NovelToon NovelToon

Ketika Seorang Istri Tak Dihargai Lagi

1.Bangkrut

Seorang wanita cantik kini merasa sedih dengan kondisi perusahaannya sekarang. Bagaimana tidak, perusahaan yang dulu didirikan oleh ayahnya harus mengalami kebangkrutan karena banyak pekerja yang tidak jujur serta melakukan tindakan korupsi. Wanita tersebut hanya bisa menangis di dalam mobil dan tidak menyangka akan terjadi bencana pada perusahaannya.

'Maafkan, Revi, Yah.' gumam wanita itu merasa bersalah dan terus menangis termehek-mehek.

Wanita cantik itu benar-benar tidak menyangka karyawannya tega melakukan itu. Entah apa salah dirinya sehingga mereka senekat itu membuat perusahaannya bangkrut.

Mobil yang di sopiri Pak Ilham pun kini sudah sampai di rumah kediamannya. "Kita udah sampe di rumah, Non," ucap Pak Ilham menatap majikannya.

"Iya, Pak," Revi menganggukan kepalanya.

Sebelum keluar dari mobil, Revi menghapus air matanya yang membasahi wajah cantik wanita itu. Kemudian menarik napasnya lalu, menghembuskan dengan pelan-pelan.

Wanita tersebut langsung keluar dari mobil kemudian, berjalan menuju rumah. Pak Ilham merasakan apa yang majikannya rasakan. Pria paruh baya itu merasa kasihan dengan perusahaannya yang terjadi pada sang majikan.

Revi segera masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju kamar. Akan tetapi, langkahnya harus terhenti saat seorang pria memanggil dirinya.

"Sayang sudah pulang?" tanya seorang pria yang kini berjalan menghampiri Revi.

"Iya, Mas," wanita itu menganggukan kepalanya lalu, tersenyum pada sang suami.

Chiko menatap wanita yang ada di depannya dengan tatapan intens dan merasa ada sesuatu yang terjadi. Apalagi melihat mata sang istri sembab.

"Apakah ada sesuatu yang terjadi padamu?" tanya pria itu pada sang istri.

Wanita itu hanya diam saja kemudian, menatap Chiko dan tiba-tiba memeluk sang suami.

"Perusahaanku, Mas," ucap wanita itu meneteskan air matanya.

"Perusahaanmu, napa? Apa yang terjadi?" tanya Chiko dengan mengerutkan keningnya karena tidak paham.

Revi segera menguraikan pelukannya kemudian, menatap pria yang ada di depannya.

"Perusahaanku bangkrut, Mas," jawab Revi terisak menangis.

"A-apa?" ucap wanita paruh baya merasa terkejut mendengar perkataan menantunya.

"Bu ...." panggil Revi pada Ibu mertuanya dan berjalan menghampiri wanita paruh baya itu.

"I-ibu enggak salah dengarkan kalau ...." perkataan Bu Sani harus terputus karena Revi menyela pembicaraannya.

"Ibu enggak salah dengar, kok. Emang perusahaanku kini bangkrut karena orang-orang yang enggak bertanggung jawab," Revi meneteskan kembali air matanya.

"Kenapa bisa sampai begitu? Nasib kita bagaimana nanti?" Bu Sani memijit kepalanya yang tidak pusing lalu, duduk di sofa.

Chiko pun berjalan menghampiri Ibunya, serta ikut duduk. "Kenapa Ibu bicara seperti itu? Udahlah, lagian masih ada Chiko yang bekerja. Kita 'kan enggak tau bencana itu akan datang jadi terima ajalah," ucap Chiko memegang kedua tangan sang Ibu.

"Tapi .... udah ah, Ibu pusing mau tidur. Huh, apa kata orang bila mempunyai menantu yang kere karena perusahaannya bangkrut? Ah, bikin malu aja!"

Ibu Sani segera pergi dari hadapan menantu dan putranya. Revi yang mendengarkan perkataan Ibu mertuanya merasa sakit hati. Kenapa bisa Ibu Sani berkata seperti itu. Chiko berjalan menghampiri istrinya lalu, tersenyum.

"Jangan dengarkan perkataan Ibu ya, Sayang. Sekarang, ayo, kita ke dalam kamar dan tidur," ucap Chiko.

"Iya, Mas," Revi menganggukan kepalanya. Mereka pun segera pergi menuju kamar untuk tidur karena jam menunjukan pukul sepuluh malam.

Revi pun segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan langsung memejamkan matanya karena merasa lelah. Chiko yang melihat sang istri sudah tidur merasa kasihan apa yang terjadi pada perusahaannya.

2. Kecewa

#Dua bulan kemudian ....

Seorang wanita cantik kini merasa tidak nyaman dengan kehidupannya yang sekarang. Bagaimana tidak, suaminya yang selalu menuruti dan percaya dengan perkataan sang Ibu serta, selalu menyalahkan dirinya.

