SMA Tunas Harapan
Seorang siswi berlari dengan tergesa gesa saat melihat pintu gerbang hampir saja tertutup sempurna.
"EMIRA." Emira menghela nafasnya kasar, benar benar penghancur mood terbaik. Baru saja dia mendaratkan bokongnya di bangku kelas, namun sepertinya pagi ini alam sedang tidak berpihak padanya.
BRAK..
"Gue udah sering bilang jauhi Anggasta, ngga usah kegatelan lo jadi cewek. Percuma lo pakai pakaian tertutup kalo kelakuan lo di luar sana busuk, dasar ******." sisil menatap nyalang Emira
Emira memejamkan matanya, mengepalkan erat tangan yang ada di bawah meja menahan emosi, dia sudah malas sebenarnya berurusan dengan Sisil. Mantan pacar Anggasta satu ini sungguh merepotkan hidupnya hampir setiap hari.
"Kenapa, lo ngga terima gue bilang ****** hah? emang lo mesti di kasih pelajaran baru bisa mikir." Tangan sisil akan mendaratkan tamparan ke wajah Emira, berbarengan dengan bel sekolah berbunyi tiga kali menandakan semua siswa harus berkumpul di lapangan.
"Beruntung lo kali ini, cabut gays." ajak Sisil pada kedua temannya.
Semua siswi mulai heboh, saat kepala sekolah mengumumkan akan ada camping selama 3 hari 2 malam setelah ujian semester 2 ini berakhir, yang artinya akan dilaksanakan 2 minggu lagi, Kepala sekolah juga berharap untuk pengurus Osis dapat bekerja ekstra untuk mempersiapkan acara ini. Setelah pengumuman tersebut semua siswa di perkenankan untuk memasuki kelas nya masing -masing.
- - -
Dikelas 11 IPA 1
"Mir tadi Sisil kesini ya?" tanya Della saat baru sampai di bangkunya,
"Ngapain lagi tuh anak?" kali ini Kiran yang memang duduk bersebelahan dengan Emira
menatap sahabatnya dengan khawatir.
"Gue ngga papa kok, gue lagi males aja ngeladenin sisil makanya tadi gue diem aja." jawab Emira.
"Eh eh siapa itu?" tanya salah satu siswi yang berada di dekat jendela.
"Gila ganteng banget."
"Kayanya murid baru deh ngga pernah liat gue."
"Bener murid baru, eh dia kesini."
Saat bu Ani masuk ke kalas diikuti oleh siswa tampan di belakangnya, menambah kehebohan semua siswi yang ada di kalas 11 IPA 1,
"Woy muka pada dikondisikan, Ayu elap tu iler lo ngeces." Andi sang ketua kelas mengintrupsi,
"Rese lo."
"Ngerasa tersaingi kan lo?" balas siswi lainnya.
"Parah, gue, ngerasa tersaingi? mana bisa."
"Sudah sudah, kamu juga Andi bukan nya menenangkan palah bikin tambah ribut." Bu Ani wali kelas melerai kehebohan muridnya.
"Perkenalkan anak anak, di samping ibu ada murid baru Namanya Arkana pindahan dari Trinity Scholl New York AS. Ibu berharap kalian bisa menerima dia de.."
"Pasti ibu, kita akan menerimanya dengan tangan terbuka" potong nabila merentangkan tangannya seperti ingin memeluk.
Bugg, sebuah pulpen mendarat sempurna di dahinya, siapa lagi pelakunya jika bukan ketua kelas yang kebetulan adalah pacarnya sendiri.
"Awwwhh.. Andiiii." keluh Nabisa sambil mengusap dahinya yang kebas.
"Nyari perkara cewe satu ini." ucap Andi gemas pada Nabila, namun dia tau nabila hanya becanda, memang seakrab itu kelas mereka.
"Silahkan Arka kamu bisa duduk dengan Andi, dia ketua kelas di sini, walaupun sangan tidak meyakinkan." canda ibu Ani di iyakan seisi kelas.
