"Sayang, Mama mohon jangan tolak perjodohan ini, almarhum Papa kamu telah meminta Mama untuk memastikan jika kamu akan menikahi Brian," kata seorang wanita paruh baya yang akrab disebut Mama Sasi.
Wanita paruh baya itu sekarang sedang terbaring lemah di atas ranjang pasien, beberapa alat medis menancap di tubuhnya menunjukkan betapa parah kondisi wanita itu sekarang dan mungkin saja usianya tidak akan lama lagi, nafasnya semakin tersenggal-senggal sehingga wanita paruh baya itu harus membuka mulutnya lebar-lebar guna untuk memasukkan oksigen sebanyak-banyaknya ke dalam lingkup paru-parunya yang sudah mulai mengering.
Seorang wanita cantik yang memiliki nama Kirana Arawindra berusia 25 tahun sedang menundukkan kepala dengan derai air mata, hatinya ingin menolak permintaan sang Mama, tetapi ia tidak sampai hati ketika melihat kondisi wanita yang telah melahirkannya itu sedang diambang hidup dan mati. Kirana terdiam tidak kunjung menjawab pertanyaan sang Mama hingga membuat ruangan VIP rumah sakit ini terasa sunyi hanya suara alat deteksi jantung saja yang terdengar.
"Kirana," panggil sang Mama sembari mengusap tangan putrinya dengan gerakan yang lembut dan juga lemah.
Kirana mulai mengangkat pandangannya, bulir-bulir air mata menjatuhi kedua pipinya dengan begitu deras. Hatinya begitu hancur sekali ketika melihat wajah pucat wanita yang telah melahirkannya itu, bibir Kirana bergetar antara sedih dan juga bimbang. Kirana tidak mengenal siapa lelaki yang akan dijodohkan dengannya dan bagaimana jikalau sang Mama salah memilih pasangan untuknya? Pemikiran itu terus saja menghantui Kirana hingga membuat bibirnya tidak kuasa menjawab pertanyaan wanita yang telah melahirkannya itu.
Sasi menatap ke arah putrinya, bulir air mata menetes membasahi sudut matanya. "Sayang, lelaki itu mungkin saja bisa menolak perjodohan ini, tetapi kenyataannya dia menerima perjodohan ini begitu saja karena mengetahui wasiat mendiang kedua orang tuanya sebelum meninggal dalam kecelakaan mobil," jelas Sasi mencoba membujuk putrinya.
"Ma." Kirana mulai mengeluarkan suaranya yang terdengar bergetar di ujung lidah. "Kenapa Kirana harus menikahi lelaki itu, bahkan satu kali pun Kirana tidak pernah melihatnya. Bagaimana jika ternyata lelaki itu adalah orang jahat karena Mama juga tidak pernah bertemu dengan yang sebelumnya," kata Kirana mengeluarkan apa yang ada di dalam pikirannya.
Beberapa hari yang lalu seorang seorang lelaki paruh baya datang ke rumah sakit ini, lelaki baru saya itu adalah orang kepercayaan Brian lelaki yang akan menjadi calon suami Kirana. Sejak saat itu ruangan Mama Kirana yang tadinya berada di tempat biasa berpindah menjadi ke ruangan VIP atas perintah dari calon suaminya itu.
Masih menceritakan kepada Kirana jikalau dia sudah dijodohkan sejak dari kecil dengan teman dari sang Papa.
"Kirana, Mama tidak akan pernah meninggal dengan tenang jikalau belum melakukan wasiat yang papamu berikan kepada Mama sebelum beliau meninggal, ini adalah permintaan Mama yang pertama dan juga yang terakhir," kata Sasi masih mencoba membujuk putrinya. "Waktu Mama mungkin tidak lama lagi, Nak. Jadi jangan lama-lama jika mengambil keputusan," kata Sasi dengan nafas yang sudah mulai tersenggal-senggal.
Air mata Kirana jatuh bercucuran. Jika bukan karena Brian pasti sang mama dan juga dirinya akan kesulitan membayar biaya pengobatan di rumah sakit ini, Kirana sudah menunggak biaya pengobatan berpuluh-puluh juta karena gajinya tidak seberapa, mungkin inilah saatnya untuk membalas kebaikan lelaki itu Dan semoga saja pilihan yang akan Kirana ambil ini tak akan pernah ia sesali seumur hidupnya.
