NovelToon NovelToon

Pernikahan Dadakan

Bab 1 - Pernikahan

"Apa! Menikah? Yang benar saja dong Pa! Aku tidak setuju!"

"Saya setuju Om."

"Hah?"

Liora benar-benar tidak habis pikir dengan laki-laki dewasa di hadapannya. Ia dengan mudah menyetujui permintaan pernikahan yang mamanya inginkan. Meski mamanya memang sedang diambang kematian, tetap saja untuk permintaan menikah. Liora tidak bisa. Ia masih ingin bebas dan menikmati masa mudanya.

"Pokoknya Rara nggak mau Pa! Lagian Rara juga nggak mengenal pria ini," ucap Liora yang masih terus menolak.

"Sayang, papa mohon ya, ini keinginan mama kamu. Dia ingin melihat kamu menikah. Lagipula Raja ini orangnya baik, papa yakin dia bisa membimbing kamu. Papa sudah mengenalnya sangat lama."

"Tapi kenapa harus aku Pa? Kak Lintang kan anak pertama, harusnya dia duluan yang menikah. Kenapa harus aku? Lagian aku tidak mengenal pria ini. Baik menurut papa bukan berarti baik juga menurut aku. Pokoknya aku menolak dengan sangat keras pernikahan ini!"

Liora masih terus menolak permintaan sayang mama. Sampai mereka pun mendapatkan kabar kalau kondisi mamanya Liora semakin buruk.

"Papa mohon, Ra. Turuti permintaan terakhir mamamu. Mama memintamu menikah lebih dulu, karena mama ingin melihat kamu menikah dengan orang yang tepat. Apalagi kamu ini putri kesayangan kami berdua."

Dengan berat hati, akhirnya Liora pun memutuskan untuk menyetujui keinginan sang mama untuk menikah dengan Raja. Laki-laki yang dipilihkan oleh mamanya.

Tak butuh waktu lama selang berapa waktu, semua persiapan pernikahan sudah dilakukan. Dimulai dari penghulu dan para saksi. Acara pernikahan dilangsungkan dengan sederhana di ruangan rawat mamanya Liora. Bahkan Liora hanya mengenakan kebaya putih dan riasan natural di wajahnya.

Ketika ijab kabul telah selesai diucapkan. Mama Liora menghembuskan napas terakhirnya. Liora menangis sejadi-jadinya. Ia benar-benar belum siap kehilangan mamanya.

"Papa, mama masih hidup kan? Mama cuma tidur sebentar kan? Mama pasti bangun lagi, Rara yakin itu," tanya Liora bertubi-tubi sambil meneteskan air matanya.

Papa Handoko hanya diam tak menjawab ucapan anaknya. Ia pun merasa sedih dan tak berdaya karena ditinggal istri yang dicintainya.

"Kamu harus ikhlas ya, Ra. Mama kamu sudah meninggal. Dia pasti akan tenang disana," ucap Raja yang ada di samping Liora.

"Ngomong apa kamu barusan? Mamaku belum meninggal ya? Dia masih hidup! Jangan bicara sembarangan!"

Tapi, kedatangan suster dan dokter yang hendak memindahkan mamanya ke ruangan mayat membuat Liora menangis lebih keras bahkan sampai pingsan. Raja yang kini sudah berstatus sebagai suami Liora pun harus siaga menunggu Liora sampai bangun. Sambil melihat kondisi di sekitarnya.

*

*

Keesokan harinya adalah hari pemakaman mamanya, Liora masih terus menangis di pelukan Papa Handoko. Ia masih belum bisa mengikhlaskan kepergian sang mama yang begitu cepat.

Begitu juga dengan Lintang yang baru bisa datang di hari pemakaman karena sebelumnya ada urusan di luar kota. Ia benar-benar tidak menyangka mamanya akan pergi secepat ini.

Ketika hendak pulang dari TPU, Liora meminta ikut pulang dengan Papa Handoko ke rumah. Tapi, Papa Handoko melarang.

"Kamu sudah bersuami. Sekarang kamu harus ikut dengan suami kamu. Kecuali kalau suami kamu mengizinkan kamu itu ikut bersama papa."

"Apa!? Menikah? Kapan? Kenapa nggak ada yang bilang ke aku? Papa! Rara itu masih kecil! Kenapa dinikahkan?"

