NovelToon NovelToon

Perfect Partner

1. Perselisihan

Seorang wanita muda sedang bertengkar dengan seorang pria paruh baya. Keduanya berselisih paham tentang masalah perusahaan. Sebagai calon penerus, wanita muda itu sudah berusaha dan melakukan yang terbaik, tapi pria paruh baya yang merupakan Pamannya tidak pernah puas akan hasil yang ditunjukkan wanita muda itu. Pria paruh baya itu menilai keponakannya tidaklah pantas menjadi penerus. Ia ingin Kakak sepupunya mencari calon lain sebagai penerus.

Setelah pertengkaran itu, dalam perusahaan terpecah menjadi dua kubu. Satu kubu pendukung wanita muda tersebut, satu lagi mendukung Paman dari wanita muda itu. Dan itu membuat Papa dari wanita muda itu bimbang. Ia percaya pada putrinya, tapi ia tidak bisa mengabaikan sepupunya yang sudah puluhan tahun bekerja diperusahaan dan cukup banyak berjasa pada perusahaan. Meski ia tahu, sepupunya memiliki tujuan tak baik, tapi ia tidak memiliki cukup kuat bukti untuk mengeluarkan sepupunya itu dari perusahaan.

Wanita muda itu bernama Ashley Dominique. Ia merupakan putri tunggal dari seorang konglomerat bernama Mattew Dominique. Mattew mengidap penyakit mematikan dan masa hidupnya sudah tak lama lagi, masalah kesehatannya itu dirahasiakan dari seluruh orang, dan hanya putrinya saja yang tahu, karena Mattew tidak ingin penyakitnya menjadi kelemahan yang bisa menghancurkannya dan putrinya. Mattew pun berencana mencarikan calon suami untuk putrinya, agar bisa menjadi sandaran dan perisai bagi putrinya yang lemah. Ia memerintahkan Asistennya untuk mengumumkan kabar pencarian calon menantu, dan tentu saja nantinya semua calon akan diseleksi satu per satu olehnya sendiri.

***

Di ruangannya, Ashley menangis. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan karena ia sudah berusaha. Ia mengakui, jika ia masih banyak kekurangan dibandingkan Pamannya yang sudah puluhan tahun berkecimpung di perusahaan.

"Apa aku memang tidak pantas?" gumam Ashley.

"Apa maksudmu tak pantas, sayang?" tanya Mattew. Yang ternyata sedari tadi sudah berdiri di belakang putrinnya.

Ashley terlalu fokus memikirkan pertengkarannya dengan Pamannya, sampai ia tidak sadar kalau Papanya sudah ada di belakangnya. Ashley cepat-cepat menghapus air matanya, ia perlahan memutar kursi rodanya dan mendekati Papanya.

Mattew menyeka air mata Ashley, "Ini pasti berat untukmu. Padahal sudah hampir satu tahun kau di sini, tapi kinerjamu tak diakui sama sekali. Papa bisa mengerti perasaanmu, Ashley. Maafkan Papa yang membuatmu harus menghadapi semua hal berat ini," kata Mattew.

"Tidak apa-apa, Pa. Aku tahu Paman terus mrncari cela dan menyalahkanku kalau ada kesempatan. Itu bukan hal pertama sejak aku datang dan bekerja, kan? hanya saja aku tidak percaya diri menghadapi Paman yang sudah banyak pengalaman. Apa aku bisa menggantikan Papa, dan menjadi kuat seperti Papa?" tanya Ashley dengan mata berkaca-kaca.

Mattew tersenyum, "Tentu saja kau bisa. Kau kan putri Papa. Kau punya ingatan tajam juga jenius, dan itu hanya Papa yang tahu. Buka begitu? Tidak apa-apa, sayangku. Bertahanlah dan jadilah kuat. Sepotong besi tidak akan menjadi sesuatu yang berguna jika tak ditempa. Begitu banyak proses dan begitu banyak waktu yang dihabiskan sampai jadi benda yang berharga. Kau pun demikian, satu tahun ini kau lewati dengan sudah payah. Jadi kau tak boleh menyerah, mengerti?" kata Mattew menyemangati putrinya.

"Tunggulah sampai Papa mendapatkan calon suami yang tepat untukmu, sayang." batin Mattew.

