"Dimana ini"
Ujar Ranti, tubuhnya yang sempat tak sadarkan diri akibat dari kepalanya yang terhantam benda keras. Ia linglung hingga memijit kepalanya yang teramat berdenyut.
"Di rumahku" ucap seorang laki-laki yang begitu asing di mata Ranti.
"Si-siapa anda?."
"Maza Nishimura."
Ranti lalu menatap tubuh pria berseragam militer itu dengan seksama. Pria itu bermata runcing dan juga kulitnya yang sangat putih membuat Ranti seketika itu terpana.
"Apa kau sedang mengagumi ku?"
Maza merasa perempuan yang ia temukan dua hari yang lalu di hutan belantara itu memiliki keunikan tersendiri. Dengan ketampananya itu sudah pasti gadis yang ada di depannya ini sedang terpesona.
"Apa? Tidak. Siapa yang mengagumi anda? Saya hanya sedang bingung."
"Bingung? Harusnya aku yang bingung, kenapa perempuan seperti mu malah berada di hutan belantara dengan kondisi yang mengenaskan."
Ucapan Maza langsung membuat Ranti tersentak.
"Tunggu sebentar, anda tadi bilang dimana? Hutan?." Ranti sedikit terkejut tatkala Maza mengucapkan kata Hutan.
"Ya. Kenapa kau bisa ada disana? Kau bahkan merusak jebakan kami!." Sindir Maza
"Merusak jebakan? Saya bahkan tidak tahu kalau saya di hutan. Seingat saya, saya sedang berada di rumah lalu.."
Ucapan Ranti terhenti begitu saja manakala ia ingat jika kepalanya pernah terbentur sesuatu yang membuat ia kehilangan kesadaran.
"Lalu apa? Ayo lanjutkan lagi." Sergap Maza dengan nada jengah.
"Lalu entah mengapa kepala saya seperti ada yang memukul dari belakang."
Ranti benar-benar tak ingat apapun setelah itu dan tiba-tiba ia sudah berada disini, dirumah Petinggi Nippon Maza Nishimura.
"Hish! kau itu sudah berada di hutan dengan kepala yang bersimbah darah. Aku mengira kau itu mayat, tapi ternyata nafasmu masih ada."
Saat Maza bilang kepala Ranti bersimbah darah perempuan itu pun langsung memeriksa kepalanya dan ternyata benar ada sebuah perban disana.
"Jangan kau sentuh. Itu belum kering."
Perintah Maza dengan cepat. Ia tak ingin apa yang di usahakan oleh dokter sia-sia karena wanita ceroboh yang ada di hadapannya ini.
"Memang kenapa kalau saya menyentuhnya? lagi pula kepala ini juga kepala saya."
Ranti berucap sinis dan berani pada Maza, padahal pria itu yang sudah menolongnya dua hari yang lalu. Ia seolah lupa telah ditolong dan dirawat oleh Maza
"Yang bilang itu kepala Monyet siapa? Kau ini sangat keras kepala. Harusnya ku biarkan saja kau tewas di hutan!."
Maza langsung mengucapkan kata-kata pedasnya, pria itu sangat kesal karena seorang perempuan yang dengan berani menjawab semua ucapannya. Biasanya pribumi pasti akan selalu tunduk dan juga ketakutan, namun perempuan ini sangat berbeda.
Sementara Ranti yang dibentak seperti itu langsung menciut nyalinya. Bagaimana tidak, ia sendiri tak pernah di bentak oleh Bapak dan Ibunya bahkan ia selalu disayangi oleh mereka karena ia merupakan anak bontot.
"Sudahlah lebih baik kau turun dan makan malam. Apa kau tidak kelaparan?." Tanya Maza dengan wajah jengah.
"I-iya."
Ranti lalu bergegas membuntuti Maza dari belakang, gadis bangsawan itu sedikit terpukau dengan rumah yang Maza tempati, Rumah yang ia tempati saat ini bergaya khas Eropa dan terdapat lampu-lampu kristal yang sangat elok bahkan beberapa patung-patung juga ada disana.
"Makanlah." Ucap Maza dengan suara berat.
