karena itu yang dia tahu.
Yuda menunggu dengan sabar hingga dia tak tahan dan berjalan ke depan pintu kamar Audrea dan ingin mengetuknya.
"Dre, cep-" ucapan Yuda terpotong ketika pintu yang ingin di ketuk terbuka oleh sang pemilik kamar.
"Ayo, aku udah siap nih," ajak Audrea dan di balas anggukan serta senyuman dari Yuda.
Mereka berdua menghabiskan waktu bersama, walau keadaan masih terasa canggung dan kini mereka makan siang di restoran milik teman Yuda, Apa Audrea tahu? Tidak, dia tidak tahu kalau itu restoran milik teman Yuda.
"Enak enggak, Dre, makanannya?" tanya Yuda sambil memasukkan makanan ke mulutnya.
"Enak kok. Oh ya, apa aku boleh tau umur kamu, Yud?" Yuda bingung harus menjawab pertanyaan itu.
"Hmm ... umur aku ...." Audrea hanya mengernyit.
"Iya berapa?" tanyanya lagi dengan penasaran.
"Seratus satu tahun," jawab Yuda sambil menggaruk tengkuknya tak gatal.
"Uhuk ... uhuk ...." Audrea yang sedang menelan makanannya menjadi tersedak akibat jawaban Yuda.
"Dre, kamu enggak apa-apa 'kan?" tanya Yuda terlihat khawatir sambil memberi minum.
"Kalo makannya udah mari kita pulang, aku sangat lelah hari ini," sahut Audrea mengalihkan pembicaraan.
Yang di ajak bicara hanya mengerutkan keningnya heran, padahal Yuda tadi jawab apa adanya dan itu dia jawab jujur. Tapi ia belajar untuk tidak peduli terhadap respon barusan.
"Baiklah ayo kita pulang," putus Yuda.
Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang dan Audrea juga memilih istirahat di rumah. Tadinya Yuda ingin bertamu namun dengan cepat ditolak oleh Audrea, karena dia sungguh membutuhkan istirahat saat ini.
Waktu terus berjalan dan matahari telah terbenam dengan indah di ujung hari, Audrea sehabis melaksanakan sholat pun langsung mencari ponselnya untuk menghubungi temannya, Rafli.
Tutt ... tutt ... tutt ....
"Ishh, ke mana sih nih orang?" gumamnya kesal karena telponnya tak di angkat dan mencoba menghubungi kembali.
"Assalamu'alaikum, Dre?" Senyuman merekah di bibir Audrea karena telponnya diangkat.
"Walaikumsalam, akhirnya lo angkat juga." Terdengar kekehan kecil di seberang sana.
"Kenapa sih? Oh, gue tau nih kenapa lo telpon gue," tebak Rafli usil.
"Emang apa Fli?" tanya Audrea yang gemas.
"Jelas lo kangen sama gue, ya 'kan?!" sahut Rafli percaya diri.
"Cih, pede banget sih lo, gue nelpon lo karena ingin nanyain sesuatu tau!" dengus Audrea.
Rafli mulai mengernyit sembari berpikir, "Pasti yang masalah tadi pagi, betulkan?"
"Kalo ada yang menggunakan ilmu itu mungkin aja pemiliknya gak akan mati dengan cara ditusuk, di kubur hidup-hidup, bahkan jika lo tebas lehernya enggak akan membuat pengguna ilmu mati, malah tuh kepala nyambung lagi. Tapi ketika mereka beneran mati, jasadnya enggak akan di terima bumi dan jika mereka menyusut jadi jenglot itu karena sang pengguna dapat konsekuensi dari ilmu yang dipake atau melanggar pantangannya, itu yang gue tau dan gue sebagian cari di internet sih," jelas Rafli panjang lebar.
"Kalo itu gue ngerti dan gue juga baru denger tentang konsekuensinya. Tapi lo tau enggak kalo si pengguna bisa awet muda?"
"Hahaha ... Dre ... Dre, lo kenapa sih? Tumbenan nanya hal kaya gini," ucap Rafli tak habis pikir sambil tertawa.
"Ihh, 'kan gue nanya serius. Jawab Fli?" kesalnya.
"Kalo menurut gue sih, si pengguna selain memakai ilmu kanuragan dia juga make ilmu lain, bisa aja dia banyak bersekutu dengan setan atau jin. Oh, kalo enggak dia bertapa dan kasih tumbal gitu, itu sih pemikiran gue yang pernah baca di buku tentang manusia awet muda dengan cara gak wajar," sahut Rafli menjelaskan lagi.
"Ya udah, nanti selebihnya gue cari lagi deh. Makasih ya Fli," balas Audrea tulus.
Rafli hanya tersenyum kecut di sebrang sana dan tak membalas ucapan terima kasih dari temannya itu, dia merindukan seseorang yang pernah hadir di kehidupannya dan selalu saja kalau menelpon hanya karena sebuah urusan penting bagi Audrea.
"Loh, kok diem aja sih? Rafli gua mau matiin nih telponnya," pintanya.
Rafli tersadar dari lamunannya.
"Ehh, iya Dre, matiin aja telponnya. Oh iya, kalo seandainya gue ajak lo jalan, lo mau enggak?" tawar Rafli dengan gugup karena takut di tolak.
"Gue bakalan terima kok, kalo lo yang ngajak."
"Serius nih?" ucapnya tak percaya mendapat lampu hijau.
"Ya serius 'lah, kapan lagi bisa ketemu temen lama?" kikik Audrea pelan.
"Ok kalo gitu, gue matiin telponnya. Lo jangan tidur terlalu malem ya Dre, see you." Senyum terus saja mengembang, lalu telpon itu di matikan secara sepihak oleh Rafli.
"See you too," ucap Audrea sambil tersenyum hambar.
"Ternyata di antara kita enggak ada yang beda ya Fli. Semua masih sama," gumam Audrea sendu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!