"Wah bu, itu namanya pencemaran nama baik." balas andi mendramalisir.
Arkana duduk di sebelah Andi tepat di belakangan Emira, Arka memfokuskan pendangan nya pada punggung Emira, dia tau saat seisi kelas heboh hanya 3 anak didepannya yang tampak terlihat cuek.
"Menarik." batin Arkana.
Bel sekolah berbunyi menandakan kelas telah berakhir, 7 jam pelajara telah di lewati dengan hikmat hari ini.
"Eh Sorry Ka". saat Emira berdiri dan hendak pergi dari bangkunya tas yang di gendongannya tidak sengaja mengenai punggung Arka, tidak ada jawaban, Emira mengedikan punggung nya ke kedua sabahatnya kemudian berlalu meninggalkan kelas.
Arka pun tak lama berdiri dan pergi meninggalkan kelas barunya. Sepanjang perjalanan menuju parkiran siswi siswi yang memang menunggu Arka keluar bersorak histeris. Arkana melawati dengan tenang dan cuek. mereka seperti tidak pernah melihat siswa tampan sebelumnya. Padahal di sekolah Tunas Harapan selain siswa siswinya yang berprestasi tentu juga penampilan yang good looking. Namun tetap saja Arka mengalihkan semuanya.
"Cabut bro, sebelum semua siswi pada heboh karena lo." ajak Andi yang sudah ada di motornya, dan di jok belakang sudah ada Nabila sang pacar.
Arka hanya menjawab dengan anggukan, kemudian motor sport Andi melaju meninggalkan parkiran sekolah. Saat Arka sudah menaiki motornya dan bersiap menancapkan gas, pandangannya teralihkan pada tiga orang yang berada di depan ruang koperasi yang memang berada di samping parkiran sekolah, bukan bermaksud menguping, namun suara mereka cukup keras dan mengalihkan perhatiannya.
"Lo bilang dong sama mantan lo yang sok cantik itu, ngga usah gangguin Emira terus." Bukan Emira yang marah melainkan Kiran karena tidak terima sahabatnya terus di usik oleh cewe ngga jelas seperti sisil.
"Udah dong Na, jangan kaya gini ngga enak sama yang lain, lagian Angga juga ngga salah kenapa jadi lo marahnya sama Angga." Emira merasa tidak enak.
"Gue minta maaf ya mir, sumpah gue ngga enak sama lo, Gue juga ngga abis pikir kenapa Sisil masih terus anggep hubungan gue sama dia masih lanjut." Jelas Anggasta agar Emira tidak salah paham, sebenarnya Angga merasa tidak enak pada Emira karena bagaimanapun juga mereka pengurus osis inti, yang sudah pasti akan sering berinteraksi untuk mengurus kegiatan sekolah. Angga khawatir jika masalah ini akan membawa ke organisasi.
"Sante, gue juga ngga masalah kok, ya udah cabut yu, gue masih ada kerjaan abis ini." Ajak Emira pada Kiran dan Anggasta agar pembicaraan ini tidak semakin memanas.
"Jadi namanya Emira". batin Arka setelah ketiga orang tadi meninggalkan tempatnya Arka juga melajukan motor sport nya meninggalkan parkiran sekolah.
- - -
*Emira Najda*
Gadis cantik yang memiliki kulit putih, mata bulat berwarna hazel dengan bulu mata tebal dan lentik, alis narutal yang berwarna hitam nan tebal serta memiliki hidung yang cukup mancung. Kesempurnaan seorang wanita hampir ada pada dirinya.
Dia siswi yang berprestasi dan aktif dalam kegiatan sekolah, Emira bukan dari keluarga kaya seperti kedua sahabatnya, namun juga bukan dari keluarga yang serba kekurangan. Dia tinggal di sebuah rumah minimalis modern bersana neneknya yang saat ini berusia 65 tahun, keluarga satu satunya yang saat ini dimiliki Emira. Kedua orang tuanya telah meninggal saat dirinya berusia 8 Tahun karena sebuah kecelakaan. Hal itu yang menjadikan sosok Emira mandiri.