Begitulah Lintang, pria itu masih menganggap adiknya anak kecil karena masih suka manja padanya. Mendengar adiknya sudah menikah dan dia tidak tahu apapun. Ia sangat terkejut dan tidak percaya. Untuk mengurus diri sendiri saja tidak bisa apalagi harus mengurus suami. Lintang tidak bisa membayangkan akan sehancur apa rumah tangga Liora kelak.

"Maaf, papa tidak sempat menghubungi kamu. Karena keadaannya genting sekali. Lagian Rara sudah besar, sudah 22 tahun juga."

"Astaga Pa! Umur aja yang udah 22 tahun. Tapi kelakuannya masih kaya anak SMP, yang ini dan itu maunya dilayanin. Apa nggak kasihan sama Raja?"

"Sudah nggak papa. Saya bisa menghadapinya. Lagipula saya yang menyetujuinya lebih dulu," ucap Raja.

Lintang hanya bisa menghela napasnya. Ia tidak tahu lagi harus apa sekarang. Fakta yang didengarnya begitu mengejutkan.

"Hari ini kamu boleh menginap di rumah papa kamu. Besok saya akan menjemputmu."

Liora diam, karena masih belum terima ia sudah menikah dengan pria kaku seperti Raja. Apalagi bicaranya yang terkesan baju, membuatnya kesal saja.

"Apa kamu tidak mau ikut menginap juga?" tawar Papa Handoko.

"Tidak, saya masih ada hal yang mau diurus. Saya titip Rara ya, Pa."

"Dih, apaan titip-titip! Orang aku anak papa juga! Ngeselin banget!"

"Rara!" teriak Papa Handoko ketika anaknya mengatakan hal tidak sopan ke suaminya sendiri.

"Iya, maaf Pa."

*

*

Mereka pun pulang dengan jalur yang berbeda. Setibanya di rumah, Liora langsung masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya dari dalam.

Berbeda dengan Papa Handoko dan Lintang yang langsung bicara serius di ruang tamu.

"Wajar kalau kamu terkejut. Papa menikahkan Rara atas permintaan mama kamu. Dia ingin melihat putri kesayangannya jatuh ke orang yang tepat. Dan dia pun memilih Raja. Papa tidak bisa menolak itu, dan untungnya Raja setuju. Meski awalnya adik kamu menolak mati-matian."

"Ya ampun, Pa. Sekarang aku jadi kasihan ke Raja. Dia pasti tidak akan sanggup menghadapi sikap manja dan kekanak-kanakan dari Rara. Walaupun aku tahu, Raja memang baik, tetap saja kalau pasangannya Rara, aku tidak bisa berekspektasi lebih."

"Entahlah, papa juga nggak tahu. Papa cuma bisa berharap pernikahan mereka berdua berjalan dengan baik. Meski papa tahu pernikahan itu terjadi tanpa ada rasa cinta. Papa pun tidak tahu, kenapa Raja dengan mudahnya menyetujui permintaan mamamu."

"Hufttt...."

Lintang menghela napasnya. Ia jadi terus kepikiran tentang kehidupan adiknya selanjutnya. Apalagi adiknya itu masih jadi mahasiswa tingkat akhir di universitas.

*

*

Malam harinya, Liora keluar dari kamarnya untuk makan malam bersama. Di meja makan, Liora terus meminta diambilkan makanan ini dan itu ke kakaknya. Lintang hanya bisa geleng-geleng kepala. Entah gimana pusingnya Raja nanti setelah mengetahui tingkah adiknya.

"Nanti kalau kamu sudah tinggal bersama dengan Raja. Kamu jangan minta dilayani terus. Kamu juga harus melayani segala kebutuhan Raja juga."

"Emangnya siapa yang mau tinggal sama pria itu? Aku mau tinggal disini sama papa aja. Biarin aja dia sendirian di rumahnya. Pernikahan ini kan tanpa cinta. Kalau besok bercerai pun, boleh kan?"

Tuk!

Lintang mengetok kening adiknya dengan sendok karena ucapannya yang ngawur.

"Heh! Dimana-mana orang tuh maunya nikah sekali seumur hidup. Kamu malah baru beberapa hari aja udah mau cerai. Jangan ngomong sembarangan! Masa nyebut suami sendiri pria itu! Nggak sopan!"

Liora mendengus sebal. Karena memang ia tidak mau tinggal bersama Raja. Baginya pernikahan kemarin itu cuma main-main untuk mengabulkan permintaan mamanya.

