NovelToon NovelToon

Salahku? Atau Takdir?

Bab.1

Mila gadis cantik yang dinikahi Malik beberapa tahun lalu harus menggantikan posisi Malik sebagai tulang punggung keluarga, ujian pernikahan memang berbeda-beda. Begitu pula dengan ujian Mila, pagi ini seperti biasa Mila menyiapkan sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat kerja. Mila sempat mengecup kening Hanan anaknya yang beberapa hari ini sering merajuk, meminta Mila untuk berhenti bekerja.

Sibuk dengan pemikirannya, membuat Mila kesiangan. Mila buru-buru memasukkan bekal kedalam tas, sambil menghampiri Malik yang sudah menyiapkan motornya.

"Mas? Mila berangkat dulu ya. Nanti kalau mau makan sudah Mila siapkan dimeja makan. Jangan sampai telat makan ya mas, kamu harus jaga kesehatanmu. Ingat apa penyebab kamu di PHK! Itu karena kamu mengacuhkan kesehatanmu sendiri. Aku titip Hanan ya Mas, urus Hanan dengan baik ya. Bilangin maaf juga aku gak sempat pamit pada Hanan, soalnya udah keburu siang," jelas Mila sambil mencium punggung tangan suaminya dan menaiki motornya.

"Iya sayang...Aku pasti jaga kesehatan. Maaf ya karena Mas kamu harus menggantikan Mas mencari uang seperti ini. Nanti aku bakal urus Hanan sebaik mungkin, kamu gak usah khawatir. Nanti aku bilangin sama Hanan ya, kamu hati-hati dijalan gak usah ngebut." Malik memberikan kunci motornya dan mengenakan helm dikepala Mila.

"Yaudah Mas, aku percaya Mas gak akan kecewain aku. Kalau gitu aku berangkat dulu ya Mas," jawab Mila melajukan motornya.

Sementara Mila berangkat bekerja, Malik bergegas untuk membangunkan Hanan putra sulungnya. Agar segera mandi karena hari sudah siang, dan sebentar lagi Hanan harus berangkat sekolah. Ya saat ini kewajiban Malik adalah mengurus Hanan. Menggantikan posisi Mila sebagai ibu rumah tangga, tugas yang begitu berat untuk Malik.

"Hay bos kecil.. Bangun yuk hari ini Hanan kan harus berangkat sekolah." Malik mengguncangkan tubuh Hanan dengan sangat lembut.

"Kok Papi lagi yang bangunin Hanan? Mami udah berangkat kerja ya Pi? Sepertinya Mami udah gak sayang lagi sama Hanan ya Pi? Mami lebih memilih kerja dari pada mengantarkan Hanan ke sekolah," jawab Hanan sambil tertunduk lesu.

"Bos kecil Papi gak boleh bilang gitu, Mami kan kerja buat Hanan juga. Kalau Hanan minta sesuatu misal mainan, Mamikan jadi bisa beliin buat Hanan. Sementara ini Papi yang nganter Hanan buat pergi kesekolah ya? Kan sama saja, nanti kalau Papi udah dapet pekerjaan yang baru lagi pasti dianter lagi sama Mami kok. Yaudah kalau gitu anaknya Papi yang ganteng ini bangun setelah itu mandi ya?. Mami udah bikinin Hanan sarapan loh," jelas Malik agar putranya tidak salah paham dengan Maminya sambil merayu.

"Ah Hanan sayang banget sama Mami. Nanti kalau Mami udah pulang Hanan mau minta maaf ke Mami, karena Hanan sudah berburuk sangka pada Mami. Yuk Papi sekarang Hanan mau mandi, Hanan ingin segera makan masakan Mami,"

Hanan berhambur ke pelukan Malik, lantas Malik mengendong Hanan menuju kamar mandi agar Hanan segera Mandi. Entah mengapa hari ini Hanan terus saja berbicara tentang Mila. Seperti saat ini, mandipun Hanan terus menceritakan bagaimana ksehariannya dengan Mila. Bahkan Hanan tidak sabar untuk bertemu dengan Mila, Hanan seperti mengisyaratkan sesuatu.

Selesai mandi dan berganti pakaian Hanan memutuskan untuk sarapan. Ya sarapan yang sudah dibikinkan Mila tadi pagi sebelum berangkat kerja, nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi membuat Hanan sarapan dengan lahap.