"Semakin banyak hinaan dan cacian yang kudapatkan, semakin aku terbiasa. Meski terkadang aku masih suka diam-diam menangis karena sakit hati. Namun, aku tidak seperti dulu, saat pertama kali datang ke perusahaan. Sekarang, beberapa orang yang tahu kinerjaku mengakuiku. Hanya orang-orang yang mendukung Pamanlah yang meremehkanku. Papa benar, aku tak boleh menyerah. Aku akan melindungi milikku dan pertahankan hakku. Memangnya siapa dia? Huh," batin Ashley menahan kekesalan.

Ashley menghela napas panjang, "Papa tenang saja. Aku tidak akan menyerah begitu saja. Perkataan Papa benar. Terima kasih sudah menghiburku, Pa." kata Ashley tersenyum cantik.

Karena sudah tiba waktu makan siang, Mattew pun mengajak putri kesayangannya untuk makan bersama di kantin. Mattew mengatakan kalau ada menu masakan baru dan ia ingin mencicipi. Ashley memanggil David, Asistennya. Meminta bantuan David mengantarnya ke kantin.

***

Di ruangan lain. Seorang pria paruh baya sedang duduk meremat kertas ditangannya. Ia pun segera melemparkan kertas itu dan memukul meja.

"Sialan! dia semakin berani saja dari hari ke hari. Berani sekali dia menatapku dengan matanya itu. Aku akui kecantikannya serupa Ibunya, tapi kenapa dia harus memiliki tatapan dan sifat keras serupa Ayahnya?" gumamnya.

Pria paruh baya itu bernama Luise, sepupu Mattew. Luise adalah anak dari adik Papa Mattew. Karena punya potensi dan kemampuan, dulu Papa Mattew menyetujui Luise masuk perusahaan atas rekomendasi Adiknya, Ibu dari Luise. Dan meminta keponakannya itu bekerja sama dengan anaknya. Sampai Papa Mattew meninggal, semua hak dan wewenang dilimpahkan pada Mattew. Luise yang merasa lebih unggul pun merasa kesal tak diberikan posisi sebagai Presiden Direktur , dan hanya diderikan posisi  Direktur bagian. Ia yang iri hati perlahan-lahan mengumpulkan kubu pendukung. Kebencian Luise pada Mattew semakin menjadi saat wanita yang dicintainya ternyata lebih memilih menikah dengan Mattew dibandingkan dengannya. Kebencian itu terus berlanjut hingga detik ini.

Pintu ruangan diketuk, tidak lama terbuka dan seseorang masuk. Seseorang itu merupakan tangan kanan Luise yang dipergunakan Luise mencari informasi tentang Mattew ataupun Ashley, baik di dalam maupun diluar perusahaan.

"Ada apa?" Tanya Luise menatap tangan kanannya.

"Ini berkas dokumen yang Anda minta," kata seseorang itu menyerahkan sebuah berkas dokumen pada Luise.

Luise menerima berkas dokumen pemberikan seseorsng itu, "Kau boleh pergi," katanya.

"Ada hal lain yang ingin saya sapaikan. Saya mendengar, kalau Pak Presdir meminta Asistennya mencari calon suami untuk Nona Ashley." kata seseorang itu.

Luise mengerutkan dahi, "Apa kau yakin soal ini?" tanya Luise seolah tak percaya.

"Ya, Pak. Saya mendengar sendiri, saat Asisten Pak Presdir berbicara ditelepon tadi dalam perjalanan ke sini." jawab seseorang itu menyakinkan informasi yang didengarnya.

Luise menatap seseorang itu, "Aku mengerti. Kau boleh pergi," kata Luise.

Seseorang itu pergi meninggalkan ruangan. Luise berpikir, mengetuk-ketuk meja dengan ujung jemari tangan kirinya.

"Apa yang sedang kau rencanakan, Mattew? apa kau berniat mencari perisai yang bisa membantu Ashley? baiklah, aku akan lihat dan mengikuti alur permainanmu. Meski kau melakukan apa saja, pada akhirnya perusahaan tetap jatuh padaku. Hahaha ... " kata Luise tersenyum senang.

Luise sangatlah percaya diri bisa merampas posisi Mattew dari Ashley yang merupakan calon penerus. Ia memiliki banyak pengalaman, memiliki saham dan pendukung. Ia memiliki persyaratan sebagai seorang penerus. Luise berpikir, keponakannya tidaklah pantas karena tidak bisa apa-apa, terlebih keponakannya hanya bisa duduk di kursi roda.

