"Myr! Kakak pangeran mu tuh, datang! Duh.. enaknya yang punya Kakak seganteng itu..!"
Nama ku Myrtle Adelain. Biasa dipanggil Myrtle. Usia ku kini adalah 16 tahun. Dan aku duduk di bangku kelas 2 SMA HighClass yang terfavorit di kota tempat ku tinggal saat ini.
Di samping ku Miranda tampak begitu antusias saat menatap kedatangan lelaki tampan yang disebutnya sebagai Kakak Pangeran ku tadi. Sahabat baikku itu memang selalu begitu. Dia termasuk salah satu fans berat nya Kak Rayn, Kakak Pangeran ku.
Nama pangeran itu sebenarnya hanyalah gelar semata yang disematkan oleh orang-orang kepada kakak sepupu jauh ku yang begitu menarik perhatian dengan ketampanan nya yang sungguh tak manusiawi.
Maksud ku, ada gak sih lelaki yang setampan Kak Rayn, sampai-sampau bisa membuat semua wanita yang melihatnya langsung mematung saking terpukau oleh ketampanannya?
Terkecuali aku tentunya.. Karena aku jelas sudah terbiasa melihat Kak Rayn, mungkin. Jadi efek ketampanannya itu tak terlalu berpengaruh buat ku.
"Kalau gitu, aku balik dulu ya, Nda! Jumpa besok!" aku berpamitan kepada Miranda, yang hingga kini masih juga terpukau diam di bangku nya. Begitu juga dengan teman wanita di kelas ku.
"Myrt.. Kita pulang sekarang?" ajak Kak Rayn, dengan suaranya yang ngebass.
Untuk sesaat, aku sempat terpukau juga oleh suaranya yang bass tadi. Maksud ku, sepanjang enam belas tahun hidup ku ini, aku hanya pernah mendengar suara se bass dan sedalam milik Kak Rayn.
Entah ia sengaja menyuarakan suaranya hingga terdengar menggoda (menurut ku). Atau memang suara Kak Rayn sudah seperti itu dari dulu. Tapi intinya, aku selalu suka setiap kali mendengarnya bicara.
Aku pun mengangguk singkat, tanpa berlama-lama menatap mata Kak Rayn.
Alasannya klise. Karena aku akan merasa gugup setiap kali bertatapan lama-lama dengannya.
Kami lalu berjalan bersama melewati lorong sekolah. Sementara di sekitar kami, para siswa dan guru lainnya juga sedang berjalan menuju gerbang sekolah.
"Siang, Pak Rayn!" sapa salah satu siswa, yang ku ketahui adalah adik kelas ku.
Kak Rayn hanya memberi anggukan singkat pada siswi tersebut. Meski begitu, siswi itu tampak senang sekali usia menerima anggukan dari Kak Rayn.
Oh ya, Kak Rayn juga termasuk ke dalam jajaran guru yang mengajar di SMA HighClass ini. Ya. Dia adalah seorang guru. Guru olahraga lebih tepatnya lagi.
Ini seharusnya menjadi fakta yang mengganggu ku. Namun kenyataannya tidak sama sekali.
Karena entah kebetulan atau tidak, Kak Rayn tak mengajar olahraga di kelas ku. Ia hanya mengajar siswa kelas satu saja. (Beruntungnya mereka..)
Yang membuat ku merasa tak nyaman adalah, kebiasaannya untuk selalu datang ke kelas ku demi menjemput ku pulang. Ya. Kak Rayn selalu saja melakukan hal itu. Dan ini sungguh emmbuat ku merasa sangat malu.
'Kenapa malu sih, Myr? Kalau aku sih jelas bakal senang banget dijemput sama Kakak mu yang tampan itu!' itu adalah celoteh Miranda pada suatu ketika.
Tapi jelas, pemikiran Miranda itu tak bisa untuk diterima oleh pemahaman ku.Maksud ku, Siapa juga yang mau terseret jadi pusat perhatian siswi se antero sekolah, hanya dikarenakan mempunyai Kakak guru setampan Kak Rayn?