"Ya terimakasih Tuan."
Ranti pun makan dengan lahap seolah ia sudah lama tak mengkonsumsi sesuatu, tenggorokan nya juga begitu kering seolah sudah tak pernah minum selama bertahun-tahun.
"Makanlah sepuas mu. Tubuhmu pasti sangat lesu karena tak makan dua hari." Ranti langsung membelalakkan matanya.
Deg
"Dua hari?? Jadi saya pingsan selama dua hari?."
Tanya Ranti, Maza dengan cepat mengangguk dan melanjutkan makannya.
"Setelah ini tidurlah. Pulihkan kesehatanmu. Besok aku akan bertanya padamu lagi"
Maza langsung berdiri dari duduknya setelah menyelesaikan makan malam dan meninggalkan Ranti begitu saja.
"Apa pria itu gila? Mengapa dia menyuruh-nyuruhku seenak jidatnya?."
Ranti dilanda kebingungan, dalam benaknya seribu pertanyaan melintas begitu saja.
"Bagaimana kabar bapak dan ibu? Bukankah tentara Dai Nippon sudah masuk ke desa-desa."
Bahkan Ranti sendiri masih belum sadar jika sudah masuk ke sarang tentara Nippon sekarang, ia masih terus memikirkan nasib warga desa dan juga ayah ibunya hingga tak terasa waktu bergulir begitu cepat hingga hampir tengah malam.
"Non.."
Panggil pembantu rumah, yang ingin mengingatkan Ranti untuk segera istirahat karena hari sudah menjelang tengah malam.
"Iya mbok."
"Sebaiknya non istirahat.. turuti perkataan Tuan Maza, kondisi non masih belum pulih."
Ucap pembantu itu dengan sangat sopan. Ranti pun mengangguk, namun sebelum itu, ia ingin mengenal perempuan paruh baya yang telah menjadi pembantu di rumah Maza Nishimura.
"Nama mbok siapa?." Tanya Ranti penasaran
"Saya Tinem Non. Panggil saja mbok Nem." Ucap Tinem dengan sopan
"Saya Ranti Mbok Nem."
"Baiklah Non Ranti, segera tidur non, jangan sampai Tuan Maza melihat non masih disini dan tidak menuruti ucapannya."
Tinem memperingatkan Ranti agar segera kembali ke kamarnya untuk beristirahat, karena ia tak mau jika Tuannya akan mengamuk jika gadis pribumi itu masih disini.
***
Sinar matahari menembus fajar yang begitu dingin, orang-orang yang bergelung dengan selimutnya mulai bangun untuk melakukan aktivitas dan juga bekerja seperti biasa.
"Apa baju ini cocok untukku, ini bagaimana memakainya?."
Saat ini Ranti tengah membuka pintu lemari yang berisi pakaian orang-orang Belanda yang rumahnya dihuni oleh Maza Nishimura.
Saat berita kedatangan tentara Dai Nippon mulai terdengar, banyak orang-orang Belanda yang langsung meninggalkan Nusantara demi menghindari tentara Dai Nippon yang terkenal dengan kekejamannya.
Bertemu dengan tentara Jepang sama saja mencari mati, Banyak yang akhirnya mati karena melawan para kempetai dan berakhir di kamp-kamp pengasingan, sebelum itu terjadi orang-orang Belanda sudah banyak yang pergi meninggalkan Nusantara melalui Batavia dan jalur lainnya. Namun bagi yang tersisa mereka harus pergi dan mencari tempat persembunyian yang aman agar tidak diketahui oleh tentara Dai Nippon.
Tok tok
"Permisi Non, ini Tinem. Non diminta Tuan Maza untuk segera menemuinya di taman belakang."
Setelah mengatakan itu, Tinem langsung pamit undur diri. Ranti yang selesai memakai gaun Belanda itu langsung menemui Maza Nishimura di tama belakang. Ia melihat sosok pria itu duduk dengan menggunakan Kimono di depan taman yang dibawahnya ada sebuah kolam ikan Koi.
"Kenapa anda memanggilku?."
