Prolog
Yuna menahan nafsunya ketika ia melihat tubuh pria di hadapan-nya sambil bertanya-tanya tentang kenyataan bahwa orang itu adalah suaminya.
"Benarkan itu milikku?"tanya Yuna bergumam.
"Gila, aku tidak menyangka."ujarnya dengan cekikikan girang.
Saking semangat Yuna hampir ketahuan, untungnya ia dapat bersembunyi di bawah meja makan yang letaknya tidak jauh dari kamar.
"Ahh! Aku bahagia sekali."
Hingga..
"Yuna, sedang apa kamu di sana?"sontak pertanyaan itu mengejutkan Yuna, kepalanya terbentur mencium meja makan.
"Aww!"ringis Yuna mengelus kepala yang kemerahan.
"Kamu baik-baik saja? " pertanyaan itu membuat dahi Yuna mengerut.
"Sakit! Nanya lagi! "
"Ya sudah sini, saya obati."ajak Jungkook sembari menyuruh Yuna mengikutinya.
Jungkook mengambil kotak P3K di dalam nakas di dekat sopa. Ia mengambil sebuah obat merah untuk mengobati puncak kepala Yuna yang sedikit mengeluarkan darah dan juga lebam.
"Heh!"Yuna menaikkan sebelah alisnya.
"Kenapa? "
"Kepala saya terbentur, bukan terluka."
"Tapikan sama -sama terluka juga, lihat kepalanya berdarah. Saya obati dulu. "
"Hmm.. Kalau mau ngobatin saya mendingan di suntik aja. "
"Kamu kan sudah mendapatkan suntik vaksin, lalu?"tanya Jungkook seraya mengangkat sebelah alisnya.
"Ini, vaksin yang di sana."ujar Yuna sembari menyentuh milik Jungkook dengan tangan nakalnya.
"Yuna! "
......................
Seorang gadis dengan seragam sekolah tengah berlari mengejar bus yang melaju cepat di depannya. Nafas tersengal-sengalnya terdengar lantang sampai membuat para pejalan kaki di sampingnya menoleh. Tidak di hiraukan olehnya, Yuna terus berlari hingga bus tersebut berhenti di halte.
Akhirnya Yuna bisa duduk tenang di dalam bus tersebut dengan keringat yang terus bercucuran membasahi keningnya, lalu di sekanya menggukan telapak tangan yang mulai memanas.
Tidak lama handphone didalam saku Yuna bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Tangannya merogoh saku bajunya dan menemukan handphone tersebut.
"Hallo, ada apa Hina?"tanya Yuna pada seseorang dari sebrang sana yang berdiri tepat di depan gerbang sekolah dengan wajah panik.
"Cepat Yuna, gerbang akan segera di tutup! Kamu dimana?"tanya gadis yang bernama Hina tersebut. Dia sahabat baik Yuna.
"Baik, sebentar lagi aku sampai!"
Percakapan mereka berakhir sampai sana. Bus yang kini di tumpangi oleh Yuna tiba-tiba berhenti di tepian jalan. Keningnya mengkerut, panik tidak karuan lagi.
"Ada apa Tuan?"tanya Yuna dengan sopan, dan supir menjelaskan bahwa bus kini mogok.
"Sialan!"pekik Yuna keluar dengan tergesa-gesa. Jika ia harus menunggu sampai bus itu berjalan kembali maka kaki Yunalah yang akan berhenti berjalan. Tentu itu karena hukuman dari guru Han.
Ah! Bisa gila Yuna.
Yuna berlari, semakin cepat dan cepat. Bahkan dia menyebrang tanpa memperhatikan lampu jalan. Padahal lampu saat itu tengah berwarna hijau untuk pengendara, sedangkan Yuna tidak melihat hal itu.
Sampai terjadilah peristiwa yang tidak di inginkan. Dia tertabrak mobil yang melaju cukup kencang. Tubuh Yuna terkampar di atas jalan aspal. Tangan Yuna mulai meraih sebuah sepatu pentopel di depannya,seorang laki-laki berpakaian rapi yang menabraknya. Hingga penglihatan Yuna kabur dan hanya ada warna gelap.
......................