Belum lagi gunungan surat cinta yang garus ku antarkan kepada Kak Rayn. Dan itu berasal dari semua siswi yang mengaku sebagai fans nya itu. Hu uh! Ini sungguh melelahkan sekali.
"Kamu capek, Myrt? Mau ke Mixue dulu?" tanya Kak Rayn tiba-tiba saat kami baru tiba di area parkir.
Kak Rayn lalu mengeluarkan motornya dari parkiran. Kemudian memberi kode kepada ku untuk segera naik di jok belakang nya.
Aku pun bergegas naik. Namun tak menjawab pertanyaan Kak Rayn tadi. Jadilah akhirnya ia mengulang lagi pertanyaannya.
"Myrt, kamu mau mampir dulu ke Mixue?"
"Enggak deh, Pak! eh,, Kak!"
Aku menepuk pelan mulut ku sendiri, atas keteledoran ku dalam memanggilnya Pak tadi.
Syukurlah Kak Rayn tak marah. Ia tampaknya menyadari sesuatu dari sikap malas ku saat ini.
"Kamu lagi haid ya?" tanya Kak Rayn langsung, tanpa disaring.
Terperanjat kaget saat mendengar pertanyaannya. aku pun spontan menepuk kencang bahu Kak Rayn.
"Bisa gak sih, kalau ngomong tuh disensor dulu? Risih tahu!" Aku mengomeli Kak Rayn dengan berani.
Sikap asli ku kepada Kak Rayn memang biasnya selalu blak-blakan seperti itu. Walau Kak Rayn tak tahu juga mungkin, kalau sebenarnya aku juga sering merasa gugup saat ada di dekatnya. Seperti sekarang ini. Jantung ku sedikit berdegup lebih cepat saat mencium aroma vanila yang menguar dari parfum yang ia kenakan.
"Sorry.. Jadi langsung pulang aja nih?" tanya Kak Rayn lagi.
"Iya.." jawab ku singkat dan padat.
Kami akhirnya langsung pulang ke rumah kami.
Sebenarnya itu adalah rumah Kak Rayn. Karena aku bukanlah adik kandungnya yang sebenarnya.
Aku hanya seorang yatim piatu yang ikut tinggal bersama keluarga Kak Rayn. Karena ibu dari Kam Rayn adalah sepupu jauh dari mendiang ibu ku.
Jadilah sejak bayi aku diasuh oleh Keluarga Tante Manik. Dan telah terbiasa hidup dnegan Kak Rayn dan juga mendiang adiknya, Zaletta.
Sayangnya, terjadi kecelakaan dua tahun lalu. Dan dalam kecelakaan itu kedua orang tua Kak Rayn beserta adik satu-satunya itu harus meninggal di tempat. Meninggalkan Kak Rayn dan aku berdua saja kini.
Ini mulanya adalah hal yang mudah untuk ku lalui. Maksud ku, aku tak merasa canggung karena harus tinggal berdua saja dnegan Kak Rayn yang terpaut usia tujuh tahun lebih tua dari ku itu.
Pada mulanya seperti itu..
Namun kini, entah kenapa aku jadi sering merasa gugup setiap kali berada dekat dengan Kak Rayn. Hanya saja aku masih bisa menutupinya dnegan sikap ku yang terbuka dan blak-blakan itu.
"Tunggu sebentar ya. Hari ini biar Kakak yang masak buat kamu, Myrt. Kamu mau makan apa?" tanya Kak Rayn, setibanya kami di rumah.
"Mm.. mie seduh?"
"Lagi..? Kamu udah makan mie kan semalam?"
"Nasi goreng?"
"Oke. nasi goreng. Pakai telor kan?"
"Iya.. Eh, tapi Myrtle yang buat telor ceplok nya deh. Kak Rayn masak nasi gorengnya aja," usul ku kemudian.
"Oke. Tapi ganti baju dulu, sana!"
"Iya.. Kakak juga sana!"
Selanjutnya kami pergi ke kamar masing-masing untuk berganti baju. Setelah aku selesai berganti baju dengan dress pink sepanjang lutut, barulah aku pergi lagi ke dapur. Fi sana Kak Rayn sudah sibuk memotong bawang merah.