*

*

TBC

Bab 2 - Nggak mau ikut

Liora tidak bisa tidur, ia benar-benar tidak bisa jika harus tinggal bersama pria asing yang sama sekali tak pernah dikenalinya secara baik. Hanya memikirkannya saja ia sudah tidak mau. Ya walaupun, ia sudah beberapa kali bertemu, tapi tetap saja, ia tak pernah mengobrol.

Karena saking pusingnya dengan masalah ini, Liora pun menghubungi sahabat terbaiknya.

"Aku mau curhat Li."

"Curhat apa hm? Kamu nggak liat apa sekarang ini jam berapa? Udah jam 11 malam, Ra. Aku ngantuk, mau tidur," ucap Lili sambil menguap.

"Aku udah nikah Li. Sama laki-laki kaku dan dan kalo bicara itu baku banget."

"Apa?!"

Lili berteriak saking tidak percaya.

"Jangan becanda di tengah malam begini dong, Ra! Nggak lucu tahu!"

"Siapa yang lagi becanda? Ini beneran!"

"Astaga! Kok bisa? Kamu hamil duluan ya? Ngaku kamu!"

Lili malah mengira Liora hamil duluan karena sudah nikah dadakan.

"Sembarangan! Gini-gini aku itu tahu batasan kalau pacaran."

"Lah, terus kok bisa nikah tiba-tiba gitu?"

Liora pun menceritakan semua masalah yang terjadi sebelum ia menikah ke Lili. Ia pun tak mungkin menolak lagi, karena mamanya benar-benar sekarat saat itu.

"Malangnya kamu. Terus-terus suami kamu ganteng nggak?"

"Masih gantengan juga Debo di kampus kita."

"Huh! Ingat udah punya suami. Kamu nggak boleh lagi suka sama Debo. Kamu harus jaga hati suami kamu sendiri."

"Tau lah, curhat sama kamu kok jadi kesal. Dah lah, aku matiin aja."

Liora pun menaruh ponselnya dengan memanyunkan bibirnya lalu memeluk gulingnya dan terus menggerutu di hatinya.

*

*

Esok paginya, Liora keluar dari kamarnya dengan masih mengenakan piyama tidurnya. Ia berjalan ke dapur untuk mengambil minum. Namun ia malah mendapatkan jeweran di telinganya dari sang kakak.

"Aww, sakit kak! Kenapa jadi kasar sama adik sendiri sih!"

"Kamu itu udah jadi istri orang, harusnya belajar bangun pagi, mandi pagi dan buatin sarapan. Bukannya bangun jam 9 kaya gini. Yang ada suami kamu bisa mati kelaparan."

"Kan dia bisa bikin sarapan sendiri, kenapa aku harus repot-repot," ucap Liora kemudian meneguk minumnya dan menaruh gelasnya sembarangan.

"Ya Tuhan anak ini!"

Lintang jadi emosi sendiri dengan adiknya. Ia benar-benar merasa kasihan dengan Raja. Yang seharusnya mendapatkan istri terbaik, malah mendapatkan istri terburuk. Ia juga jadi merasa bersalah, karena selama ini ia juga terlalu memanjakan adiknya sampai jadi manja kebangetan seperti ini.

Liora tidak kembali ke kamarnya, ia malah berjalan-jalan di halaman rumahnya. Kenangan bersama mamanya sebelum meninggal terus teringat di kepalanya. Tanpa sadar, air mata pun menetes ke pipinya. Ia masih belum bisa mengikhlaskan kepergian sang mama. Ia bahkan terus melihat bunga mawar putih yang ditanam bersama sang mama di halaman rumah.

"Kenapa mama pergi secepat ini? Aku masih membutuhkan mama. Kata mama, ketika aku di wisuda nantinya mama akan ada di album fotonya. Tapi kenapa mama malah pergi sebelum itu?"

Liora mengusap air matanya, karena takut papa atau kakaknya melihatnya bersedih. Ia tak ingin kedua orang yang dicintainya jadi ikut sedih juga. Padahal, tanpa Liora ketahui, papa dan kakaknya melihat dirinya dari jendela dalam rumah.

"Keceriaannya, senyumannya, manjanya, terkadang semua itu hanya tipuan untuk menutupi rasa sedihnya. Papa tahu kalau dia tidak ingin kita jadi ikut bersedih juga."

"Iya Pa. Rara itu kaya bunglon yang pintar sekali menyembunyikan dirinya. Bahkan gampang banget berubah suasana hatinya. Terkadang aku heran, karena dia selalu terlihat bisa membuat kita tertipu olehnya."