"Sayang.. Hati-hati dong makannya! Nanti kamu tersedak loh," peringat Malik melihat Hanan makan dengan begitu.

"Hari ini Hanan bakalan belajar dengan giat supaya Mami bangga dengan Hanan Pi. Karena itu Hanan ingin buru-buru menghabiskan sarapan ini dan bergegas pergi kesekolah," jawab Hanan begitu antusias.

"Iya Papi tau tapi Hanan makannya hati-hati dong. Nanti kalau tersedak kan jadi sakit, Papi suapin saja ya?" tawar Malik yang diangguki oleh Hanan.

Disela sarapannya Hanan sangat antusias menceritakan Mila, ada keanehan didalam diri Malik saat Hanan menceritakan Mila begitu semangatnya. Entahlah Malik merasa akan terjadi sesuatu dengan Mila, firasat Malik sangat besar. Malik berharap tidak akan terjadi sesuatu.

Sementara itu ditempat lain, Mila masih fokus dengan perjalannya menuju tempat kerja sambil menatap jam yang melingkar ditangannya. Mila begitu cemas jika sampai telat menuju tempat bekerja, pasalnya baru kali ini Mila kesiangan. Biasanya Mila juga tidak kesiangan, Mila tidak bisa membayangkan bagaimana bosnya yang galak marah-marah melihat Mila yang telat.

Tapi bukankah ini juga baru pertama kali Mila telat? Apakah Bosnya beneran akan marah-marah? Gak akan ada keringanan gitu? Ah Mila sadar bahwa dirinya hanya menyandang setatus sebagai seorang karyawan saja. Sesalah apapun Mila pasti Bosnya tegas untuk memberikan Mila hukuman.

Sekilas Mila teringat dengan Hanan, anak itu pasti sedang merindukan dirinya. Beberapa hari belakangan ini Mila terlalu sibuk dengan pekerjaanya, yang membuat Mila harus pulang larut malam dan mendapati Hanan yang sudah tertidur. Ada rasa sedih saat Mila melihat Hanan tertidur dengan pulas, karena sebelum berangkat kerja Mila selalu menjajikan pulang kerja akan mengajak Hanan bermain. Mila hanya bisa menitikan air mata setiap kali ingat bahwa dirinya sudah membohongi putranya, dan hanya maaflah yang selalu Mila bisikkan pada Hanan.

Maafkan Mami ya sayang.. Mami selalu membihongi kamu. Mami selalu pulang malam hanya untuk membahagiakan kamu, bahkan mami kehilangan waktu bersama untuk selalu bermain denganmu. Maaf ya sayang bukannya Mami gak sayang lagi sama Hanan, ini semua Mami lakukan juga untuk kebaikan Hanan.

Itulah kata-kata yang selalu Mila bisikkan untuk anaknya saat tertidur. Pernah suatu hari Hanan tidak mau ditinggal kerja bahkan membuat malamnya menjadi sakit panas. Tapi mau tidak mau Mila harus tetap bekerja, Mila merasa bahwa dirinya tak pantas menjadi seorang ibu. Bahkan anaknya sedang sakit Mila memilih untuk bekerja dari pada mengurus anaknya.

Hiks..Hikss..

Mila menangis sesenggukan dijalan, pikiranya sangat kacau jika mengingat Hanan yang semakin jauh dari jangkauannya. Hatinya serasa sakit melihat Hanan yang selalu menyalahkan dirinya karena bekerja.

Dasar Bodoh!

Maki Mila pada dirinya sendiri bahkan untuk menyalahkan suaminya yang kini menganggur dirumahpun rasanya tidak bisa. Ini semua bukan kesalahan sang suami, ini sudah diatur sedemikian rupa. Setiap rumah tangga memiliki ujian masing-masing. Mungkin ujian Mila adalah keuangan yang sedikit seret. Sampai dilampu merah tiba-tiba...

Brak!

Sebuah kecelakaan tidak bisa dihindarkan. Semua orang yang ada disana berkumpul untuk menolong korban, ada yang menonton saja karena takut. Ada juga yang mengambil foto sekedar menyebarkan berita, bahwa sedang terjadi sebuah kecelakaan. Ada juga yang mengecek kondisi korban, bahkan ada yang memanggil ambulance untuk meminta pertolongan.

Tyar!

Hanan!

Teriak Malik melihat putranya berdarah akibat serpihan gelas yang terjatuh.