2. Patah Hati

Seorang pria muda tampan turun dari dalam mobil. Ia berjalan terburu-buru membawa buket bunga dan sekotak cokelat menuju pintu utama sebuah rumah. Ia berdiri di depan pintu cukup lama, lalu menekan sanddi pintu agar ia bisa masuk ke dalam rumah. Senyumnya mengembang, karena ia akan segera bertemu wanita pujaan hatinya.

"Sayang, aku datang ... " kata pria itu memanggil kekasihnya begitu masuk dalam rumah.

Pria itu melihat sekeliling, rumah itu tampak sepi. Ia mencari-cari keberadaan sang kekasih, tapi tak juga terlihat batang hidung sang kekasih. Pria itu mengelurkan ponsel, ia menghubungi kekasihnya untuk memastikan keberadaan sang kekasih. Terdengar nada dering panggilan telepon, pria itu segera berjalan mengikuti sumber suara. Ia melihat ponsel kekasihnya tergeletak di sofa, dan di sofa ia melihat sebuah jas pria.

"Jas pria?" gumam Pria itu.

Pria itu berbalik dan ingin pergi mencari kekasihnya ke lantai dua rumah itu, tapi ia segera berbalik karena ia merasa tidak asing dengan jas yang dilihatnya. Pria itu meletakkan bunga dan kotak cokelat di atas mmeja, lalu mengambiil jas dan meraba saku jas tersebut, ia menemukan sebuah ponsel dan dompet.

Pria itu memegang kedua benda dengan tangan gemetaran, "Tidak mungkin!" gumam pria itu. Ia merasa tak asing dengan dompet yang dipegangnya.

Untuk memastikan dugaannya, ia pun membuka dompet dan melihat sesuatu yang mengejutkan, dompet itu memanglah milik seseorang yang amat dikenalnya. Pria itu menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskan napasnya perlahan. Ia kembali memasukkan dompet dan ponsel ke dalam saku jas. Ia pun pergi ke lantai dua dari rumah itu untuk lebih memastikan, kenapa orang yang dikenalnya itu berada di rumah kekasihnya tanpa ada orang lain lagi.

"Apa Julia kenal dengan Jayden? bagaimana mereka bisa kenal?"batin pria itu menaiki satu per satu anak tangga.

Langkah kakinya terhenti, saat ia melihat pakaian sang kekasih dan kemeja pria berserakan di lantai. Pria itu kembli melangkah, berjalan mendekati pintu kamar. Di depan kamar ia bahkan melihat  pakaian dalam dari sang kekasih. Pria itu mengepalkan tangan, pikirannya sudah berpikir yang macam-macam. Ia memiliki banyak dugaan dan prasangka pada sang kekasih. Terlebih saat ia samar-samar mendengar suara rintihan. Ia menguatkan hati untuk membuka pintu kamar dan melihat pertunjukkan mengejutkan. Kekasihnya sedadng bercinta dengan Kakaknya sendiri, dan saat dipergoki, sang Kakak hanya tersenyum seolah senang akan tindakannya. Sedangkan kekasih dari pria itu hanya melihat sekilas, lalu memalingkan wajahnya. Pria itupun segera berbalik dan pergi.

***

Di bar. Pia itu minum bnyak sembari memikirkan sang kekasih. Ia tidak menduga, jika kekasihnya kan tidur dengan Kakaknya sendiri.

"Maaf, aku telat." kata seseorang yang baru datang.

"Tidak apa. Pesanlah, aku yang bayar nanti." kata pria bernama Hayden. Seseorang yang baru saja patah hati karena melihat sang kekasih berselingkuh dengan kakaknya sendiri.

"Kau kenapa?" tanya teman Hayden, Exel.

"Tidak apa-apa," jawab Hayden.

Exel mengerutkan dahinya. ia curiga, ada apa-apa dengan teman baikknya itu. Ia belum pernah melihat temannya memasang wajah murung. Meski marah atau kesal, Hayden yang dikenalnya tak akan demikian.

Exel menepuk bahu Hayden, "Cerita saja. Jangan dipendam," kata Exel. 

Hayden langsung meneguk minuman dalam gelasnya sekali teguk, dan meletakkan gelasnya di atas meja di hadapannya. Ia lantas menceritakan apa yang sudah terjadi. Tentang apa yang dilihatnya, dan membuatnya harus minum banyak. Mendengar cerita temannya, Exel langsung emosi dan marah.