Yuna di larikan ke rumah sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri. Seluruh seragamnya berlumuran darah dan entah kemana tas ranselnya tidak ada. Pihak rumah sakit berusaha menghubungi keluarga Yuna, tapi tidak ada seorang pun yang menjawabnya. Hanya ada seorang supir yang menabrak Yuna yang menemaninya di depan ruang UGD.
Sedangkan di lain tempat seorang laki-laki dengan jas rapi tengah duduk di dalam mobilnya sambil mengerjakan beberapa pekerjaan yang tidak bisa ia tunda.
Beralih kembali pada Yuna yang kini tengah terbaring di brankar. Lukanya memang tidak terlalu parah tapi karena hal itu Yuna jadi tidak bisa mengikuti tes ujiannya. Ia tidak marah pada penabrak, karena ialah yang salah. Dia yang lalai, jadi Yuna meminta polisi untuk menghentikan kasus ini karena bukan kasus tabrak lari.
"Nona, maafkan saya."laki-laki yang masih terlihat muda itu membungkuk di hadapan Yuna sambil meminta maaf.
Yuna menggelengkan kepalanya. "Bukan Anda yang salah, saya yang salah. Seharusnya saya yang meminta maaf pada Tuan karena sudah merepotkan. Tolong maafkan saya."ujar Yuna sama-sama menunduk.
Laki-laki tersebut tersenyum, hingga ponselnya bergetar dan terdengar samar-samar suara serak seorang laki-laki yang meminta supirnya untuk kembali.
"Baiklah Nona, kalau begitu saya pemisi dulu. Semoga lekas membaik."
"Baiklah, terimakasih dan maaf juga."ujar Yuna tersenyum ramah.
Ada saja kejadian sial yang menimpa Yuna. Tadi pagi sebelum berangkat sekolah Pergelangan tangan Yuna tersiram air panas, untung tidak melepuh, di tambah terlambat bangun dan kini ia sudah terbaring dengan perban melingkar di keningnya. Sungguh hari yang sial untuk Yuna.
Selang beberapa jam Hina datang melihat keadaan Yuna yang baru saja masuk rumah sakit. Awalnya Hina tidak percaya, tapi setelah Yuna mengirimkan gambar kepalanya yang di perban maka semua tuduhan Hina sirnah.
"Hina.."rengek Yuna sambil menunjukkan kepalanya yang di perban.
"Apakah kamu gegar otak?"tanya Hina duduk di samping Yuna sambil menaruh keranjang buah yang ia bawa.
"Kamu jangan bercanda, ini serius!"
"Bagaimana bisa kejadiaan ini menimpa padamu?"
"Ini semua memang salahku, tapi yasudahlah mungkin hari ini adalah hari tersial."
"Kapan kamu akan keluar dari ruangan berbau obat ini? Aku saja tidak kuat berada si sini, apalagi kamu? Si anak manja!"ledek Hina dengan wajah menyenya.
"YA!"
"Waeyo?"
"Berisik!"
"Coba katakan, aku penasaran dengan kejadian kecelakaanmu. Ayolah Yuna."
"Aku hanya mengingat, ada sepatu pentopel yang ingin aku raih. Itu seorang laki-laki yang sedikit mengulurkan tangannya padaku, tapi aku malah pingsan. Dan wajahnya juga tidak aku ingat dengan jelas."ujar Yuna seraya mengingatnya kembali.
......................
Perusahaan JKY GROUP tengah di buat resah oleh berita yang membuat mereka mengkerutkan kening dan menggigit kuku jari mereka.
Berita itu adalah tentang CEO yang sudah lama luput dari ingatan mereka setelah enam tahun lamanya nama CEO tersebut redup. Kini nama itu terdengar kembali, sangat nyaring. Tidak ada wanita yang menggunakan rok sexsi, baju kemeja tembus pandang ataupun rambut terurai.
Peraturan yang di berikan CEO tersebut sangat aneh, dan itu yang membuat karyawan disana menjadi tidak nyaman. Namun apa daya.
Tiba-lah sebuah mobil sport hitam melesat memasuki area perusahaan. Baru sepatu pentopel yang keluar dari mobil tersebut sudah membuat karyawan disana menahan nafas. Sampai seorang laki-laki dengan prawakan sangar keluar dengan tubuh kekarnya. Kaki jenjangnya melangkah kedalam lobi, disambut dengan bungkukan punggung dari seluruh karyawan yang menyambutnya dengan ucapan penuh hormat.