Tanya Ranti dengan cepat seolah ia takut berlama-lama dengan pria yang bernama Maza itu.
"Duduklah."
Perintah Maza yang langsung dipatuhi oleh Ranti, ia kali ini tak ingin memulai masalah dan juga ia ingin tahu kenapa Maza bisa menemukannya di dalam hutan belantara.
"Pasti kau akan bertanya kan? Kenapa aku bisa menemukanmu di hutan?."
Maza seolah tahu apa isi hati Ranti yang sedari semalam mengganggunya.
Perempuan Jawa itu akhirnya mengangguk tanda setuju, Maza lalu menceritakan dengan tenang bagaimana Ranti bisa ditemukan.
Flashback on
"Bodoh!! Siapa yang sudah merusak jebakan kita?. Bakaaaaa!!!!"
Maza berteriak kencang dan memarahi seluruh personel nya, startegi yang ia buat untuk mengetahui keberadaan para orang-orang Belanda yang bersembunyi disekitaran hutan Pinus itu rusak seketika karena teriakan seorang gadis yang membuat beberapa orang Belanda berlarian karena melihat ke arah pasukan Nippon.
"Tuan ada seorang gadis yang sekarat, dia yang tadi berteriak kencang hingga membuat target kita kabur." Ucap seorang prajurit Dai Nippon lain.
Tanpa pikir panjang Maza langsung bertandang ke arah yang dimaksud oleh prajurit itu.
"Siapa dia?."
Maza langsung bertanya pada semua orang yang ada disana mengenai gadis berpakaian kebaya dan juga jarik coklat yang berada di posisi tengkurap dan kepalanya bersimbah darah.
"Apa dia mati?."
Tanya Maza lagi, namun para bawahnya itu hanya menggeleng hingga membuat Maza sendiri yang langsung mengecek apakah gadis ini masih hidup atau tidak.
"Dia masih hidup. Segera bawa ke rumah sakit, aku akan mengintrogasi nya ketika sadar nanti."
Perintah Maza bagaikan firman Tuhan yang langsung dipatuhi oleh prajurit lainnya, para prajurit pun membawa tubuh Ranti yang hampir mati lemas itu ke rumah sakit.
"Sial. Misi kita gagal gara-gara perempuan sialan itu!."
Maza marah besar karena buruannya lepas begitu saja, harusnya ia bisa menangkap orang-orang Belanda yang melarikan diri itu.
Ranti dibawa ke rumah sakit bersama dengan para tentara Jepang yang turut serta mengawalnya. Namun karena kondisi rumah sakit yang kurang memadai dan juga banyak warga pribumi bahkan para prajurit Nippon sendiri yang sakit, Ranti akhirnya diminta untuk di rawat jalan setelah dokter menyatakan bahwa luka Ranti sudah selesai di obati dan hanya menunggu ia sadar saja.
"Masukkan saja dia ke kamar itu."
Tunjuk Maza pada kamar yang berada di sebelah kamarnya.
Setelah dua hari Ranti terbaring tak sadarkan diri, gadis itu akhirnya sadar dan kebingungan dengan apa yang sudah terjadi padanya.
Flashback off
"Sekarang aku tanya padamu. Kenapa kau bisa ada disana!."
Ucapan tegas Maza Nishimura langsung membuat nyali Ranti menciut, Maza seolah-olah sedang menginterogasi seorang tahanan kasus berat.
"I-itu, saya sendiri juga tidak terlalu ingat.. waktu itu saya ada dirumah, lalu.."
Ranti mencoba mengingat kembali apa yang sudah terjadi padanya.
Flashback on
"Mbak Narsih, mau ajak aku kemana?."
Kedatangan Narsih ke rumah Ranti membuat gadis itu sumringah, akhirnya Narsih mau berbaikan dengannya usai Dika, orang yang sangat Narsih kagumi lebih memilih Ranti ketimbang Narsih.
Narsih sempat mendiamkan Ranti selama beberapa hari, namun sekarang kedatangan Narsih ke rumah Ranti membuat hati gadis bangsawan itu sedikit lega, apalagi Narsih sudah bisa tersenyum kepada Ranti.
