Tubuhnya mengejang ketika menghirup sesuatu begitu dalam ke paru-paru. Beberapa detik kemudian ia terbaring tak sadarkan diri.
Seorang pria yang tingginya sekitar 185cm, mengenakan jas warna hitam yang elegan dan mengenakan googles mask mendekat pada tubuh yang terkulai lemah tak berdaya di lantai.
*Googles Mask
Pria itu mengguncang tubuh lemah itu dengan kakinya.
"Hei bangun!" ujar sang Pria berjas. Tapi tak ada jawaban dari tubuh yang melemas itu. Para pengawal berjas hitam pun mendekat untuk melindungi Tuannya yang sedang memandangi tubuh sang kelinci percobaan yang diam itu.
Tiba-tiba mata merah itu terbuka, wajahnya memerah, ia bangkit dengan amarahnya hingga ingin mencengkeram Pria berjas hitam di depannya.
Tapi para pengawal telah memasang rantai di tangan kaki pria si kelinci percobaan itu. Sebuah alat kejut listrik tiba-tiba mengenai tubuhnya hingga ia tak bisa melawan lagi.
Pria berjas hitam hanya tersenyum smirk di balik Googles masknya, ia keluar dari ruangan yang serba putih itu bersama para pengawalnya.
Setelah keluar ruangan yang serba putih, ia dan para pengawalnya melepaskan Googles mask itu dan menyerahkannya pada seseorang berjas putih.
Ia menuju ke sebuah ruangan bertuliskan "Perfumer Office" di ikuti dua pengawal yang masuk ruangan dan berjaga di depan pintu.
Pria itu duduk di sofa kulit berwarna coklat yang terlihat elegan, ia melipat kakinya dengan santai dan bersandar di sofa.
"Bagaimana? Apa kau puas dengan hasilnya?" tanya seseorang yang sudah berada di ruangan itu sedari tadi. Ia duduk di depan pria berjas hitam itu. Terlihat ia pun mengenakan jas biru Dongker dengan bunga yang terselip di sakunya.
"Untuk saat ini aku cukup puas, berapa lama efeknya akan bekerja seperti pria di sana?" Tanya si Pria berjas hitam.
"Setelah satu minggu kau memakai dan menghirup wanginya, efeknya perlahan mulai bekerja," tutur Pria dengan bunga di saku jasnya.
Pria berjas hitam itu tersenyum tipis, lalu berdiri dari duduknya.
"Jika efeknya bisa lebih cepat, itu lebih baik, Ji San!" ujar si Pria berjas hitam itu yang melangkah mendekati pintu keluar tanpa menoleh pada Ji San si pria yang terselip bunga di sakunya.
"Sabarlah Seo Nu, bukankah kita tak boleh gegabah?" Ji San masih duduk di sofanya dengan santai sambil melipat kakinya.
Seo Nu si pria berjas hitam berbalik badan menatap Ji San sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Aku percayakan padamu, tapi kita tak punya cukup waktu lagi." Seo Nu menatap partnernya yang genius itu dari depan pintu.
Ji San menoleh pada Seo Nu sambil tersenyum, "Kau hanya perlu diam dan melihat apa yang akan terjadi nanti, edarkan parfum itu besok!"
Seo Nu tersenyum puas mendengarnya, selangkah lagi tujuannya akan tercapai.
*Seo Nu
Seo Nu keluar ruangan Ji San, ia berjalan di ikuti kedua pengawal setianya. Seo Nu di giring menuju Mobil Rolls-Royce Boat Tail dengan harga US$28 juta atau berkisar Rp432 miliar. Mobil ini menggabungkan elemen kapal pesiar J-Class serta tampilan Boat Tail original 1932.
*Mobil Seo Nu
Ia duduk di kursi penumpang dengan segelas sampanye di kursinya seraya tersenyum penuh misteri, sang supir melajukan mobil menuju kediaman Seo Nu.
Sementara itu Ji San melanjutkan pekerjaannya memproduksi parfum, dan memeriksa hasil kerja para perfumer bawahannya.
*Ji San
Parfum telah siap hanya 50 botol pertama dalam sehari. Ji san kembali ke ruangannya dan menelpon Seo Nu.
