"Apa yang kau lakukan Nining!! Apa kau tidak punya hati? Kenapa kau terus mencabar kesabaranku? Apa karena kau tidak mencintaiku! Sehingga kau berusaha keras untuk menjodohkanku, dan ingin aku menikah!! Apa yang berada dalam otakmu!" Ujar Ustadz Alzam bernada tinggi pada istrinya. Ia benar-benar sudah hilang sabar dengan sikap Nining yang terus berusaha agar ia menikah lagi.
Bola mata gadis itu berkaca-kaca, ini pertama kali Alzam terlihat benar-benar marah dan membentaknya.
"A ..... Aku hanya ingin jika Kakak, memiliki anak, hanya itu niatku" lirih Nining bersamaan air matanya terjun bebas begitu saja.
"Niat seperti apa? Apa kau pikir niat seperti itu baik untuk kita? Baik untuk siapa maksudmu? baik untukku, atau untukmu? Apa karena kau mempunyai pria lain di luar sana? Hingga kau ingin menendangku dari hidupmu? Apa tidak begitu berharganya aku padamu?" Bentak Ustadz Alzam.
Dadanya benar-benar sesak, melihat suaminya yang sangat marah. Ia mendekat pada suaminya, ingin memegangnya.
"K-kak, aku minta maaf" lirih Nining dengan nada yang bergetar hebat.
Alzam mendorong tangan istrinya. "Jika kau tidak ingin lagi hidup denganku, kau bisa mengatakan itu, tidak perlu harus repot-repot untuk menjauhkan aku darimu" kata Ustadz Alzam dengan nada kecewa berat pada istrinya, kemudian melangkah keluar kamar meninggalkan istrinya yang terduduk lemah di atas kasur.
.....
Aku salah ... Aku sangat mencintainya ... Dan aku tidak sanggup berbagi suami dengan siapapun.
Tampak seorang gadis belia cantik, sedang duduk di salah satu sofa yang berada dalam rumah Ustadz Sulaiman.
Ia baru saja di ikat oleh Zahra, sebagai calon menantunya. Siapa lagi dia, kalau bukan si Nining cantik.
"Sayang, kenapa harus di ikat anak gadis orang ... Nining masih sangat kecil, dia baru saja berusia 15 tahun, butuh waktu tiga tahun lagi, baru bisa menikah," ujar Ustadz Sulaiman karena Zahra kekeh ingin menjadohkan putranya dengan gadis itu, dengan alasan takut jika nanti Nining akan berpacaran dengan laki-laki lain jika ia tak segera mengikatnya.
"Mas Zaka kok gitu sih! Aku hanya tidak ingin jika nanti Niningnya di ambil orang, lagian Alzam juga tinggal di Mesir toh Mas, mereka juga berjauhan, aman dong dari zina Mas meski mereka bertunangan" ujar Zahra. Ustadz Sulaiman berpikir, memang benar apa yang di katakan istrinya, jika mereka berjauhan dan tak mungkin hubungan mereka berdua bisa menjurus ke zina.
Lain halnya dengan Alzam yang sedang duduk di bangku belakang rumah Abinya, setelah selesai ia bertunangan dengan Nining, sambil memainkan ponsel di tangannya.
Nining yang kebetulan lewat, tak sengaja melihatnya. Ia menghampiri Ustadz Alzam dengan membawa cemilan di tangannya.
"Assalamualaikum Kak Ustadz" Nining memberi salam pada Uztadz Alzam, dengan senyuman yang mengembang di bibirnya. Ia memang memanggil Ustadz Alzam dengan sebutan 'Kak Ustadz'
Mengalih pandangannya. Melihat gadis itu sedang berjalan menghampirinya. "Waalaikumsalam"
"Buat apa Kak?" Tanya Nining polos.
"Main ponsel" jawab Ustadz Alzam tersenyum lembut.
Nining menggut-manggut dan duduk di dekatnya. "Kak Ustadz mau?" Tanya Nining mengangkat cemilan di tangannya.
Menggeleng. "Tidak, kau saja"
"Ini enak loh," mengambil salah satu cemilannya dan ingin menyuapi Ustazd Alzam.
