Hujan dan petir sore hari itu tidak membuat niat seorang gadis berubah untuk membantu sahabatnya yang bernama Melati. Regina nama gadis itu. Setelah mendapatkan ijin dari kedua orangtuanya untuk membantu Melati malam ini. Regina mengambil payung dan keluar dari rumah.
Dengan memakai payung. Regina diantar oleh adiknya ke arah taksi online yang sedang menunggu dirinya. Melati yang memesankan taksi itu untuk Regina supaya tidak terkena hujan sepanjang perjalanan menuju rumahnya.
Regina masuk ke dalam taksi kemudian mengusap wajahnya yang sedikit terkena air hujan. Meskipun memakai payung ternyata tubuhnya tidak lantas luput dari air hujan. Berbagi payung dengan sang adik membuat sebagian tubuh Regina basah karena terkena hujan.
Taksi itu meluncur bersamaan dengan Rina adiknya Regina masuk ke dalam rumah.
Sepanjang perjalanan itu, Regina merasa tidak nyaman. Pakaian nya yang basah menembus ke kulit membuat wanita itu kedinginan. Untung saja perjalanan itu tidak memakan waktu yang lama. Hanya empat puluh lima menit perjalanan. Regina sudah tiba di rumah sahabatnya Melati.
Kedatangan Regina disambut Melati dengan senyum manis. Wanita itu merasa sangat senang mempunyai sahabat seperti Regina. Di saat dirinya butuh bantuan seperti malam saat ini. Regina ada untuknya. Malam ini, Melati membutuhkan bantuan Regina untuk menemani mama nya Melati di rumah karena pembantu yang biasa menemani sang mama sedang cuti dan minggu depan baru kembali bekerja. Dan malam ini juga Melati mempunyai acara di luar bersama kekasihnya. Sebagai sahabat, Regina tidak tega menolak permintaan Melati karena kondisi mamanya Melati dalam keadaan sakit saat ini.
"Akhirnya kamu datang juga Re," kata Melati. Gadis itu membawa payung hingga ke pintu mobil supaya sahabatnya tidak terkena hujan.
"Pasti donk Mel. Kan aku sudah janji mau bantu kamu."
Melati tersenyum sambil menyodorkan yang Lima puluh ribuaan ke supir taksi.
"Ambil saja kembaliannya pak," kata Melati. Sang supir taksi tersenyum senang kemudian meninggalkan tempat itu. Regina juga tersenyum melihat kebaikan sahabatnya itu yang tidak pelit tentang masalah uang. Dibandingkan dengan Melati, kondisi ekonomi keluarga Melati lebih baik dibandingkan kondisi keuangan keluarga Regina. Tapi bukan karena masalah uang membuat Regina bersedia membantu dan bersahabat dengan Melati. Melati adalah sahabat yang bisa dijadikan sahabat dalam suka dan duka. Sejak di putih abu abu mereka sudah bersahabat. Susah senang, Melati dan Regina saling menghibur dan saling menguatkan.
Regina dan Melati berjalan ke rumah dengan satu payung menaungi mereka berdua.
"Re, kamu basah ternyata. Buruan sana ganti baju. Aku ke kamar mama sebentar," kata Melati. Sebagai sahabat yang sudah sering bermain ke rumah ini. Tentu saja Regina mengetahui dimana kamar Melati. Dan ganti baju yang disebutkan Melati adalah mengganti pakaian dengan pakaian milik Melati.
Regina memang tidak membawa pakaian ganti karena dirinya akan mengganti pakaiannya dengan pakaian rumahan milik Melati. Seperti itu selalu jika dirinya menginap atau bermain di rumah Melati.
"Sama," rengek Regina membuat Melati terkekeh. Regina memang seperti itu. Meskipun dirinya anak pertama terkadang dirinya bersikap manja kepada Melati yang konon hanya anak tunggal. Tidak mempunyai saudara, terkadang Melati menanggap Regina seperti adiknya sendiri karena memang Melati lebih tua dari Regina.
"Yuk, tapi jangan salahkan aku jika kamu nanti masuk angin."
"Tidak akan. Yuk ah. Sudah rindu sama tante Lena."