"Maka dari itu, mulai sekarang, kamu harus awasi terus adik kamu. Meski dia sudah menikah, tapi Raja belum tahu banyak tentang Liora. Papa sangat berharap, Rara mampu menjalani rumah tangganya dengan baik. Karena papa percaya pada Raja."

"Tapi, Pa. Apa keluarga Raja tidak akan heran, karena tiba-tiba Raja menikah?"

"Itu juga yang papa pikirkan sekarang. Papa hanya takut kalau Rara tidak diterima di keluarga Raja yang lebih kaya dari keluarga kita."

Lintang tampak menghela napasnya.

"Harusnya papa memikirkannya semuanya matang-matang juga. Jangan karena permintaan mama melihat Rara menikah lalu mengesampingkan hal sepenting itu. Aku jadi khawatir. Karena setahu aku, keluarga Raja begitu menjunjung tinggi kehormatan dan derajat."

"Mau gimana lagi, papa tidak bisa berpikir jernih juga saat itu. Apalagi Raja dengan mudahnya mengiyakan."

"Ya sudah lah, Pa. Semuanya sudah terlanjur."

Papa Handoko mengangguk. Kemudian keduanya menjauh dari jendela agar tidak ketahuan oleh Liora.

*

*

Sore harinya, di saat sedang santai-santainya menikmati makanan sambil nonton televisi, Liora dikejutkan dengan kedatangan Raja. Ia langsung lari ke dalam kamarnya dan mengunci pintu karena tidak ingin dipaksa untuk ikut bersama dengan Raja.

Tak berselang lama, suara ketukan pintu dari Papa Handoko terdengar, begitu juga dengan suaranya.

"Sayang, ini suami kamu udah jemput. Kamu beres-beres pakaian kamu dan barang-barang kamu. Raja akan menunggu di bawah, jangan lama-lama. Kasihan dia habis pulang kerja langsung kesini."

Setelah suara papanya tak terdengar lagi, Liora mulai bersuara.

"Aih, kenapa juga sih dia harus kesini? Harusnya lupa aja kek udah punya istri. Ah, pokoknya aku nggak mau pergi dari rumah ini. Nggak mau jauh-jauh dari papa."

Liora menendang-nendang di atas kasurnya karena tidak mau pergi dari rumah. Ia tidak bisa membayangkan gimana hidupnya jika harus bersama laki-laki yang bicara formal.

Karena Liora tak kunjung keluar kamar setelah 30 menit berlalu. Kali ini Lintang yang turun tangan untuk membuat Liora keluar.

"Ra, udah belum? Ini loh Raja udah nungguin. Cepet ah. Jangan nggak sopan gitu sama suami. Kalau sampai hitungan ke lima pintunya belum dibuka juga. Kakak buang si Loli ke kali."

Mau tak mau Liora pun membuka pintunya. Karena si Loli adalah ikan fugu kesayangannya yang dibeli bersama sang mama. Ketika pintu terbuka, Lintang langsung masuk dan hendak membantu Liora untuk membawa barang adiknya. Namun apa yang dilihatnya, tak ada satu pun barang yang dibereskan oleh Liora.

"Astaga Rara! Kenapa belum beres-beres? Kamu sengaja banget ya buat si Raja nunggu? Haduh!"

Saking kesalnya dan tidak sabar. Lintang jadi harus membantu Liora membereskan pakaiannya. Ia bahkan asal memasukan pakaian dari lemari Liora ke dalam koper.

"Untuk sekarang bawa bajunya dikit dulu. Nanti kamu bisa ambil lagi ke rumah sendiri. Ayo cepet turun!"

Namun, Liora masih diam di tempat yang sama. Ia benar-benar tidak ingin pergi dari rumah.

"Kakak dan papa ngusir aku ya dari rumah? Kalian nggak suka kalau aku tinggal di rumah? Jahat banget!" ucap Liora ketika kakaknya menarik kopernya keluar dari kamar.

"Ya ampun, nggak gitu kali. Kamu harus ingat posisimu Ra. Kamu sudah menikah dan memiliki suami. Kamu sudah punya keluarga baru kamu sendiri. Masa iya kamu mau tinggal disini terus. Papa dan kakak nggak ngusir, cuma kamu kan sudah berpindah tanggungjawab ke Raja."

"Nggak mau! Pokoknya Rara nggak mau ikut dia! Rara mau disini aja! Titik!"