"Wah, bedebah itu memang sudah gila! bisa-bisanya dia menikam adiknnya sendiri. Kekasihmu juga, apa dia wanita yang tak punya harga diri? kau sibuk mengurus bisnis dan baru pulang dari luar kota, tapi disambut dengan tontonan menjijikan seperti itu. Ini sudah keterlaluan, Hayden." kata Exel.

Hayden terdiam. Ia menuang lagi alkohol dalam gelas dan meminumnya. Ia tidak tahu harus bagaimana menanggapi perkataan Exel. Ia sendiri juga bertanya-tanya, apa alasan dua orang itu begitu padanya. Ia masih tidak percaya, wanita yang dicintainya berpaling dariny begitu saja. Padahal ia sangat menjaga diri, terutama pada wanita. Meski banyak wanita yang menggodanya, ia tiida pernah sedikitpun melirik mereka semua.  Persaan Hayden campur aduk. Marah, kecewa, kesal, dan saki hati. Rasanya ingin berteriak keras-keras sampai suaranya habis,

***

Keesokan harinya. Terjadi keributan di rumah Hayden. Papa Hayden dan Jayden, Dion, marah besar pada Jayden yang telah merusak proyek besar. Karena menanggung kerugian, perusahaan pun terancam gulung tikar. Ditambah lagi, Jayden ternyata sudah menghabiskan sebagian besar uang perusahaan untuk foya-foya. Dion yang marah sampai menampar Jayden dan membuat sang istri marah. Dion dan istrinya pun bertengkar. Dion pergi setelah meluapkan kekesalan pada sang istri karena tak becus mengurus anak.

Di ruang kerjanya, Dion berbincang dengan Asistennya. Ia meminta saran pada Asistennya untuk bisa mengatasi situasi genting. Asisten Dion menyarankan Dion untuk menikahkan Jayden. Ia pun menginformasikan, jika seorang konglomerat sedang mencari menantu, tentu Dion tahu siapa orang yang dibicarakan Asistennya. Dion berpikir, apakah Jayden mau menikah bisnis? terlebih wanita yang akan dinikahi adalah seorang yang lumpuh. Dion tidak mau ambil pusing, ia pun menyetujui saran Asistennya dan ingin sang Asisten mempersiapkan semuanya. Panggilan pun berakhir.

Pelayan memanggil Dion, karena sudah tiba waktu sarapan. Dion pergi meninggalka ruang kerja dan pergi ke meja makan.

***

Dion menyampaikan perihal pernikahan pada Jayden. Ia ingin putranya itu bertanggung jawab dan melakukan pernikahan bisnis. Saat tahu siapa calon istrinya, Jayden langsung sayok dan menolak keras.

"Aku tida mau menikah dengan eanita cacat, Papa!" sentak Dion.

"Jaga ucapanmu, Jay! kau sudah membuat kekacauan, dan kau menolak bertanggung jabaw?" tanya Dion.

"Aku akan bertanggung jawab. Namun, aku tidak mau menikahi wanita itu." kata Jayden.

Dion paham apa yang dipikirkan Jayden. Namun, ia tidak punya pilihan, karena perusahaannya diambang kehancuran. Dion menjelaskan pada Jayden, alasan Jayden harus menikahi wanita yang disebut Jayden seorang wanita cacat.

Jayden mengerutkan dahi. Dia benar-benar tidak ingin menikahi wanita yang cacat meski dikabarkan kecantikannya bak Dewi. Ia kesal, kenapa ia harus susah payah menderita, padahal ia hanya memakai sedikit uang dan melakukan sedikit kesalahan. Tiba--tiba mata Jayden melebar, ia seperti menemukan sebuah ide.

"Pa ... pernikahan bisnis ini, bagaimana kalau Hayden saja yang menggantikanku melakukannya? dia kan juga anak Papa. Papa sudah merawatnya dan susah payah membesarkannya sampai menyekolahkan ke luar negeri, jadi ini saatnya dia membalas semua kebaikan yang dia terima." kata Jayden meempengaruhi sang Papa.

"Jayden benar, sayang. Hayden juga anak laki-laki keluarga ini. Lebih baik dia saja yang menikah. Apa kau tega membiarkan putramu ini menderita seumur hidupnya, dengan menjadi suami wanita yang tidak bisa jalan? putraku pasti akan sangat tersiks," kata Merry, Mama Jayden.

Dion mengerutkan dahi. Ia berpikir keras untuk mengambil keputusan. karena pikirannya kusut, ia pun pergi meninggalkan meja makan tanpa bicara apa-apa.