Regina sangat bersemangat menarik tangan Melati menuju kamar mama Lena. Sudah hampir sebulan, Regina tidak melihat mamanya Melati itu. Mama Lena adalah sosok yang baik di mata Regina sebelum penyakit itu bersemayam di tubuh wanita itu. Itu juga salah satu alasan mengapa Regina tidak bisa menolak permintaan Melati untuk menemani wanita itu malam ini.
"Tante, aku datang," kata Regina begitu pintu kamar terbuka. Wanita yang terbaring di ranjang itu hanya bisa tersenyum kecil karena dia tidak bisa menjawab. Mama Lena menderita stroke parah. Badannya lumpuh dan tidak bisa berbicara.
"Mama, malam ini. Mama sama Regina dulu ya. Aku ada acara menghadari ulang tahun mama Kevin," kata Melati. Kevin adalah kekasih kebanggaan Melati. Mama Lena hanya menggerakkan bibirnya sedikit. Regina dan Melati tidak tahu menafsirkan pergerakan bibir mama Lena. Tapi apapun maksud dari pergerakan bibir mama Lena itu. Melati akan tetap menghadiri ulang tahun calon mertuanya.
"Tante tenang saja. Aku akan tidur di kamar ini seperti yang dilakukan Bibi selama ini," kata Regina kepada wanita lemah itu. Regina seakan bisa menangkap kekhawatiran di wajah wanita itu.
"Kami ke kamar atas dulu ya ma. Regina harus mengganti baju secepatnya," kata Melati sambil menunjukkan bagian baju Regina yang basah.
Lagi lagi dua wanita itu keluar dari kamar tanpa memastikan jawaban mama Lena apakah mereka sudah bisa keluar atau tetap menemani wanita itu di kamar.
"Re, andaikan papaku masih hidup. Aku pasti tidak merepotkan kamu seperti ini," kata Melati sedih sambil menaiki tangga. Kamar Melati ada di lantai dua.
Regina merangkul sahabatnya itu. Melati akan selalu sedih jika mengingat papanya.
"Mengapa kamu berkata seperti itu. Apa aku terlihat keberatan menemani tante malam ini Mel?"
"Tidak Re. Hanya saja setiap aku minta bantuan pada kamu. Aku selalu teringat akan papaku."
Papanya Melati meninggal dunia tiga tahun yang lalu karena kecelakaan. Meskipun pria yang menjadi cinta pertama melati itu meninggalkan warisan dan tabungan yang lumayan banyak tapi kepergian tiba tiba itu masih saja menyisakan kesedihan bagi Melati apalagi setelah itu. Keadaan mama Lena semakin membujuk.
"Ikhlas kan kepergian papa kamu Mel. Fokuslah sekarang dengan pendidikan dan pengobatan tante Lena. Jangan terlalu larut akan kesedihan. Papa kamu sudah tenang diatas sana."
Dua sahabat itu tiba di kamar Melati. Melati langsung menuju lemari untuk mengambil baju ganti untuk Regina dan juga pakaian yang akan dia kenakan dengan Kevin kekasihnya.
"Re, kenapa sih asal pakai pakaian apa saja. Kamu terlihat cantik," kata Melati. Pakaian yang dikenakan Regina hanya celana pendek dan kaos tanpa lengan tapi Regina terlihat cantik di Mata Melati.
"Sepertinya cantikan kamu deh Mel. Perkataan kamu sepertinya bukan pujian tapi ejekan," jawab Regina. Wanita itu mengerucutkan bibirnya dan hal itu membuat Melati tertawa.
"Aku kasih kamu wewangian supaya tidak cemberut lagi sista. Aku memuji. Mana mungkin aku mengejek sahabatku yang cantik dan baik hati ini."
Melati menyemprotkan parfum ke tubuh Regina setelah terlebih dahulu menyemprotkan ke tubuhnya sendiri.
"Parfum baru kamu Mel?.
"Iya. Hadiah dari Kevin."
"Parfum ini pasti Mahal. Aromanya lembut dan sangat wangi."
"Sepertinya iya Re. Parfum aku yang ratusan ribu saja wanginya tidak seperti ini. Pasti harganya jutaan ini."
Regina dan Melati sama sama memperhatikan botol parfum itu.
"Benar Mel. Buatan Perancis ini."
"Kamu suka Parfumnya Re?. Kalau kamu mau ambil saja buat kamu."
Regina menggelengkan kepalanya. Meskipun Regina sangat menyukai parfum itu dan Melati memberikan kepada dirinya. Regina akan menolak karena parfum itu pemberian kekasihnya Melati.