Telepon berbunyi di ruang kerja Seo Nu di kediamannya, Seo Nu menjawabnya dari sana.
"Nu, parfumnya telah siap 50 botol, untuk masalah pemasaran aku serahkan padamu," ujar Ji San di seberang telepon.
"Cepat sekali, tidak salah aku memilihmu," ujar Seo Nu tersenyum samar.
"Kirimkan Parfum itu ke store baruku, aku akan mulai memasarkannya melalui artis KPop yang sedang di ganderungi para remaja polos itu," lanjut Seo Nu tersenyum smirk.
Telepon pun berakhir, dan beralih menelpon sekertaris pribadinya yang selalu standby di meja depan ruang kerjanya.
"Queena, tolong urus kontrak kerjasama dengan artis itu, parfumnya telah siap untuk di pasarkan."
"Baik Tuan," terdengar suara wanita menyahut dan menutup telepon setelah Tuannya selesai bicara di seberang sana. Sekertaris wanita itu segera sibuk menelpon manager sang artis untuk menandatangi kontrak yang telah ia siapkan.
"Baik Pak, besok pukul 10 pagi di Gedung PT.CeoNu harap jangan terlambat, ya." Sang sekertaris memberi arahan jadwal meeting penandatanganan kontrak iklan.
Terdengar suara yang riang di seberang telepon sana karena telah berhasil mendapatkan kontrak kerjasama dengan salah satu perusahaan bergengsi di Korea Selatan.
Sang manager segera menelpon pada artisnya itu.
"Halo? Mingyu-ah sedang apa kau?"
"Aku sedang melakukan perawatan kecil di salon dekat dorm, ada apa managernim?" Pemuda yang di sebut Mingyu itu berbicara di telepon selulernya dengan pegawai salon wanita yang memijit kepalanya.
"Ah syukurlah kau kedengarannya baik-baik saja, mm ... begini, kau ingat 'kan tawaran parfum ternama dari Perusahaan CeoNu?" sang Manager begitu sumringah mengatakannya.
"Ah iya ingat! Bagaimana?Apa ada kabar baik?" Mingyu pun tampak antusias.
"Ya! Besok jam 10 pagi kita harus berada di sana untuk tandatangan kontrak! Selamat Mingyu! Kita akhirnya terpilih sebagai Ambassador dari salah satu produk mereka! Ini suatu kebanggaan!" timpal sang manager.
"Wah? Syukurlah! Aku sangat senang mendengarnya, tak sia-sia aku pergi ke salon hari ini, besok waktu yang sangat spesial untuk kita!" Mingyu pun tersenyum sembari bercermin.
"Ya aku akan menjemputmu pagi-pagi sekali! Sampai besok!" Manager mengakhiri panggilan teleponnya.
Mingyu bercermin sembari mengagumi wajahnya sendiri.
"Nuna, aku ingin facial juga. Berikan perawatan terbaik untukku," ujar Mingyu pada petugas salon yang sedang memijit kepalanya.
"Tentu akan ku kerjakan," ujar petugas salon sembari tersenyum ramah.
...****************...
Hari yang di tunggu pun tiba untuk Mingyu dan managernya. Tepat pukul 10 pagi mereka telah tiba di PT. CeoNu yang megah, memiliki desain arsitektur yang unik tinggi menjulang.
*PT. CeoNu
mereka menunggu di sebuah ruang meeting yang cukup luas dengan desain elegan, dan meja panjang di tengah ruangan di sertai kursi-kursi elegan yang berjejer rapi.
pencahayaan cukup terang karena kaca jendela berada di sisi ruangan, hingga terlihat seluruh pemandangan kota dari sana.
*Ruang Meeting PT. CeoNu
Seorang sekertaris wanita yang manis menghampiri Mingyu dan Manager sembari membawa sebuah amplop berukuran A4.
"Tuan Mingyu dan Managernim, silahkan untuk membaca kontraknya terlebih dahulu sembari menunggu pimpinan kami tiba menemui anda," ujar Sekertaris itu sambil mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam amplop.