"Kapan pernikahan itu akan dilakukan?" Tanya Kirana dengan kedua mata terpejam. Wanita itu sedang mencoba memantapkan hatinya jika ia tidak sedang salah memilih pendamping karena ini adalah pilihan kedua orang tuanya pasti ini yang terbaik untuknya.
Kirana membuka mata, netranya melihat senyuman di bibir Sasi. "Tidak akan pernah ada orang tua yang mencoba untuk menjerumuskan putrinya, Mama mungkin tidak pernah melihat lelaki itu. Tapi mama percaya jika calon suami kamu itu pasti memilih sikap sama baiknya seperti kedua orang tuanya yang selalu rendah hati dan saling menghargai hubungan satu sama lain," jelas Sasi dengan menarik Kirana ke dalam dekapannya.
"Kirana percaya kepada pilihan Mama," jawab Kirana sembari melepaskan pelukan wanita rentah itu.
Semua lamunan itu buyar seketika ketika seorang lelaki menegurnya. "Ini sudah hampir tengah malam kenapa kamu belum pulang juga?" tanya seorang lelaki tampan berusia 30 tahun. Lelaki itu bernama Saka Adi Putra bos tempat di mana Kirana bekerja.
Kirana yang masih mendudukkan tubuhnya segera beranjak berdiri kemudian menundukkan pandangan. "Tidak terasa waktu sudah menunjukkan tengah malam," jawab Kirana.
"Pulanglah sekarang! Aku tidak berniat menggaji seorang karyawan yang hanya duduk melamun di dalam perusahaan ini." Sembur Tuan Saka kepada Kirana.
"Bapak tidak perlu membayar uang lembur saya cukup biarkan saya berada di tempat ini sudah membuat saya senang sekali, andaikan saja tidak pernah ada malam maka saya tidak perlu pulang ke rumah," kuman Kirana lirik tetapi Pak Saka masih bisa mendengarnya karena jarak keduanya cukup dekat sekarang.
Setelah berpamitan kepada Pak Saka Kirana melangkah meninggalkan ruangan kerjanya dengan tangan menenteng tas jinjingnya.
Pak Saka masih menatap ke arah bayangan di mana Kirana menghilang, lelaki itu mengusap perlahan bakal janggutnya kemudian mengangkat kedua pundaknya tidak ada akan apa yang terjadi pada karyawannya karena itu bukan menjadi urusannya.
***
Saat ini kiranya sudah ada di dalam mobil pribadinya, wanita itu tidak langsung menyalakan mesin mobilnya melainkan lebih memilih untuk bersandar di dalam mobil sembari memejamkan kedua matanya. Terdengarlah suara seseorang yang mengetuk jendela mobilnya membuat Kirana terpaksa harus membuka mata, wanita itu begitu terkejut sekali ketika melihat Pak Saka berdiri di dekat mobilnya dengan wajah datar dengan kening yang sedikit berkerut.
"Kamu masih ada! Apakah mobil kamu mengalami kerusakan?" tanya Pak Saka.
"Tidak Pak, mobil saya baik-baik saja dan ini saya mau menyalakan mungkin mobilnya untuk pulang," jawab Kirana. Jantung Kirana berdetak dengan begitu kencang karena kaget bos-nya itu selama ini tidak pernah perduli kepadanya ataupun pegawai yang lain mendapatkan Ilham dari mana lelaki angkuh itu bisa memperhatikannya.
"Hem," jawab Pak Saka.
Setelah mendapatkan sambutan dari Pak Saka, Kirana segera melajukan mobilnya keluar dari halaman perusahaan.
"Aneh sekali kenapa dia tidak mau pulang? Bukankah dia sudah menikah dan suaminya pemilik perusahaan, tapi anehnya wanita itu masih tetap bekerja," latin Pak Saka sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, netra lelaki itu masih memperhatikan mobil Kirana yang sudah mulai keluar dari gerbang perusahaan.
Pak Saka yang dikenal begitu angkuh dan juga sombong, mulai merasa penasaran dengan kehidupan pribadi Kirana karena menurutmu sikap wanita itu begitu misterius sekali.