Tidak ada kesalan dari sana. Tapi kalian salah, matanya terlalu jeli.
"Saya tidak suka melihat seorang wanita memakai riasan terlalu menor. Tolong hapus, atau Anda yang akan saya hapus dari sini." ancam CEO tersebut dengan wajah datar tapi menyeramkan.
"Baik Tuan."
Ini hanya satu masalah, dan belum masalah lainnya lagi. Entah peraturan dan keanehan apa lagi yang akan tercipta di perusahaan yang tenang ini.
"Itu apa? Kalau kamu hendak sarapan. Sebaiknya jangan di kantor, ini tempat kerja bukan kantin." ujar CEO tersebut melanjutkan langkahnya yang terus terhenti.
Bahkan debu seuprit pun bisa dia rasakan. Pantas setiap harinya banyak cleaning service yang mengundurkan diri karena tidak kuat bekerja di perusahaan yang CEO nya toxic.
"Sun-Hoo! Tolong bersihkan kembali toilet di sini. Sangat jorok sekali, saya ingin semua orang yang membersihkan ruangan saya di pecat. Sekarang!" teriknya dengan urat leher yang terlihat jelas.
"Baik Tuan Jungkook."
Ya, nama CEO toxic tersebut adalah Jeon Jungkook. Atau kalian bisa menyebutnya raja toxic. Dia adalah anak terakhir dari keluarga Jeon. Sebetulnya ia pernah memimpin perusahaan ini saat kelas tiga SMA. Bayangkan IQ-nya saat SMA saja sudah membuat orang tercengang. Di tambah lagi sekarang sudah lulus dari kuliahnya, apa tidak membuat orang semakin iri? Tapi begitulah. Selama ia memimpin perusahaan dalam usia yang di bilang tidak matang, ada saja masalah yang terjadi. Bukan masalah pada perusahaan tapi pada karyawan yang sering mengeluh akan aturan yang tidak biasa.
Walau begitu sekarang tidak akan ada lagi yang mengganggu gugat, karena dia sudah sepenuhnya menjadi pemilik perusahaan tersebut. Jika ada yang protes, pilihannya hanya ada dua. Keluar dengan tidak terhormat atau mematuhi aturan yang di buat.
Beberapa hari setelah Yuna keluar dari rumah sakit, ia langsung menemui guru nya untuk menyusul ujian yang sudah tertinggal. Yuna memang bukan anak berprestasi. Namun ia mempunyai keinginan kuat untuk mimpi nya.Dan dia berjanji akan membuat mimpi tersebut menjadi nyata.
"Hina, ada film dewasa! Ayo kita menonton! " ajak Yuna seraya menyenggol bahu Hina yang tengah fokus belajar.
"Gila kamu Yuna!" pekik Hina menatap Yuna dengan mata nanar.
"Ujian mu?"
Yuna langsung melebarkan kertas ujiannya. "Seratus dong... " sombong Yuna dengan gayanya.
"Hebat kamu, otakmu penuh dengan hal dewasa tapi saat ujian semuanya dapat nilai sempurna."
"Yuna gitu! "
"Ya, sudah ayo! " ujar Hina tersenyum jahil seperti memberikan kode gila.
"Nonton nya malam ya, kamu menginap di rumahku, Hin. Tidak ada orang di rumah. Kita bisa bebas melakukan nya. "
"Okey! "
Mereka berdua berbincang -bincang tentang rencana nanti malam. Sampai sosok laki-laki berjas hitam melintas di depan mereka. Sebelumn ya baik Yuna atau pun Hina belum pernah melihat seorang laki-laki berpakaian rapih di sekolah. Mereka berdua bertatapan.
"Siapa dia Yuna? " tanya Hina yang berhenti belajar. Memang, mereka berdua tengah belajar di taman sekolah sebelum bel pulang berbunyi.
Yuna menggelengkan kepalanya cepat. "Mungkin guru baru."
"Dia sangat tampan Yuna." ujar Hina terpesona akan tubuh kekar yang berjalan di depan manik mata mereka.
"Tampan saja? Lihat dulu pedang di dalam celana- nya. " ujar Yuna menyenggol tangan Hina sampai kopi milik Hina tumpah membasahi rok.
"Jangan salahkan aku ya. Kamu yang menumpahkan nya." ujar Hina takut di salahkan.