"Oh baik, akan saya baca sambil menunggu," jawab Mingyu sembari mengangguk tersenyum, sementara sang manager hanya tersenyum menatap sekertaris itu.
Sekertaris wanita itu pun keluar ruangan dengan berjalan anggun, mata sang manager tak lepas memandanginya.
"Arrgh!" terdengar suara erangan yang di tahan dari mulut sang Manager sambil mengelus paha miliknya yang baru saja di cubit.
"Bisakah kau mengontrol matamu managernim? kita akan ada pertemuan penting! lebih baik bacalah ini!" Mingyu tampak jengkel dan membuka lembaran kontrak kerja.
"Iya, maaf aku hanya cuci mata sebentar, sebenarnya aku yang manager atau kau sih?" Manager masih mengusap pahanya yang serasa perih. Mereka pun diam sambil membaca lembar kerja kontrak, mereka hanya terfokus pada nominal bayaran yang tertera di lembar kontrak kerja itu.
Angkanya membuat mereka berdua melongo, bercampur girang.
"Oh My God! Daebak!" Manager berdecak kagum.
Sepuluh menit berlalu, pintu ruang meeting terbuka lebar karena dua pengawal membukakannya untuk seseorang.
Mingyu dan managernya yang menyadari hal itu segera berdiri dari duduknya bersiap memberi hormat.
Seorang pria berjas dengan tinggi sekitar 174cm memasuki ruangan, ia duduk di kursi utama ruang meeting di dampingi dua pengawalnya pula.
"Perkenalkan ini direktur kami Park Jee Yeon," ujar Sang sekertaris memperkenalkan direktur PT.CeoNu.
*Park Jee Yeon
Di ruangan lain Seo Nu memantau di balik kaca film yang menembus pemandangan ke ruang Meeting itu, sementara orang-orang di dalam ruang meeting tak dapat melihat ke dalam.
Seo Nu tersenyum penuh arti sembari meminum segelas Sampanye dengan suasana hati yang senang.
. . . ⇢ Bersambung ࿐ྂ
Mingyu dan managernya telah menandatangani kontrak itu dengan cepat.
"kalian sudah baca kontraknya sampai selesai?" Tanya Park Jee Yeon pada Mingyu dan managernya.
"Sudah Tuan! Ehehehe saya sangat tersanjung dengan penawaran yang anda berikan," ujar sang Manager yang terkekeh begitu senangnya.
'Ish apanya yang sudah baca? ia hanya melihat nominalnya dan langsung tanda tangan, terpaksa aku ikut tanda tangan tanpa membacanya sampai selesai,' batin Mingyu.
Park Jee Yeon tersenyum simpul, "Baiklah besok di jam yang sama kita mulai syuting iklan dan pemotretan untuk majalah juga di kantor ini," ujar Park Jee Yeon menatap Mingyu dan managernya bergantian.
"Oh tentu! Kami akan datang tepat waktu," jawab sang Manager sembari tersenyum.
"Baiklah kalau begitu selamat bergabung dan bekerja sama dengan kami." Park Jee Yeon berdiri dan mengulurkan jabat tangan kepada Mingyu.
Mingyu pun berjabat tangan dengan Park Jee Yeon begitu pula sang Manager.
"Terima kasih atas kesempatannya, kami akan bekerja keras," ucap Mingyu dengan senyuman mengembang di wajahnya.
Park Jee Yeon pun pergi dari ruangan di ikuti dua pengawalnya. Kemudian sekertaris wanita tadi menghampiri Mingyu dan Managernya untuk mengantar mereka keluar ruangan.
Dalam perjalanan pulang Mingyu terdiam sambil memandangi jalanan lewat jendela mobil.
"Apa yang kau pikirkan? Kenapa diam saja?" tanya sang Manager.
"Aku hanya memikirkan CEO dari PT.CeoNu ..., ku pikir tadi kita akan menemuinya, nyatanya itu orang yang berbeda." Lalu Mingyu membuka artikel di ponsel genggamnya, mencari tahu tentang perusahaan CeoNu.
Dalam artikel di sebutkan bahwa Seo Nu mendirikan perusahaannya sendiri di usia 21 tahun sembari menyelesaikan kuliahnya, kini usianya 30 tahun dan berhasil mengembangkan dengan pesat PT.CeoNu yang bergerak di bidang perdagangan.
