NovelToon NovelToon

Ternyata Aku Yang Kedua

Bab 1

"Sayang, hari ini jadi keluar?" mas Albin, seperti biasa, setiap pagi selalu bertanya apa kegiatan yang akan aku lakukan. Dia begitu lembut dan juga sangat pengertian, tidak pernah mengekang kebebasanku.

Namun sebagai seorang istri yang baik, aku wajib menjaga kehormatan dan juga nama baik suamiku. Meskipun, suamiku tidak pernah membatasi ruang gerakku.

Apalagi, aku tipe orang yang tidak begitu menyukai keramaian. Makanya aku sangat jarang sekali keluar rumah.

Tapi hari ini, aku mau menghabiskan waktu bersama teman temanku di rumah salah satu kakak kelas, yang dulunya dia menjabat sebagai anggota OSIS.

Kami mau mengadakan arisan rutinan yang akan diadakan satu bulan sekali dengan cara gilir tempat. Siapa nanti yang dapat arisan, dia yang akan ditempati rumahnya untuk pertemuan berikutnya.

"Jadi, mas!

Lagian yang ikut juga gak semua kok, hanya sebagian saja, paling cuma dua puluh orang, dan itu juga semuanya perempuan. Makanya aku ijin ke mas, untuk ikut saja. Buat hilangin kejenuhan." sahutku santai, sambil tangan ini menyiapkan menu sarapan buat suamiku sebelum dia berangkat bekerja.

"Iya, mas paham.

Mas percaya, istri mas ini pasti bisa jaga diri.

Sesekali kumpul sama teman itu gak papa, asal jangan keterusan apalagi lupa waktu." sahut mas Albin dengan wajah teduhnya. Matanya selalu memandangku penuh dengan binar cinta.

"Iya, mas!

Aku tau kok, insyaallah, istrimu ini akan selalu patuh dan juga menjaga hati buat, mas seorang!" jawabku lebay, membuat mas Albinara tergelak.

"Ya, ampun!

Istriku, kok sekarang pandai menggombal. Duh jadi kepikiran nih!" kekehnya yang semakin membuatnya semakin terlihat rupawan.

"Gombalin suami sendiri kan gak papa, mas!

Malah justru dapat pahala loh!" kilahku membela diri, dan makin membuat mas albin terkekeh geli.

"Nanti mau berangkat jam berapa?" sambung suamiku meneruskan pembicaraan tadi.

"Paling jam sepuluhan, nunggu Intan. Aku berangkatnya barengan sama intan saja." sahutku jujur, dengan perasaan senang. Karena sudah lama banget, tidak ikut acara kumpul kumpul bersama teman teman.

"Anak anak dirumah semua?" kembali mas Albin melontarkan tanya.

"Abian saja yang ikut, kan Nesya sekolah. Nanti biar dijemput pak Ujang, ada bi Iyam juga dirumah!" sahutku menjelaskan. Bukannya tak perduli dengan Nesya, tapi putriku itu, memang hampir tidak pernah mau ikut kalau diajak bepergian, dia lebih senang bermain dirumah.

Semalam juga sudah aku ajak agar ikut, tapi justru Nesya menolak dengan dalih, mau bikin PR.

"Yasudah, kamu hati hati ya. Nanti kabar kabar lagi.

Mas, berangkat kerja dulu, asalamualaikum!" mas Albin pamit untuk berangkat ke kantor, kami melakukan rutinitas yang sudah menjadi kebiasaan, aku mencium punggung tangan suamiku, sedangkan mas Albin membalasnya dengan mengecup kening dan mengusap lembut kepala ini. Sosok suami yang hangat yang selalu jadi impian setiap wanita.

☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Pukul sepuluh pas, mobil Intan sudah berada di halaman depan rumahku. Sahabatku itu terlihat tersenyum lebar kala menyambut ku, dia tidak pergi sendiri, ada Yuki yang juga ikut dengannya. Yuki adalah anaknya Intan, usianya baru menginjak lima tahun kurang beberapa bulan.

"Langsung saja, ya!" teriaknya dari dalam mobil yang kacanya sudah terbuka.

"Iya, sebentar ya, aku mau pamitan sama bik iyam dulu." sahutku, lalu melangkah kembali masuk ke dalam, pamitan sama pembantu yang sudah mengabdi sejak aku menikah dengan mas Albin.

