"Guubbraaakkk.....!!!!"
Radit tiba tiba jatuh dari dipan kayu nya, nafasnya ngos ngosan seperti habis di kejar debt collector.
"Gustiiii, ngimpi kok serem serem terus"
Radit menggumam sambil mengelus elus kepalanya yang terbentur lantai saat jatuh tadi.
"kamu itu kenapa tho lee..., bangun tidur malah ngamuk"
Ibu nya Radit yang sedang memasak di dapur tergopoh gopoh menuju kamar Radit karena mendengar suara tadi.
"Tidak ngamuk kok bu, saya mimpi buruk terus jatuh dari tempat tidur"
Jawab radit sambil masih mengelus elus dahinya.
"Lha kamu itu tidur apa aerobik kok sampai ngglundung ngglundung"
Bu Anik berlalu kembali ke dapur menuntaskan aktifitas ngoseng oseng genjer pemberian adik perempuannya.
"mimpi kok aneh ya, sudah tiga malam berturut turut kok adegan mimpinya selalu sama"
Batin radit sambil mengingat ingat setiap adegan di mimpinya.
Radit tak juga beranjak dari sisi dipan kayu nya, mencoba dengan keras mencerna mimpi yang di alami tiga hari berturut turut ini.
Sebagai seorang penyandang status pengangguran, hari hari Radit sangatlah santai, atau lebih tepat disebut malas.
Kebetulan Radit lulus SMK disaat keadaan ekonomi morat marit, krisis ekonomi menggila, banyak perusahaan gulung tikar, jadi untuk mencari pekerjaan sangatlah sulit.
Sebenarnya dalam hati kecilnya dia sangat ingin melanjutkan kuliah seperti teman teman lain nya, namun apalah daya. Ayah Radit yang semula penopang ekonomi keluarga belum lama meninggal dunia, usaha kecil kecilan Ibu Anik jualan soto ayam pun ikut ikutan gulung tikar terkena imbas krisis ekonomi.
Untuk kehidupan sehari hari hanya mengandalkan sisa sisa tabungan yang tak lama lagi juga segera habis.
Untung saja kakak Radit yang sudah bekerja sedikit membantu untuk sekedar beli beras.
Tidak hanya keluarga Radit, kebanyakan para tetangganya pun tak jauh berbeda keadaan ekonomi nya, beruntung bagi mereka yang mempunyai sawah atau binatang ternak, sedikit banyak bisa meringankan beban ekonomi.
"Leee.... buruan cuci muka terus sarapan, sudah siap ini"
"Nggiiih buuuk"
Radit secepat kilat beranjak dari lamunannya begitu mendengar sarapan sudah siap sedia.
Setelah menyelesaikan sarapan bersama ibunya, Radit mengutarakan uneg uneg nya.
"Bu, saya kok mimpi aneh sudah tiga hari berturut turut dan hampir sama persis, pertanda apa ya bu kira kira"
Curhat Radit ke ibunya.
Dirumah memang tinggal Radit dan Bu Anik, kakak pertama dan kedua Radit sudah menikah dan tinggal terpisah, sedangkan adik perempuan Radit tinggal di pondok pesantren, sebulan sekali baru dijemput pulang.
"Itu tandanya kamu harus memperbanyak ibadah, kalau mau tidur baca doa, baca sholawat, biar tidak mimpi aneh aneh"
Bu Anik menjawab sambil membereskan piring kotor.
Radit hanya garuk garuk kepala mendengar jawaban ibunya yang jauh dari kata memuaskan.
Ya begitulah, Bu Anik termasuk type orang yang menghadapi segala sesuatu dengan santuy, mungkin karena beliau sudah sangat yakin bahwa sanya semua apapun yang terjadi adalah kehendak Sang Pemilik Hidup, jadi beliau menjalani semuanya mengalir saja.
Setelah sejenak melamun tentang mimpinya, Radit ke warung Kang Ahmad untuk beli rokok ketengan, ya begitulah kira kira kehidupan para pengangguran. Sesampai di warung sudah ada Doni sedang ngopi dan menghisap dalam dalam rokok murahan dengan merk tak terkenal.
"Kang minta kopi, gulanya satu sendok saja"
Pinta Radit kepada kang Ahmad. Dan pemilik warung itupun membuatkan pesanan kopi dengan bermalas malasan.
"Don, ada info kerjaan apa nggak, Sudah ga punya uang nih"
Tanya Radit ke Doni yang sesama profesi pengangguran.
"Aku ditawari pamanku ikut proyek bangunan di jakarta, kamu mau ikut ga"
Jawab doni tak bersemangat. Matanya dari tadi hanya memandang langit entah apa yang sedang dipikirkannya.
"Jauh amat, kasihan ibu kalau kutinggal jauh, coba nanti aku cari yang dekat dekat dulu Don"
Radit pun ketularan tak bersemangat.
Mereka melanjutkan obrolan obrolan ringan tak bermutu apa lagi bermanfaat, tiba tiba Radit teringat dengan mimpi anehnya.