3. Permohonan

Beberapa hari kemudian. Hayden sedang berada di sebuah kafe bersama seseorang.  Di hadapannya duduk seorang wanita yang sudah mengkhianatinya. Wanita itu bernama Julia, ia menuduk dan menangis karena malu.

"Hentikan aktingmu, Julia. Aku tak akan terpengaruh oleh air matamu. Jadi, cepat katakan tujuanmu ingin bertemu karena ini adalah pertemuan terakhir kita," kata Hayden.

"A-aku minta maaf, Hayden. Aku tidak bermaksud melakukannya. Jaydenlah yang merayuku, dia membuatku melakukan itu dengannya," kata Julia.

Hayden tersenyum masam, "Lalu? kau ingin aku percaya dan mengasihanimu? kalaupun benar Jayden merayumu, bukankah kau seharusnya menolak? Sekalipun kau dipaksa. Dari apa yang kulihat, kau tak melakukan itu. Kau justru mendesah menikmati permainannya." kata Hayden.

Perkataan Hayden tak terbantahkan lagi. Julia tidak mampu berkata-kata dan hanya langsung diam. Hayden segera berdiri dari duduknya dan menatap Julia lekat. Hayden berterima kasih, atas luka yang digoreskan Julia. Hayden juga mendoakan, agar Julia bahagia bersama Jayden.

"Kalian sangat serasi," kata Hayden yang langsung pergi.

Julia menatap kepergian Hayden. Ia ingin sekali menghadang Hayden yang ingin pergi dan memohon pengampunan. Sungguh, ia merasa sangat bersalah pada Hayden. Julia ingat, jika Hayden adalah pria yang lembut dan hangat juga memperlakukannya dengan tulus. Julia menyesal, ia sudah menyakiti hati Hayden.

***

Hayden ada di dalam mobilnya di parkiran kafe. Saat hendak menyalakan mesin mobil, ponselnya beedering. Ia mendapatkan panggilan dari sang ayah, Dion. Hayden mengerutkan dahi, ia merasa pasti ada keadaan genting, mengingat ia baru dapat kabar tentang keadaan perusahaan pusat, di mana Dion dan Jayden bekerja.

Hayden menerima panggilan Dion. Dion meminta Hayden datang ke rumah karena ada yang ingin dibicarakan dan itu hal penting. Dion bertanya lagi, kapan Hayden akan datang?

"Kapan kai datang?" tanya Dion.

"Sekarang aku akan langsung ke sana, Pa."  jawab Hayden.

"Ya, baiklah. Ayah tunggu, hati-hati di jalan." kata Dion yang langsung mematikan panggilan.

Hayden mengerutkan dahi, ia berpikir hal penting apa, sehingga membuat Papanya sampai memanggilnya datang ke rumah. Padahal Papanya tahu, bagaimana hubungan Hayden dengan Merry dan Jayden.

Hayden segera menyalakan mesin mobil Tidak lama mobil pun melaju perlahan meninggalkan parkiran kefe. Hayden dalam perjalanan menuju rumah utama, tempat tinggal Papa, Mama tiri dan saudara tirinya.

***

Di rumah, di ruang tengah. Jayden, Merry dan Dion menunggu kedatangan Hayden. Jayden kesal karena Hayden tak kunjung datang. Padahal ia sudah sepuluh menit menunggu.

"Kenapa si sialan ini tak juga datang. Membuatku bosan saja." batin Jayden.

"Kenapa dia lama sekali," gumam Merry yang juga kesal menunggu.

"Sayang, apa kau yakin dia akan datang? kenapa lama sekali?" tanya Merry.

"Bersabarlah. Dia berkata langsung datang. Dia pasti datang kalau sudah menjawab seperti itu." kata Dion.

"Apa mungkin dia sengaja mengulur waktu? jangan-jangan nanti dia beralasan  sibuk dan tidak jadi datang," kata Jayden.

Dion menatap Jayden, "Tutup mulutmu, Jay! ingatlah apa yang telah kau lakukan. Kalau sampai kita tak menjadapatkan dana dan membayar ganti rugi, kau yang akan kukuliti hidup-hidup." kata Dion kesal.

Jayden mengerutkan dahi, "Papa, kenapa Papa menyalahkanku terus? Kejadian itu bukan sepenuhnya salahku. Salah mereka yang tak bisa diajak berdiskusi," Kata Jayden tersinggung.