Kedua orang tua Emira dulunya memiliki sebuah toko kueh yang sangat ramai dan terkenal karena selain rasanya yang enak juga tempatnya yang strategis, saat ini toko kue tersebut di kelola oleh Emira di bantu sang nenek dan 5 orang karyawan. Sebagai sumber penghasilan utama Emira, karena itu setelah selesai sekolah dan jika tidak ada kegiatan Emira akan bekerja di toko kueh miliknya sendiri yang di beri nama Najda Cake.
**
Rumah Emira
"Assalamualaikum."
Emira mengucapkan salam saat sudah sampai dirumah, dirinya tidak menyadari jika dirumanhnya tengah ada tamu.
"Sini nak, perkenalkan ini Bu Daniah dan suami ibu Daniah Namanya Pak Barra." Nenek memperkenalkan tamunya saat Emira sudah mendekat. Emira memperkenalkan diri sambil menyalami tangan Bu Daniah dan dengan pak Barra Emira hanya mengatupkan tangannya di dada sebagai salam seorang muslim. Bu Daniah tersenyum senang
melihat itu.
"Masya Allah sayang kamu cantik sekali, baru pulang sekolah ya?" sapa Bu Daniah ramah.
"Iya tante, maaf Emira tidak tahu jika ada tamu, jadi Emira tidak membawa apapun." Emira berucap demikian karena di meja hanya di hidangkan Air mineral dan kueh dari toko yang memang selalu tersedia di rumah.
"Tidak perlu merasa bersalah sayang, tante juga mendadak kesini, karena merindukan nenek." balas Bu Daniah dengan senyum ramah.
"Kamu sekolah di Tunas Harapan kan? kebetulan sekali anak nakal tante juga baru pindahan ke sana."
"Benar tante, emm.. baru pindah? apakah namanya Arkana tante? tanya Emira.
"Wah, apakah anak kamu sudah membuat onar mas sehingga dihari pertama saja Emira sudah mengenalnya?" pertanyaan itu di ajukan kepada suaminya dengan sudut bibir yang di angkat sebelah ke atas.
"Apa sih bun, sama anak sendiri tidak pernah akur heran ayah tuh. Jauh di kengenin, giliran sudah dekat kerjaan nya ribut terus setiap hari, lama - lama ayah pusing melihat kalian berdua". Ayah Barra benar-benar mendramalisir keadaan.
"Kebetulan Emira satu kelas dengan Arkana tante." Emira mencoba menjelaskan karena merasa tidak enak,
"Benarkah?" terlihat senyum merekah di wajah ibu Daniah.
"Ya Sudah kamu ganti pakain dulu dan bisa langsung ke Toko ya, nenek lihat tadi lumayan
rame di toko." perintah nenek pada Amira.
"Iya Nek, kalo begitu saya permisi dulu pak, bu, assalamualaikum."
Emira pamit dengan menundukan badan nya dan meninggalkan ruang keluarga untuk membersihkan diri sebelum berangkat ke Toko.
**bersambung**
_Karena cinta akan datang jika kamu tidak menutup Diri_
"Jadi bagaimana Nek? kapan kira - kira saya bisa menjalankan amanah almarhum?" tanya bu Daniah dengan wajah yang sedih. Karena sudah beberapa kali bu Daniah mendatangi nenek namun jawaban nenek masih tetap sama.
"Apakah tidak terlalu dini untuk Emira ?" dia bahkan belum genap 18 tahun." sambung nenek dengan wajah sedih.
"Bukankah dua minggu lagi Emira sudah 18 tahun nek?" kami sangat merasa khawatir dan tidak tenang jika amanah almarhum belum bisa kami penuhi, selama ini kami selalu memantau keadaan Emira dari jauh. kami ingin lebih dekat mulai sekarang." mohon Pak Barra pada nenek.