Lintang jadi kerepotan sendiri. Sebenarnya ia juga berat banget harus menyerahkan adiknya tinggal bersama orang lain. Meski Raja adalah salah satu teman sekaligus rekan bisnisnya.

*

*

TBC

Bab 3 - Tidur tak seranjang

Karena suara Liora yang keras, perdebatan Lintang dan Liora pun terdengar sampai ke ruang tamu. Papa Handoko jadi merasa tidak enak dengan Raja.

"Aku boleh ke kamar Rara, Yah?" izin Raja.

"Tentu saja boleh. Kamu kan sekarang sudah jadi suaminya."

Raja pun bangkit dari duduknya menuju ke sumber suara yang ada di lantai dua.

"Kamu sih! Tuh liat suami kamu sampai nyamperin kesini! Makanya jangan banyak tingkah deh! Nurut aja kenapa sih?"

Liora menatap wajah kakaknya dengan penuh kekesalan. Tapi ketika melihat Raja, bertambah lagi lah kesalnya.

"Sudah siap?" tanya Raja ke Liora.

"Sudah, Ja. Ini kopernya mau aku bawakan ke bawah. Kalian bicara dulu lah berdua," ucap Lintang yang kemudian pamit undur diri dari sana. Karena ia sudah pusing bagaimana membujuk adiknya yang tidak mau ikut.

Liora memalingkan wajahnya sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Saya kan kemarin sudah bilang, saya akan menjemput kamu. Kenapa kamu belum siap-siap dari tadi? Itu sama saja artinya kamu membuang-buang waktu saya."

"Ya sudah, tinggal pulang sendiri kan juga bisa. Repot amat!" jawab Liora.

"Tapi, kamu istri saya. Saya harus membawa kamu."

"Kamu tidak mencintai aku kan? Kamu menikah denganku juga terpaksa kan? Mari kita akhiri saja pernikahan main-main ini. Kamu bisa bebas, aku pun bisa bebas. Kita bisa kembali ke keadaan semula, gimana?"

"Saya memiliki prinsip hanya menikah sekali seumur hidup. Jadi, jangan harap saya mengabulkan keinginan kamu."

"Arghh!"

Liora berteriak frustasi karena rupanya Raja tidak mudah dibujuk olehnya.

"Ayo! Cepat!"

Mau tidak mau Liora pun ikut turun mengikuti Raja di belakang. Wajahnya sudah kusut seperti kanebo yang kering. Ia berharap papanya menahannya untuk pergi.

"Kamu baik-baik sama Raja. Turuti semua perintahnya dan belajarlah untuk melayani suami kamu dengan baik. Dimulai dari masak, mencuci dan membersihkan rumah. Jangan maunya dilayani. Ingat ya!"

"Hm."

Liora hanya menjawabnya dengan deheman.

Lintang ikut membantu dengan memasukan koper Liora ke dalam bagasi mobil Raja.

Papa dan Lintang bergantian memeluk Liora sebelum Liora tinggal bersama suaminya.

Ketika sudah berada di dalam mobil, Liora hanya merengut sedih dan terus diam sampai mobil pun melaju.

*

*

Di perjalanan, Raja terus melirik ke arah Liora yang tampak diam.

"Walaupun kamu sudah jadi istri saya. Saya tidak akan mengekang mu. Jadi, jangan khawatir. Kamu masih boleh main bersama teman-temanmu. Satu hal yang harus saya ingatkan, batasi pergaulan dengan lawan jenis. Sudah itu saja."

Liora menoleh lalu menatap tajam ke arah Raja.

"Pasti kamu nggak laku ya? Makanya kamu menerima permintaan mamaku untuk menikah denganku! Jawab!"

"Apa menurut kamu wajah saya ini kurang tampan? Sampai bisa dibilang tidak laku? Kalau saya mau, saya bisa punya banyak istri. Bahkan saya mampu untuk menafkahi mereka."

"Cih! Sok kaya! Masih pakai duit orang tua aja bangga!"

"Kamu belum tahu siapa saya, Rara. Coba lah lihat profil saya di internet. Pasti kamu akan terkejut melihatnya."

"Dih, sok terkenal. Buat apa aku mencarinya. Lagian kamu tidak cukup buat aku penasaran sampai aku harus mencari tahu."

Lalu Liora memalingkan wajahnya dan melihat ke jalanan. Ia masih tidak bisa menerima semua ini.

*

*

Liora dan Raja telah sampai di apartemen. Raja membawa koper Liora untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Kamar disini ada berapa?" tanya Liora.