"Kita mau jalan-jalan Ran.. nanti juga kau akan tahu." Narsih dengan cepat mengayuh sepedanya dengan semangat.
Sepeda mereka akhirnya berhenti di sebuah jalan setapak menuju perbukitan yang di kelilingi oleh hutan Pinus di samping kiri dan kanannya.
"Kita mau ke bukit mbak?."
Walaupun ia sangat lelah namun ia tetap mengikuti kemana pun langkah Narsih pergi.
Ia tak ingin sahabatnya ini marah dan memusuhi dirinya lebih jauh lagi.
Namun langkah Narsih terhenti, dan Ranti pun tak sengaja menubruknya dari belakang.
"Loh ada apa mbak? Kok berhenti?."
Ranti merasakan gelagat aneh dari Narsih yang melihat ke arah sekitar.
"Apa kau sangat menyukai mas Dika?."
Tanya Narsih tiba-tiba yang membuat dahi Ranti mengernyit, mengapa jadi membahas mas Dika? Bukankah Narsih ingin mengajaknya jalan-jalan.
"Asal kau tahu Ranti, aku sudah mengandung anak mas Dika. Jadi kau lebih baik akhiri saja hubunganmu dengannya!."
Narsih bahkan berteriak tanpa ragu, seolah hanya Dika lah orang yang pantas ia miliki.
"Maksud mbak apa?."
Ranti yang dilanda kebingungan lantas mencoba untuk berfikiran jernih.
"Aku adalah kekasih mas Dika Ranti, aku bahkan sudah mengandung anaknya. Apa kau akan tega mengambilnya dariku?."
Sambil berkaca-kaca Narsih mengungkapkan isi hatinya, ia sebetulnya tak ingin bermusuhan dengan Ranti namun disisi lain hatinya, Dika lah sosok yang paling ia cintai.
"Kenapa mbak baru bilang sekarang? Jika mbak bilang dari dulu aku bisa menolak mas Dika yang datang melamar ku."
Ranti dengan susah payah menahan emosinya agar tak melampiaskan nya lebih jauh lagi.
"Kau ini bodoh Ranti? Jelas saja orang tua mas Dika lebih memilih dirimu karena kau setara dengannya. Sedangkan aku? Aku bahkan berasal dari kasta rendah."
Narsih menceritakan semuanya pada Ranti, tubuhnya bergetar hebat karena baru kali ini ia menumpahkan semua yang ia rasakan.
"Tapi setidaknya dengan mereka tahu kau mengandung anaknya nasibmu akan jauh lebih baik, aku pun juga akan mengikhlaskan mas Dika jika memang dia mau bertanggungjawab terhadap mu mbak Narsih."
Rasa sayang yang amat tulus pada Narsih membuat Ranti tak tega melihat keadaan wanita yang sudah ia anggap sebagai keluarga nya sendiri.
"Sudahlah, lebih baik kita pulang sekarang mbak, aku akan membantumu agar mas Dika bertanggungjawab atas janin yang kau kandung sekarang."
Setelah berucap seperti itu Ranti segera berbalik dan hendak pergi dari sana guna bertemu dengan Dika dan keluarganya. Dika harus bertanggungjawab terhadap anak yang ada dalam kandungan Narsih karena anak itu tak berdosa dan tak bersalah sedikitpun.
Buggghhh
"Aaaakkkhhhhhh."
Suara hantaman dan jeritan itu keluar begitu saja dari mulut Ranti, darah segar mulai mengucur dari kepala gadis bangsawan itu.
"Maafkan aku Ranti, aku tak sanggup melihatmu bahagia. Jika mas Dika tak bisa kumiliki, maka kau pun juga sama."
Seringai Narsih semakin memperjelas rasa kebencian terhadap Ranti, ia pun segera pergi dari hutan Pinus itu dan membiarkan Ranti terluka sendirian disana.
Flashback off
Ranti menceritakan semua yang menimpanya terhadap Maza, tangannya mengepal kuat hingga membuat kukunya menggores tangannya sendiri.
"Apa kau tidak berniat untuk membalas perbuatannya?."