"Mel, apa tidak sebaiknya kamu mengganti pakaian. Pakaian kamu itu terlalu terbuka loh untuk menghadiri ulang tahun calon mertua kamu apalagi malam ini pertemuan pertama kalian kan?"
Regina merasa risih melihat pakaian yang melekat di tubuh sahabatnya. Melati mengenakan rok denim yang sangat pendek dan juga atasan yang super ketat dengan belahan dada yang sangat rendah. Sebagai sahabat. Regina merasa perlu memberikan saran kepada sahabatnya itu karena tidak ingin Melati mendapatkan penilaian yang negative dari kedua orangtua Kevin.
"Tidak perlu Re, Kevin menyukai tampilan ku seperti ini. Lagipula kedua orang tua Kevin adalah orang tua yang berpikiran maju. Mereka tidak menilai seseorang dari penampilan."
"Ya sudah terserah kamu saja," jawab Regina. Ada rasa kecewa yang menyusup ke hatinya karena saran baiknya tidak didengar oleh Melati. Regina berpikir, orang tua manapun pasti tidak menyukai wanita yang dicintai putranya berpenampilan seperti yang dikenakan oleh Melati saat ini. Regina juga bisa melihat jika Melati tidak menyukai sarannya itu hanya saja wanita itu sangat pintar menyembunyikan rasa tidak suka tersebut.
"Re, sepertinya itu suara Mobil Kevin," kata Melati. Suara mobil memang terdengar memasuki pekarangan rumah Melati. Regina melangkah ke arah jendela kamar dan melihat ke arah bawah.
"Iya itu Mobil Kevin Re."
Seketika Melati langsung kalang kabut. Rambut pun belum rapi. Dengan tergesa gesa wanita itu menyisir rambutnya.
"Re, tolong turun ke bawah. Katakan pada Kevin sebentar lagi aku turun," kata Melati lagi. Dia ingin membuat tatanan rambutnya tampil berbeda malam ini. Melati selalu berusaha tampil cantik maksimal di hadapan kekasihnya.
"Gak mau ah. Kamu saja yang turun sekarang. Kamu bisa merapikan rambutmu di Mobil nanti."
Melati terkekeh. Dia tahu apa yang menjadi alasan sahabatnya itu tidak mau berhadapan dengan Kevin. Kevin akan bersikap dingin kepada siapapun hanya kepada dirinya. Laki laki itu bersikap hangat. Tapi hal itu lah yang membuat Melati sangat mencintai dan percaya akan kesetiaan kekasihnya itu.
"Mel, ponsel mu ketinggalan," teriak Regina sambil berlarian di anak tangga. Suara mobil Kevin sudah terdengar membuat Regina mengayunkan langkahnya semakin kencang supaya ponsel itu dibawa oleh pemiliknya.
Regina merasakan lelah yang luar biasa meskipun hanya berlari dari kamar hingga ke depan rumah itu. Beruntung, Kevin belum menjalankan mobilnya sehingga rasa lelah itu tidak sia sia.
"Terima kasih Re. Kami jalan ya," kata Melati setelah ponsel di tangannya. Kevin tidak bereaksi apapun. Regina merasa tidak heran dengan sikap kekasih sahabatnya. Hampir setiap Kali bertemu. Sikap Kevin tidak menganggap teman teman Melati ada. Bukan saat ini yang pertama Regina bertemu dengan kekasih sahabatnya itu. Hampir setiap hari karena Kevin rutin menjemput Melati pulang kuliah.
Regina masuk ke dalam rumah setelah menutup pintu gerbang. Baru saja dirinya hendak masuk ke kamar mama Lena. Penciumannya menangkap bau yang menyengat. Regina masuk ke kamar mama Lena. Mama Lena menatap Regina seakan ingin mengatakan sesuatu.
Regina mendekati wanita itu. Bau yang menyengat itu ternyata berasal dari tubuh mama Lena. Wanita itu buang air besar dan tidak memakai diapers sehingga bau itu menyebar hingga ke luar kamar.
Jujur, Regina sangat jijik dan ingin muntah tapi dirinya juga tidak mungkin mengabaikan keadaan mama Rani seperti itu. Dengan memakai masker dua lapis. Regina membersihkan tubuh wanita itu.