"Bik! Titip rumah dan Nesya ya, insyaallah gak lama kok, cuma mau arisan bareng temen sekolah dulu. Nanti Nesya di jemput sama pak Ujang!" pamit ku, yang langsung di jawab suka cita sama perempuan paruh baya itu.

Lima puluh menit perjalanan, akhirnya sampai di depan rumah, yang terlihat cukup bagus dengan halaman yang luas.

Kami baru pertama kali datang dan bertemu dengan kakak kelas kita dulu, mbak Renata, satu tingkat lebih tua dari aku dan Intan. Kami datang dengan berbekal arahan mbak google.

"Ini pasti, Intan sama Zahra kan?"

Sambut perempuan cantik dengan kulit putih dan rambutnya tergerai indah.

"Iya, mbak!

Masih ingat saja!" sahut Intan dengan senyum lebar.

"Ingat lah, kan tau dari profil watshap kalian to, dan sejak dulu juga sudah terkenal, dimana ada Intan disitu pasti ada Zahra." kelakar Renita dengan tawa renyahnya.

"Yuk masuk, yuk!

Di dalam juga sudah ada yang datang!

Gabung saja dulu, sambil nunggu yang lainnya datang." sambung mbak Renata dengan ramahnya, terlihat senyumnya terus mengembang.

Kami di giring untuk masuk ke dalam rumahnya, setelah melewati ruang tamu, kita di ajak masuk keruang tengah yang terlihat begitu luas, sudah di gelari karpet empuk di lantai keramiknya, dan juga sudah datang beberapa orang disana.

Namun fokusku, ada pada foto yang ada di dinding ruangan tersebut.

Sepasang foto keluarga yang terlihat kompak dan hangat, namun sanggup memporak porandakan perasaanku, tubuhku bergetar dengan tatapan mengabur, ya Tuhan jangan biarkan air mata ini menetes disini. Batinku menjerit pilu.

Foto mbak Renata yang duduk berdampingan dengan mas Albinara, dan yang berdiri di belakang mereka pasti anak anaknya.

Ya, Tuhan kenyataan apa yang saat ini aku temui.

"Ra! You oke?" bisik Intan yang juga terlihat shock dengan apa yang dia lihat di hadapannya.

"Entahlah." jawabku lirih, rasanya tubuhku sangat lemah, tak lagi mampu menopang badan ini untuk berdiri, dengan lemah, aku langsung mendudukkan diri dengan menaruh Abian dipangkuan ku. Intan menggenggam erat tangan yang kini begitu dingin terasa. Hancur, batinku benar benar hancur. Suami yang aku banggakan dan aku cinta dengan segenap jiwaku, ternyata telah tega mengkhianati.

Saat semua sudah kumpul, suasana jadi riuh oleh canda tawa para alumni teman teman sekolah dulu. Aku hanya terdiam dengan pikiran tak karuan. Dada sudah sangat terasa sesak, mati matian menahan agar air mata tak terjatuh dihadapan banyak orang.

"Itu, suami kamu ya, Ren?" tanya Diah, salah satu teman satu kelas kami dengan tatapan kagum.

"Iya, itu suamiku!" jawab mbak Renata kalem dengan senyuman penuh damba menatap foto keluarga mereka.

"Ganteng ya, suami kamu!

Kerja dimana? Kok kalian nikah gak undang undang sih?" cerocos Diah yang mulai kepo dengan kehidupan mbak Renata.

"Suamiku kerja di luar kota, pulangnya gak pasti sih, kadang seminggu sekali, tapi ya kadang dua minggu sekali. Tergantung kesibukannya.

Dulu kami cuma nikah siri, jadi gak undang banyak orang!" sahut mbak Renata dengan wajah teduhnya.

Hatiku rasanya seperti di hujam belati, darah seolah berhenti mengalir, air mata yang sedari tadi aku tahan mati matian, kini sudah menderas. Pengakuan mbak Renata membuat hatiku remuk redam, jantung rasanya enggan untuk berdetak, dan kepala terasa berputar, hingga tak lagi mendengar apapun, gelap dan hening!

☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.

Novel baru :

#Ternyata Aku Yang Kedua

Novel on going :

#Wanita sebatang kara

#Ganti Istri

Novel Tamat :

#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)

#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)

#Coretan pena Hawa (Tamat)

#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)

#Sekar Arumi (Tamat)

#Wanita kedua (Tamat)

#Kasih sayang yang salah (Tamat)

#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )

#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)

#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)

#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)

#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]

#Bidadari Salju [ tamat ]

Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.

Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️

bab 2

Hatiku rasanya seperti di hujam belati, darah seolah berhenti mengalir, air mata yang sedari tadi aku tahan mati matian, kini sudah menderas. Pengakuan mbak Renata membuat hatiku remuk redam, jantung rasanya enggan untuk berdetak, dan kepala terasa berputar, hingga tak lagi mendengar apapun, gelap dan hening.

"Ra!" terlihat Intan nampak cemas, dia kini tengah berada di sampingku dengan Abian di pangkuannya. Sedangkan mbak Renata yang tadinya duduk di sofa kini beranjak mendekati ranjang dimana aku berbaring.

"Kamu sudah sadar, Ra?

Alhamdulillah, syukurlah!

Minum dulu teh hangatnya, biar kamu agak enakan ya!" Mbak Renata menyodorkan gelas yang berisi teh hangat padaku, wajahnya nampak cemas. Akupun mengambil gelas dari tangannya dan meneguknya sedikit. Ingin sekali aku banyak bertanya tentang hubungannya dengan mas Albin, suamiku yang juga suaminya. Tapi aku masih belum sanggup mengeluarkan satu patah katapun. Kini justru air mataku kembali meleleh tanpa bisa aku tahan.

"Kamu ada masalah, Ra?

Ada apa?

Sepertinya, kamu begitu tertekan!

Maaf bukan maksud mencampuri, tapi saat kita bisa mengeluarkan beban itu, setidaknya rasa sesak itu bisa berkurang!" mbak Renata kembali mengeluarkan suaranya, tangannya menggenggam lembut jemari ini.

"Ah seandainya kamu tau, mbak!

Jika suami kita adalah orang yang sama, masih bisakah kamu berkata demikian padaku?" lirihku di dalam hati, bahkan bibir ini tak lagi sanggup mengucapakan kata barang satu kalimat pun.

"Gak papa, mbak!

Gak tau kenapa, aku kok tiba tiba rapuh begini.

Mungkin terlalu kecapean!" sahutku terbata, berusaha menyembunyikan luka hati ini.

Terlihat Intan juga ikut meneteskan air mata, namun buru buru dia sembunyikan dengan pura pura memeluk Abian.

"Sebaiknya kamu istirahat dulu disini, Ra!

Sampai keadaan kamu tenang, dan membaik!" sahut mbak Renata dengan ramahnya.

"Aku gak mau ngerepotin mbak Renata. Biar nanti aku pulang saja sama Intan. Takut suami dirumah nungguin." sahutku mencari alasan. Sambil terus berusaha untuk menguasai diri agar bisa bersikap biasa saja. Agar saat bertanya tentang mas Albin, Mbak Renata gak curiga.

"Tapi setidaknya kamu istirahat dulu sebentar, biar agak enakan dulu." sahut mbak Renata yang tetap memaksaku untuk tinggal sebentar saja.

"Maafin saya, mbak!

Sudah bikin acara berantakan." jawabku merasa tidak enak, acara yang harusnya disambut dengan suka cita, justru disuguhkan dengan drama pingsan ku yang tiba-tiba.

"Gak papa, insyaallah semua pada paham.

Lagian kan, uang nya arisan juga sudah pada kumpul, dan yang narik juga sudah pasti, ya tinggal transfer saja sih, sama makan makan.

Sekarang giliran kamu yang makan ya?

Biar aku ambilin dulu, tadi aku bikin bubur buat kamu!" sahutnya ramah dengan senyuman hangat.

saat mbak Renata sudah pergi keluar dari kamar, Intan menatapku sayu, terlihat kalau sahabatku itu juga memahami seperti apa yang kini kurasakan.

"Ra, sabar ya!

Kita cari tau dulu, seperti apa kebenarannya.

Baru pikirkan langkah selanjutnya." Intan bertahan menenangkan hati ini, namun entah kenapa, hatiku malah semakin sakit. Mengingat, mas Albin punya perempuan lain.

"Ini buburnya, yuk dimakan dulu. Atau mau aku siapin?" mbak Renata datang dengan membawa mangkok ditangannya yang berisi bubur ayam buatannya.

Aku menerimanya dengan setengah hati.

karena bagaimanapun, mbak Renata juga belum tau apa yang sebenarnya terjadi.