Kening Yuna mengkerut. "Iya, ini memang salahku. Sudah, aku ingin pergi ke toilet. " bangkit Yuna dari duduk nya.
Singkat cerita, Yuna sudah membersihkan noda kopi di rok sekolah nya. Langkah kaki nya berjalan menuju tempat dimana Hina berada. Namun bola mata Yuna melebar ketika ia melihat dengan jelas laki-laki yang menjadi topik pembicaraan Hina.
"Huh! Tidak setampan Sunoo.. " pekik Yuna yang mengintip dari balik tembok toilet.
Pijakan kaki Yuna tidak seimbang, alhasil ia harus menahan malu karena ia terjatuh tepat di belakang laki-laki itu. Dan sialnya lagi laki-laki tersebut membalikkan punggung nya karena suara hantaman Yuna.
"Hehehe.. "
Dengan wajah datar nya, laki-laki itu memalingkan wajah nya dan beralih pada handphone yang masih menempel di daun telinga.
"Bantuin, kek! " pekik Yuna yang bangkit dengan lutut mengeluarkan darah segar.
Laki-laki itu kembali menoleh, Yuna tersenyum sumbringah sambil merapihkan seragam nya.
"Uda-" baru saja Yuna akan mengatakan kalau dia tidak membutuhkan pertolongan, ternyata Yuna salah. Laki-laki itu tidak menoleh karena ingin membantu nya melainkan berjongkok sambil membersihkan sepatu pentopel mengkilap yang sedikit kotor.
Ah sial! Yuna terlalu pede.
Yuna menelan saliva, ia mengerutkan kening nya melihat laki-laki yang cukup tampan di hadapan- nya itu. "Dasar, laki-laki aneh! " ujar Yuna sembari pergi meninggalkan laki-laki yang masih membersihkan sepatu, padahal sepatu tersebut sudah sangat mengkilap.
"Gila, apa gimana ya. " gumam Yuna mengoceh sepanjang jalan.
Hingga Yuna sampai di tempat dimana Hina berada. "HINA! " teriak Yuna kencang sembari duduk.
Hina yang tengah mengotak-atik laptop nya langsung terkejut dan menempelkan punggung tangan nya di kening Yuna. "Tidak demam." ujar Hina dengan gelengan keanehan.
"HINA! " panggil Yuna menepiskan tangan Hina dari dahi.
"Kenapa Yuna? "
"Kau menyukai laki-laki dengan postur tubuh seperti Kai bukan? Tapi sayang nya Kai terlalu bodoh. Dan sekarang kau berpaling, mendambakan laki-laki yang baru saja melintas di hadapan kita bukan?" tanya Yuna dengan wajah serius.
Hina mengangguk kecil.
"Kamu tahu, dia lebih bodoh dari Kai. Ah menjijikkan sekali melihat wajah nya. " omel Yuna kembali.
"Dia sempurna Yuna. "
"Tidak, dia sangat. Sangat bodoh Hina. Aku tidak sudi melihat wajahnya lagi. Membuatku mual, huh entah wanita seperti apa yang akan menjadi pasangan nya nanti. Aku doakan agar dia tidak menyesal sudah memilih laki-laki seperti itu. "
"Yuna.. Jangan seperti itu. Doa itu bisa jadi kenyataan."
"Maksudmu? " kening Yuna mulai mengerut.
"Bagaimana kalau dia suamimu kelak, apakah kamu akan meninggalkan nya? "
"Pasti, dan pasti. Aku sangat benci dengan dia. " ujar Yuna dengan tangan mengepal.
"Yuna, jangan berkata seperti itu. Kasihan dia. Aku rasa sekarang telinga sangat sakit, karena kamu tengah membicarakan keburukan nya."
"Biarkan saja. " acuh Yuna bangkit.
"Heh Yuna kamu mau kemana? "
"Pulang! "
"Bukankah kita akan menginap di rumahmu? " tanya Hina.
Yuna menggaruk belakang kepalanya. "Maaf Hin, tadi ibuku menelpon dan mengatakan kalau aku harus cepat pulang. Kamu bisa menontonya sendiri, aku akan mengirimkan nya padamu. " ujar Yuna dengan tawa jahil nya.
"YUNAAAA!! " teriak Hina sekuat tenaga. Bisa- bisa mati kalau sampai ketahuan menonton film porn*.