"Kamu tidak apa-apa sayang?" tanya Malik sambil mengobati tangan Hanan.

"Mami Pi! Hanan ingin bertemu Mami!"

Hiks! Hiks!

Hanan menangis memanggil Maminya, hati Malik sakit melihat Hanan seperti ini. Malik tidak bisa melakukan apapun selain memeluk amaknya. Malik merasa ada sesuatu yang mengganjal perasaanya.

Bab.2

Wiu..Wiu..Wiu

Sirene mobil ambulance membubarkan gerombolan orang yang begitu antusias melihat kecelakaan yang sedang berlangsung.

Drt...Drt...

Ponsel milik Malik berbunyi, namun sang pemilik belum juga mengangkatnya. Karena saat ini Malik masih sibuk mengobati luka pada Hanan.

"Pi?" Hanan mulai membuka suara.

"Iya ada apa sayang?" tanya balik Malik tanpa mengindahkan pandangannya.

"Ponsel Papi dari tadi bunyi, luka Hanan sudah tidak apa-apa kok Pi. Kalau Papi mau angkat terlebih dahulu silahkan," jelas Hanan menyerahkan ponsel kepada Malik.

"Baiklah Papi angkat dulu panggilannya ya sayang, habis ini kita berangkat ke sekolah," jawab Malik sambil tersenyum dan menerima ponsel yang diambilkan Hanan.

"Halo?"

"............."

Tut!

Tanpa basa-basi Malik mematikan panggilannya, lantas mengendong Hanan dan menyambar kunci mobil. Bahkan Malik melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"Pi! Hanan takut!" teriak Hanan sambil memegangi lengan Malik.

"Maaf ya sayang... Papi melajukan mobilnya sedikit cepat dari biasanya. Papi sedang ada masalah jadi harus buru-buru sampai tempat tujuan. Hanan pegangan yang kuat ya, percayakan saja sama Papi kalau kita akan baik-baik saja," perintah Malik yang membuat Hanan mengangguk.

Hananpun menuruti perintah Malik untuk pegangan yang kuat, mesikpun terlihat dengan jelas wajah Hanan begitu takut. Sampailah kini Malik dan Hanan dilokasi kejadian.

Mami!

Teriak Hanan penuh histeris melihat Mila yang bersimpah darah. Anak laki-laki itu harus menyaksikan Mila terkulai lemah dijalan, dengan darah yang terus mengalir. Kejadian itu mengakibatkan Hanan menangis, Hanan tak kuasa menyakiskan pemandangan di depan matanya.

"Apa yang terjad Pi?" tanya Hanan disela isak tangisnya.

"Mami kecelakaan sayang.. Hanan pasti sedih ya, tapi Papi akan usahain tidak akan terjadi apa-apa dengan Mami," jelas Malik memeluk putranya sambil menghampiri tibuh Mila.

"Mii! Ini Hanan Mi! Kenapa Mami diam saja? Mami gak denger Hanan ngomong ya? Hiks! Hiks! Mami!" Hanan terus saja menangis memanggil Mila, dipeluknya tubuh Mila sangat erat.

"Sayang dengarkan Papi, Hanan gak boleh nangis kayak gini. Mami bukanya gak denger Hanan ngomong saat ini Mami sedang tidak sadarkan diri Nak. Mami hanya pingsan saja, Hanan percayakan kalau Mami akan baik-baik saja?" Malik meraih tubuh Hanan, dipeluknya tubuh Hanan dalam dekapan Malik.

"Apakah Allah akan mengambil Mami Pi? Ah tidak! Hanan belum siap kehilangan Mami, bagaimana nanti Hanan harus jawab pertanyaan teman-teman? Jika mereka menanyakan dimana Mami?, Hanan gak akan kehilangan Mami kan Pi?" Pertanyaan polos dari Hanan membuat Malik terdiam.

"Semoga saja tidak ya Nak! Kita akan usahakan agar Mami sembuh dan Hanan tidak akan kehilangan Mami." Malik mengusap lembut wajah Hanan, menjawab pertanyaan Hanan semampunya. Meskipun Malik juga punya pertanyaan yang sama.

"Apakah benar bahwa Ibu ini istri Bapak? Kalau benar begitu sekarang juga kita bawa kerumah sakit. Bapak bawa mobil atau bagaimana?" tanya salah satu petugas rumah sakit yang membawa ambulance.