Aku oun kemudian hendak mengambil telor yang ada di kulkas. Hanya saja langkah ku terhenti oleh suara dering bel di depan rumah.
Ding. Dong!
"Ehh? ada tamu? siapa ya.."
Biar Kakak yang tengok itu siapa, Myr. Kamu tolong lanjutin masak telor nya ya!"
Aku pun menyaksikan Kak Rayn pergi menjamu tamu entah siapa itu. Sementara aku lanjut memasak telor ceplok.
Setelah selesai menggoreng telor, aku menyadari kalau Kak Rayn belum muncul lagi usai menjamu tamu. Akhirnya, aku oun menyusul pergi ke ruang tamu. Namun tak ku lihat Kak Rayn ataupun tamu siapapun itu di ruang tamu.
"Pergi ke mana ya. Kak Rayn? Kok gak bilang-bilang dulu sih?"
Saat aku hendak kembali ke dapur, tanpa sengaja pandangan ku menangkap ada ceceran darah di dekat pintu masuk.
"Eh..? Darah apa ya itu?"
Ketika ku amati lebih dekat, nyatanya ceceran darah itu terus memanjang hingga ke depan kamar Kak Rayn yang tak tertutup sempurna.
Karena dilanda rasa penasaran, akhirnya aku oun mengintip ke dalam kamar nya. Dan, apa yang ku lihat fi dalam sana sungguh membuat ku ketakutan setengah mati.
Di atas kasur, Ku lihat seorang wanita sedang duduk mengang kangi pinggang Kak Rayn. Posisi Kak Rayn saat itu setengah rebahan dan setengah bersandar ke kepala kasur.
Yang membuat ku ketakutan setengah mati adalah, saat ku lihat wanita itu tampak seperti sedang mencium leher Kak Rayn. Hanya saja begitu aku mengamati baik-baik, sebuah taring kecil dengan lumuran darah terlihat keluar dari mulut Kak Rayn yang sedikit terbuka.
Dan yang paling mengerikan adalah, bahwa saat itu mata Kak Rayn berubah jadi merah menyala, mirip seperti vampir saja!
***
'A..apa itu?! Kenapa Kak Rayn punya taring dan.. dan.. berlumuran darah begitu?!!' pikiran ku mulai kacau usai melihat pemandangan mengerikan di dalam kamar Kak Rayn.
Sayang nya aku kurang beruntung, karena kelakuan ku itu langsung disadari oleh Kak Rayn dan juga wanita berambut hitam panjang yang sedang menung ganginya.
Dalam sedetik saja, Kak Rayn tahu-tahu telah bangun dan berdiri tepat di hadapan ku. Kecepatannya dalma bergerak itu sungguh telah mengejutkan ku. Sehingga tanpa sadar, mata ku pun membulat lebar ka rah nya.
"Myrt! Kenapa kamu di sini?!" tanya Kak Rayn dengan nada mengancam.
Aku pun langsung mencicit ketakutan dan melangkah mundur menjauhinya. Namun secara tiba-tiba saja leher ku sudah ditahan oleh seseorang hang berdiri di belakang ku.
"Gadis ini memang merepotkan sekali, Rayn. Bagaimana kalau.."
"Jangan! Jangan berani kau menyakitinya, Cell! Lepaskan Myrtle!" titah Kak Rayn terdengar sangat marah.
Sementara itu, aku langsung saja menoleh ke samping, untuk melihat wajah wanita yang sedang menahan leher ku. Dan aku kembali dibuat terkejut. Karena ternyata yang sedang menawan ku saat ini adalah wanita yang sesaat tadi masih berada di dalam kamar bersama Kak Rayn.
"Cih.. Kau terlalu bersikap lunak kepadanya, Rayn. Berhati-hati lah. Vamp yang lain bisa menganggap itu sebagai kelemahan mu, tahu!" tegur wanita itu menasihati Kak Rayn.