Tidak mudah bagi Regina membersihkan tubuh mama Lena. Wanita itu sangat berat karena penyakit itu. Mama Lena juga tidak bisa duduk. Regina sangat kewalahan membersihkan mama Lena karena itu memang bukan keahlianya.
"Kenapa tidak pakai diapers sih. Seperti ini kan susah membersihkannya," gerutu Regina sambil menggerakkan tubuh besar itu sudah berbaring miring. Regina menarik sarung yang menjadi alas tidur wanita itu.
Pekerjaan yang dianggap mudah itu tapi tidak mudah bagi Regina. Sarung yang menjadi alas tidur wanita itu tertarik dan sumber bau itu berceceran di lantai membuat Regina semakin jijik.
Regina ingin menangis melihat pekerjaan semakin bertambah. Dirinya tidak menyesal menemani mama Lena saat ini tapi Regina merasa kesal kepada Melati karena mama Lena tidak memakai diapers.
Pekerjaan itu akhirnya selesai juga. Mama Lena sudah bersih dan sudah berganti pakaian. Ketika Regina hendak membawa pakaian kotor milik mama Lena ke kamar mandi. Tiba tiba Regina tidak bisa menahan diri untuk tidak muntah. Regina berlari ke kamar mandi. Wanita itu menumpahkan semua isi perutnya karena bau itu seperti lengket di hidungnya.
Selesai menumpahkan isi perutnya. Regina keluar dari rumah itu sebentar. Dia pergi ke swalayan terdekat untuk membeli diapers dewasa dengan menggunakan uang sendiri. Dia tidak ingin kejadian barusan terjadi beberapa jam kemudian karena bagaimanapun metabolisme tubuh itu tidak bisa ditahan.
Tiba di kamar mama Lena. Regina kembali direpotkan oleh wanita itu. Kali ini memang bukan buang air besar tapi wanita itu buang air kecil. Regina kembali mengulang mengganti pakaian wanita itu. Meskipun Kali ini lebih mudah dibandingkan membersihkan ketika mama Lena membuang air besar. Tetap saja, Regina harus kewalahan mengganti alas tidur wanita itu. Kali ini, Regina memakaikan wanita itu diapers khusus orang dewasa.
Regina menatap mama Lena dengan sendu. Dulu wanita itu adalah wanita yang sangat sehat. Juga terlihat bisa menerima kepergian suami saat ini. Tapi entah mengapa kesehatan mama Lena menurun akhir akhir ini. Setahu Regina dan mendengar sendiri dari Melati. Mama Lena rutin berobat dan terapi.
"Tante harus semangat untuk sehat ya!" kata Regina sambil mengelus pergelangan tangan mama Lena. Terlihat kedua mata wanita itu berair sepertinya ingin menangis.
"Tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan tante. Asal tante semangat untuk sehat dan juga bisa menjaga pikiran," kata Regina lagi. Wanita itu semakin sendu dan kini terlihat air Mata keluar dari kedua matanya. Regina memeluk wanita itu.
Rasa lelah yang dirasakan Regina mengurus mama Lena sangat berbeda dengan yang dirasakan Melati bersama kekasihnya. Ternyata mereka tidak menghadiri ulang tahun mamanya Kevin. Itu hanya alasan belaka. Kenyataannya, Melati dan Kevin masuk ke dalam sebuah club dan rencananya mereka akan bersenang senang.
Suara music yang keras menyambut kedatangan pasanga kekasih itu. Melati dan Kevin bergandengan tangan mesra. Wajah mereka terlihat sangat bahagia dengan senyum manis tersungging di bibir mereka. Mereka berdua menuju meja dimana sahabat sahabat Kevin bersama pasangan masing masing berada.
"Maaf terlambat," teriak Kevin kepada sahabatnya. Suara keras music itu mengharuskan mereka harus berbicara keras juga supaya terdengar oleh lawan bicara.
Deon, salah satu sahabat Kevin hanya terlihat menganggukkan kepalanya sedangkan sahabatnya yang satu lagi sibuk mengendus leher kekasihnya.
Kevin menarik Melati untuk duduk di pangkuannya karena kursi kosong yang tersedia di tempat itu tinggal satu. Begitu juga dengan sahabat sahabat Kevin yang lain terlihat memangku kekasih mereka.