"Ada dua, yang satu adalah kamar tamu. Kenapa?"

"Aku tidak mau tidur seranjang sama kamu. Tunjukkan dimana kamar tamunya," ucap Liora sambil menarik kopernya.

"Kita suami istri harusnya tidur seranjang."

"Bodo amat."

"Cepet tunjukan atau aku akan kabur dari rumah ini!"

"Baiklah."

Raja pun menunjukkan kamar yang satunya. Meski jarang dihuni orang, ia selalu membersihkannya.

"Udah sana keluar! Ngapain masih disini. Aku mau istirahat dan mandi."

"Kalau butuh apa-apa, panggil saja."

"Hm."

Setelah Raja keluar dari kamar. Liora terus menggerutu. Apa yang tidak pernah ia bayangkan malah terjadi begitu cepat. Nikah muda, punya suami kaku dan tanpa cinta.

"Hidupku udah kaya di novel aja," ucapnya sambil melepas kaos yang dikenakannya.

Tiba-tiba Raja masuk sambil menenteng peralatan mandi untuk Liora. Liora langsung menjerit dan menutupi belahan dadanya.

"Dasar mesum! Kalau masuk kamar orang ketuk pintu dulu!"

"Ah, maaf, maaf. Soalnya pintunya tidak kamu tutup dengan benar. Jadi saya pikir kamu tidak mungkin melepas baju," ucap Raja sambil memalingkan wajahnya.

"Saya cuma mau mengantarkan ini. Karena sepertinya kamu tidak membawanya," tambah Raja lagi kemudian keluar dari kamar Liora.

"Sialan! Aku sudah ternoda! Dia sudah melihat apa yang seharusnya tidak dilihat! Mesum!"

Liora pun berlari masuk ke kamar mandi dan langsung melaksanakan ritual mandinya. Setelah beberapa puluh menit berlalu, ia keluar dengan mengenakan handuk kimono. Ia memilih pakaian dari kopernya. Sebenarnya agak sedikit kesal, karena kakaknya memasukkan begitu banyak kaos pendek dan celana pendek.

"Hih! Kenapa harus bawa yang ini sih? Ini kan sangat pas banget dengan badanku! Huh! Sepertinya besok aku harus ke rumah dan mengganti semua pakaian ini. Gara-gara Kak Lintang!"

Liora jadi menyalahkan Lintang. Padahal, sebenarnya itu semua karena salahnya yang tidak mau beberes sendiri. Wajar kalau orang lain tidak tahu. Mau tidak mau Liora tetap memakai kaos yang ngepas badan itu. Ia yakin, Raja pun tidak akan tergoda olehnya.

"Krckckkckkkk ... "

Perut Liora tiba-tiba berbunyi karena lapar. Terakhir kali ia makan adalah di saat makan siang. Ia hanya makan cemilan saja setelahnya. Liora keluar dari kamar dan mencari makanan di dalam kulkas.

Wajahnya berubah jadi merengut ketika yang ada di dalam kulkas kebanyakan sayuran, daging, telur dan beberapa produk susu. Tak ada satu pun makanan olahan yang siap untuk digoreng. Ia pun mencari-cari hingga di dalam lemari dapur. Namun yang ia temukan cuma beberapa set piring dan sendok. Padahal ia berharap menemukan mie instan.

"Aih, kenapa tidak ada mie instan sih? Dia itu tiap hari makan sayur gitu?"

Ketika masih mencari, Raja datang dan langsung bertanya ke Liora.

"Kamu lapar?"

"Menurutmu?"

"Sepertinya iya. Mau saya buatkan makanan?"

"Kaya bisa masak aja!"

"Tentu saja bisa. Saya sudah terbiasa memasak. Karena sudah lama tinggal sendirian. Untuk menghemat uang ya memasak makanan sendiri adalah salah satu caranya."

"Ya sudah masak sana! Lagian kenapa coba tidak ada mie instan maupun makanan olahan seperti sosis dan naget."

"Makanan seperti itu tidak sehat Ra. Lebih baik masak sendiri."

"Ya, ya, ya, ya."

Liora pun jadi penonton saja disana. Ia bisa melihat betapa terlatih nya Raja memasak. Bahkan aroma masakannya saja sudah membaut cacing diperutnya bergoyang-goyang minta keluar. Ia jadi menelan ludahnya sendiri.

Sial! Kenapa baunya enak sekali sih!

*

*

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!