"Iya Pak, silahkan segera mungkin bawa istri saya kerumah sakit. Dan bawa juga korban yang lainnya, saya akan ikutin dari belakang," jelas Malik yang diangguki oleh petugas ambulance tersebut.

Mila segera dibawa kerumah sakit, Hanan yang ada didalam mobil masih saja menangis dan memanggil Mila. Sesak rasanya hati Malik, melihat sang putra yang terlihat menyedihkan.

"Hanan sayang Mami! Jangan pergi tinggalkan Hanan ya Mi! Maafin Hanan kalau Hanan udah bandel dan bikin Mami selalu marah-marah. Hanan janji gak akan bandel lagi dan nurut sama Mami, yang penting Mami tidak akan meninggalkan Hanan," celetuk Hanan sambil memandangi ambulance didepannya.

"Hanan? Anak Papi yang hebat, Mami pasti akan baik-baik saja. Hanan doain saja supaya Mami segera pulih dan tidak terjadi apa-apa ya. Hanan mau kan doain Mami? Katanya doa anak untuk ibunya itu terkabulkan loh sayang," hibur Malik yang membuat Hanan berhenti menangis.

"Serius Papi? Kalau gitu Hanan bakal berhenti nangis dan berdoa buat Mami. Tapi Hanan gak tau harus berdoa buat Mami yang seperti apa Pi. Papi mau bantu Hanan?" Hanan terlihat begitu antusias, sorot matanya penuh harap.

"Serius sayang, boleh kita mulai ya berdoanya semakin banyak yang berdoa. Mami pasti akan baik-baik saja," jawab Malik.

Lantas Malik membibing Hanan untuk berdoa, sepanjang perjalanan Malik dan Hanan terus saja berdoa. Sebenarnya Malik merasa hancur melihat Mila yang tidak berdaya seperti itu.

Hanan dan Malik berlari menghampiri Mila yang terbaring diatas kasur pasien.

"Pi kalau Mami tidak bisa selamat, apakah Mami akan masuk surga?" tanya Hanan dengan sepontan.

"Mami pasti selamat sayang tadi kan kita udah baca doa," jelas Malik sambil memeluk Hanan.

Mila dibawa masuk kedalam sebuah ruangan, lebih tepatnya IGD. Hanan dan Malik terus menunggu dengan perasaan ketar ketir.

"Keluarga Pasien?" tanya Dokter yang dihampiri Hanan dan Malik.

"Ya saya suaminya Dok, bagaimana kondisi istri saya Dok?" Malik menghampiri sang dokter dengan badan yang gemetar.

"Istri Bapak masih dalam keadaan tidak sadarkan diri tapi syukurlah operasinya berjalan lancar. Nanti Istri Bapak pasti akan shock melihat keadaannya sekarang tapi mau tidak mau kaki Istri Bapak harus kita amputasi. Semoga Bapak dan Istrinya bisa menghadapi dengan tabah dan lapang dada ya," jelas Dokter tersebut panjang lebar, membuat Malik bernafas lega.

"Jadi Istri saya kehilangan satu kakinya Dok?" tanya Malik memastikan pendengarannya tak salah.

"Mungkin ini berat untuk Bapak tapi kenyataannya iya," setelah menjelaskan Dokter tersebut berlalu pergi.

Mila!

Teriak Malik yang terisak mendengar kenyataan pahit ini, bagaimana Malik akan menjelaskan kepada Mila?.

"Jangan menangis ya Papi nanti Mami ikut sedih kalau Papi nangis. Kita pasti bisa lewatin semua ini, kasihan Mami ya Pi." Hanan menghapus air mata Malik, dengan tangan mungilnya.

"Papi berusaha untuk tidak menangis demi Mami dan Hanan. Nanti kita jelaskan pela-pelan sama Mami ya sayang ,semoga Mami mau terima kenyataan ini," jelas Malik mencium kening Hanan penuh sayang.

"Yang terpenting Mami selamat Pi, Hanan masih bisa melihat Mami. Yuk kita lihat Mami didalam Pi," usul Hanan yang diangguki Malik.

Hanan dan Malik menatap Mila dengan penuh kesedihan. Hancur rasanya melihat sang istri yang begitu lemah di atas sana. Bahkan Mila harus kehilangan satu kakinya.

Hanan!

Teriak Mila yang baru saja sadar dari obat biusnya. Mila begitu antusias melihat Malik dan Hanan yang kini ada didepannya.