Maza merasa bahwa perempuan yang ada disampingnya ini sangat bodoh hingga mudah ditipu oleh temannya sendiri.
"Membalasnya? Tentu Tuan, saya ingin membalasnya tapi tak bisa. Saya bingung kenapa orang yang sudah saya anggap sebagai sahabat bahkan seperti keluarga saya sendiri tega melakukan hal ini pada saya."
Walaupun Maza merasa jengkel karena rencananya sudah dirusak oleh gadis bangsawan ini tapi ia tak kuasa untuk marah atau bahkan memakinya secara langsung. Ia juga menaruh perhatian lebih pada gadis ini karena ia cukup berbeda dari gadis lainnya.
"Lalu apa rencana mu? Apa kau akan melaporkan hal ini pada orang tuamu?."
Maza ingin tahu lebih jauh tentang apa yang akan gadis ini lakukan.
"Tentu, tapi aku juga tak sampai hati melukainya."
Jujur saja, jika Ranti diberi pilihan menghukum Narsih atau memaafkannya maka ia akan berlapang dada memaafkan sahabatnya itu, walaupun sahabat nya sudah salah dan juga menusuk dirinya dari belakang tapi entah mengapa ia tak bisa untuk menghukum sahabatnya itu.
"Kau ini bodoh atau bagaimana? Jelas-jelas dia sudah melukaimu tapi kau akan membiarkan nya begitu saja?."
Rasanya mulut Maza sudah tak tahan lagi untuk tidak mengoceh kali ini. Bagaimana bisa ada gadis sebodoh dan sepemaaf ini.
"Ya memang saya bodoh Tuan. Jika saja dia bukan sahabat saya pasti saya sudah mencincang daging nya tapi dia ini sahabat saya."
Maza sekali lagi harus menggelengkan kepalanya, entah mengapa semua perempuan sepertinya sama. Suka dengan hal-hal yang rumit dan cenderung lebih suka menyakiti diri sendiri.
"Hashh berbicara dengan dirimu membuat kepalaku semakin sakit saja! jadi perempuan itu harus punya prinsip! Jangan hanya karena dia sahabatmu lalu kau akan memaafkan segala kesalahannya! Dia bahkan sudah mengkhianati mu tapi kau masih menganggapnya sahabat? Lucu sekali!."
Ucap Maza panjang lebar hingga membuat otaknya berpikir keras, ia mencerna semua ucapan Maza dengan cepat.
"Ta-tapi.."
Ranti ingin membantah ucapan Maza namun ucapan pria itu bahkan sangat logis di di kepalanya dan otaknya pun terima dengan ucapan Maza.
"Apa? Kau ingin membantahku? Bantah saja! Bagian mana yang salah dari ucapanku?."
Maza menantang Ranti yang sedang dilanda gundah, tentu saja ia tahu jika Ranti sudah kalah telak untuk berdebat dengannya. Ia adalah seorang prajurit dan mentalnya sudah terlatih untuk menghadapi hal-hal kecil dan konyol seperti ini.
Hiks hiks
Ranti malah menangis dan menutup seluru wajahnya dengan menggunakan kedua telapak tangannya. Ia tak menyangka jika yang Maza ucapkan memang benar adanya.
"Kenapa kau menangis? Apa semua yang aku ucapkan benar?."
Ucap Maza dengan nada sedikit mengejek, hanya ini cara satu-satunya agar gadis itu paham dan tak mudah tertipu lagi.
"Lalu saya harus bagaimana Tuan?."
Ranti sudah tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan.
"Setidaknya kau harus membalas perbuatannya. Kau juga manusia. Bukan malaikat yang suci dan sempurna, adakalanya kau harus membalas kejahatan agar dia tak merendahkan martabat mu sendiri."
Ucapan Maza sukses membuatnya tersadar bahwa ia harus membalas perbuatan Narsih. Yang Maza katakan benar, Ranti hanya seorang manusia biasa yang di beri akal dan juga perasaan setidaknya jika perasaan nya terluka ia masih punya akal yang bisa ia gunakan.