Semula Seo Nu membuat aplikasi belanja onlinenya sendiri dengan modal yang minim, tak di sangka itu malah membuat perusahaannya semakin berjaya hampir satu dekade ini.
Banyak reporter majalah ingin mengetahui siapa sosok Seo Nu, namun ia selalu menghindar untuk di wawancara. Direktu dari PT.Ceonu memberi pesan bahwa Seo Nu benci kilatan kamera dan tak suka terlihat oleh publik karena alasan privasi.
"CEO dari perusahaan itu hanya terdengar namanya tanpa kita tahu siapa orang di balik pendiri perusahaan hebat seperti itu, mungkin dia tak ingin di kenal seperti pengusaha selebritas lainnya agar bisa hidup normal," tutur sang Manager.
Mingyu pun tak menemukan satu foto pun tentang bagaimana sosok Seo Nu di artikel Internet yang ia baca.
"Hmm menarik, mungkin saja dia bersembunyi agar bisa melindungi hartanya?" pikir Mingyu.
"Apa pedulimu? Yang terpenting kita mendapat kontrak fantastis dari perusahaan itu, kau harus tampil optimal! hari ini istirahatlah yang cukup!" Sang Manager sangat bersemangat menyambut hari esok.
...****************...
Mingyu tampil mempesona dalam pemotretan majalah ternama yang menampilkan parfum dari Perusahaan Seo Nu di genggamannya.
*Mingyu
Ia pun melakukan syuting iklan dengan baik, tampan dan elegan. Ia menyemprotkan parfum ke tubuhnya sendiri, dan menghirupnya sambil tersenyum.
Ia menikmati wanginya sambil menutup mata, benar-benar menjiwai perannya, kamera menangkap momen itu dengan sempurna hingga akhirnya syuting pun selesai.
"Baik kerja bagus Mingyu!" Produser bertepuk tangan melihat hasil kerja Mingyu.
"Kami akan bekerja cepat, mungkin lusa sudah beres di edit dan iklanmu akan rilis setelahnya," lanjut sang Produser.
"Wah cepat sekali!" Mingyu tampak senang mendengarnya.
"Ya, ini perintah dari CEO, dia ingin segalanya cepat," ujar Produser setengah berbisik.
"Apa Pd-nim pernah bertemu dengan CEO?" Mingyu tampak penasaran.
"Tentu saja tidak, dia orang yang misterius, dia memerintah lewat Direktur Park Jee Yeon , segala ucapan Direktur berarti adalah ucapan sang CEO, jangan membantahnya!" Produser mengingatkan Mingyu.
"Baiklah terima kasih informasinya, jadi pekerjaanku sudah selesai?" ucap Mingyu.
"Ya kau boleh pulang, ini sudah sempurna! Oh ya ... bawalah parfumnya untukmu!" ujar Produser, dan staff pun telah siap memberikan parfum dalam paper bag kepada Mingyu.
"Wah terima kasih semuanya, saya pamit!" ujar Mingyu berpamitan bersama sang manager pula.
Mingyu pun pulang ke dormnya di temani sang Manager.
"Hebat! kedepannya karirmu akan semakin cerah!" Sang Manager mengusap udara di depannya seolah membuka cahaya di depan wajahnya.
Mingyu hanya tersenyum tipis melihat tingkah sang Manager yang selalu bersemangat itu.
Hari demi Hari berlalu, dan iklan parfum itu telah rilis di jam dua siang saat orang-orang sedang makan siang, semua remaja di suatu sekolah menjerit girang melihat Mingyu di layar kaca.
"Aaaaaahhh!! Mingyu Oppa!" salah satu siswi menjerit di sela makan siangnya, ia menatap layar televisi yang menempel di dinding kantin.
"Omo! Parfum apa itu? aku akan membelinya agar sama dengan Mingyu Oppa!" Siswi lainnya telah siap dengan layar ponselnya yang menampilkan situs belanja online.
"Eoh, apa sudah bisa di beli?"