"Mami! Mami udah bangun? Mami laper? Mami mau Hanan suapin?" tanya Hanan begitu antusias.

"Mami udah bangun sayang, ah Mami tidak lapar! Mami kangen banget sama Hanan. Sini peluk Mami," jawab Mila sambil merentangkan tangannya menyambut tubuh Hanan.

Hanan berhampur kepelukan Mila, pemandangan yang begitu hangat.

"Mas kamu kenapa masih disitu sini!" teriak Mila menyuruh Malik untuk mendekat.

"Ah Mas bersyukur akhirnya kamu selamat. Mas sampai tidak tau jika kamu sampai tidak selamat, mau jadi apa Mas nanti." Malik mendekat dan mencium kening Mila dengan mesra.

"Memangnya aku kenapa Mas?" tanya Mila yang mulai mengamati sekeliling.

Mila tersadar bahwa dirinya kini berada dirumah sakit. Tapi Mila tidak tau apa penyebab Mila sampai berada dirumah sakit.

Kakiku!

Teriak Mila mulai menyadari keanehan pada dirinya, Mila membuka selimut yang tadi menutupi tubuhnya.

Mas? Kakiku!

Mila terlihat mulai frustasi mengamati kakinya yang hanya tinggal sebelah, Mila mulai menangis.

"Tenang ya sayang!" jawab Malik sambil memeluk Mila.

Tidak!

Kakiku Mas!

Mila kini mulai mengamuk sambil teriak, Malik mengambil Hanan dari pangkuan Mila. Dokter pun memasuki ruangan tersebut.

KAKIKU!

SUNTIKAN OBAT PENENANG!

Teriak Dokter menyuruh Suster untuk menyuntikkan obat penenang. Akhirnya Mila yang tadi marah-marah kini terkulai lemah dan memejamkan matanya.

Hiks! Hiks!

Hanan menangis sejadi-jadinya. Hanan melihat Mila yang begitu Hanan sayangi mengamuk.

"Sudah sayang..Mami sudah tenang dan sekarang Mami sudah tidur. Hanan jangan nangis lagi ya." Malik mengusap lembut punggung Hanan.

"Maaa-mii Pi! Hanan gak sangup melihat Mami seperti ini! Mami pasti terluka dengan kenyataan ini Pi! Hanan gak mau melihat Mami seperti tadi Pi!" teriak Hanan tanpa bisa dikendalikan.

Dokter menyuruh Malik untuk menenangkan Hanan, saat ini Hanan pasti khawatir dengan kondisi Maminya.

KAKIKU!

Didalam ruangan terdengar bahwa Mila teriak histeris, mungkin Mila tersadar lagi. Hati Malik benar-benar hancur, kali ini Malik tidak tau harus berbuat apa.

Mami!

Bab.3

Hanan berhambur masuk kedalam ruangan yang kini ada Mila disana. Mila memandang Hanan dengan seksama setelah itu Mila menangis sejadi-jadinya.

Malik yang melihat reaksi Mila seperti itu lantas mengendong Hanan, entah apa yang saat ini ada dipikiran Mila.

Pergi!

Pergi Kalian!

Teriak Mila yang membuat Hanan menangis, Mila terus mengusir Hanan dan Malik agar segera pergi dari hadapannya.

Mami!

Teriak Hanan memberontak dari gendongan Malik, Hanan ingin memeluk Maminya yang saat ini terluka. Malik berusaha agar Hanan tidak lepas dari gendongannya dan memilih pergi meninggalkan Mila yang masih berteriak histeris.

"Mami udah gak sayang lagi sama Hanan Pi! Mami mengusir Hanan! Padahal Hanan hanya ingin memeluk Mami!" teriak Hanan sambil terisak.

"Mami bukanya tidak sayang sama Hanan, saat ini perasaan Mami sedang kacau sayang. Mami hanya perlu sendiri dan menenangkan dirinya. Nanti kalau Mami sudah mendingan, Mami pasti akan main sama Hanan. Mami akan peluk Hanan dan tidak akan melepaskannya." Malik mencoba untuk memberikan Hanan pengertian.

"Kenapa harus Mami yang seperti ini Pi? Kenapa harus Mami yang kehilangan kakinya? Kenapa harus Mami yang merasakan sakit seperti itu Pi?" Hanan masih saja menangis.

