"Terima kasih atas permainan mu malam ini Ra. Aku sudah mentransfer seperti biasa ke rekeningmu baru saja." Ucap Andreas sambil mengenakan setelan jas berwarna navy yang terlihat begitu pantas melekat ditubuhnya.
Andreas Alexandro, atau lebih akrab disapa dengan panggilan Andreas, pria bertubuh tinggi tegap atletis, memiliki paras tampan mempesona dengan manik mata berwarna biru itu membuat wanita manapun tidak akan sanggup menahan pesona luar biasa, apalagi pahatan indah ciptaan Tuhan yang hampir mendekati kata sempurna itu.
Kini di usianya yang memasuki angka 35 tahun, ia sama sekali belum memiliki niatan untuk menjalin hubungan asmara dengan seorang wanita manapun.
Padahal diluar sana, Andreas adalah sosok pria dengan sejuta pesona bagi para kaum hawa, apalagi banyak sekali wanita yang berusaha mendekatinya, namun sama saja, ia seolah tetap tidak tergiur untuk segera menikah atau bahkan menjalin hubungan asmara dengan mereka.
Hal itu tentu saja bukan tanpa alasan, sebab ia memiliki sebuah trauma terhadap sebuah kisah percintaan, lebih tepatnya dengan hubungan asmara.
Karena beberapa tahun lalu, hubungan asmaranya harus kandas ditengah jalan. Hal itu karena wanita yang saat itu menjalin hubungan dengannya yang bernama Kenzi Sevanya-- wanita yang sudah menjalin hubungan asmara dengannya kurang lebih 4 tahun memilih untuk hidup bersama pria lain, bahkan yang lebih menyakitkan lagi, Kenzie memilih untuk bersama dengan Reggy, yang tidak lain ada teman dekatnya sendiri.
Kejadian itu begitu membekas di hati Andreas, bahkan hingga saat ini. Selama beberapa tahun setelah kandasnya hubungannya dengan Kenzie, ia memilih untuk membatasi dirinya pada wanita, apalagi soal hati.
Kini ia memilih untuk teguh pada pendiriannya, yaitu untuk tidak menjalin hubungan asmara sama seperti apa yang pernah ia lakukan dulu dengan seorang wanita, namun itu artinya bukan berarti dia tidak suka dan tergoda dengan wanita.
Sebenarnya dirinya juga bukan menolak wanita yang mendekatinya, namun ia kini terlalu selektif dan sangat berhati-hati pada wanita. Apalagi soal kegemarannya beberapa tahun terakhir yang lebih suka menjalin hubungan sebatas teman ranjang pada para wanita.
Ya, Andreas menerima beberapa wanita hanya untuk menemaninya tidur dan melampiaskan segala hasratnya saja.
Itu pun ia juga tidak sembarangan, ia selalu selektif dalam memilih dan tidak semua wanita ia kencani begitu saja. Semuanya harus memenuhi kriteria sesuai dengan apa yang dia inginkan.
"Terima kasih honey, lain kali aku ingin yang lebih gila dari apa yang kita lakukan tadi. Oh iya, aku mendapat undangan pernikahan dari temanku besok malam, mau kah kamu menemaniku sayang?" Ucap Laura.
Wanita itu kini mulai bergelayut manja di tubuh Andreas yang sedang berdiri di depan cermin besar.
Andreas hanya terdiam, pria itu memang tidak banyak bicara apalagi bersikap romantis, itu sama sekali bukan dirinya.
Sikapnya begitu dingin kepada siapapun, kecuali pada Kenzie, namun tentu saja itu dulu.
Bukannya menanggapi ucapan sekaligus ajakan Laura, Andreas malah memilih untuk menyingkir dari sisi Laura dan meraih sebuah ponsel serta jam tangan miliknya dan hendak melangkah keluar dari salah satu apartemen mewah miliknya itu.
"Andreas! Please! Hanya kali ini saja, aku tahu jika kamu memang orang yang kaku, tapi ayolah apa salahnya menemaniku sebentar saja ke acara itu. Hanya sebentar! " Imbuh Laura sambil mendengus kesal.