Saat aku yang mati matian berjuang untuk menguasai hati ini, memaksa agar bubur masuk ke mulut. Terdengar Intan menanyakan sesuatu yang mewakili otak ini., pada mbak Renata.

"Anak anak mbak pada kemana, kok dari tadi tidak ada kelihatan?" Intan menggenggam jemariku erat.

"Anak anak lagi nginap di rumah neneknya. Biasanya minggu sore baru diantar lagi kesini!" sahutnya jujur apa adanya.

"Umur nya sudah berapa saja mereka, sudah besar besar ya?" sahut intan yang mulai berani bertanya banyak hal pada mbak Renata.

"Bintang tujuh tahun dan Bulan baru lima tahun!" sahut mbak Renata dengan senyuman hangat terukir di wajah cantiknya.

Sedangkan aku dan Intan, saling melempar pandang, mungkin apa yang kami pikirkan tidak beda jauh. Kalau Anak sulungnya usia tujuh tahun, berarti ada dua kemungkinan, mas Albin menikahi mbak Renata yang sudah janda anak satu, atau mereka nikahnya lebih dulu. Kalau memang begitu, aku bisa dituduh perebut suami orang. Aaargh memikirkannya pun kepalaku sampai mau pecah.

☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.

Novel baru :

#Ternyata Aku Yang Kedua

Novel on going :

#Wanita sebatang kara

#Ganti Istri

Novel Tamat :

#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)

#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)

#Coretan pena Hawa (Tamat)

#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)

#Sekar Arumi (Tamat)

#Wanita kedua (Tamat)

#Kasih sayang yang salah (Tamat)

#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )

#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)

#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)

#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)

#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]

#Bidadari Salju [ tamat ]

Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.

Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️

Bab 3

"Bintang tujuh tahun dan Bulan baru lima tahun!" sahut mbak Renata dengan senyuman hangat terukir di wajah cantiknya.

Sedangkan aku dan Intan, saling melempar pandang, mungkin apa yang kami pikirkan tidak beda jauh. Kalau Anak sulungnya usia tujuh tahun, berarti ada dua kemungkinan, mas Albin menikahi mbak Renata yang sudah janda anak satu, atau mereka nikahnya lebih dulu. Kalau memang begitu, aku bisa dituduh perebut suami orang. Aaargh memikirkannya pun kepalaku sampai mau pecah.

"Nenek di ibu mertua, atau nenek ibunya mbak Renata?" kembali Intan melontarkan tanya.

"Mertua, aku sudah gak punya orang tua, mereka sudah meninggal sejak empat tahun lalu.

Dulu, ini rumah orang tuaku. Aku anak satu satunya mereka. Jadi ya itu, rumah ini sekarang jadi milikku." sahutnya dengan menghirup nafas dalam, seperti ada beban berat yang ia tanggung.

"Maaf, kalau pertanyaanku bikin mbak Rena sedih!

Tapi sepertinya mertua mbak juga sangat sayang sama anak anak mbak Rena dan juga mbak ya?" sahut Renata yang semakin ingin mengorek seperti apa hubungan mbak Renata dengan keluarga mas Albin. Dan aku, hancur sudah pasti, tapi kini aku sudah bisa menguasai keadaan, meskipun kadang air mata tak bisa di cegah untuk menetes.

Kembali mbak Renata menghembuskan nafasnya dalam, matanya terpejam lalu terlihat ia menunduk, ya Alloh mbak Renata menangis, ada apa ini?

"Alhamdulillah, mertua sangat menyayangi anak anak, tapi tidak denganku, aku tidak dianggap sama sekali, bahkan kaki ini diharamkan menyentuh rumah mereka!" Deg, aku dan Intan langsung beradu tatap dengan wajah kebingungan.

"Maksudnya?" aku memberanikan diri untuk ikut menimpali, sungguh hati ini penasaran. Apalagi, kini mbak Renata juga ikut menangis, terlihat sekali begitu banyak beban di hatinya.

"Pernikahan yang kujalani saat ini, hanyalah sekedar formalitas saja, demi menjaga hati anak anak. Suamiku dari enam tahun lalu telah berubah, dia acuh, dingin, bahkan seperti enggan menyentuhku lagi, kabar yang aku dengar dia sudah menikah lagi dengan wanita cantik dan kaya. Dia pulang, untuk menutupi permasalahan kami, agar anak anak tak berdosa itu tak tersakiti hati dan mentalnya.