Meski aku tak terlalu mengerti dnegan perbincangan Kak Rayn dan juga wanita asing itu. Namun aku cukup mengerti kalau wanita yang berdiri fi belakang kus aat ini itu jelas tak menyukai ku. Mungkin karen kak Rayn tampak membela ku sesaat tadi.
Detik berikutnya, wanita itu mendorong ku ke depan. Sehingga aku pun langsung jatuh ke dalma pelukan Kak Rayn.
Bugh!
"Kamu gak apa-apa, Myrt?" tanya Kak Rayn tampak cemas ke arah ku.
Aku sendiri langsung bergidik ngeri kala melihat adanya sedikit darah di bagian mulut Kak Rayn. Sementara taring yang sempat ku lihat pada beberapa waktu lalu itu kini telah raib entah ke mana.
Aku hanya terdiam menatap ngeri selama beberapa waktu saja. Inginnya sih ku bawa kaki ku lari menjauh dari sosok Kak Rayn dan juga wanita sinis tersebut. Namun lengan ku masih dipegang erat oleh kakak sepupu jauh ku itu.
"Darah.." ku dengar wanita asing itu kembali bicara.
"Huh?" Kak Rayn lalu memandang wanita itu dengan tatapan bertanya.
"Kau masih memiliki sedikit darah di ujung bibir mu itu, Rayn. Gadis itu sepertinya mulai ketakutan melihat mu! terang wanita itu kembali.
Dan pernyataannya itu memang tepat sekali. Karena aku benar-benar ketakutan saat ini.
Rasa lapar yang ku rasakan sekitar setengah jam yang lalu pun langsung raib dan bertukar dengan ketakutan yang mencekam di kalbu.
Selanjutnya ku lihat Kak Rayn tergesa-gesa mengelap ujung bibir nya dengan lengan baju nya. Sayangnya aku masih bisa mengingat jelas warna dan kengerian dari darah di mulut Kak Rayn sesaat tadi.
'Apa aku sedang bermimpi? Tapi kenapa mimpi ini terasa begitu nyata sekali.?' benak ku pun bertanya-tanya sendiri.
"Ini gara-gara kamu, Cell!" Ujar Kak Rayn terlihat begitu kesal.
"Heheheh.. Memang nasib mu saja yang sedang apes, Rayn. Kalau gitu, sebaiknya aku pergi saja dulu. Kau, bereskan saja gadis kecil itu sendiri ya? Ingat pesan ku ini, Rayn. Kita tak bisa menyembunyikan keberadaan nya lama-lama,"
"Ya.. ya.. aku tahu, Cell. Diam lah! Pergi sana!"
Wanita yang dipanggil Cell itu hanya menyengir saja. Kemudian ia berjalan menuju pintu depan rumah dan berlalu pergi.
Akan tetapi, tepat sebelum sosoknya menghilang dari muka pintu, aku sempat mendengar Cella berkata lagi.
"By the way, thank's ya untuk darahnya! Darah mu memang yang paling manis di antara semua lelaki peliharaan ku, Rayn! Ahahahhahaa!"
"Cih! Vamp itu benar-benar.." gerutu Rayn sambil menatap sebal ke arah pintu.
Setelah kepergian Cella, perhatian Rayn pun akhirnya kembali kepada ku.
Deg. Deg.
Jantung ku pun langsung cepat berpacu.
Tanpa sadar, kaki ku malah kembali melangkah mundur. Namun Rayn mengikuti pergerakan ku.
Lelaki itu juga maju melangkah. Sehingga jarak di antara kami tak bertambah jauh. Bahkan malah jadi lebih dekat. Karena kini posisi ku sudah menempel ke tembok di belakang ku. Sementara Rayn mengurung tubuh ku di antara kedua lengannya yang kekar itu.
"Myrt, kita jelas perlu ngomong sekarang!" ujar Kak Rayn dengan tatapan serius.
Glek..
Tiba&tiba saja aku merasa nervous sekaligus juga takut.
"Ngo..ngomong apa, Kak..Rayn?" cicit ku balas bertanya.
"Tentu saja tentang apa yang barusan kamu lihat, Myrt. Jangan oura-pura lupa deh!" tukas Kak Rayn.