"Jika Narsih licik aku harus lebih licik darinya."
Ia mengucapkan sumpah serapah untuk Narsih dan juga membentuk slogan penyemangat untuk dirinya sendiri.
"Sepertinya otakmu sudah mulai sadar dan terbuka."
Sindir Maza dengan nada mengejek seolah ia ingin membuat gadis itu tersulut emosinya.
"Diam lah Tuan, saya tidak ingin bicara dengan anda." Ucap Ranti dengan nada kesal.
"Kau! Berani kau membantahku? Apa kau tidak tahu siapa aku?."
Maza langsung berkacak pinggang dan menatap tajam wajah gadis bangsawan itu. Bisa bisanya seorang komandan sepertinya di bentak oleh perempuan seperti Ranti.
"Tidak saya tidak berani. Tapi saya tahu anda. Tuan Maza Nishimura."
Ranti tentu tahu karena pembantu rumah sempat menjelaskan siapa Maza Nishimura sebelum gadis itu melangkah pergi menemuinya. Maza Nishimura, salah satu komandan pasukan Dai Nippon berpangkat Rikugun Chusa atau letnan kolonel, ia juga sudah merasakan perang sejak dini saat Jepang berambisi ingin menguasai negara-negara di Asia.
Kabar hilangnya Ranti membuat kedua orang tua Ranti kalang kabut, sementara Raden Dika yang akan menjadi calon suami Ranti juga merasa gelisah.
"Dimana anakku pak."
Ibu Ranti menatap suaminya dengan lekat, seolah ia meminta jawaban dimana sang anak berada sekarang.
"Bapak juga ndak tahu Bu. Sudah tujuh hari semua orang mencari keberadaan Ranti tapi tak ada seorang pun yang tahu."
Ucap Sarwono, pria paruh baya itu juga sangat mengkhawatirkan putri semata wayang nya itu.
Sementara Narsih yang berada disana tersenyum tipis hampir tak terlihat dalam hatinya ia sangat bersuka cita karena Ranti belum di temukan hingga saat ini.
Grunggg
Tiba-tiba suara mobil jeep membangunkan mereka dari kesedihan.
Sarwono menatap kedatangan jeep itu dengan seksama seolah ia tidak asing dengan mobil itu.
"Tuan Maza Nishimura."
Ucap Sarwono dengan wajah kaget tatkala melihat petinggi Nippon itu turun dari jeep namun tiba-tiba pintu samping itu menampilkan seorang perempuan berpakaian kimono.
"Ranti!!!."
Ucap Sarwono dan Ningsih secara bersamaan, ia sangat senang akhirnya putri bontotnya itu kembali.
Namun dengan pakaian kimono? Tanda tanya besar memenuhi isi kepala semua orang yang ada disana, termasuk Narsih yang memicing tak suka.
"Bisa bicara didalam?."
Ucap Maza Nishimura dengan nada tegas dan juga datar tanpa ekspresi.
"Ba-baik Tuan Maza silahkan."
Sarwono dengan wajah tegang mempersilahkan masuk komandan pasukan Dai Nippon itu untuk duduk bersama.
Kini pandangan Sarwono beralih menatap putri tercintanya.
Mengapa ia harus bersama dengan Maza Nishimura? Dan mengapa juga ia harus memakai kimono? Apa Maza Nishimura sudah menjadikannya gundik? Atau bagaimana?
Sejuta pertanyaan urung ia lontarkan karena segan dengan prajurit Jepang yang kini duduk di dekatnya.
"Saya hanya mengantar putri anda pulang, dia sempat sekarat beberapa hari."
Ucapan Maza sontak membuat mata Sarwono dan Ningsih membulat. Sekarat? Bagaimana bisa?.
"Sekarat?? Bagaimana bisa Tuan?."
Mata Sarwono langsung berkaca-kaca saat mendengar ucapan langsung dari mulut petinggi Nippon itu.
"Seharusnya anda bisa langsung bertanya pada perempuan yang bernama Narshi."
Maza Nishimura langsung menyebut nama Narsih hingga membuat gadis itu membeku beberapa saat.