Nenek Emira terlihat menghela nafas berat, disatu sisi dia bersyukur cucu satu - satunya sudah ada yang bisa menjaga, karena kondisinya saat ini juga sering sakit-sakitan. Dia tidak ingin meninggalkan Emira seorang diri tanpa pendamping. Namun di sisi lain, dia juga tidak bisa memaksakan kehendak Emira, nenek khawatir Emira akan sakit hati dan tidak bahagia dengan perjodohan ini.
"Baiklah, nenek akan bicara pada Emira, namun nenek tidak akan memaksa jika memang dia belum bisa menerima perjodohan ini." akhirnya nenek memberikan kesempatan karena merasa kasihan pada Bu Daniah dan Pak Barra.
"Alhamdulillah, terimakasih banyak nek, saya sangat berharap bisa mendengar kabar baik secepatnya." Bu Daniah menjawab dengan antusias.
"Kalo begitu lusa saya akan menanyakan kembali terkait hal ini ya nek, semoga sudah ada jawaban dari Emira, saya bener benar berharap."
**
Rumah Sakit AL Ghazi
Pagi ini embun begitu enggan meninggalkan perannya, masih setia menyeliputi bumi meski sang mentari telah menampakan sinarnya. Seorang pria tengah menengadah menatap langit langit ruang kerja. Saat ini masih pukul 05.27 menit, Dia menghela nafasnya berat, memijit pelipis matanya yang terasa berdenyut. Operasi cangkok jantung yang di mulai pada pukul 23.00 dini hari baru berakhir beberapa menit yang lalu.
Dia adalah Emir Farabi Ghazi. Seorang dokter spesialis jantung sekaligus direktur utama rumah sakit Al Ghazi. Anak pertama dari Barra Farabi Ghazi yang juga merupakan seorang Dokter dan pemilik Rs. Al Ghazi.
tok tok tok suara pintuk di ketuk.
Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik membuka pintu tanpa menunggu jawaban dari si empunya.
"Sayang.. bunda masuk ya." Emir beranjak dari duduknya, mendekat pada sang bunda yang sudah duduk di sofa yang terletak di balik pintu.
"Ada apa bun pagi buta sudah ke sini?" Emir memulai percakapan setelah menyalami bundanya.
"Ih kamu ini, masa menengok anak sendiri harus lihat waktu." Emir tergelak melihat ekspresi bundanya yang dibuat cemberut.
"Sayang.."
Bunda Daniah berpindah ke sebelah anaknya, mengambil tangan Emir dan mengusapnya dengan sayang. Emir hanya melirik tangan yang di usap sang bunda, beberapa menit masih belum ada suara, firasatnya sudah mulai tidak enak. Pasti ada sesuatu yang akan terjadi.
"Kenapa bun? langsung saja, Emir tau bunda akan meminta sesuatu." masih tetap dalam posisi melirik bundanya.
"Emm sayang.. apa kamu masih ingat dengan almarhum tante Sarah dan Om Bani?" tanya bunda memulai maksudnya.
"Teman bunda yang beberapa tahun lalu mengalami kecelakaan bukan?" jawab Emir mencoba mengingatnya.
"Benar sayang.. mereka adalah sahabat bunda, Bunda belum bercerita padamu hal penting, tante sarah adalah orang yang sudah mendonorkan ginjalnya untuk bunda, bagi bunda dia bukan hanya sabahat tetapi juga keluarga."
Bunda Daniah menahan sesak di dada yang mulai menusuk hati jika mengingat sahabatnya ini. Air matanya lolos begitu saja dari tempatnya. Emir juga baru tau bahwa yang mendonorkan ginjal sang bunda adalah teman bunda, karena pada saat bunda Daniah sakit Emir masih kecil dan belum mengerti, bahkan bunda juga tidak pernah mau menceritakan terkait sakitnya dulu.
"Setelah beberapa hari kecelakaan itu terjadi kondisi keduanya tidak kunjung membaik meskipun sudah dilakukan operasi. Beruntung Allah masih sayang pada bunda dan memberikan kesempatan bunda untuk menemani mereka sampai nafas terakhirnya."