......................
"Aku pulang.. " ujar Yuna dengan cerianya karena kedua orang tua nya pulang lebih cepat. Ia kira kedua orang tua nya akan tetap di Swiss.
Yuna yang berjalan memasuki ruang keluarga mulai terheran dengan beberapa koper yang sudah memadati ruangan tersebut.
Tidak lama, kedua orang tua Yuna datang dari lantai dua. Yuna yang terheran langsung bertanya.
"Ini ada apa? " tanya Yuna menyingkirkan koper agar tidak menghalangi jalannya.
"Yuna, kami akan kembali ke Swiss. Kami akan pergi untuk beberapa bulan. "
"Yuna, bagaimana? " tanya Yuna sedih. Sebenarnya ia tidak sedih karena pasti malamnya akan indah bersama Hina.
"Yasudah, kalian berangkat saja. Yang lama juga tidak apa. " ujar Yuna tersenyum ceria.
Ini akan menjadi kesempatan Yuna dan Hina yang akan menonton tanpa ada gangguan.
Asikkk!
"Tapi selama kami di Swiss, kamu akan si temani oleh jodohmu. "
"Jodoh? " dahi Yuna mengerut.
"Maksdnya bagaimana? "
"Dia jodoh kamu, Yuna. Kami sudah menjodohkan-mu dengan dia dari kalian masih balita. "
"APA?! " kaget Yuna tidak habis pikir.
"Yuna tidak mau di jodohkan. Yuna sudah punya kekasih. " rasanya Yuna ingin menangis saja. Bisa-bisanya perjodohan itu sudah berlangsung sejak belita.
"Sayang, hati-hati ya. Sebentar lagi jodoh kamu akan datang ke sini. Kami harus pergi sekarang, jaga dirinya. Dan jangan menyusahkan Jekey "
"Jekey? "
"Nama jodoh kamu. "
"Eomma... "
Cup!
"Sampai jumpa sayang! "
"Appa!.. "
Yuna menarik nafas gusar, ia terduduk di lantai sambil menangis meratapi nasib selanjut-nya.
"AAAH! " teriak Yuna seorang diri.
Tidak lama dari itu, terdengar suara bel yang di tekan dari luar oleh seseorang.
"Jangan bilang itu dia? "gumam Yuna bangkit. Dengan kaki lemas nya Yuna membuka pintu utama.
Jeng jeng...!
Dan.. Itu adalah?
"Kamu!? " teriak Yuna dengan bola mata membulat sempurna.
"Seharusnya aku tidak membicarakan dia. " lirih Yuna dalam hatinya.
Ekspresi wajah nya menjijikan membuat Yuna ingin muntah. "Maaf, sepertinya Anda salah rumah Tuan, silahkan. " ujar Yuna hendak menutup pintu namun di tahan oleh nya.
"Saya jodohnmu, Yuna. "
"Saya jodohmu, Yuna. "
Kalimat itu membuat Yuna mati kutu. Dia tahu nama Yuna, berarti memang benar bahwa laki-laki di hadapannya adalah jodoh yang di katakan oleh kedua orangtuanya.
"Tidak! "
"Nama saya, Byeol. " elak Yuna dengan gagu.
Ah sialan!
Bukannya pergi, laki-laki itu malah masuk kedalan rumah Yuna dan duduk di sofa ruang tamu.
"Dimana kamar saya? " tanya dia tanpa ekspresi.
"Dia patung? " gumam Yuna.
Yuna juga kebingungan, tidak ada kamar kosong. Hanya ada kamar kedua orangtuanya dan kakaknya yang sudah lama tidak di tempati. Kalau untuk kamar tamu? Itu tidak mungkin karena ruangan itu sangat kotor dan dalam masa perbaikan.
"Apa kamar kak Mark? " tanya Yuna, tapi dia tidak berani.
"Bisakah kamu pergi saja. Di sini sudah tidak ada kamar lagi selain kamar saya." ujar Yuna.
Bukannya pergi, laki-laki di hadapan Yuna itu malah melangkahkan kakinya menaiki anak tangga.
"Eh, Anda mau kemana?! " resah Yuna mengekor di belakang.
Hingga, laki-laki itu membuka kamar Yuna. Sontak mata Yuna terbelalak karena kamarnya sangatlah berantakan. Terutama tadi pagi ia memilih bra dan meletakkannya sembarang.