"Ee.. Gimana kalau Myrtle pura-pura lupa aja? Myrtle anggap gak pernah lihat kejadian tadi gimana..Kak?" tanya ku begitu memelas.
"Hh.. Sayang nya itu sepertinya bukan opsi yang ideal, Myrt. Kita jelas harus duduk ngobrol dulu. Ayo, kita ngobrol dulu di dalam kamar Kakak?" ajak Kak Rayn seraya menarik tangan ku untuk masuk ke dalam kamar nya.
Melihat ke dalam kamar Kak Rayn, benak ku langsung aja teringat pada kejadian di menit-nenit sebelumnya. Yakni ketiak aku menyaksikan Kak Cella menung gangi Kak Rayn di sana.
Mengingat itu, anehnya ada perasaan lain di benak ku selain juga rasa takut dan juga terkejut. Perasan itu membuat bagian bawah perut ku jadi terasa tak nyaman. Lebih ke perasaan kesal dan marah juga malah.
Dan tampaknya Kak Rayn menyadari keengganan ku untuk masuk ke dalam kamar nya. Sehingga ia pun mengubah arah jalan kami menjadi ke ruang tamu.
"Duduklah dulu, Myrt!" titah Kak Rayn begitu memaksa.
Aku langsung mengambil posisi duduk yang bersebrangan jauh dari Kak Rayn. Dan Kak Rayn tampak tak menyukai pilihan ku itu.
Aku tak perduli. Yang penting aku merasa lebih aman bila berjauhan darinya seperti ini.
"Jadi.. Sebenarnya kakak itu.." Kak Rayn pun memulai ceritanya.
Akan tetapi aku buru-buru memotong perkataannya. Ini dikarenakan aku yang terlalu takut untuk mendengar fakta di balik apa yang baru saja kus kasikan sesaat tadi.
"Tunggu sebentar! Mm.. Gini aja deh, Kak! Gimana kalau kita anggap apa yang terjadi sebelumnya di kamar Kak Rayn itu adalah mimpi? Jadi kita gak usha bahas soal itu lagi dan tetap lanjut bersikap seperti biasa?" aku oun mengusulkan ide ku.
"Memangnya kamu bisa bersikap biasa nanti ke aku, Myrt? Yakin, kamu gak bakal pergi sejauh-jauhnya dari ku nanti. hah?" cecar Kak Rayn menuding ku dengan begitu tepat.
Ya. Pada mulanya emang begitulah niat ku. Aku berencana untuk pergi jauh dari rumah ini, untuk menghindari Kak Rayn dan juga rahasia menyeramkan yang disimpannya.
Sayang sekali niat ku itu begitu mudah diketahui olehnya.
'Ciih.. sekarang niat ku udah ketahuan. Terus gimana cara ku bisa kabur dari sini..?' gumam batin ku nelangsa.
"Jangan berpikir untuk kabur deh, Myrt. Karena ke mana pun kamu pergi, aku gak bakal biarin kanu jauh-jauh dari ku!" Ancam Kak Rayn terdengar begitu lugas.
"??!!! Ke..kenapa begitu?!" aku pun melayangkan protes.
"Karena bagaimana pun juga, kamu itu kan tunangan ku, Myrt!"
"Hah?!! Tunangan? sejak kapan?! Siapa juga yang mau tunangan sama Kak Rayn?!" protes ku langsung sambil berdiri dari posisi duduk ku.
"Sejak kanu dilahirkan ke dunia ini. Dan tentu saja kamu yang jadi tunangan ku, Myrt. Kita sudah terikat kontrak darah. Jadi, kamu gak bisa mutusin hubungin ini begitu aja!"
"Kon..kontrak darah?! Kontrak macam apa itu?!!" tanya ku begitu berang kepada Kak Rayn.
***
"Kon..kontrak darah?! Kontrak macam apa itu?!!" tanya ku begitu berang kepada Kak Rayn.
"Kontrak darah adalah kontrak yang dilakukan dalam momen tertentu. Seperti misalnya janji setia sekumpulan vampir biasa kepada vampir pembangkitnya, janji seorang vampir kepada vampir lain yang dianggapnya paling berkuasa, atau bisa juga digunakan ketika momen pertunangan antar dua Vampir. Seperti kita," terang Kak Rayn menjelaskan.