Sumpah demi apapun, Laura tidak mengerti dengan sikap Andreas yang masih saja dingin padanya, padahal mereka menjalin hubungan layaknya simbiosis mutualisme, dalam kata lain saling menguntungkan, dan itu berlangsung sudah hampir setengah tahun.
Awalnya Laura memang hanya ingin mencari keuntungan soal materil pada Andreas saat menemaninya di atas ranjang.
Namun seiring berjalannya waktu tentu saja Laura sebagai wanita normal yang pada hakikatnya selalu haus akan kasih sayang dan perhatian lawan jenisnya itu pun kini telah merubah pandangannya.
Hatinya mulai merasakan sebuah getaran yang berbeda sejak dua bulan terakhir, ia merasa jika ia mulai jatuh cinta pada sosok Andreas yang selalu dipuja-puja kaum hawa diluar sana itu.
Namun sayangnya apa yang ia rasakan saat ini sepertinya tidak dirasakan oleh Andreas. Bagi pria itu, hubungannya dengan para wanita, apalagi Laura hanyalah sebatas partner ranjang tidak lebih, dan demi apapun ia juga tidak menginginkan lebih dari itu.
"Kau tahu bagaimana aku kan, hm?" Sahut Andreas yang tiba-tiba saja menghentikan langkahnya.
Pria itu sama sekali tidak menoleh atau pun melirik ke wajah Laura yang masih berdiri di tempatnya semula.
"Tapi sekali ini saja, ayolah! Apa kamu tidak bisa menghargai bagaimana perjuangan ku untuk menemani mu setiap kau membutuhkan ku!" Sahut Laura.
"Bahkan aku selalu menjadi tempat mu pulang saat kamu sedang dalam banyak masalah! Kamu tidak ingat itu! Apa kamu sama sekali lupa jika akulah tempat mu untuk melampiaskan segala keluh kesahmu, kamu sama sekali tidak menghargai itu? Lalu bagaimana dengan pengorbanan ku selama ini, kamu pikir apa, hah!" Imbuhnya.
Laura yang mulai tersulut emosi pun akhirnya mengutarakan semua apa yang ada di dalam pikirannya saat ini, hanya saja ia belum berani untuk mengungkapkan perasaan yang ia rasakan sejujurnya pada Andreas.
Ia takut jika ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan soal perasaannya itu, dan ia juga khawatir jika nantinya hal itu malah akan membuat Andreas meninggalkannya.
Sungguh, demi apapun Laura tidak ingin pria itu meninggalkannya. Ia bahkan ingin sekali memiliki pria itu seutuhnya sebagai pasangan hidupnya bukan hanya sebagai partner ranjang saja.
Sepertinya perasaanya yang mulai tumbuh itu membuat logikanya kini mati, bahkan beberapa kali ia berpikir jika nyawa yang harus menjadi taruhannya pun ia tidak peduli, karena semuanya demi mendapatkan pria tambatan hatinya itu.
"Apa kamu benar-benar sedang mengigau, hm! Kamu pikir selama ini aku tidak memberikan mu apapun? Lalu kamu pikir mobil, apartemen, bahkan semua barang mewah yang kamu pakai itu dari siapa jika bukan aku!" Sentak Andreas yang kini sudah berbalik badan sambil melangkah mendekat ke arah Laura.
Bahkan kini Andreas mulai semakin mendekat ke arah wajah Laura hingga jarak keduanya semakin terkikis dan tipis.
"Ada lagi, lalu bagaimana dengan semua perawatan wajah dan tubuhmu ! Siapa yang membiayainya jika bukan aku? Apakah aku sama sekali tidak menghargai pengorbananmu, hm! Kamu lupa dengan tujuanmu? Tujuan mu hanya materil sejak awal dan kita sudah menyepakati hal itu!" Imbuh pria itu dengan intonasi yang semakin meninggi.
Laura hanya terdiam sambil meneguk salivanya yang hampir tercekat di tenggorokan dengan susah payah, ucapan Andreas benar-benar membuat dirinya tidak bisa berkutik lagi kali ini.
Kini amarah Andreas seakan semakin tersulut, apalagi ia mulai menyadari bahwa sepertinya sikap Laura semakin berubah padanya dan ia juga menyadari bahwa sepertinya wanita itu mulai menaruh hati padanya.