Setelah menempuh beberapa waktu perjalanan akhirnya mobil yang Kirana kemudian sampai juga di depan gerbang besi yang menjulang tinggi dengan warna hitam, gerbang itu menghalangi mata siapa saja yang ada di luar gerbang seakan menyembunyikan rumah mewah nan megah yang ada di baliknya.
Kirana membunyikan klaksonnya dua kali dan terlihatlah dua orang satpam segera membuka gerbang tersebut. Kirana kaca mobilnya mengucapkan terima kasih kepada kedua satpam itu yang selama ini selalu membukakan pintu untuknya di tengah malam.
Kirana melangkah turun dari dalam mobil, iya menatap ke arah rumah megah yang sudah 5 tahun ini ya tempati, kapan ia akan keluar dari rumah ini? Hidup di sangkar emas benar-benar tidak pernah ia inginkan.
"Semoga sang rembulan cepat pergi dan digantikan dengan mentari pagi," gumam Kirana sembari melangkah masuk ke dalam rumah.
Kirana melangkah melewati pintu utama rumah ini, terdengarlah suara yang begitu tidak asing di Indra pendengarannya wanita itu terus melangkahkan kakinya tanpa peduli dengan apa yang sedang terjadi di ruangan tengah rumah ini. Setiap pulang bekerja Kirana sudah terbiasa melihat Brian lelaki yang ia nikahi sedang bercumbu dengan wanita malam dan yang lebih menjengkelkan lelaki itu tidak kenal tempat ia akan bercinta di manapun ia mau tanpa peduli dengan kehadiran Kirana.
"Sayang kau mau ke mana?" tanya Brian.
Lelaki itu benar-benar sudah kehilangan rasa malunya, iya bahkan benar-benar menganggap Kirana seperti patung yang tak bisa marah ataupun membuka suara karena selama ini itulah yang Kirana lakukan semenjak menikah dengannya. Kirana hanya diam tanpa mau mengawali suatu perbincangan dengan sang suami.
Kirana menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan dari mulut, wanita itu menatap ke arah Brian melalui ekor matanya. "Tentu saja aku ingin beristirahat di dalam kamar, aku tidak berniat untuk bergabung dengan kalian lanjutkanlah." Setelah bicara Kirana menaiki anak tangga rumah ini buru-buru menuju kamarnya yang ada di lantai atas.
"Ayolah bergabung dengan kita, apakah kau benar-benar tidak pernah menginginkannya?" tanya Bryan dengan kedua tangan yang masih sibuk bergerilya di tubuh wanita malam yang ada di bawah kungkungannya.
"Sayang siapa dia?" tanya wanita malam itu karena merasa penasaran.
"Dia adalah istriku," jawab Ryan kemudian lelaki itu sibuk melakukan tindakan tak bermoralnya lagi.
"Dia istri kamu? Tapi kenapa dia seakan tak perduli dengan apa yang kamu lakukan," kata wanita malam itu lagi yang masih merasa penasaran.
"Aku menikah dengannya karena wasiat kedua orang tuaku yang mengatakan jikalau aku ingin mendapatkan harta warisan keluarga ini maka aku harus menikahi wanita sialan itu," jelas Brian kepada wanitanya.
"Jika kamu tidak mencintainya lalu kenapa tidak kamu ceraikan saja dan biarkan aku yang menggantikan posisinya, aku akan selalu membahagiakanmu setiap malam dan menyambutmu dengan senyuman," pucuk wanita malam itu sembari mengarahkan jari telunjuknya menelusuri tubuh lelaki yang ada di hadapannya ini.
"Saat ini pernikahanku baru berusia 5 tahun, setelah usia pernikahanku 10 tahun maka aku akan menceraikannya," jawab Brian.
"Kenapa harus menunggu 10 tahun pernikahan?" tanya wanita malam itu yang masih merasa penasaran.
"Jangan membicarakan wanita sialan itu lagi atau aku tak akan pernah menemuimu lagi." Sembur Brian pada wanitanya. Wanita malam itu pun langsung menganggukkan kepalanya karena ia tidak mau kehilangan ATM berjalannya ini.