Seperti sudah tahu apa yang hendak diinginkan kekasihnya. Melati menuang minuman beralkohol itu ke gelas dan memberikannya kepada Kevin. Kevin menerima gelas itu kemudian mencium pipi Melati sebagai ucapan terima kasih.
Melati tertawa kemudian membalas ciuman itu dengan memeluk Kevin lebih erat. Melati sangat bahagia. Bersama Kevin hidupnya tidak menoton. Dia menyukai pergaulan seperti ini dimana dirinya bisa melupakan semua kesedihannya karena kehilangan papa dan penyakit yang dirasakan oleh mama Lena.
"Mau?" tanya Kevin sambil mengangkat gelas berisi minuman alkohol itu. Tanpa menjawab, Melati meraih gelas itu kemudian meminum sedikit kemudian kembali memberikan gelas itu kepada Kevin. Minum alkohol bukan hal biasa bagi Melati.
Kevin dan Melati kini sudah dipengaruhi alkohol. Hentakan musik dan pengaruh minuman itu menuntun Kevin dan Melati untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama music. Kini mereka sudah menari di luar kesadaran mereka begitu juga dengan sahabat sahabat Kevin bersama pasangan masing masing.
Waktu terus berjalan. Semakin lama mereka di club itu semakin banyak minuman beralkohol masuk ke tubuh mereka. Begitu juga dengan kesadaran mereka yang semakin berkurang. Bahkan bisa dikatakan jika Melati dan Kevin juga yang lainnya sudah mabuk parah
Regina terkejut ketika membuka pintu rumah. Wanita itu terpaksa terbangun dari tidurnya karena ketukan di pintu rumah sangat keras. Dia berpikir jika yang Ada di balik pintu adalah Melati ternyata yang ada orang lain. Regina berkali kali mengucek matanya untuk memastikan penglihatan nya.
"Maaf, apa benar ini rumah Melati?" tanya seorang pria muda yang ada di hadapan Regina. Regina menganggukkan kepalanya. Dan melihat pergelangan tangannya dimana jarum jam sudah menunjukkan angka satu dini hari.
"Mbak, silahkan ikut Saya ke mobil. Melati mabuk parah bersama dengan temannya. Kita harus membawa mereka masuk ke rumah."
Diantara sadar dan tidak sadar, Regina memperhatikan Mobil yang terparkir di depan rumah itu. Benar itu Mobil Kevin. Regina mengikuti langkah pria muda. Keraguannya akan perkataan pria muda itu terbantahkan dengan melihat Melati dan Kevin yang terkapar di bangku belakang.
Regina berdecak kesal bercampur kecewa melihat kondisi sahabatnya itu. Di saat dirinya harus melawan rasa jijik merawat mama Lena ternyata Melati bersenang senang di luar sana. Regina menarik Melati keluar dari mobil. Regina kembali hampir muntah karena mencium aroma alkohol itu dari deru nafas sahabatnya.
"Mas, Jangan dibawa ke rumah donk. Antarkan saja ke rumah nya," kata Regina kepada pria muda yang hendak mengeluarkan Kevin dari dalam mobil. Meskipun Kevin dalam keadaan mabuk. Regina berpikir bahwa tidak bagus Kevin tidur di rumah Melati. Apalagi tidak ada sosok Ayah di rumah itu.
"Maaf mbak. Saya juga butuh istirahat. Ini luar pekerjaan Saya. Saya mengantarkan mereka karena kasihan sebab mereka pengunjung terakhir di club. Lagipula Saya tidak mengetahui alamat laki laki ini karena dia tidak membawa kartu identitas," kata laki laki itu. Pria muda itu tidak berbohong. Ketika mendapatkan perintah dari atasannya untuk mengantarkan Kevin dan Melati pulang. Pria muda itu sudah mengecek kartu Kevin. Tidak ada kartu identitas di dompetnya.
Merasa kasihan dengan pria muda itu akhirnya Regina memperbolehkan Kevin dibawa ke dalam rumah. Terbersit di pikirannya untuk membiarkan Kevin tidur di Mobil saja, tapi rasa khawatir akan keselamatan Kevin membuat Regina harus mengijinkan laki laki mabuk itu tidur di rumah Melati.
Kevin ditidurkan di sofa sedangkan Melati dibawa hingga ke kamarnya setelah terlebih dahulu Regina menutup pintu rumah.