"Ingat! Aku tidak ingin ada hati diantara kita, atau kita akhiri saja semua ini! Aku bahkan bisa mendapatkan wanita yang lebih darimu!"
Sekali lagi Andreas membentak Laura, bahkan kini diiringi dengan sebuah cengkeraman tangan tepat di rahang wanita itu seakan sedang berusaha mengancamnya.
Lagi-lagi Laura hanya memilih untuk diam, ia tidak berani membantah atau membalas ucapan Andreas lagi.
Merasa puas dengan ancamannya, pria itu lantas melepas cengkeraman tangannya dan kemudian beranjak pergi dari tempat itu dengan amarah yang menggebu-gebu tanpa memperdulikan lagi Laura yang kini mengerang kesakitan sambil memegang rahangnya.
"Andreas!! Kau benar-benar tega sekali! Aku bersumpah akan membuatmu tergila-gila padaku, bahkan jika perlu akan ku buat kau bertekuk lutut di hadapanku, camkan itu!" Tutur Laura sambil menatap lekat ke arah pintu apartemen mewah itu yang masih terbuka lebar.
"Arght!"
Pyaarrr!
Pyaarrr!
*
*
*
"Boss, orang itu lagi-lagi tidak mau membayar pajak pada kita dengan berbagai alasan, padahal saya sudah menagihnya beberapa kali dan memberikan sedikit ancaman." Ucap Ricard, ia adalah salah satu bawahan Andreas yang merupakan orang yang paling dipercaya.
Brak!
"Sial! Kita datangi pecundaang itu sekarang! Dasar tidak tahu diuntung! Jika perlu kita habisi saja nanti, tidak ada belas kasihan untuk orang-orang seperti mereka ini!" Balas Andreas sambil beranjak dari tempat duduknya dengan penuh amarah.
Baru amarahnya pada Laura mulai mereda, kini malah ada lagi masalah baru yang membuat amarahnya kembali terpancing, dan bahkan kembali memuncak.
Tidak mau membuang-buang waktu lagi, Andreas segera beranjak pergi ke tempat yang dimaksud diiringi dengan Ricard yang selalu mengekor tepat di belakang bosnya itu.
Bagi Andreas, tidak ada belas kasihan pada orang lain, apalagi orang yang tidak mau membayar pajak dengannya.
Ya, Andreas merupakan salah satu orang yang disegani di kota itu, ia bisa dikatakan seorang mafia kejam yang menggeluti berbagai bisnis legal maupun ilegal.
Salah satu bisnisnya adalah membantu para petinggi-petinggi atau orang-orang dengan ekonomi menengah ke atas yang hendak menyelundupkan barang atau melindungi mereka saat melakukan transaksi ilegal, atau dengan kata lain ia juga menjual jasa perlindungan pada orang-orang itu, selain ia juga menjalankan berbagai bisnisnya.
Sebenarnya Andreas tidak sendirian menjalankan berbagai bisnis-bisnis itu, karena selama ini ia dibantu oleh Marco--adik kandungnya sendiri yang berusia 10 tahun lebih muda darinya.
Marco saat ini memang tidak sedang ada di sisi Andreas, melainkan sedang berada di Jepang untuk menyelesaikan sedikit masalah yang terjadi, dan tentu saja masih berkaitan dengan beberapa bisnis yang mereka jalankan.
Semua bisnis yang mereka jalankan selama ini juga merupakan warisan bisnis dari mendiang kedua orangtuanya yang sudah lama meninggal, akibat sebuah kecelakaan tragis yang disebabkan oleh rival bisnis mereka sendiri.
Gambaran kecelakaan tragis itu selalu terngiang di kepalanya dan menyisakan dendam yang mendalam hingga saat ini meskipun kejadian tersebut sudah terjadi 20 tahun silam.
Bahkan hingga sampai detik ini, Andreas dan juga Marco masih terus mencari siapa rival bisnis kedua orangtuanya. Karena sepeninggal orangtuanya, orang-orang kepercayaan keluarganya juga dibantai begitu saja oleh komplotan bersenjata yang mengakibatkan mereka semua tewas dengan cara tragis.
"Andreas! Kita harus bicara!" Teriak seorang wanita yang tiba-tiba saja datang dan kini berdiri tepat di depan mobil mewah berwarna merah yang sebenarnya juga merupakan miliknya.