"TIDAK! " teriak Yuna segera menarik pergelangan tangan laki-laki itu agar keluar dari kamar Yuna sebelum ia melihat tumpukan baju dalamnya.
"Jangan, tunggu. Lima menit saja. " ujar Yuna dengan nafas terpongoh-pongoh.
"Ashh! Sialan! " runtuk Yuna sambil membenahi bra dan celana, maksuk ke dalam lemari begitu saja.
"Hah... " Yuna menghela nafas tenangnya.
Tadi Yuna mengatakan lima menit, tapi sampai lima belas menit Yuna belum keluar. Kening Jungkook mengkerut, tangannya terus mengetuk pintu di depannya.
"Maaf, hehe.. " tiba-tiba Yuna muncul sebelum Jungkook mengetuk pintu itu entah kesekian kalinya.
"Silahkan masuk... "
Jungkook masuk kedalam kamar yang bertemakan warna pink, seperti anak kecil saja. Bahkan di kamar tersebut banyak sekali boneka beruang yang berserakan dan jangan lupakan meja belajar yang berantakan.
"Jadi tadi kamu sedang apa selama lima belas menit? Lihat masih berantakan." ujar Jungkook mengarahkan mana saja bagian yang masih berantakan.
"Saya mau kamu bereskan ini segera, saya tidak suka dengan ruangan yang berantakan. Ini bukan kamar, tapi kandang sapi!" ujar Jungkook pergi meninggalkan Yuna yang memiringkan bibirnya sebal.
"AAHH! " teriak Yuna sambil membersihkan kamarnya sendiri, biasanya ia membersihkan kamar seminggu sekali. Ini baru satu hari juga belum!
"Yuna, bersabarlah. Kamu akan membuat dia keluar dari sini dengan sendirinya! " ujar Yuna menyemangati dirinya sendiri.
Setelah sekian lama, akhirnya Yuna keluar dari kamarnya. Ia merasa puas dengan hasilnya walau keringat terus membasahi keningnya.
Yuna cengo ketika ia melihat ke ruang tamu bahwa semua makanan yang berserakan sudah bersih, padahal itu bekasnya tadi malam.
"Anda yang membersihkannya? " tanya Yuna.
Jungkook menoleh kearah Yuna. "Lalu, kamu? "
Yuna menelan salivanya, ternyata laki-laki itu bisa juga menjadi asisten rumah tangga untuk Yuna.
"Kamarnya sudah saya bersihkan, dan Anda bisa tidur di bawah. Sudah saya siapkan kasurnya. " ujar Yuna, tidak sudi dia harus berbagi ranjang dengan dia.
Jungkook pergi kedapur, ia membersihkan tangannya. Bukan hanya satu kalian tapi sampai sepuluh kali.
"Apakah anda gila? " tanya Yuna yang kesal sendiri.
Tidak aja jawaban, malahan Jungkook pergi ke kamar Yuna sambil menyeret kopernya.
Jungkook membereskan baju-baju di dalam kopernya, ia bingung hendak menempatkannya dimana. Di lihatnya ada sebuah lemari yang besar, mungkin Yuna masih memiliki ruang untuk menyimpan pakaiannya.
Ketika lemari berwarna pink itu di buka, alangkah terkejutnya ia melihat beberapa pakaian dalam Yuna berjatuhan karena terlalu padat. Mata Jungkook yang menyipit langsung terbelalak melihat hal itu.
"I-in-" Jungkook mengambilnya dengan kikuk.
"Tuan, Anda ma-" kalimat Yuna terhenti ketika matanya tertuju pada tangan Jungkook yang tengah mencubit celana milik Yuna.
"MESUM!" teriak Yuna merebutnya dengan seketika.
Yuna malu, pipinya memerah merona bahkan Jungkook pun sama. Baru kali ini ia menyentuh hal yang seperti itu.
Suasana jadi canggung, bahkan keduanya saling bertatapan malu.
"Ya-yasudah! " pekik Yuna keluar dari kamar.
......................
Malam tiba, kini Yuna tengah bersiap untuk tidur. Di lihatnya Jungkook juga tengah membenahi tempat tidurnya yang berada di bawah yang hanya beralaskan kasur tipis saja.