"Hahh ... (menghela napas) dasar anak tak berguna. Selalu saja kau membuat masalah. Sampai kapak kau akan terus menyusahkanku, Jay? Lihat dan contoh Adikmu, Hayden. Dia selalu mandiri dan selalu bisa diandalkan lebih darimu." kata Dion yang langsung pergi meninggalkan Merry dan Jayden.

Merry mengepalkan tangan menatap kepergian Dion. Ia marah dan kesal karena Jayden dibanding-bandingkan dengan Hayden.

"Apa pantas dia berkata seperti itu? Dia membandingkan putraku yang berharga dengan putra selingkuhannya? Astaga ... tidak bisa kupercaya." batin Merry.

Jayden juga tampak kesal. Ia selalu dibanding-bandingkan dengan Hayden. Ia muak, karena sang Papa terus memuji dan meninggikan Hayden.

***

Hayden datang ke rumah utama. Ia masuk ke dalam rumah dengan langkah terburu-buru. Hayden melihat Merry dan Jayden duduk di ruang tengah. Hayden menyapa Mama tirinya dan langsung pergi ke ruang kerja sang Papa karena Hayden tak melihat Papanya di ruang tamu.

Hayden berdiri di depan pintu ruang kerja Dion. Ia diam menatap pintu sesaat, lalu mengetuk pintu. Hayden membuka pintu dan masuk. Ia berjjjalan mendekati sang Papa yang sedang duduk di sofa membaca dokumen.

"Pa ... " sapa Hayden.

Dion menatap Hayden, "Kau sudah datang. Duduklah dulu," pinta dion.

Hayden duduk di sofa di hadapan Dion. Ia menatap Dion dan mengamati ekspresi wajjjah Dion. Hayden merasa Dion sedang gelisah dan penuh rasa khawatir.

"Apa yang teradi, ya? Papa terlihat sedang khawatir." batin Hayden.

"Ada apa, Pa? Apa Papa mau bicara soal perusahaan pusat? aku sudah dengar apa yang terjadi. Kalau Papa mau meminjam dana perushaan cabang, maka itu akan menghambat kinerja perusahaan cabang. Dana yang dibutuhkan pasti banyak. Lagipula dana darurat perusahaan cabang tak akan cukup." jelas Hayden.

Dion menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskan napas. Ia menatap putra bungsunya dan meminta tolong pada putranya itu.

"Papa memintamu datang, karena ingin meminta tolong. Benar katamu, perusahaan cabang tak akan bisa membantu. Justru karena pusat mengalami kesulitan, Papa khawatir akan mempengaruhi perusahaan cabang." jawab Dion.

"Minta tolong apa, Pa?" tanya Hayden penasaran.

Dion pun mengutarakan niatannya. Ia berharap Hayden menikah bisnis dengan putri dari seorang konglomerat. Dion mengatakan,kalau itu adalah satu-satunya jalan menghindari kebangkrutan. Hayden terkejut, ia langsung menolak halus keinginan sang Papa dengan menjelaskan alasannya.

"Pa, aku belum ingin menikah. Mari kita pikirkan cara lain." Jawab Hayden.

"Tidak bisakah kau membantu Papamu ini, Hayden? Kakakmu sudah mengecewakan, kau tidak boleh membuat Papa semakin kecewa. Papa menaruh harapan padamu, Nak. Kali ini saja, tolong bantu Papa." kata Dion memelas dengan wajah sedih.

Hayden mengerutkan dahi, "Kenapa bukan Kak Jay yang menikah? atau Kakak yang memintanya pada Papa, agar aku saja yang menikah?" kata Hayden menerka.

Dion terkejut. Ia langsung terdiam tak bisa berkata-kata karena dugaan Hayden itu benar. Melihat Papanya diam saja, Hayden hanya bisa tersenyum masam.

"Papa ternyata tidak berubah sama sekali. Papa selalu saja membedakan kami. Padahal aku dan Jayden sama-sama anak kandung Papa. Kami hanya berbeda Ibu. Kenapa Papa seperti ini padaku? sejak kecil sampai saat ini aku selalu menuruti kemauan Papa. Sekarang, menikah pun Papa harus campur tangan. Ini tidak adil, Pa." kata Hayden. Mengungkapkan isi pikiran dan hatinya.

Dion memejamkan mata dan menghela napas, lalu kembali membuka mata. Ia merasa bersalah pada Hayden dan meminta maaf. Ia tidak sangka Hayden akan langsung mengutarakan isi hatinya. Terlebih, perkataan Hayden begitu menusuk dalam hatinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!