"Narsih?."
Sarwono dan yang lainnya pun merasakan kekagetan bersamaan.
"Pak.. Bu.. seminggu yang lalu aku dan Mbak Narsih sempat berjalan-jalan di sekitar hutan Pinus, dia menceritakan semuanya padaku termasuk janin yang dia kandung sekarang, mungkin mas Dika bisa mempertanggungjawab kan perbuatannya pak."
Ucapan Ranti langsung membuat tubuh Narsih dan Dika terpaku seolah semua aibnya di bongkar hari ini.
Ranti kemudian menceritakan semua kejadian yang menimpanya termasuk pengkhianatan Narsih dan juga pertolongan dari Maza Nishimura.
"Kurang ajar kau Narsih! Dika! Aku tak menyangka kalian akan melakukan hal hina dan melukai putriku!."
Amarah Sarwono berkobar saat mengetahui putrinya disakiti oleh Narsih sekaligus dikhianati oleh orang terdekat mereka.
"Maaf.. maaf Raden.. maafkan saya.. sa-saya."
Narsih lalu bergegas bersimpuh di hadapan Sarwono, ia tak mau jika ayah Ranti itu marah dan menghukumnya karena Sarwono adalah seorang Lurah, jadi ia memiliki koneksi untuk berbicara dengan para kempetei.
Jika sampai dia masuk ke dalam penjara para kempetei maka tamatlah sudah.
"Ranti.. maaf kan mbak.. Ranti."
Narsih masih menangis sesenggukan, ia tak mau di hukum, ia terlalu takut masuk ke penjara.
Gadis itu lalu bersimpuh di hadapan Ranti, sementara Maza yang melihat pemandangan itu hanya tersenyum puas karena ia seperti melihat tontonan gratis.
"Kenapa baru sekarang mbak meminta maaf kepadaku? Saat aku tergeletak, mbak bahkan meninggalkan aku dengan santainya."
Memang benar saat itu Ranti dengan samar melihat Narsih yang pergi meninggalkan dirinya yang tengah kesakitan sendirian di hutan Pinus, bahkan Narsih menunjukkan seringainya yang merupakan tanda kepuasan karena telah menganiaya dirinya.
"I-itu itu.."
Narsih gelagapan, ia sudah tak sanggup berbicara lagi.
"Ranti, aku mohon maafkan aku. Aku tidak mencintai Narsih, kehamilan Narsih adalah kesalahan.. aku berjanji tak akan pernah menganggapnya ada. Bisakah kita tetap meneruskan hubungan kita?."
Dengan konyolnya Dika berharap bahwa hubungan mereka masih bisa di selamatkan.
sementara itu Maza Nishimura hanya memicingkan matanya mendengar ucapan Dika yang tidak masuk ke akal sehatnya.
"Apa kau sudah gila! Dimana kewarasan mu! Kau tega menghamili Narsih dan mengkhianati putri ku lalu kau mau meminta hubunganmu dan Ranti dilanjutkan? Setan alas!."
Sarwono merasa tak terima dengan ucapan kurang ajar Dika.
Ia berniat untuk memutuskan lamaran yang diajukan oleh kedua orang tua Dika.
"Sekarang kalian berdua lebih baik pergi dari rumah ini sebelum aku berubah pikiran untuk menjebloskan kalian ke penjara. Dan untukmu Narsih! Jangan pernah kau dekati lagi putriku! Aku tidak akan pernah mengijinkan putriku berteman dengan seorang pengkhianat seperti mu!."
Suara Sarwono sangat menggelegar bak petir di siang bolong.
Namun raut wajah Narsih mendadak berubah, matanya lalu menyorot Sarwono dengan tajam.
"Pengkhianat? Seharusnya putri Raden juga berkhianat kan pulang ke rumah bersama petinggi Nippon!. Aku hanya mencintai mas Dika sementara putri anda mungkin sudah menjadi gundik Nippon!."
Mendengar itu semua Ranti langsung bangkit.
Ia sakit hati dan tak terima dengan ucapan Narsih.