Yuna sebenarnya merasa kasihan, tapi mau bagaimana lagi. Mereka hanyalah dua orang asing.
Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, tapi mata Yuna masih terbuka. Tidak ada rasa kantuk menyelimutinya, yang ada hanya perutnya yang keroncongan.
Karena lapar, Yuna terbangun dan tanpa sengaja ia menginjak perut Jungkook sampai laki-laki itu terbangun dan meringis.
"Awwww..."
Yuna membolakan matanya, seketika ia menghampiri Jungkook dan mengelus perut laki-laki itu.
Dan gilanya lagi, Yuna berhasil menyentuh abs atau otot perut Jungkook yang berbentuk seperti roti.
"Yuna tenang! " pekik Yuna dalam hatinya. Itulah Yuna, ia tidak kuasa jika bersentuhan dengan hal-hal yang luar biasa dari laki-laki.
"Apakah Anda tidak apa-apa? " tanya Yuna, ia menyalakan lampu di samping tempat tidurnya.
"Apa kamu berencana membunuh saya? "
"Maaf! "
"Saya tidak bisa tidur, dan sekarang kamu malah membuat perut saya sakit? "
"Bukannya Anda tadi tertidur? "
"Mana bisa saya tertidur di lantai.. " lirih Jungkook sambil mengusap perutnya.
Yuna jadi merasa bersalah, "Emm Anda bisa tidur di ranjang, biar saya yang tidur di lantai. " ujar Yuna mengalah, tapi Jungkook tidak mau bertukar.
"Kenapa? "
"Besok kamu akan sekolah kan? " tanya Jungkook, Yuna mengangguk.
"Sudahlah, sana tidur. "
"Hehe, perut saya kelaparan karena belum makan malam. " ujar Yuna, padahal tadi Jungkook menawarinya untuk makan bersama. Inilah akibatnya jika banyak gengsi.
"Kalau begitu saya akan memanaskan makanannya. "
"Tidak usah, Tuan. Saya bisa sendiri. " ujar Yuna berbohong. Mungkin dia hanya akan memasak mie instan.
Setelah selesai menyantap makannya Yuna kembali ke kamarnya, begitu terkeujut ia melihat Jungkook duduk di samping ranjang sambil menyorotkan mata tajam kearah Yuna.
"Makan dengan apa? "
"Masakan Anda." bohong Yuna dengan suara sedikit parau.
"Jangan berbohong!"
"Iya, masakan anda. "
"Yuna! "
"Mie instan." jawab Yuna lirih. Anehnya Yuna merasa bersalah karena sudah berbohong. Seharusnya Yuna biasa saja bukan? Apa karena Jungkook jodohnya.
"Tidak baik makan mie instan malam-malam begini. Nanti saya juga yang harus tanggung jawab pada kedua orangtuamu. " ujar Jungkook.
"Dengar tidak, Yuna?"
"Iya. "
"Baru juga sehari sudah ngatur begini, malas jadinya." gumam Yuna, tidak biasa di atur. Yuna sudah terbiasa melakukan hal yang ia sukai dengan sesuka hati.
"Anda terus memanggil nama saya, tapi saya belum tahu siapa nama Anda? " ujar Yuna duduk di samping Jungkook.
"Jeon Jungkook. " ujarnya sambil melirik Yuna.
"Oh, Tuan Jeon? "
Yuna beranjak untuk tidur di lantai, namun tangannya di cekal oleh Jungkook. "Kamu tidur di sini. Kita seranjang. "
"HAH?! " kaget Yuna, ia menggelengkan kepalanya.
"Kenapa? "
"Maaf, saya tidur di lantai saja."
"Apakah kamu tidak mau tidur bersama jodohmu? "
"Maaf, Tuan. Sebelumnya saya sudah memiliki kekasih. Harap anda membatalkan perjodohan ini. Lagi pula saya masih kecil. "
Tidak! Hati Yuna berkata lain.
"Eh, kenapa aku terangsang dengan burungnya yang besar. Aku bisa melihatnya dari luar celana. " batin Yuna tersenyum genit.
"Baiklah! " Yuna pun akhirnya tertidur bersama Jungkook, di halangi oleh guling sebagai pembatas.
Padahal hati Yuna mengatakan kalau dia mau tubuh Jungkook, hehe dasar gadis nakal!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!