Terdiam sejenak, kemudian Ustadz Alzam terpaksa menerima suapan gadis itu. "Bagaimana? Enakkan?" Tanya Nining mencondongkan dirinya pada Ustadz Alzam, dan memegang lengan pria itu. Membuat ustadz Alzam sedikit menarik wajahnya ke belakang karena Nining terlalu dekat dengannya. Gadis polos itu benar-benar membuatnya ingin jantungan dengan semua tingkah yang ia lakukan.
"I-iya, enak" ujar Ustad Alzam gugup sedikit menjauhkan tubuhnya dari gadis itu.
Tiba-tiba ia melihat gadis itu mencium pakaiannya. Alzam menyerjit saat melihat Nining mencium pakaiannya. "Ada apa?" Tanya Ustadz Alzam heran melihat tingkahnya.
"Apa aku bau ya Kak Ustadz?" Tanya Nining.
Ustadz Alzam semangkin bingung mendengar pertanyaan gadis polos itu. "Tidak, kau tidak bau"
"Kalau aku tidak bau, kenapa Kak Ustadz menjauh?" Tanya Nining, lagi-lagi dengan wajah polosnya.
Ustadz Alzam tersenyum kecut. Calon istrinya itu benar-benar membuatnya berpikir keras, apa yang berada di otaknya kecilnya, sehingga malah bertanya sesuatu yang tak pernah ia duga.
Tapi Uztadz Alzam juga mengerti kenapa gadis itu begitu polos, ia tau jika calon istrinya itu tinggal di pedalaman, dan tak pernah mengenal dunia luar. Jadi tak heran jika gadis itu sangat polos dan lugu.
"Tidak Nining, kau tidak bau" ujar Uztadz Alzam.
"Kak Ustadz, kenapa Kak Ustadz mau di jodohkan dengan aku? Apa kak Ustadz tidak punya kekasih?" Tanya Nining dengan mulut yang sibuk mengunyah makanan.
"Tidak, Abi dan Umma tidak mengijinkan kami untuk pacaran" jawab Ustadz Alzam terdengar lembut, karena pria itu memang sangat lembut.
Lagi-lagi Nining hanya manggut-manggut. Gadis itu sangat polos, dan menurut Ustadz Alzam, polosnya sangat kelewatan.
Nining melangkah masuk ke dalam Mension Ilham, karena ia masih tinggal di Mension mewah itu. Ia melihat Ilham sedang duduk bermain dengan anak-anak kembarnya.
"Assalamualaikum Kak Ilham" memberi salam. Ia baru saja pulang dari sekolah.
"Waalaikumsalam, Nining, kau sudah pulang?" Tanya Ilham tersenyum pada gadis belia di hadapannya.
"Iya Kak, Mbak Zira mana kak Ilham?" Tanya Nining karena ia tak melihat Zira di sana.
"Mbakmu keluar sebentar, katanya mau ke pasar" jawab Ilham.
"Wah, istri Presdir kok ke pasar Kak," sindir Nining pada Ilham. Laki-laki dingin itu hanya tersenyum mendapat sindiran dari gadis yang sudah ia anggap adik sendiri.
"Tumben Kak Ilham sudah berada di rumah Kak?" Tanya Nining lagi, karena yang ia tau jika jam seperti saat ini, pria itu masih berada di kantornya.
"Mbakmu menyuruh pulang, katanya dia mau ke pasar, dan menyuruhku menjaga 3AR ini" mengusap kepala bayi kembarnya yang bermain di karpet.
"Ck ck ck ... Kasihan sekali ya Kak, di kantor Kakak yang memerintah, pulang rumah, jadi di perintah istri, ahahahah" Nining mentertawakan Ilham, si dingin kulkas 10 pintu itu, yang sangat menyeramkan jika bersama orang lain, tapi hangat dengan istrinya dan orang-orang tertentu saja.
"Ada-ada saja kau Nining" jawab Ilham ikut tertawa.
"Kalian sedang membicarakanku" terdengar suara seseorang, menatap tajam pada mereka berdua yang sedang tertawa.