"Karena Allah percaya Mami adalah wanita yang kuat dan hebat. Allah percaya bahwa Mami bisa melewati ini semua sayang, karena Allah menyayangi Mami lebih dari rasa sayang kita pada Mami," jelas Malik sambil mengusap kepala Hanan.

"Jika Allah memang sayang sama Mami harusnya Allah tidak memberikan Mami ujian seberat ini Pi! Bahkan Mami jadi tidak mau sama Hanan! Allah jahat Pi!" teriak Hanan semakin terisak.

"Hanan sayanggg.. Kamu gak boleh bicara seperti itu. Justru karena Allah sayang sama Mami makanya Allah kasih Mami cobaan seberat ini. Hanan gak boleh salahkan Allah ini semua sudah takdir dari Allah. Yang penting Hanan berdoa aja ya supaya Mami cepat pulih." Malik menatap lekat kearah Hanan.

"Hanan rindu sama Mami Pi! Hanan ingin dipeluk Mami! Hanan ingin main sama Mami. Hanan mau diantar sekolah sama Mami Pi!" Hanan semakin terisak.

Malik memeluk Hanan, Malik mulai menyalahkan dirinya sendiri. Andai dulu Malik tidak di PHK pasti Mila tidak akan bekerja, Hanan juga tidak akan merasa jika Maminya menjauhi dirinya. Ada saat itu Malik bisa menjaga kondisi tubuhnya pasti saat ini Mila tidak akan kehilangan kakinya.

Dasar Bodoh!

Maki Malik pada dirinya sendiri, Malik meneteskan air mata tanpa bisa dibendung lagi. Mila orang yang paling Malik sayangi kini menjadi orang lain untuk dirinya dan Hanan.

"Papi kenapa menangis? Lihatt!! Hanan sudah tidak menangis lagi. Papi jangan menangis ya! Hanan janji gak akan menangis lagi, maaf udah bikin Papi menangis." Hanan mengusap air mata Malik dengan tangan mungilnya.

"Iya sayang, untuk sementara ini kita pulang dulu saja ya. Biarkan Mami istirahat dulu besok kita kesini lagi," jelas Malik ingin supaya Hanan istirahat.

"Tidak mau Pi! Hanan mau disini jagain Mami, kita bisa tidur didekat Mami Pi," teriak Hanan sambil menahan tangis.

"Baiklah kalau gitu kita makan dulu yuk, sekalian kita belikan buat Mami. Yukk kita berangkat." Malik mengendong Hanan dengan semangatnya.

"Ayok Papi dari tadi cacing diperut Hanan juga udah pada demo. Hanan hari ini mau makan nasi goreng ya Papi," jelas Hanan yang membuat Malik tersenyum.

"Oke jagoan Papi! Siap Laksanakan!" teriak Malik sambil mengacungkan 2 jempolnya.

Malik dan Hanan memutuskan untuk makan disebuah rumah makan dekat dengan rumah sakit, Hanan begitu antusias makan nasi goreng yang tadi sudah dipesan.

"Enak sayang?" tanya Malik melihat Hanan begitu lahap makan nasi gorengnya.

"Enakan buatan Mami sih Pi tapi karena Hanan lapar jadi Hanan makan dengan lahap deh. Hanan juga buru-buru ingin segera menghabiskan makanan ini," jelas Hanan yang didalam mulutnya ada nasi goreng.

"Loh kenapa buru-buru sayang? Kalau Hanan mau tambah kita pesan dulu lagi ya? Gak usah buru-buru makannya nanti tersedak loh," jelas Malik yang diacuhkan oleh Hanan.

"Hanan ingin segera kembali menemani Mami Pi, kasihan Mami kalau kita tinggal sendirian. Mami pasti kesepian disana Pi," jelas Hanan yang membuat Malik menatab Iba.

"Baiklah setelah ini kita mampir ketoko buah dulu ya beliin Mami buah manggis. Mami kan paling suka sama buah itu." Malik melirik kearah Hanan yang dijawab dengan senyuman.

Malik dan Hanan menyelesaikan makanan tanpa sisa. Kini mereka beranjak pergi menghampiri toko buah yang ada didepan rumah makan. Hanan dan Malik asik memilih buah kesukaan Mila, Hanan juga memilih buah kesukaanya sendiri.