Apalagi sekarang Chiko selalu membanggakan sahabatnya dan tidak pernah mengajak diskusi apa-apa kalau ada arisan keluarga.

'Haruskah aku mengakhiri semua ini? Aku benar-benar enggak sanggup bila begini terus. Suamiku enggak peduli aku dan selalu sahabatnya yang dia banggakan. Begitupun dengan Ibu mertuaku, dia selalu membandingkan aku dengan Bella.' gumam Revi berbicara pada diri sendiri  dan tidak mengerti dengan kehidupannya yang sekarang.

Suara ponsel pun berbunyi tanda ada pesan masuk. Revi yang kini sedang berdiri di ballroom segera berjalan mengambil ponselnya yang tersimpan di atas ranjang. Betapa terkejutnya wanita itu saat membuka pesan masuk.

Bagaimana tidak, sang suami, Ibu mertua dan Bella kini sedang asyik makan dan mereka begitu sangat bahagia. Itu bisa di lihat dari photo tersebut mereka saling tersenyum satu sama lain.

'Siapa yang mengirim photo ini Maksudnya apa? Benar-benar itu orang mau bikin rumah tanggaku hancur!' gumam Revi merasa kesal.

Tiba-tiba seseorang masuk ke dalam kamar lalu, berjalan menghampiri sang istri yang duduk di atas ranjang.

"Lagi apa sih? Bengong aja aku lihat. Oya, kamu tau enggak?  Bella tadi udah banyak membantu perusahaan kita lebih baik lagi dan dia juga berhasil menjual tanah yang ada di Bogor itu dengan harga menakjubkan. Benar-benar dia luar biasa," puji Chiko pada sahabatnya itu.

"Kamu bilang dia menjual tanah yang ada di Bogor itu?" tanya wanita itu mengulangi pembicaraannya.

"Iya, napa emangnya?" tanya balik Chiko.

Wanita itu mengelengkan kepala dan benar-benar merasa marah. Bagaimana tidak, tanah yang ada di Bogor itu milik ayahnya dan Revi berniat  menyumbangkan tanah tersebut untuk membangun rumah khusus yatim dan piatu.

"Benar-benar gila ya, Mas! Kenapa kamu menjual tanah yang ada di Bogor itu? Kamu tau sendiri kalo tanah itu akan disumbangkan untuk di bangun rumah khusus yatim dan piatu," jelas Revi benar-benar marah.

"Ya ampun aku lupa." Chiko menepak jidatnya.

"Gimana dong tanah itu udah aku jual," lanjutnya.

"Makanya kalo ada apa-apa  diskusi dulu sama aku jangan maen jual aja jadi gini 'kan?" Wanita itu menatap kesal suaminya.

"Aku ini siapa kamu sih? Kenapa enggak pernah diskusikan dulu sama aku? Bahkan kamu selalu percaya dan menuruti kemauan Ibumu? Sedangkan aku? Selalu kau abaikan!" lanjutnya.

"Aku bisa jelaskan semuanya." Chiko berharap sang istri mau mendengar penjelasannya.

"Mau jelasin apa sih? Kamu mau bilang kalo ...." ucapan Revi harus terputus saat tiba-tiba seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamar.

"Ada apa sih ini? Dari tadi Ibu dengar kalian ribut mulu. Malu tau sama tetangga!" Bu Sani menatap menantu dan putranya bergiliran. Sepasang suami-istri saling menatap satu sama lain.

"Dia marah Bu, karena aku enggak bilang dulu sama dia tentang tanah miliknya itu yang di Bogor," ucap Chiko menatap Ibunya.

"Kenapa harus marah? Kamu harusnya bersyukur dong dengan menjual tanahmu itu lumayan kita dapat uang yang begitu besar. Itu berkat Bella juga sih yang udah mau membantu kita. Senang sekali ya, bila punya menantu seperti dia. Udah kaya, baik hati dan enggak perhitungan!" Bu Sani menatap sinis Revi.

Wanita itu menatap mertuanya kemudian, berjalan menghampiri Bu Sani

"Jangan salah paham dulu, Bu. Lagian Ibu tau sendiri kalo tanah itu milik ayahku dan dia meminta agar tanah itu di wakafkan untuk di bangun khusus anak yatim piatu," jelas Revi menatap Ibu mertuanya.

"Kamu enggak ikhlas bila tanah di jual oleh Ibu? Harusnya kamu bersyukur dong dengan di jualnya tanah itu kita bisa tanam investasi di perusahaan lain," Bu Sani menatap menantunya.

"Tapi Bu ...."

"Udahlah jangan banyak protes! Emangnya kamu pikir di dunia ini hidup dengan gratis? Enggak!" Bu Sani menatap tajam Revi.

"Bilangin sama istrimu jangan pencicilan dan harus ikhlas bila miliknya di ambil sama Ibu. Harusnya dia bersyukur cuma kerja sebagai Ibu rumah tangga masih bisa makan dan belanja! Sungguh meresahkan sekali punya menantu kere," wanita paruh baya itu menatap sinis menantunya.