***
Kirana menutup pintu kamarnya. Wanita itu melemparkan tas jinjing yang sempat ia pegang ke atas ranjang lalu ia menghempaskan tubuhnya di sofa. Kirana menepuk-nepuk dadanya sendiri dengan gerakan yang perlahan mencoba untuk menstabilkan deru nafasnya yang kini sedang bekerja ekstra, hatinya teramat sakit sekali hingga bulir-bulir air mata terus berjatuhan di kedua pipinya. Selama ia menikah dengan lelaki itu hal semacam ini sudah sering dilihatnya tetapi kenapa Kirana selalu menangis dan merasakan sakit hati.
"Mama, apakah di sana Mama menyesal karena telah menjodohkan Kirana dengan lelaki tak bermoral itu? Lihatlah Mama apa yang telah dia lakukan kepada putrimu, bukan kebahagiaan yang dia berikan kepadaku tetapi hanya duka dan juga rasa sakit bahkan mungkin setelah dia menceraikanku maka aku akan mengalami trauma seumur," kata Kirana dengan air mata yang bercucuran. Wanita itu menangis sesenggukan, bulir-bulir air mata itu tak bisa berhenti bagaikan hujan yang membasahi bumi.
Kirana mengusap air matanya ia mulai tersenyum miris meratapi nasibnya sendiri. "Cukup meneteskan air mata untuk hari ini karena keesokan hari lelaki itu pasti akan membuatku menangis lagi, bersabarlah Kirana hanya kurang 5 tahun lagi kau bersamanya." Setelah bicara Kirana langsung beranjak berdiri dari posisi duduknya seakan tak pernah terjadi apapun. Wanita itu bisa menyembunyikan semua duka yang ada di hatinya dari ketenangan yang ia tunjukkan tetapi di dalam hati rasa sakitnya sungguh tak tertahankan.
Sakit tak berdarah mungkin itulah yang cocok untuk menggambarkan perasaan Kirana saat ini.
***
"Sayang siapkan sarapan pagi untukku," kata seorang lelaki yang baru saja melewati pintu dapur ini.
Kirana yang sedang melahap nasi gorengnya langsung menaruh sendoknya di atas piring kemudian mengambilkan lelaki itu sarapan pagi. Kirana mungkin memang membenci Brian tetapi wanita itu selalu bersikap baik kepada suaminya bahkan tak pernah sekalipun Kirana menolak permintaan suaminya asalkan masih masuk akal.
"Akan aku buatkan kopi," kata Kirana dan Bryan menganggukkan kepalanya.
Selang beberapa saat Kirana membawa satu cangkir kopi lalu ditaruh di atas meja dekat dengan Brian. Kirana benar-benar menahan dirinya supaya tidak memasukkan setetes sianida ke dalam minuman sang suami, Kirana masih terlalu waras sehingga ia bisa mengontrol dirinya sebaik mungkin agar tidak menjadi pembunuh.
"Apakah malam ini kau akan pulang larut lagi?" tanya Bryan setelah melihat Kirana membereskan sarapan paginya.
"Tergantung keadaan," jawab Kirana singkat.
"Nanti malam aku tidak akan pulang, Aku harus pergi ke luar negeri selama beberapa hari," kata Brian. "Apakah kamu mau ikut denganku?" tanya Bryan sembari melihat ke arah istrinya yang kini masih berdiri di sampingnya dengan tangan membawa piring kotor di tangannya.
"Aku rasa aku tak perlu menemanimu lagi, pasti banyak wanita yang kamu bawa sehingga kamu tak akan pernah memerlukan kehadiranku," kata Kirana. Kirana mengerjap mengerjakan kedua matanya, air mata sialan ini tidak boleh sampai tumpah di hadapan lelaki tak bermoral itu.
"Kau tahu saja jika aku sudah membawa 3 orang wanita di sisiku, jika aku pulang kamu ingin aku bawakan oleh-oleh apa?" tanya Brian dengan santai seakan apa yang ia katakan sudah menjadi hal biasa baginya.
"Cukup ceraikan aku itu sudah oleh-oleh yang terindah darimu." Setelah bicara Kirana melangkah menuju wastafel kemudian mencuci piringnya. Tubuh Kirana bergetar menahan rasa sakit yang teramat sangat di dalam hatinya.