Ya, siapa lagi jika bukan Laura, wanita yang selama beberapa bulan ini menjadi teman ranjangnya.
"Sial! Mau apa dia kemari!" Desis Andreas kesal.
Wanita berkaki jenjang dengan tubuh bak gitar spanyol itu pun melangkah mendekat ke arah Andreas, bahkan wanita itu tanpa rasa malu atau canggung sedikit pun dihadapan semua anak buah Andreas langsung memeluk tubuh pria itu dan bergelayut manja.
"Ra, lepas! Apa-apaan kamu ini, memalukan saja! Aku kan sudah bilang, aku tidak mau datang ke pesta itu, titik!" Tegas Andreas sambil berusaha menyingkirkan Laura dari tubuhnya.
Namun gadis itu seperti mempunyai tentakel yang seolah merekat ditubuhnya dan tidak bisa dilepaskan begitu saja.
"Kenapa harus malu, hm? Bukan kah kita selama ini memang..."
"Ra, cukup! Pergi dari sini atau aku akan bertindak kasar padamu!" Potong Andreas dengan tegas.
Sungguh, kali ini ia cukup muak dengan sikap wanita itu yang tidak memiliki rasa malu sedikitpun bahkan dihadapan banyak pria.
"Huh... Baiklah, kalau kamu memang tidak mau menemani ku ke pesta itu, nanti malam kamu harus menemaniku dan menginap di apartemen, titik! Atau aku akan terus menghantuimu!" Balas Laura sambil melepaskan rangkulannya dari tubuh Andreas.
Andreas nampak berdecih, sejujurnya ia mulai malas menanggapi Laura, apalagi sekarang permintaannya selalu aneh-aneh saja. Tapi apa boleh buat, dari pada wanita itu merusak wibawanya dihadapan semua anak buahnya lebih baik dengan terpaksa ia mengiyakan ucapannya.
Benar saja, wanita itu lantas pergi dengan kegirangan saat Andreas memilih untuk mengiyakan permintaannya yang aneh-aneh itu.
***
Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama karena harus membelah jalanan macet kota itu, kini Andreas dan Ricard telah sampai di sebuah rumah mewah besar, bahkan bisa disebut sebuah mansion milik keluarga Rony.
Brak!
"Dimana kau Rony!!" Suara berat Andreas terdengar menggema di mansion milik Rony.
"Keluar kau!" Teriaknya sekali lagi, bahkan ia tidak peduli dengan orang-orang bersenjata yang kini mulai mengepung keduanya di ruang tengah rumah tersebut.
"Keluar atau akan ku hancurkan rumah dan ku habisi semua keluargamu! Ini adalah peringatan terakhir untukmu, dasar manusia tidak tahu diuntung!"
Benar saja, gertakan Andreas lantas membuat Rony keluar dari sebuah ruangan dengan pakaian rumahan di dampingi oleh seorang wanita yang tidak lain adalah Karin--istrinya.
"Ma-maafkan saya Tuan Andreas, saya belum bisa membayar pajak itu pada Anda sekarang, Anda tahu sendiri beberapa hari yang lalu ada orang gila yang membakar salah satu gudang milik saya." Ucap Rony sambil setengah merunduk dihadapan Andreas.
Meskipun perawakan Rony sebenarnya lebih besar dari Andreas, namun pria itu tampak tidak berdaya dan bertekuk lutut pada seorang Andreas yang usiannya jauh lebih muda darinya.
"Sudah berapa kali kau menunggak pembayaran ini, hah! Bahkan sekarang kau juga tidak mau membayarnya! Memangnya kau pikir aku ini apa dasar sial!" Pekik Andreas.
Namun kini kedua netra Andreas nampak tertuju pada sebuah tato yang ada di lengan Rony. Gambar dari tato itu tampak sangat tidak asing baginya.
Sejenak pria bertubuh tegap berparas tampan itu mencoba mengingat dimana ia pernah melihat gambar tato tersebut.
Bingo!
Hanya dalam hitungan detik, Andreas akhirnya mulai teringat jika itu adalah gambar tato dari orang yang telah mencelakai mending kedua orangtuanya.
Dulu sekali, ia mendapat petunjuk itu dari Tuan Samuel, satu-satunya sahabat mendiang kedua orangtua Andreas.