3. Belanja, yuk, Bu

Bu Sani memilih pergi dari kamar putranya dari pada harus mendengar omongan yang tidak penting dari mulut menantunya. Saat akan melangkahkan kakinya wanita paruh baya itu sengaja menyenggol pundak menantunya, sehingga Revi meringis kesakitan karena pundaknya di senggol dengan keras.

Revi yang melihat sikap Ibu mertuanya tidak menyangka akan diperlakukan seperti itu. Kini Bu Sani berubah seratus  delapan puluh derajat dan tidak seperti dulu lagi saat dirinya masih bekerja di perusahaan milik mendiang sang ayah.

"Lihatlah Ibu marah sama kita. Lagian kenapa sih kamu harus mempermasalah tanah itu? Dia itu Ibuku serta, Ibumu juga! Apa salahnya kamu memberikan tanah itu buat Ibu," ucap Chiko menatap sang istri.

"Maaf, udah membuat Ibu marah, Mas.  Masalahnya tanah itu ...." ucapan Revi harus terputus karena Chiko menyela pembicaraannya.

"Udahlah jangan banyak alasan apapun!  Intinya sekarang kamu harus ikhlas karena udah tanggung aku jual dan apa yang dikatakan Ibu emang benar, dengan menjual tanah itu kita bisa menabung investasi di perusahaan lain," jelas Chiko.

Wanita itu merasa bingung, apa yang harus dikatakannya lagi. Kenapa sang suami tidak mengerti tentang wasiat ayahnya yang ingin mewakafkan tanah itu untuk di bangun tempat khusus yatim dan pintu.

"Udahlah aku cape, napa harus berdebat terus? Pokoknya mau, enggak mau, kamu harus terima!" Pria itu segera pergi dari hadapan istrinya dan  keluar dari kamar tersebut.

'Benar-benar gila semuanya. Tanah ratusan hekter dia jual untuk investasi? Yang benar aja. Jika itu bukan wasiat ayah enggak apa-apa tanah itu di jual. Tetapi, itu tanah harus di wakafkan dan kenapa kalian tenaga melakukannya tanpa bicara terlebih dahulu?' gumam wanita itu berbicara pada diri sendiri dan merasa bingung apa yang harus di lakukannya.

Seseorang tiba-tiba masuk dan berjalan menghampiri wanita yang kini sedang duduk di atas sofa yang berada di kamar.

"Ibu ...." panggil anak kecil berusia lima tahun.

"Iya, kenapa sayang?" tanya Revi pada putranya.

"Makanan di kulkas udah abis ya, Bu?" tanya Rangga yang kini sudah ada di pangkuan sang Ibu.

"Ya ampun, Ibu lupa kalo makanan yang ada di kulkas udah habis dan keperluan lainnya pun udah habis. Ayo, kita belanja," ajak Revi pada putranya.

"Iya, Bu," anak kecil itu menganggukan kepala dan setuju ajakan sang Ibu. Mereka segera pergi dari kamar tersebut dan berjalan menuju mobil yang ada di garansi.

"Mereka pada kemana ya? Mas Chiko enggak ada? Udahlah, aku pergi aja untuk belanja keperluan rumah," gumam wanita cantik saat ada di ruangan tamu.

Saat sudah sampai di garansi mobil dengan segera Revi dan putranya masuk ke dalam mobil tersebut dan wanita itu segera menjalankan mobilnya menuju supermarket.

#Tiga puluh menit sudah mereka sampai di supermarket. Revi dan putranya segera keluar dari mobil tersebut.

"Ayo, Nak, kita masuk ke sana," ajak Revi pada putranya.

"Iya, Bu." Mereka segera berjalan  menuju tempat tersebut.

Revi dengan segera mengambil trolly yang ada di supermarket tersebut untuk memulai belanja.

"Mau ini, Bu?" ucap Rangga menatap sang Ibu.

"Ambil aja." Revi tersenyum

"Mau itu juga." Rangga menunjuk makanan yang dia maksud.

"Apapun yang kamu mau ambilah!" Revi menatap putranya.

"Serius, Bu?" tanya balik anak kecil itu.

"Heem." Revi tersenyum.

"Hore ...." Rangga merasa bahagia.

Anak kecil itu dengan segera mengambil makanan yang dia suka lalu, memasukan ke dalam trolly.

"Ayo, sayang, kita pulang," ajak Revi pada putranya.

"Iya, Bu," kata Rangga.

Sebelum pulang, Revi ke kasir dulu untuk membayar semua  makanan yang ada di dalam trolly.

"Ini Mbak kembaliannya," ucap Lia sang kasir.

"Makasih," Revi tersenyum sambil mengambil uang tersebut.

Revi dan Rangga pun segera pergi dari supermarket tersebut dan berjalan menuju mobil untuk pulang ke rumah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!