Baru saja, Regina membantu Melati berbaring di ranjang. Suara Kevin terdengar dari lantai bawah.
"Mel."
"Melati."
Regina mencoba untuk melihat ke bawah. Dia terkejut melihat Kevin yang berjalan sempoyongan di tangga. Sepertinya, kevin mabuk tidak separah Melati. Tidak ingin melihat laki laki itu terjatuh di tangga. Regina membantu laki laki itu hingga Naik ke lantai dua.
Baru saja kaki mereka menginjakkan kaki di lantai dua. Regina terkejut bercampur takut dengan perlakuan Kevin kepada dirinya. Kevin mengendus leher Regina dengan buas dan kemudian memeluk Regina dengan erat.
"Mel, aku sangat mencintai mu."
Regina berusaha sekuat tenaga melepaskan dirinya dari pelukan Kevin tapi tenaga wanita itu terlalu lemah dibandingkan tenaga Kevin. Mungkin karena pintu kamar Melati terbuka. Kevin membawa Regina ke kamar itu dengan paksa.
"Mel, jangan menolak," racau Kevin sambil menarik pakaian Regina dengan paksa tapi tidak berhasil. Regina sudah menyadari dirinya dalam bahaya. Wanita itu berteriak memanggil nama Melati.
"Mel, bangun mel. Tolong aku," jerit Regina sambil berusaha menjauhkan tubuh Kevin dari tubuhnya.
"Kevin, aku bukan Melati. Tolong jangan lakukan itu," jerit Regina lagi.
Otak Kevin tidak bisa bekerja dengan sadar. Gairahnya lebih besar daripada mengenali suara itu. Penciumannya menangkap jika wanita yang sedang dia peluk adalah kekasihnya Melati. Mendapatkan perlawanan dari Regina. Gairah laki laki itu semakin meledak dan tindakannya juga semakin ganas. Pengaruh alkohol itu membuat otaknya tidak bisa membedakan yang mana Melati dan yang mana Regina. Kevin membaringkan Regina di lantai kemudian menindihnya.
Melati menangis. Dia berusaha mendekatkan dirinya ke ranjang untuk menjangkau tubuh Melati tapi tubuh Kevin terlalu berat yang sedang menindih tubuhnya.
"Aku mohon, bebaskan aku Kevin." jerit Melati. Bukan kebebasan yang dia dapatkan melainkan pakaian atasnya sudah robek dan terlepas dari tubuhnya. Regina terus berusaha melepaskan dirinya. Dia meronta dan berteriak memanggil nama Melati.
Menyadari dirinya semakin bahaya, otaknya juga bekerja keras berpikir untuk melepaskan diri dari Kevin. Laki laki itu terlalu kuat untuk disingkirkan dari tubuhnya. Tangan kanan Kevin terlalu kuat memegang kedua tangan Regina sehingga wanita itu tidak leluasa bergerak mendorong tubuh Kevin dari tubuhnya.
Regina berteriak kesakitan ketika hal berharga yang menjadi kebanggaan semua wanita direnggut paksa oleh Kevin dari dirinya. Entah sudah berapa gigitan di bahu laki laki itu tapi laki laki itu tidak merasa kesakitan sama sekali. Usaha Regina berteriak minta tolong tidak berarti. Kevin sudah menancapkan alat tempurnya di area terlarang milik Regina.
"Mel, Aku mencintai mu."
Regina semakin menangis. Niatnya untuk membantu sahabatnya kini dirinya kehilangan hal berharga karena itu. Andaikan tangannya bisa lepas dari tangan Kevin. Regina ingin menampar mulut laki laki itu.
"Biadap."
Regina merasakan sulit bernafas karena mulut Kevin sudah menyumpal mulutnya. Laki laki itu sangat buas menggagahi tubuhnya.
Hampir satu jam, Regina tersiksa karena rasa sakit di inti tubuhnya karena permainan brutal laki laki itu. Bahkan ketika Kevin turun tubuhnya, Regina masih merasakan sakit yang luar biasa terutama di hatinya. Regina terus menangis dan memukul tubuh polos Kevin yang berbaring di sebelahnya. Lagi lagi pukulan itu tidak berpengaruh di tubuh laki laki itu yang ada Kevin bisa tertidur pulas setelah melakukan pemaksaan itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!