Apalagi Bulan, dia begitu menyayangi ayahnya, Bintang yang sangat mengagumi sosok ayahnya. Sebagai ibu, aku cuma bisa memilih diam, menahan semua perih sendirian, tanpa tau harus mencurahkan pada siapapun. Begitu juga dengan keluarga mas Albinara, mereka enggan menerima kehadiranku.

Pernikahanku dengan mas Albinara menurut mereka adalah sebuah kesalahan, karena waktu itu aku hamil duluan saat masih kelas tiga SMU, dan orang tuaku meminta pertanggung jawaban dari mas Albin dan keluarganya untuk menikahi ku.

Mereka keluarga kaya, kami diusir dan ditolak mentah mentah. Namun ayahku tak menyerah demi menyelamatkan harga diri putrinya. Hingga akhirnya kami menikah, namun hanya pernikahan siri. Dan tak lama setelah itu, aku mendengar pernikahan suamiku saat aku tengah berjuang antara mati dan hidup untuk melahirkan putra kami. Aku melahirkan Bintang tanpa kehadiran suamiku, dia saat itu menggelar pesta pernikahan sangat meriah, karena yang dari aku dengar, istrinya dari keluarga kaya dan berpendidikan tinggi, tidak sepertiku yang hidup apa adanya dan hanya lulusan SMU." mbak Renata mencurahkan semua kisah hidupnya. Rasanya tak sanggup, Ternyata akulah yang kedua, aku mencuri kebahagiaan wanita lain dengan begitu jahatnya, bahkan kehadiranku telah menggeser posisi mbak Renata dengan begitu rendahnya. Alloh, aku tak sanggup, lelaki yang begitu aku puja ternyata punya sifat lain pada wanita lain yang juga istrinya, dia tega menggores luka di hati seorang istrinya yang lain dan datang padaku dengan membawa cinta dan kelembutan seolah tak ada beban apapun. Lelaki seperti apa yang kini jadi suamiku itu ya Alloh?"

"Mbak!" lirihku yang terhanyut dalam kesedihannya.

"Apa mbak tau, siapa wanita itu, yang jadi istri kedua suami mbak Renata?" tanyaku gugup, dengan wajah basah oleh air mata.

Mbak Renata menggeleng lemah, senyumnya terbit begitu kecut. Wanita di hadapanku ini telah banyak menyimpan luka sendirian, sehingga hatinya mungkin sudah membeku, sehingga tak lagi mau mencari tau apapun.

"Untuk apa, aku mencari tau siapa perempuan yang dinikahi suamiku, Ra?

Sedangkan kehadiranku hanya suatu pemaksaan dari ayahku.

Aku cukup tau diri untuk itu. Lebih baik aku diam dan pura pura tuli juga buta pada hal yang akan membuatku semakin terluka. Aku cuma mau fokus pada kedua anakku, mereka hartaku satu satunya.

Aku harus bisa berjuang agar mereka bisa sekolah setinggi mungkin, agar kelak tidak dipandang sebelah mata pada dunia." sahutnya sendu, bahkan air matanya masih menderas.

"Mbak bisa sekuat itu?

Mbak sanggup menggenggam luka itu bertahun tahun sendirian, sungguh aku gak sanggup mbak, jika itu aku yang mengalami!" jawabku yang sudah hancur berkeping keping oleh perasaan bersalah dan sakit di hati ini. Kebohongan yang diciptakan suamiku, sungguh telah menghancurkan kebahagiaan yang selama ini kurasakan, kukira hidupku telah sempurna karena memiliki pasangan sesempurna mas Albinara, namun ternyata dia tak lebih hanyalah seorang pembohong yang munafik. Aku benci kamu, mas!

"Maaf ya!

Kok aku jadi curhat begini!" mbak Renata mengusap air matanya lalu salah tingkah sendiri, menyadari dirinya sudah mengutarakan kemelut hidupnya.

☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.

Novel baru :

#Ternyata Aku Yang Kedua

Novel on going :

#Wanita sebatang kara

#Ganti Istri

Novel Tamat :

#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)

#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)

#Coretan pena Hawa (Tamat)

#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)

#Sekar Arumi (Tamat)

#Wanita kedua (Tamat)

#Kasih sayang yang salah (Tamat)

#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )

#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)

#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)

#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)

#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]

#Bidadari Salju [ tamat ]

Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.

Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!