Bunda Daniah mengapus air matanya yang terus menetes. Emir mengusap tangan bunda untuk memberikan kekuatan dan ketenangan.
"Kamu juga pasti ingat kan anak tante Sarah yang dulu usianya masih 8 tahun?" bunda Daniah menjeda ucapannya.
"Di detik detik terakhir tante Sarah dan om Bani, mereka mempercayakan anaknya pada bunda. Bunda sudah janji akan menjaganya, Apakah kamu mau bantu bunda untuk memenuhi janji bunda pada kedua sahabat bunda sayang.?"
Bunda Daniah memohon dengan menundukan pandangannya, tubuhnya bergerat menahan tangis yang memilukan.
Sungguh Emir tidak bisa melihat cinta pertamanya menangis seperti ini, dia memang pria dingin dan tidak banyak bicara, namun dia tidak akan membiarkan wanita yang begitu di cintainya menyimpan lukanya sendiri.
"Baik bunda, Emir akan menjaganya, Emir akan menempatkan selalu disisi Emir." Bunda Daniah langsung memandang anaknya dengan air mata yang masih mengalir di pipinya. Diusap air mata itu oleh tangan sang anak.
"Emir akan menikahinya bun." Tanpa kata bunda Daniah memeluk tubuh Emir dan terus berucap terimakasih.
"Apakah kamu benar benar akan menikahinya Emir?", tanya bunda untuk meyakinkan hatinya.
"Seperti yang bunda inginkan bukan?" jawab Emir lirih menahan gejolak yang ada di hatinya.
"Sungguh, bagaimana bisa aku langsung mengatakan akan menikahinya, bertemu saja tidak pernah" batin Emir bermonolog.
"Terimakasih Emir, Terimakasih, bunda benar benar sangat berterimakasih pada mu nak." balas bunda mengusap dan merapihkan rambut Emir dengan senyum dan mata sayunya.
- - -
07.30 am SMA Tunas Harapan
Rapat Osis yang di pimpin oleh Anggasta sudah berlangsung selama 15 menit, waktu yang di berikan untuk mengurus persiapan camping hanya sisa 12 hari, di potong ujian Akhir semester dua selama lima hari yang artinya sisa waktu hanya tujuh hari lagi. Tempat, waktu, anggaran, dan susunan acara telah di tetapkan. Pengurus osis mendapatkan tanggung jawan sesuai bagiannya. Dikarenakan Emira adalah sekretaris, dia yang akan mengkordinir semua saksi. Rapat berlangsung selama 3 jam, tepat pukul 10.15 pagi rapat osis berakhir, berbarengan dengan jam istirata berbunyi.
"Angga, kayanya Sabtu atau Minggu mesti kumpul lagi untuk panitia intinya, gue takut masih ada yang kurang."
Della yang juga sebagai anggota inti tepat nya bendahara 1 dan karin sebagai bendahara 2 mengintruksi.
"Oke, kita kumpul di kafe depan sekolah aja." Jawab Anggasta sambil berlalu keluar ruangan.
"Laper nih kantin yu." Ajak Emira pada kedua sahabatnya.
"Banget.. hayo, kembung gue cuma minum air selama 3 jam." Della beranjak lebih dulu ke luar diikuti Emira dan Karin, karena tinggal mereka yang masih ada di ruangan rapat.
Seorang siswi menubruk Emira dan kedua sababatnya saat menuruni tangga dari arah atas. Beruntung Kiran masih bisa berpegangan pada tiang tangga, dan Della juga langsung mepet ke tembok, namun karena Emira yang ada di tengah dan tidak siap untuk berpegangan pada apapun akhirnyapun tumbang.
"Arrkkhh.." teriak seseorang tertahan.
"EMIRA.." Della dan Karin berteriak berbarengan.