Selesai membelikan buah kesukaan Mila, Hanan dan Malik memutuskan untuk masuk kedalam ruangan Mila. Malik membuka pintu dengan sangat pelan agar tidak menimbulkan suara yang membuat Mila terusik.

Hanan meminta Malik untuk menurunkan dari gendongan sang Papi. Hanan mendekati Mila yang kini terbaring dikasur dengan mata tertutup. Hanan mendaratkan ciuman tepat dikening Mila.

"Lekas sembuh ya Mami. Hanan rindu ingin bermain dengan Mami, Hanan sayang banget sama Mami," bisik Hanan kini memeluk Mila.

"Hanan?," panggil Mila mengusap lembut puncak kepala Hanan yang kini ada dipelukannya.

"Mami sudah bangun? Hanan udah bikin Mami bangun ya? Maaf ya Mami, Hanan gangu istirahat Mami," jelas Hanan menatap kearah Mila.

Mila tersenyum "Tidak sayang, Hanan dari mana saja? Mami tadi cariin Hanan disini gak ada, Mami kange banget sama Hanan."

"Hanan habis beliin buah kesukaan Mami, Mami mau makan buah sekarang?" tanya Hanan antusias.

"Boleh mana buahnya? Hanan habis jalan-jalan ya sama Papi? Ngomong-ngomong Papi kemana sayang?" tanya Mila yang tidak melihat keberadaan Malik.

"Tadi ada kok disini, sebentar biar Hanan cariin ya Mi. Mungkin Papi tidak tau kalau Mami sudah bangun, Hanan pergi dulu sebentar ya Mi," pamit Hanan yang diangguki oleh Mila.

Hananpun pergi mencari Papinya yang tidak ada didalam ruangan. Sampai akhirnya Hanan menemukan Papinya dipusat resepsionis.

"Papi!" teriak Hanan menghampiri Malik.

"Hanan! Kamu ngapain kesini heh?" tanya Malik sambil mengendong Hanan.

"Mami Pi!" Jawab Hanan sedikit ngos-ngosan.

Malikpun berlari setelah mendengar Hanan berbicara tentang Mila. Malik takut jika terjadi sesuatu pada Mila.

Mila!

Mas Malik!

Teriak Mila bergantian, Malik menurunkan Hanan lantas berhambur kearah Mila dan memeluknya.Malik bersyukur bahwa kali ini Mila tidak depresi lagi.

"Maafkan Mas ya sayang, gara-gara Mas kamu harus kehilangan kakimu. Mas janji akan jagain kamu dan gak akan pernah ninggalin kamu. Andai saja Mas tidak di PHK kamu tidak akan mengalami hal seperti ini, maafkan Mas ya sayang," jawab Malik sambil terisak.

"Mila memang awalnya tidak bisa menerima kenyataan ini Mas, Mila menyalahkan semua ini kenapa harus Mila yang mengalami ini?? Tapi Mila berfikir kembali tidak ada yang perlu disesali semua memang sudah terjadi. Justru Mila yang minta maaf karena Mila akan merepotkan Mas dengan mengurus Mila," jelas Mila yang ikut terisak.

"Kamu sama sekali tidak merepotkan sayang, kita akan hadapi ino bersama-sama. Kita akan lalui semua ini bersama-sama ingat kamu masih punya aku dan Hanan sayang," jelas Malik yang kini menatap kearah Mila.

"Iya Mas, Mila akan mencoba untuk bangkit yang terpenting ada kamu dan Hanan disisi Mila," jawab Mila sambil tersenyum.

"Hanan sini sayang," suruh Malik yang diangguki oleh Hanan.

"Mi? Hanan bersyukur Mami sudah sadarkan diri, Hanan sempat kesal karena Mami mengusir Hanan. Hanan fikir Mami udah gak sayang lagi sama Hanan," jelas Hanan kini memeluk Mila.

"Ah benarkah? Mami tadi sempat mengusir Hanan?" tanya Mila penuh kebingungan.

"Iya sayang, kamu tadi sempat depresi akibat kecelakaan yang mengakibatkan kakimu harus diamputasi.Kamu belum bisa menerima kenyataan makanya kamu tadi depresi," jelas Malik yang membuat Mila bersedih.

"Maafin Mami ya sayang, Mami itu tetap sayang kok sama Hanan. Jangan berfikir yang macam-macam ya,"

Hanan mengangguk dan kini mereka saling berpelukan. Saling menguatkan satu sama lain.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!