Aku pun seketika ternganga. Merasa bingung atas penjelasannya barusan.
"Tu..tunggu dulu! Kenapa dari tadi Kak Rayn ngomong soal Van..vampir?? Di dunia ini mana ada yang..yang mitos kayak gitu kak!" Aku berusaha menyatakan penentangan ku atas argumentasi Kak Rayn barusan.
Atas ucapan ku barusan, Kak Rayn hanya bisa berdecak pelan, seolah ia sedang menyesalkan kebodohan pernyataan ku sesaat tadi.
"Myrt.. Myrt.. Lalu menurut mu, yang tadi kamu lihat di kamar ku itu apa? Juga darah ini.. Kamu pikir kenapa ada darah yang menempel di mulut ku ini, Myrt?" tanya Kak Rayn mengajak ku berpikir cerdas.
"Itu.. Mungkin aja teman Kakak tadi kan yang udah gigit.."
Sampai di sana, aku tak melanjutkan lagi kalimat ku. Tampak jelas kalau pernyataan ku itu nanti akan terlihat konyol sekali jika sampai aku menyelesaikan ucapan ku nanti.
Sayang sekali Kak Rayn tak bisa dikelabui. Karena kemudian ia malah melanjutkan pernyataan yang belum sempat ku selesaikan tadi.
"CK..CK..CK.. Kamu pikir aku dan Cella sedang berci uman sampai dia kebablasan menggigit bibir ku begitu, Myrt?"
Aku tak menjawab pertanyaan Kak Rayn. Hanya saja wajah merah ku jelas sudah menjadi jawaban untuk nya.
Ya. Aku memang berpikir seperti itu. Anehnya, perasaan tak nyaman itu lagi-lagi mengganggu benak ku. Aku tak suka jika harus membayangkan kejadian Kak Rayn yang bersentuhan dengan wanita tadi. Bahkan dengan wanita lain pun sepertinya aku juga tak akan suka.
'Astaga!! Apa yang sebenarnya ku pikirkan? Jangan bilang kalau aku mulai suka juga sama Kak Daun??!' benak ku mulai melantur ke mana-mana.
Tiba-tiba saja ku lihat Kak Rayn tersenyum. Hanya senyuman tipis saja. Namun aku menangkap ejekan di matanya yang indah itu.
Aku yakin, saat ini Kak Rayn sedang mengejek ku dalam hatinya. Entah oleh sebab apa.
"Kamu memang bo doh, Myrt..." seloroh Kak Rayn mengejek ku.
Sontak saja aku pun menjadi berang setelahnya. Akhirnya ku putuskan untuk berdiri DNA meninggalkan Kak Rayn di ruang tamu sana.
"Hey! Myrt! Tunggu dulu! Obrolan kita belum selesai!" Panggil Kak Rayn di belakang ku.
Aku tak menggubris panggilan nya. Ku lanjutkan saja langkah ku terus ke dalam kamar ku sendiri.
Ajaibnya, saat aku baru saja masuk ke dalam kamar, dan hendak menutup pintu kamar ku, aku yakin merasa kalau ada sesuatu yang mengganjal pintu ku untuk bisa tertutup.
Tapi setelah ku buka kembali pintu, tak ada benda apapun yang mengganjal nya. Dan sebalnya lagi adalah tak terlihat batang hidung Kak Rayn di luar kamar ku. Padahal tadinya ku pikir ia akan mengejar ku.
Baru juga aku meniup pintu, saat aku dikejutkan kemudian oleh suara Kak Rayn. Asalnya tepat ada di belakang ku.
"Kita belum selesai ngobrol, Myrt. Tapi gak aoa-apabjuga sih kalau kamu ngajak ngobrol di sini. Udah lama juga Kakak gak lihat kamar kamu.."
"AA!! Kak.. Kak Rayn! Kok bisa ada di sini sih?! gi.. gimana bisa? Kan Kaka masih di ruang tamu??!" Aku menjerit kaget saat mendapati Kak Rayn tahu-tahu sudah berada dalam kamar ku.