"Astagfirullah.. maaf gue ngga sengaja." Emira bangkit dari punggung pria yang ada di bawahnya, beruntung lengan Emira masih bisa menahan dan bertumpuan pada punggung pria tersebut sehingga tidak membuat dirinya harus bersentuhan langsung dengan yang bukan mahram nya.
Hal ini mengundang perhatian siswa siswi yang akan menuju ke kantin, beberapa memandang rendah Emira namun juga tidak sedikit yang menatapnya kasian. Entah siapa tadi yang menubruknya, karena saat ini orang tersebut sudah tidak ada di sekitar mereka.
"Cari perhatian banget tuh Emira."
"Sok kecantikan." bisik bisik terdengar dari siswi yang tidak menyukai Emira.
"Sorry sumpah gue ngga sengaja Arka, lo ngga papa kan?" Emira panik karena yang di tubruk ternyata Arkana.
Arka memegangi tangannya yang tadi digunakan untuk tumpuan tubuhnya.
"Iya gue ngga papa, tadi gue liat tu anak kaya sengaja mau nabrak kalian." Jelas Arka yang membuat Della cengo, Entah karena jawaban Arka yang menyebutkan mereka sengaja di tabrak atau karena mereka memang baru mendengar suara Arka.
"Eh lo bisa ngomong?" Tanya Della ambigu.
"Dia manusia oon." Kiran menyela Della
"Maksud gue dia bisa ngomong bahasa indo juga, gue kira ngga bisa, kan dari kemarin dia diem aja." Della kembali berbicara
"Haha bisa lah, gue juga kan orang indo. pada mau ke kantin kan, hayo lah bareng." Ajak Arkana sekalian.
“Beneran bisa ngomong dia.” Della masih tidak percaya.
"Bener ya lo udah ngga papa, jangan nuntut gue kalo lo kenapa napa." Terang Emira sambil berjalan bersebelahan dengan Arkana.
"Sante." Jawab Arkana singkat.
“Oke deh, btw makasih ya sebelumnya.” Ucap Emira.
"Woy ka, tunggu.." Andi dan Anggasta menghampiri Arkana.
"Eh Mir, pada mau ke kantin ?" Anggasta basa basi.
"Kaga kita mau ke toilet." Della menjawab sambil berlalu masuk ke kantin dan langsung memesan makanan.
"Astaga salah ngomong kayanya gue." Anggasta menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Biasa bro cewek kalo lagi bete susah di ajak ngomong." Timpal Arkana.
**Bersambung**
_Dilain kisah\, Cinta tumbuh bukan karena kehendak kita melainkan karena keadaan yang memaksa kita untuk mencintai_
Emira, Kiran, dan Della sudah memesan menu langganan nya dan duduk di bangku paling depan, di sebrangnya juga ada Anggasta, Arkana serta Andi yang memilih ikut duduk disana.
"Pindah lo sana, gue ngeri liat tatapan Nabila", seru Emira pada Andi.
"Astaga.. beneran tatapan membunuh." Andi bergidik ngeri sendiri. Lalu memboyong makananya untuk duduk di depan Nabila sang kekasih, dari pada harus mendapatkan amukan mending menghindar.
"Susah emang kalo udah Bucin." Sela Kiran sambil mengunyah basonya.
"Kalo makan jangan sambil ngomong dong Kiran kan jadi berantakan." Arkana mengusap sisa kuah yang ada di mulut Kiran dengan tisu.
Ukhuk ukhuk ukhuk...
Della tersedak kuah baso melihat aksi barani Arkana. Perlakuan Arkana sontak membuat seisi kantin melongo yang memang sedari tadi mencuri pandang ke bangku mereka. Kiran masih bengong, sedangkan Arkana tampak cuek dan meneruskan makannya sambil nyengir ke arah Kiran.
"Dimakan Kiran, apa mau gue suapin sekalian?" tanya Arkana. "Sini mangkoknya." Arka hendak mengambil mangkok Kiran namun Kiran lebih dulu mengangkatnya ke atas.
"Arka gila lo ya, sumpah ngga waras ni orang." Kiran bersuara sambil tetap mengangkat mangkoknya ke atas.