"Woah lihat! ini sudah bisa di pesan! hanya ada 50 botol pertama! Botol ini akan di tanda tangani Mingyu Oppa juga!!"
"Woahh Daebak aku akan memesannya sebelum kehabisan!"
Para siswi itu sibuk memesan parfum melalui situs belanja online.
...****************...
Pintu di ketuk dan suara wanita terdengar dari sana, "Tuan saya bawakan laporan penjualan di hari pertama."
Seo Nu yang sedang berbincang dengan Jee Yeon pun tersenyum simpul mendengar sekertarisnya.
"Masuklah!" Seo Nu menatap pintu ruang kerjanya segera bersamaan dengan sekertarisnya yang muncul menghampirinya seraya membawa berkas.
"Ini Tuan," ujar sang Sekertaris sembari meletakkan map di depan Seo Nu.
"Ya, terima kasih, kau boleh pergi," ujar Seo Nu tanpa menoleh pada sekertarisnya dan telah fokus melihat laporan penjualan parfumnya, sang sekretaris pun keluar ruangan Seo Nu tanpa bertanya lagi.
"Bagaimana hasilnya?" Park Jee Yeon yang duduk di hadapan Seo Nu juga tampak penasaran.
Seo Nu tersenyum sembari memandang lembar kertas itu.
"100 persen terjual habis! Ini awal yang bagus, tapi kita harus segera memproduksi lagi parfum-parfum itu!" Seo Nu bersandar dengan santai di kursinya.
"Ya menggunakan artis itu sungguh umpan yang bagus, idol parfum sangat di ganderungi para remaja, tapi apa artis itu juga menggunakan parfum yang Ji San buat?" Jee Yeon berdiri dari duduknya, bertanya sambil melihat peta suatu wilayah di dinding ruang kerja Seo Nu.
"Tentu saja ..., ia memakai parfum yang sama seperti yang di beli oleh fans-nya. Kita lihat saja apa yang terjadi." Seo Nu pun turut menghampiri Jee Yeon yang sedang memandangi peta suatu wilayah.
"Kau yakin Distrik Seocho akan kau kuasai dengan cara ini?" Jee Yeon bertanya tanpa menoleh pada Seo Nu.
"Tentu saja, aku sudah memikirkannya matang-matang. Saat distrik Seocho lumpuh aku akan berlagak seperti pahlawan yang akan membangun kembali Distrik Seocho, daerah itu adalah ladang emas untuk kita." Seo Nu menatap tajam ke peta itu.
Jee Yeon tersenyum simpul dengan ide gila kawannya itu, "Kau sungguh mafia berkedok pengusaha ..., lalu kau akan masuk ke pemerintahan dengan tawaran bantuanmu itu?"
"Ya ... mereka pasti tak akan menolak tawaranku dengan kekacauan hebat yang akan terjadi," ujar Seo Nu dengan senyum tipis di ujung bibirnya.
Dering telepon di meja kerja Seo Nu mengakhiri obrolan mereka. Seo Nu pun menghampiri mejanya dan menjawab telepon itu.
"Selamat atas penjualan pertama yang melejit Tuan Seo Nu, ahahah aku telah memproduksi lebih banyak parfum lagi di mulai hari ini tanpa kau minta," ujar Ji San di seberang telepon.
Seo Nu duduk santai bersandar di kursinya sembari menjawab telepon, sementara Jee Yeon memperhatikan dari sofa sembari duduk melipat kakinya.
"Pelayanan ekstra darimu tentu akan mendapat bayaran ekstra juga, tapi aku sungguh ingin melihat bukti yang nyata dahulu," ujar Seo Nu dengan senyuman simpul melihat kalender yang terpampang di meja kerjanya.
. . . ⇢ Bersambung ࿐ྂ
Ji San pun melihat tanggal di jam tangannya sembari berbincang di telepon selulernya dengan Seo Nu.
"Satu minggu dari sekarang, zat stimulan dalam parfum itu akan bekerja, lambat laun akan menjalar ke otak mereka, semakin mereka hirup maka mereka akan semakin agresif," ujar Ji San sembari bersandar di kursinya dengan santai.