Namun sayangnya ia tidak tahu betul siapa rival bisnis mereka, ia hanya teringat dengan gambar tato tersebut saat seorang pria dengan gelagat mencurigakan berada di tempat kejadian kecelakaan mendiang kedua orangtua Andreas, dan hanya petunjuk itulah yang bisa Tuan Samuel berikan pada Andreas untuk mencari siapa dalang dari kejadian mengenaskan itu.
Padahal sebenarnya Andreas sudah mengenal Rony sejak beberapa tahun terakhir, namun ia sama sekali belum pernah melihat gambar tato itu di tubuh Rony, dan detik ini untuk pertama kalinya ia melihat dengan kedua mata kepalanya sendiri bukti dari sebuah awal balas dendamnya.
Meski tidak ada petunjuk lain selain gambar tato itu, Andreas sangat yakin jika Rony adalah pelakunya, karena usia Rony yang memang sepertinya tidak berbeda jauh dari mendiang kedua orangtuanya.
Apalagi Rony juga memiliki beberapa usaha yang setelah ia mengingatkan kembali itu merupakan salah satu usaha rival bisnis mendiang kedua orangtuanya.
Andreas lantas tersenyum simpul ke arah Rony dan berniat untuk membalaskan dendamnya pada pria itu, namun bukan Andreas namanya jika ia tidak memiliki cara yang licik untuk melakukan balas dendam.
"Beri Saya waktu Tuan untuk membayarnya. Saya mohon." Pinta Rony sambil melangkah semakin mendekat ke arah Andreas.
Namun tiba-tiba saja beberapa anak buah Andreas, ah bukan beberapa lagi melainkan anak buah Andreas dengan jumlah yang cukup banyak tiba-tiba saja datang mengepung mansion Rony sambil menodongkan senjata mereka.
Andreas tersenyum sinis ke arah Rony sambil melangkah mendekat hingga mengikis jarak diantara keduanya.
"Kau lihat, bahkan jika kau tidak bisa membayarnya saat ini juga, akan ku pastikan kepalamu yang akan menjadi taruhannya, Tuan Pecundaang!" Ucap Andreas sambil terkekeh jahat.
"Pa, bayar saja sekarang dengan benda-benda berharga yang masih tersisa. Jangan sampai kita celaka." Ucap Karin yang mulai ketakutan dengan gertakan sekaligus ancaman Andreas dan anak buahnya.
"Ada apa ini? Siapa kalian!"
Belum sempat Rony menjawab ucapan istrinya, namun tiba-tiba seorang gadis cantik dengan perawakan tinggi dan pahatan tubuh yang begitu indah masuk, dan bahkan melangkah mendekat ke arah Andreas tanpa rasa takut.
"Zarin..." Ucap lirih Karin yang semakin ketakutan karena putrinya tiba-tiba saja pulang disaat yang tidak tepat.
Kini kedua mata Andreas nampak tertegun melihat ke arah Zarin, parasnya yang cantik dan penuh pesona seolah mampu mengalihkan perhatiannya begitu saja.
"Siapa kau!! Apa yang kalian lakukan pada orangtua ku!" Desis Zarin dengan kedua mata yang semakin membola melihat ke arah Andreas tanpa rasa takut.
Orangtua? Jadi dia adalah anaknya Rony? Hmm, baiklah sepertinya balas dendam akan segera dimulai.
"Zarin... Masuklah ke kamarmu!" Desis Rony yang mencoba memperingatkan putrinya.
Namun Zarin adalah sosok yang keras kepala dan tidak takut apapun, ia juga tidak bisa begitu saja meninggalkan kedua orangtuanya dalam bahaya, apalagi kini kakak laki-lakinya sedang tidak ada di rumah untuk melindungi kedua orangtuanya.
"Tidak Dad! Aku harus tetap disini melindungi kalian!" Ucap Zarin.
"Wah wah wah pahlawan sepertinya, melindungi ya? Baiklah Tuan Pecundang, aku akan memberikan mu pengampunan pajak tapi dengan satu syarat." Urai Andreas sambil melirik ke arah Kayla diiringi dengan senyum sinis.
"Sya-syarat? Syarat apa?"