"Lah kenapa? Emang salah?" tanya Arka balik.
"Ngga bisa di biarin. Mir bantuin gue." Mohon Kiran pada Emira.
"Canda doang Kiran, Astaga." Arkana tertawa tanpa beban.
"Bikin heboh aja lo, ntar kalo sahabat gue baper mau tanggagung jawab lo?" tanya Emira pada Arka.
"Bisa di atur." jawab arka menaikan kedua alisnya sambil ternyenyum devil.
"Jadi besok sabtu kumpul?" Tanya Anggasta mengalihkan topik.
"Boleh lah. jawab Emira dianggukan yang lain juga.
Jam ketiga pelajaran bahasa Inggris telah berakhir bebera menit yang lalu, namun ketiga cewe itu masih enggan meninggalkan kelas.
Tuk.
Emira menjatuhkan kepalanya di meja. Dia menghela nafas dan membuangnya kasar. Rasanya dia begitu enggan untuk pulang. Teringat perkataan neneknya kemarin malam saat dirinya baru pulang dari Toko.
*Flashback On*
"Emira sudah pulang nak?" Tanya nenek saat melihat Emira menuju dapur melewati ruang tamu.
"Sudah nek, sudah makan dan sudah sholat Isa juga." Emira menjawab sekaligus memberi tahu nenek, jika dirinya sudah menunaikan kewajibannya. Nenek tersenyum mendengarnya.
"Duduk Emira." nenek menepuk sofa kosong di sebelahnya.
Emira duduk tepat di sebelah sang nenek dirinya mengamati wajah nenek yang sepertinya sedang banyak beban.
"Ada apa? apakah nenek sakit lagi?" Tanya Emira mulai panik, karena melihat nenek yang menatapnya lekat tanpa jeda.
Nenek menggeleng, memeluk tubuh mungil cucu satu satunya ini.
"Emira,, apakah kamu menyayangi nenek?" Tanya nenek dengan posisi masih memeluk Emira.
"Tentu saja. Kenapa bertanya seperti itu?" Emira melerai pelukannya menatap wajah nenek dan mencium keningnya.
"Sayang tolong dengarkan nenek, jangan menjeda, sebelum nenek mempersilahkan." Emira mengangguk.
"Tamu yang kemarin datang adalah sahabat bunda dan ayah mu nak, beliau adalah orang penting dalam hidup orang tuamu. Sarah dan Bani begitu menyayangi mereka bagai saudara, tidak ada batasan. Tanpa tante Daniah dan Om Barra nenek tidak tau apakah Sarah bisa melewati masa sulit dalam hidupnya sebelum bertemu ayahmu, Sarah benar benar di buat kacau karena mantan kekasihnya. Beruntung Sarah memiliki Daniah dan Barra yang melindunginya." Nenek menghela nafas dengan berat.
"Dan Sarah juga pernah mendonorkan satu ginjalnya pada Tante Daniah." Emira terkejut mendengat fakta tersebut.
"Dan sebelum orang tuamu meninggal 10 tahun lalu, Bunda dan Ayahmu menitipkan kamu pada mereka, tante Daniah dan Om Barra beberapa kali menemui nenek bermaksud untuk menepati janjinya."
nenek menatap wajah sendu cucunya, mata indahnya sudah berembun menahan butiran kristal yang ingin menerobos ke luar.
"Apakah kamu bersedia memenuhi janji mereka? mereka sudah berjanji pada orang tuamu untuk menjaga dan melindungimu."
"Kenapa?" pertanyaan itu lolos dari mulut Emira, padahal dia sudah berjanji akan berbicara setelah di persilahkan.
"Nenek sudah tua sayang, cepat atau lambat nenek pasti akan meninggalkanmu. Dan sebelum itu terjadi, izinkan nenek untuk melihat mu bersanding bersama orang yang tepat."