Seo Nu yang mendengar itu tersenyum puas, tapi ia tetap harus waspada.
"Lalu jika kemungkinan terburuknya polisi menemukan kejanggalan dalam parfumku dan harus mengecek-nya ke laboratorium, bagaimana?"
Terdengar Ji San tertawa kecil di seberang telepon.
"Aku tidak sebodoh itu Nu ..., zat itu efeknya akan bertahan selama dua minggu saja dalam botol, zat itu akan bekerja lebih lama bila berada di dalam tubuh manusia, jadi polisi akan kesulitan menemukan sumber keanehannya dari mana."
Senyum Seo Nu makin mengembang, ia makin rilex bersandar di kursi bahkan memutar ke kiri dan kanan kursi kantornya itu di belakang meja.
"Dua Minggu zat itu bertahan dalam botol, sementara itu satu minggu efeknya mulai bekerja ... itu artinya sisa satu minggu lagi aku akan melihat kekacauan yang terjadi ..., hmm ...., itu cukup waktu bagiku," ujar Seo Nu yang memainkan ballpoint di jemarinya.
"Ya ... cukup sebelum mereka menyadari apa yang terjadi ... detektif pasti mulai sadar saat itu tapi sayang buktinya akan lenyap," timpal Jee Yeon yang sedari tadi mendengarkan Seo Nu, ia tertawa kecil.
Seo Nu pun mengakhiri panggilan teleponnya, ia berdiri dari duduknya, dan berjalan ke arah jendela sembari memasukkan tangan ke saku celananya.
Jee Yeon hanya duduk di kursi kantor di depan meja Seo Nu sembari menatap CEO-nya yang sekarang tengah berdiri menatap ke luar jendela dengan memunggunginya.
'Kau memang memberiku segalanya, tapi aku tahu kau akan mengorbankan ku jika sesuatu terjadi ..., kau telah berubah Nu, kau telah di butakan kekuasaan, kau bukan sahabatku seperti dulu,' batin Jee Yeon sembari menatap Seo Nu.
Seo Nu masih memandangi ke luar jendela melihat pemandangan kota Seoul, baik ketika penat maupun ketika merasa puas dengan pekerjaan di perusahaan.
Namun beberapa tahun terakhir ini ia sering memasukkan tangan ke sakunya ketika berhadapan dengan orang lain, yang menurut psikolog itu merupakan gestur seseorang yang tak percaya pada siapapun.
'Aku begitu mempercayaimu Jee Yeon, aku tentu berhati-hati agar perusahaan kita tak pernah terkena dampak hukum, namun begitu teganya kau menggelapkan uang perusahaanku ... kau pikir aku tak tahu Jee Yeon?' Seo Nu berbalik badan menatap Jee Yeon di belakangnya yang masih duduk di sana sembari batinnya bergejolak menyembunyikan amarahnya.
Jee Yeon dan Seo Nu adalah sahabat semasa di bangku kuliah, mereka sama-sama membangun perusahaan ketika masih seadanya dulu.
Mereka hanya bisa menyewa kantor kecil dengan luas 10m² . Mereka menjual apapun dan membuat aplikasi marketplace sendiri.
Mereka begadang bekerja lembur bersama, makan teokboki dan kimbab bersama di kantor itu.
"Seo Nu, ini kimbab khusus untukmu, ibuku yang membuat. Tak ada timun di dalamnya tenang saja," ujar Jee Yeon kala itu sembari memberi sekotak kimbab bekalnya.
"Terima kasih, ibumu sudah seperti ibuku saja, ia hafal betul aku tak suka timun," jawab Seo Nu yang begitu lahap memakan kimbab dari Ibu Jee Yeon.
Seiring berjalannya waktu perusahaan mereka semakin berkembang, Seo Nu begitu banyak memakai tabungannya untuk membangun bisnis ini dari nol. Bahkan Seo Nu berani melakukan perdagangan ilegal demi membuat perusahaannya menjadi kian besar seperti sekarang. Ia berkomplot dengan para mafia setempat agar bisnisnya lancar tak tercium oleh hukum.