*
*
*
Rony seolah paham dengan apa yang dipikirkan Andreas, karena memang dari tadi ia terus memperhatikan gerak-gerik Andreas apalagi sejak kedatangan putrinya--Zarin.
Lelaki paruh baya itu pun juga mengetahui jika Andreas sepertinya memiliki suatu ketertarikan dengan putrinya, entah bagaimana caranya berpikir namun Rony kini hanya tersenyum sinis tipis bahkan tidak ada yang bisa melihatnya.
Pikiran Rony yang memang sejak dulu terkenal licik dan mata duitan pun mulai muncul, ide gila itu bahkan mulai terngiang-ngiang di kepalanya.
"Kamu menginginkannya? Putriku." Cetus Rony secara tiba-tiba.
Hal itu seketika membuat Zarin dan juga Karin--ibunya terkejut bukan main.
Sama halnya dengan kedua wanita itu, Ricard yang kini berdiri tepat di belakang Andreas pun cukup dibuat tersentak mendengar ucapan Rony yang menurutnya kelewat berani.
Baru saja hampir melangkah maju seolah hendak memberi sebuah perhitungan pada Rony, karena menurutnya ucapannya begitu lancang pada sang tuan, tiba-tiba saja sikap tegas Ricard itu dicegah oleh Andreas.
"Sudah, apa yang dikatakan pecundaang ini memang benar. Aku menginginkan dia." Sahut Andreas sambil menunjuk ke arah Zarin.
"Apa! Tidak! Aku tidak akan mau, dan tidak akan pernah sudi denganmu!" Pekik Zarin sambil mengepalkan kedua tangannya.
Sama halnya dengan Zarin, Karin juga tidak rela jika anak perempuan satu-satunya itu harus diambil paksa dan entah akan dijadikan apa oleh seorang Andreas yang juga terkenal sebagai pria casanova, selain sebagai seorang mafia kejam dan bengis.
"Tidak! Jangan ambil putriku! Aku akan memberikanmu semuanya, termasuk rumah ini jika perlu. Tapi tidak dengan putriku!" Sahut Karin.
"Ambil saja putriku, dan aku berharap semua hutang pajakku pada mu telah lunas Tuan Andreas." Ucap Rony dengan lantang.
Deg!
Ucapan Rony--ayahnya, kini cukup membuat Zarin terkejut bukan main, bahkan ia merasa bak disambar petir disiang bolong.
"Dad, apa kau bersungguh-sungguh dengan ucapanmu? Daddy menjual ku pada pria brengs*k ini? Daddy menjadikan ku penebus hutang?! Daddy keterlaluan!" Desis Zarin.
Kini buliran cair itu meleleh begitu saja dari pelupuk mata gadis cantik itu, sumpah demi apapun ia tidak pernah menyangka jika sang ayah tega menjualnya dan menjadikan dirinya sebagai penebus hutang pada seorang pria yang ia sendiri tidak mengenalnya.
Bahkan di mata Zarin, Andreas terlihat bukanlah pria baik-baik, apalagi dilihat dari beberapa anggota tubuhnya yang terdapat beberapa tato, dan beberapa orang yang mengikutinya.
Zarin yakin jika Andreas sepertinya adalah seseorang yang cukup berbahaya.
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat tepat di wajah Rony. Sungguh, Karin tidak kuasa menahan amarahnya saat Rony dengan terang-terangan seolah menjual putrinya pada mafia kejam seperti Andreas.
"Karin! Berani sekali kamu kurang ajar padaku! Dasar sampah!!" Pekik Rony yang kini mulai tersulut amarah.
Plak!!
Tamparan yang tidak kalah keras pun juga akhirnya mendarat di wajah Karin, hingga membuat wanita yang sudah hampir memasuki usia 50 tahun itu jatuh tersungkur.
"Mommy..."
Dengan sigap, Zarin lantas berhambur pada sang ibu dan membantunya berdiri kembali sambil merangkulnya dengan penuh kasih sayang.
"Daddy benar-benar sudah kehilangan akal sehat! Daddy sungguh menyakitiku dan juga Mommy!" Desis Zarin sambil menatap tajam ke arah sang ayah.