Plakk
"Jangan pernah kurang ajar dan melewati batas. Jika tidak ada Tuan Maza Nishimura mungkin aku sudah mati dan jasadku tidak akan pernah di temukan."
Wajah Ranti berapi-api seolah sedang menunjukkan betapa dirinya sedang marah kali ini.
"Lalu mengapa kamu berpakaian seperti bangsa mereka! kalau bukan menjadi bagian dari mereka! Kamu pasti sudah menyerahkan tubuhmu itu pada Tuan Maza kan? Hina sekali!."
Narsih yang juga tersulut emosi membentak Ranti dengan nada keras hingga membuat Maza Nishimura bangkit.
Ia ingin sekali menghajar wanita itu karena sudah lancang membawa-bawa bangsa nya.
Mariam, adik angkat Ranti yang baru berusia 13 tahun, yang sedari tadi mendengarkan pertengkaran mereka hanya mberingsut di belakang semua orang, ia takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan apalagi dengan kedatangan petinggi Nippon.
"Kau punya otak untuk berpikir kan? Harus nya kau berpikir! adakah orang yang memakai pakaian bersimbah darah selama tujuh hari. Aku tidak punya pakaian kalian! jadi apa harus ku suruh dia bertelanjang saja?."
Maza merasa jengkel karena perempuan bernama Narsih itu sangat bodoh dan tidak bisa berpikir jernih.
Meskipun pasukan Dai Nippon sudah terkenal dengan para gundiknya tapi tidak dengan Maza Nishimura.
Meskipun hasratnya menggebu-gebu ingin mencicipi tubuh wanita, tapi urung ia lakukan karena memang hatinya tak ingin.
Lagi pula ia terbiasa melampiaskan nya sendiri, tugasnya sebagai petinggi Nippon juga sudah banyak sekali, bahkan untuk menenggak minuman keras saja belum kesampaian karena stok miras di Jawa sangat sedikit dan datangnya juga lama sekali.
"Kalau seandainya aku menjadi gundik Tuan Maza memang kenapa? Dia juga tidak memiliki istri atau pun kekasih! Tidak seperti mu! Bahkan calon suami orang pun kau embat!."
Ranti semakin emosi mendengar Narsih yang dengan lantang tak tahu malu menyebut dirinya sebagai simpanan petinggi Nippon yaitu Maza Nishimura.
Ia menyindir kelakuan Narsih hingga wanita itu terdiam dan menunduk malu.
Sementara Sarwono dan Ningsih menghela nafas lega, akhirnya pikiran yang sedari tadi mereka takutkan tidak terjadi, ternyata Maza hanya meminjamkan kimono pada Ranti. Mata Sarwono kemudian menatap Narsih dengan tatapan kebencian.
"Kau akan dihukum karena sudah lancang membawa nama bangsa Nippon dan bahkan sudah mencelakai orang."
Suara bariton Maza Nishimura membuat semua mata yang ada di sana membulat.
Tak ada yang berani membantah ataupun mengeluarkan argumen barang sedikitpun. Ranti yang masih mempunyai hati tak tegaan menatap Maza dengan seksama.
"Jangan meminta pada ku untuk melepaskan nya! Karena masalah nya bukan lagi dengan mu tapi dengan kami."
Kami yang dimaksud oleh Maza adalah Nippon. Seharusnya Narsih bisa menjaga ucapan nya karena sedikit saja salah berucap maka nyawa taruhan nya.
"Tuan.. Tuan Maza tolong ampuni saya Tuan." Narsih gegas bersimpuh di hadapan Maza Nishimura agar ia mau memaafkan nya.
Tap
Tap
Suara langkah kaki sepatu terdengar dari arah luar yang ternyata adalah tiga orang kempetei.
Mereka tanpa ampun langsung menyeret Narsih yang terus memohon pada Maza, jika mulutnya itu tak tajam dengan mengatai bangsa Nippon maka hal itu tak akan pernah terjadi.
Para kempetei yang dari tadi sudah mengamati keributan yang terjadi di rumah Sarwono langsung saja masuk setelah petinggi pasukan Nippon itu mengucapkan kata hukuman pada wanita pribumi itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!