Kirana mendudukkan tubuhnya di kursi kemudian ia menyandarkan kepalanya di kursi putar dengan kedua bola mata yang terpejam, beberapa kali terlihat wanita itu menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Perasaan bahagia dan juga tenang selalu Kirana dapatkan ketika ia sudah sampai di perusahaan ini, mungkin bagi sebagian orang datang bekerja ialah hal yang paling menyebalkan tetapi berbanding terbalik dengan Kirana justru ia lebih betah berada di perusahaan karena tidak bisa melihat lelaki yang ia cintai sedang bercumbu dengan wanita lain di dalam kediaman mereka sendiri.
"Selamat pagi Kirana," kata seorang wanita paruh baya yang akrab dipanggil dengan nama Rosa. Usianya sekitar 30 tahun dan dia merupakan satu-satunya teman baik Kirana di perusahaan ini.
Kirana membuka kedua matanya kemudian tersenyum manis ke arah Rossa. "Selamat pagi juga Rossa," balas Kirana sembari menarik punggungnya dari kursi putar.
"Aku merasa malas sekali jika datang bekerja setiap hari tidak bisakah kita datang di hari Minggu saja dan setiap hari kita berada di rumah," canda Rossa yang langsung dijawab gilingan kepala oleh Kirana.
"Aku justru ingin berada di perusahaan ini setiap hari dan jikalau bisa aku akan membawa semua baju-bajuku ke perusahaan ini agar aku tak perlu menjejakkan kaki di rumah mewah itu," balas Kirana dengan wajah yang nampak serius.
Rossa merasa iba sekali ketika melihat bibir Kirana tersenyum tetapi Rossa tahu dengan sangat jelas jikalau di dalam hati sahabatnya itu pasti sedang menangis meratapi takdir yang tak berpihak padanya.
"Kamu pasti akan bisa melakukan itu jika menikah dengan Pak Saka," jawab Rossa asal bicara.
"Rossa, jaga ucapan kamu nanti sampai Kalau Pak Saka dengar gimana?" tanya Kirana kepada sahabatnya itu.
"Kalau sampai Pak Saka dengar maka aku akan memintanya untuk menikahi kamu, siapa tahu kamu tidak perlu menunggu sampai 10 tahun pernikahan untuk bercerai," kata Rossa sembari tersenyum manis ke arah Kirana.
"Apakah aku menggaji kalian hanya untuk berbicara saja di perusahaan ini." Sembur seorang lelaki yang tidak lain adalah Pak Saka.
Tubuh Kirana dan juga roxa langsung menegang sempurna ketika mendengarkan orang yang sedang mereka bicarakan ternyata ada di belakang mereka. Kirana dan juga Rossa segera beranjak berdiri dari posisi duduknya dengan kepala yang berbentuk.
Atmosfer di dalam ruangan ini langsung berubah menjadi pengap seakan ikut terkena intimidasi dari surat Mata tajam Pak Saka. Para pekerja lain segera menyibukkan diri mereka dengan layar berbentuk pipih yang ada di hadapannya, beruntunglah semua orang yang tadi sempat berbicara satu sama lain segera menutup mereka rapat-rapat ketika melihat Pak Saka masuk ke dalam ruangan ini dan Asia posisi Rosa dan juga Kirana membelakangi pintu masuk sehingga mereka tidak menyadari jikalau orang yang sejak dari tadi mereka bicarakan sudah mengamati keduanya sejak beberapa waktu lalu.
"Ma-maafkan kami, Pak." Hanya kata itulah yang terlontar dari dari bibir Kirana dan juga Rossa dengan kepala yang masih tertunduk.
"Lanjutkan pekerjaan kalian!" Perintah Pak Saka. Sekilas lelaki itu bersitatap dengan Rossa dan ia bisa melihat dengan sangat jelas jika kedua lupuk mata wanita itu nampak bengkak seperti menunjukkan jika dia habis menangis semalam.