Emira sudah bisa menangkap maksud nenek, pikirannya merkecamuk, apakah dia akan di nikahkan dengan Arka? karena setahu Emira anak tante Daniah dan om Barra adalah Arkana,
"Aku bahkan belum genap 18 tahun nek." Emira menatap sendu sang nenek, bukan penolakan, bukan juga mengiyakan.
"Mereka ingin menemui mu sayang, mereka ingin menyampaikan maksud dan tujuan nya, bantu mereka untuk membalas budi kedua orang tuamu." mohon sang nenek.
Akhirnya Emira mengangguk. tanpa berani berkomentar apapun lagi.
**Flashback Off**
"Lo kenapa beb? tanya Della yang melihat Emira lesu.
Mereka masih berada di dalam kelas, meski sekolah sudah mulai sepi, jam sudah menunjukan pukul 13.37 pm.
"Gue pengin bolos kerja". Jawab Emira bohong, jujur dia masih belum siap untuk meceritakan pada kedua sahabatnya.
"Ya ela, gue kira lo di jodohin tiba tiba lesu." Sontak saja hal tersebut langsung membuat tubuh Emira duduk tegak, gugup dan tegang, namun sedetik kemudian bisa mengontrol perasaan nya.
"Huhhfffhh.. harus banget yang ada di pikiran lo soal itu ya?" Tanya Emira kembali lesu.
"Ya kali aja kan, tiba tiba lo nikah sama temen kelas, atau sama dosen atau sama guru, atau sa eeemmppfft."
mulut Della sudah di bekap oleh Karin yang gemas padanya karena tidak bisa melihat sikon."
"Udah ah cabut yu." Ajak Emira beranjak mengambil tas nya.
"Eh jadi kerja?" Tanya Karin menyusul Emira yang di ikuti Della tentunya.
Mereka keluar gerbang bersamaan, Karin dan Della telah di jemput oleh sopirnya sedari tadi, setelah berpamitan kedua mobil tersebut melesat meninggalkan Emira yang berada di atas motor beat nya di depan gerbang sekolah.
Emira merasa begitu beruntung, kedua sahabatnya menyayangi nya dengan sangat tulus, tanpa memandang status sosial, meski Emira bukan juga dari keluarga yang kurang mampu, namun di bandingkan dengan Karin dan Della dia seperti bukan apa apa.
Lama Emira mematung di gerbang sekolah, dia menghirup udara dalam dalam, dan kemudian menancap gasnya meninggalkan sekolah. Tanpa dia sadari, seseorang tengah mengamatinya dari balik kaca mobil. Seseorang itu pun pergi setelah Emira hilang dari pandangannya.
16.55 pm
suara nada dering membuyarkan lamunan Emira, dia segera mengangkat telpon yang ternyada dari sang nenek,
"Assalamualaikum nek," Sapa Emira menjawab telpon.
"Wa'alaikumsalam,, habis solat maghrib langsung pulang ya Mir, kamu tidak lupa kan kalo tante Daniah dan Om Barra akan ke rumah jam 8 Malam ini." Nenek mengingatkan sang cucu agar tidak pulang malam seperti hari biasanya.
"Iya nek, Mira ingat kok. nanti mau di bawakan apa saja nek? biar sekalian Mira pulang sambil belanja." Tanya Emira.
"Tidak perlu, nenek sudah menyuruh mbok Jumi untuk menyiapkan jamuan. Kamu cukup pulang tepat waktu saja ya." perintah nenek.
"Baik nek, kalo gitu Mira tutup dulu ya nek, Mira mau siap siap sekalian."
"Iya sayang, ya sudah ya nenek tutup. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam nek." jawab Emira.
Sore ini langit sungguh indah, senja di ufuk barat begitu memanjakan alam, bahkan angin yang bertiup terasa menyegarkan. Tapi hal itu tidak membuat hati seorang gadis yang belum genap 18 tahun itu bahagia. Wajahnya mendung sangat kontras dengan suasana sore ini.
**Bersambung**
_aku tau mungkin aku tidak layak\, tapi biarkan aku tetap ada sini_
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!