"Matilah, rubah bertina sudah datang" gumam Ilham.
"Ihhh kalian jahat," kata Zira memonyongkan bibirnya. Ia baru saja tiba dari pasar.
"Apa kau lupa memberi salam Baby?" Sindir Ilham pada istrinya karena tak memberi salam terlebih dahulu, tapi sudah berada dalam rumah.
"Ck, Assalamualaikum" mencium punggung tangan suaminya.
''Waalaikumsalam'' bersamaan Nining dan Ilham menjawab.
"Kau sudah pulang calon kakak ipar," sindir Zira pada Nining, yang baru saja bertunangan dengan kakak tertuanya.
"Kok aneh yah bunyinya Mbak," Nining merasa geli mendengar panggilan Zira padanya.
"Aneh tapi kenyataankan ... Nanti juga cinta," jawab Zira menaik turunkan alisnya.
Nining hanya mengangkat bahu acuh, karena ia sama sekali tak tau apa yang di sebut 'cinta' itu, ia hanya tau ingin belajar sungguh-sungguh dan bisa mencapai cita-citanya untuk menjadi seorang dokter.
"Umma menyuruhmu ke Cafe Ning" kata Zira.
"Dimana Mbak ketemu sama Umma?" Tanya Nining.
"Di pasar, tadi Umma pesan untuk menyuruhmu ke Cafe"
"Ada apa Mbak? kenapa Umma menyuruhku Cafe?"
"Nggak tau juga Ning, buruan ganti baju sana, mungkin Umma sudah nunggu di Cafe"
Nining berdiri dari duduknya. "Kalau begitu, aku ganti baju dulu ya Mbak"
"Iya" jawab Zira.
Nining melangkah naik ke lantai atas, untuk mengganti pakaiannya. Ilham menarik istrinya dan mencium seluruh wajah istrinya.
"Apaan sih Kak," ketus Zira marah pada suaminya.
"Kau kenapa Baby? Kenapa wajahmu cemberut seperti itu?" Tanya Ilham menoel-noel pipi chubby istrinya.
Zira hanya diam dengan wajah bertambah kesal. "Kau kenapa Baby ... Bilang dong kalau ada masalah" membujuk istrinya.
"Tanya diri Kak Ilham sendiri, jangan bertanya padaku," berdiri dari duduknya meninggalkan Ilham yang bingung dengan sikap Zira, pulang-pulang dari pasar saja langsung marah-marah.
''Ada apa lagi dengannya"
,,,
Nining sudah tiba di Cafe Umma Zahra. "Assalamualaikum Umma" menghampiri Umma Zahra, mencium punggung tangannya.
Umma Zahra mengembangkan senyumannya saat melihat calon menantu polosnya sudah datang.
"Waalaikumsalam, kau naik apa ke sini Nining?" Tanya Umma Zahra lembut.
"Nining naik angkot Umma,"
"Loh, kok naik angkot?"
"Terus mau naik apa dong Umma?"
"Niningkan bisa menghubungi Umma, nanti Umma suruh supir untuk menjempumu sayang .."
"Tidak usah repot-repot Umma, Nining kan bisa ke sini sendiri"
"Ya sudah, bantu Umma di Cafe dulu," tersenyum manis pada calon menantunya.
"Baik Umma," Nining membantu Umma Zahra di Cafenya.
Sebenarnya itu hanya alibi Umma Zahra saja, karena ia tak ingin jika nanti Nining pergi kemana-mana, dengan teman sekolahnya, dan Umma Zahra tak suka calon menantunya itu bergaul dengan remaja lainnya, ia takut jika calon menantunya salah pergaulan seperti dirinya dulu.
"Assalamualaikum" terdengar suara bariton memberi salam pada mereka berdua.
Nining dan Umma Zahra sama-sama mengalih pandangannya ke sumber suara. "Waalaikumsalam" jawab Nining, ternyata yang datang calon imamnya toh. Ustadz Alzam tersenyum lembut pada gadis itu yang sedang melayani beberapa tetamu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!