"Sebenarnya apa yang terjadi dengan pernikahannya? Dan Kenapa juga harus menunggu 10 tahun untuk bercerai?" Tanya Pak Saka pada dirinya sendiri. "Untuk apa aku mengurusi karyawanku mau dia bercerai ataupun menangis itu tak ada sangkut pautnya denganku." Dengan wajah datar dan juga angkuh Pak Saka melangkah menjauhi tempat ini.
***
"Kirana kamu mau ke mana?" tanya Rossa pada Kirana yang saat ini sedang sibuk membereskan peralatan kerjanya yang ada di atas meja.
"Tentu saja aku ingin pulang lebih awal," jawab Kirana.
"Tumben sekali kamu pulang lebih awal? Biasanya juga datang paling awal dan pulang paling akhir," ledek Rossa sembari berjalan di samping Kirana yang hendak keluar dari ruangan ini.
"Brian mengatakan jika ia akan pergi ke luar negeri selama beberapa hari, jadi tidak ada alasan untuk aku kerja lembur sampai tengah malam," jawab Kirana sembari mengetikkan salah satu matanya ke arah Rossa. Melihat suaminya pergi jauh dari rumah, itu sungguh membuat Kirana merasa bahagia sekali seakan ia baru saja menang undian.
"Kalau aku ditinggal suamiku pergi luar kota maka tidak bisa dipastikan memilih untuk kerja lembur di perusahaan ini," jawab Rossa pada Kirana.
"Rossa jangan samakan aku dengan kamu," kata Kirana sembari memutar kedua bola matanya malas.
Ketika Kirana dan juga Rossa hendak melewati pintu ruangan ini tiba-tiba saja Pak Saka muncul dari balik pintu dan menghentikan langkah Rossa, tapi tidak disangka justru Kirana terus melangkah hingga tubuhnya pun menabrak sosok tak Saka yang kini sedang berdiri angkuh di ambang pintu masuk ruangan ini.
"Aduh, siapa sih yang berjalan tidak lihat-lihat dulu, asal nyelonong masuk saja," kata Kirana yang tidak mengetahui jikalau Pak Saka lah orang yang sedang dia umpati sekarang.
"Kirana tutup mulutmu," berisik Rossa di dekat telinga sahabatnya itu dengan suara yang lirih
Kirana mulai mengangkat pandangannya dan ia sangat terkejut sekali ketika netranya ini menangkap sosok Pak Saka sedang menatapnya tajam.
"Ikut ke ruangan saya sekarang!" Perintah Pak Saka sembari menatap tajam ke arah Kirana. Tanpa menunggu sahutan dari Kirana lelaki itu langsung memutar tubuhnya dan melangkah menjauhi ruangan ini.
"Kenapa Pak Saka manggil aku? Ini kan sudah waktunya pulang kerja?" tanya Kirana kepada Rossa.
"Tentu saja akan memberikan kamu hukuman, siapa suruh kamu tadi mengumpatinya seperti itu," jawab Rossa dengan mengulas senyuman manis. Rossa berharap jikalau tak Saka akan menyukai sahabatnya dan mungkin hanya dengan begitu saja Kirana bisa segera bercerai dari suaminya tanpa menunggu 5 tahun ke depan.
"Sepertinya mulutmu itu perlu aku ambilkan lakban kemudian akan aku tutup biar kamu tidak bicara macam-macam lagi," jawab Kirana yang mulai kesal melihat tingkah Rossa. "Sudah sana pulang lah aku akan pergi ke ruangan Pak Bos," sambung Kirana sembari mendorong Rossa ke arah kiri sedangkan dia berjalan ke arah kanan untuk menuju ruangan bosnya.
Kirana melihat ke arah para pegawai yang mulai berjalan menuju ke lobi utama sedangkan dirinya justru menaiki lift untuk menuju ke ruangan Pak Saka yang ada di lantai paling atas gedung ini. Entah sudah berapa kali ia bertemu dengan Pak Saka dan lelaki itu juga nampak begitu aneh menurutnya.
Saat ini Kirana sudah berdiri di depan pintu ruangan Pak Saka, tangannya sudah terangkat hendak mengetuk pintu bercat putih tulang di hadapannya, tetapi yang tidak disangka pintu itu justru terbuka dan terlihatlah Pak Saka berdiri di hadapannya sekarang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!