Kesibukan kantor telah membuat jarak antara Seo Nu dan Jee Yeon. Namun begitu banyak hal buruk yang Seo Nu lewatkan karena begitu mempercayai sahabatnya sendiri.
"Nu, by the way kita sudah lama tak makan siang bersama. Apa kau punya waktu sekarang tanpa membahas pekerjaan?" tanya Jee Yeon yang memecah lamunan Seo Nu.
"Oh, itu ide bagus. Ayo makan siang bersama," jawab Seo Nu yang berjalan mendekati Jee Yeon.
Mereka berdua keluar ruangan menuju restoran perusahaan, semua karyawan executive membungkuk hormat ketika Seo Nu lewat.
Lantai kantor executive hanya berada di lantai paling atas, beserta executive lounge tempat makan para pegawai executive. Hanya mereka yang berada di zona executive yang bisa bertemu langsung dengan Seo Nu.
Lantai istimewa itu di jaga ketat oleh security profesional, tak ada sembarang orang yang boleh masuk lantai ini. Semua Seo Nu rancang agar privasinya tetap terjaga. Termasuk lift executive-nya pun hanya boleh di gunakan oleh Seo Nu.
Terlihat Jee Yeon dan Seo Nu sedang duduk menghadap jendela sembari menyantap makanannya.
*Executive Lounge
"Sudah lama kita tak berbincang sembari makan siang seperti ini," ujar Jee Yeon dengan nada bicara yang tenang.
Seo Nu sedang mengunyah makanannya dengan tenang ketika ia mendengar Jee Yeon berbicara. Namun ia tiba-tiba menghentikan kegiatannya itu, meletakkan alat makannya di atas meja makan dan menatap Jee Yeon penuh misteri.
"Tumben sekali kau mengajakku makan siang bersama, apa ada hal yang ingin kau utarakan?" Seo Nu menatap tajam Jee Yeon menebarkan kesan dingin pada suasana siang itu.
Jee Yeon merasa tatapan Seo Nu tidak sehangat dulu, kini tatapan sahabatnya bagai memandang lawan di depannya.
"Tak ada apa-apa, aku hanya mengingat kebiasaan yang kita lakukan sedari dulu ..., kebiasaan yang sudah mulai hilang, dan mungkin kau lupakan ...," ujar Jee Yeon dengan nada suara yang tetap tenang namun penuh penekanan.
Seo Nu mengangguk tipis menatap Jee Yeon, ekspresinya seolah tak tertarik dengan apa yang Jee Yeon bicarakan, lalu ia melanjutkan kembali menyantap makanannya.
"Kita bukan lagi remaja yang harus lengket dengan temannya, kita sekarang adalah pria dewasa yang sudah di sibukkan dengan pekerjaan ...," jawab Seo Nu tanpa menatap Jee Yeon dan terfokus memotong beef steak dengan tingkat kematangan rare di piringnya.
Jee Yeon membuang nafas tipis lalu melanjutkan pula makannya.
"Ya, kurasa bukan kau yang berubah, mungkin memang aku yang tak mengenali siapa dirimu sebenarnya."
Dinner knife di tangan Seo Nu memotong daging yang terlihat masih merah, seolah seseorang yang mengendalikan pisau sedang melampiaskan amarahnya pada daging setengah matang itu.
Seo Nu mendengar semua perkataan Jee Yeon dalam diamnya, ia menatap Jee Yeon sekali lagi sembari menyeka bibirnya dengan serbet.
"Aku sudah selesai makan, lain kali mungkin kita pergi minum bersama agar kau lebih tau siapa aku atau mungkin sebaliknya ...," ujar Seo Nu tersenyum dingin dan sedikit minum, lalu berdiri sambil menepuk pundak Jee Yeon.
Jee Yeon hanya terdiam melihat Seo Nu yang pergi meninggalkan sisa makanannya juga meninggalkan dirinya dengan perasaan kesal.
'Kau tak mengenal diriku? Atau aku yang tak mengenal dirimu hingga sampai tega kau hianati aku dan perusahaan ini dengan menggelapkan uang perusahaan? Dasar berengsek!' batin Seo Nu sembari berjalan kembali ke ruangannya.
. . . ⇢ Bersambung ࿐ྂ
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!