"Ambil lah putriku, Tuan Andreas jika kau menginginkannya, dan aku berharap setelah itu semua hutang pajak ku padamu dianggap lunas." Ucap Rony sekali lagi yang berusaha menawarkan putrinya pada Andreas.
"Aku memang menginginkan anakmu, tapi ini tidak berarti semua hutang mu lunas begitu saja, kau masih harus membayar sisanya atau aku akan menghancurkan semua usaha dan membuatmu jatuh terpuruk, Tuan Pecundaang!" Andreas lantas tersenyum penuh arti ke arah Zarin yang masih berada di samping sang ibu--Karin.
Pria paruh baya itu hanya mengangguk patuh pada ucapan Andreas, kini bahkan ia seolah bisa bernafas lega akhirnya ia tidak terlalu terbebani dengan hutang pajaknya lagi, karena ia tinggal membayar separuhnya saja.
"Bawa gadis itu sekarang!" Titah Andreas pada Ricard dan anak buahnya yang lain.
Patuh, mereka pun akhirnya menarik dan membawa paksa Zarin untuk ikut dengan Andreas.
"Lepaskan! Tolong lepaskan aku! Aku tidak mau ikut dengan kalian!" Pinta Zarin.
Zarin terus meronta dan berusaha melepaskan cengkeraman dua orang pria yang kini secara paksa, bahkan dengan kasar membawa tubuhnya semakin menjauh dari keluarganya.
"Lepas!!"
Tangisnya pecah begitu saja sambil diiringi kalimat-kalimat permohonan pada sang ayah agar tidak melakukan hal gila ini.
Begitu juga dengan Karin, wanita itu juga terus berusaha mencoba menyelamatkan dan mengambil putrinya kembali, hingga tak berselang lama akhirnya usahanya itu ternyata sia-sia.
"Tolong jangan bawa anakku! Tolong jangan!" Pinta Karin sekali lagi, namun tetap saja, baik Andreas dan anak buahnya tidak menggubris wanita paruh baya itu.
Rony lantas menarik lengan istrinya dengan paksa dan mencegahnya agar tidak bertindak semakin bodoh.
"Karin! Sudah cukup, biarkan mereka membawa Zarin. Lagi pula dia akan baik-baik saja, bahkan aku yakin jika nanti Zarin menikah dengan Andreas kita akan mendapatkan harta yang berlimpah dari keturunan Zarin!" Ucap Rony tanpa rasa bersalah sedikit pun.
"Kamu benar-benar sudah gila! Dibutakan harta! Zarin anakmu sendiri, anak kandungmu! Dasar brengs*k!" Balas Karin dengan penuh amarah.
Plak!!
Sebuah tamparan keras lagi-lagi harus mendarat di wajah Karin untuk kedua kalinya.
"Dasar wanita tidak tahu diri! Aku gila harta karena memang semua harta ku sudah habis karena dulu aku harus memungutmu dari tempat sampah! Apa kau tidak sadar siapa kau ini sebenernya, Karin! Hanya wanita malam yang kebetulan membuatku tertarik dan mengandung Zarin waktu itu!" Ujar Rony.
"Lagi pula, aku juga tidak tahu yang sebenarnya apakah Zarin itu adalah anakku seutuhnya atau bukan! Bisa saja dia bukan darah dagingku!" Imbuh Rony yang kini kembali mengungkit masalalu kelam Karin.
Wanita itu hanya terdiam, tidak ada lagi bantahan sedikitpun pada ucapan suaminya yang terdengar menyakitkan itu, karena kenyataannya memang seperti itu.
***
Di sisi lain, kini Zarin berada di dalam mobil bersama dengan Andreas dan juga Ricard yang berada di belakang kemudi.
"Kenapa kau membawa ku! Dari pada kau memperk*sa ku atau menjualku, lebih baik kau bunuh saja aku!" Desis Zarin sambil berderai air mata.
Namun bukan jawaban yang didengar Zarin dari bibir Andreas, melainkan sebuah kekehan renyah dari pria itu yang cukup membuat kedua alisnya saling bertautan.
"Menjualmu? Atau memperk*sa mu? Sepertinya idemu bagus juga manis."
*Hah, a-apa! Ja-jadi kau benar-benar akan melakukannya padaku? Tidak, tidak! Bunuh saja aku!!"
*
*
*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!