"Well.. bisa dibilang, ini adalah salah satu keistimewaan kaum kita kan, Myrt.."
"Apa maksud Kak Rayn? Kita? Maksud Kakak, aku itu.. gak.. Kakak jelas salah. Aku ini manusia biasa, Kak. Dan Kakak juga kan?"
"Myrt.. Kamu harus tahu, sebenarnya kita ini adalah vampir!"
"Apa?! Enggak! Kak Rayn salah banget! Aku tuh manusia, Kak! Aku..A..aku bukan vampir! Aku kan gak suka minum darah!"
"Well, soal kamu yang gak minum darah, itu bisa dijelaskan juga sih, Myrt. Tapi yang jelas kamu memang adalah vampir. Aku juga sama.."
"..."
"..."
"Sebaiknya Kak Rayn keluar dulu. Tidur atau minum sesuatu untuk menenangkan pikiran Kakak yang kacau itu..?" Aku pun memberi usul.
"Gak, Myrt. Kamu harus percaya ini. Apalagi sebentar lagi umur kamu akan menginjak 17 tahun,"
"Memangnya kenapa dengan umur ku yang 17 tahun?"
"Karena saat itulah umumnya seorang vampir bangkit hasrat minum darah nya."
"..."
"..."
"Kak Rayn gila! Keluar! Myrtle minta Kakak untuk keluar sekarang juga!" Aku mulai merasa panik atas pernyataan Kak Rayn yang berulang-ulang ini.
'Usia 17 tahun sebagai masa kebangkitan seorang vampir muda? unbelievable! Gak bisa dipercaya!' aku menggerutu dalam hati.
"Mau kamu percaya atau enggak, yang pasti Kakak punya kewajiban untuk ngasih tahu kamu tentang hal ini. Sebenarnya Kakak mau ngasih tahu tentang ini nanti aja. Pas kamu udah ngerasain sendiri has rat terhadap darah itu nantinya. Tapi karena kamu udah terlanjut lihat Kakak dan Cella waktu tadi.."
"Siapa sebenarnya Cella? Dan, jika benar dia itu vam..vampir.. apa yang dilakukannya tadi itu adalah meminum darah Kak Rayn??" tanya ku sambil menyimpulkan.
"Cella adalah vampir yang darahnya pertama kali Kakak rasakan, Myrt.. Dan itu berarti dia adalah vampir pembangkit Kak Rayn. Dia adalah wanita vampir yang sangat penting dalam kehidupan Kakak," terang Kak Rayn menjelaskan perihal Cella.
Deg. deg.
Deg. deg.
Entah kenapa mendengar pernyataan Kak Rayn barusan, aku langsung dipenuhi oleh perasaan marah kepada wanita itu. Maksud ku, kenapa bisa dia menjadi wanita yang penting dalam hidup Kak Rayn? Kenapa Kak Rayn bisa menganggapnya sepenting itu? Benakku kusut oleh beragam protes yang sulit tuk dijelaskan.
Kami lalu smaa-sama terdiam selama beberapa waktu. Setelah aku menenangkan debur jantung ku kembali, barulah kemudian aku mulai berkata lagi.
"Kalau memang Kak.. Cella sebegitu pentingnya buat Kak Rayn, terus kenapa Kakak tadi ngotot bilang ke Myrt, kalau Myrt itu tunangan nya Kakak? Gimana dengan Myrtle? Apa Myrtle juga cukup penting buat Kakak dengan gelar tunangan yang kakak maui itu?!" Aku spontan saja menuding langsung Kak Rayn.
Kalimat ku itu jelas membuat Kak Rayn langsung terdiam seketika.
Jangankan Kak Rayn. Aku sendiri pun dibuat terkejut oleh keberanian ku itu.
'Bisa-bisanya kamu bilang begitu, Myrt?? Jangan berharap pafa lelaki yang sudah menyimpan wanita lain di hatinya! Kamu jelas tahu itu banget kan?!' tegur batin ku pada diri sendiri.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!