"Eh Don, aku sudah tiga hari berturut turut mimpi aneh, dan mimpinya selalu sama, bahkan tadi pagi aku sampai jatuh dari tempat tidur gara gara mimpi itu"
Radit cerita ke Doni yang memang satu satu nya orang yang bisa diajak bertukar cerita, ya meskipun sangat jarang mendapat solusi.
"Waaah, itu gangguan demit paling..."
Jawab Doni asal mangap.
"Lha iyaa, seperti itu kira kira pertanda apa.. Apakah aku akan jadi orang kaya ya"
"Matamuuuu....!"
Sahut Doni sambil ketawa.
"Ayo Don, ke rumah Pak Kadus, siapa tahu ada info kerjaan"
Ajak Radit.
Setelah menyelesaikan pembayaran di warung Kang Ahmad, mereka berdua menuju rumah Pak Kadus.
Dari warung ke Rumah Pak Kadus tidak terlalu jauh, kurang dari 200 meter.
Kedua pemuda yang sama sekali tidak membanggakan nusa dan bangsa tersebut berjalan beriringan sambil bercada berghibah ria.
Tentu saja sosok gadis cantik anak Pak Lurah yang hampir selalu jadi bahan perbincangan mereka.
Rahma, kembang desa anak Pak Lurah yang masih duduk di kelas 3 SMA, body nya ramping, rambut lurus hitam mengkilap, pakaian nya yang selalu ketat menampakkan lekuk tubuhnya yang sangat ideal, membuat para pemuda di desa itu menjadikannya idola, termasuk Radit dan Doni.
Ditengah perjalanan, tiba tiba melintas sepeda motor Astrea Grand Bulus yang dikendarai oleh Pak Lurah, di jok belakang tampak Rahma membonceng bapaknya. Aroma wangi parfum semerbak saat Pak Lurah dan anak gadisnya melintas.
"Tiin....tiiin..."
Pak Lurah menyapa Radit dan Doni dengan klakson motornya.
"Nggiihh Pak Luraah... "
Sahut mereka bersamaan.
Secara reflek tangan Radit melambai kearah Rahma, namun Rahma hanya melirik sekilas saja.
"Woiii... sadaaar diiit, sadar diri sadar rai sadar posisi...!"
(Rai \= muka)
Kelakar Doni sambil menoyor kepala Radit.
"Sialan kamu Don!"
"Gilaa.... , orang nya sudah pergi entah kemana, wangi parfum nya tidak hilang hilang"
Mereka cekikikan sambil melanjutkan tujuan mulia mereka, menanyakan info pekerjaan kepada Pak Kadus.
Meskipun Radit dan Doni namanya lumayan keren untuk ukuran orang desa pinggiran, namun tampang mereka hanya standar, ga ganteng juga ga jelek, tapi mungkin apabila mereka terlahir dari keluarga konglomerat, pastilah mereka tampak ganteng.
Beberapa saat kemudian, tibalah mereka di rumah Pak Kadus.
"Assalamu'alaikuum Pak Kadus"
Beberapa saat kemudian, tibalah mereka di rumah Pak Kadus.
"Assalamu'alaikuum Pak Kadus"
"Wa'alaikum salaaam"
Jawab Pak Kadus yang tampak sudah rapi mengenakan seragam nya.
"Wah, sudah mau berangkat ngantor Pak"
Ucap Doni setengah sungkan, karena kedatangan mereka pastinya akan sedikit mengganggu Pak Kadus yang akan berangkat ngantor.
"Sini masuk dulu"
Tawar Pak Kadus berbasa basi.
"Tidak usah Pak, terima kasih, cuma mau bertanya apakah sudah ada info pekerjaan atau belum Pak"
Sela Radit penuh harap. Tentu dengan muka yang dibuat agak memelas.
"Ada, brosur nya saya tempel di papan pengumuman di kelurahan, kalian kesana saja"
Jawab Pak Kadus sambil membenarkan gesper nya yang sebentar sebentar melorot karena perut buncitnya.
"Iya Pak, terima kasih banyak, kalau begitu kami mohon pamit, assalamu'alaikum"
Setelah dijawab Pak Kadus, kedua pemuda ber titel pengangguran tersebut kembali pulang.
"Ayo ke balai desa sekalian Don, lihat brosur lowongan"
Ajak Radit. Dari pada langsung pulang, di rumah pun hanya gabut tak ada yang bisa dikerjakan.
"Ya sudah ayo, siapa tahu kita masuk kriteria"
Jawab Doni sedikit skeptis.
Kedua pemuda tersebut memang bukan tipe tipe orang yang optimis.
Sesampainya di kelurahan, mereka langsung menuju papan pengumuman di depan balai desa kelurahan, disana tertempel beberapa brosur lowongan pekerjaan sesuai perkataan Pak Kadus (kepala Dusun).
Radit mulai membaca satu persatu brosur brosur tersebut.
"Lowongan garment, dibutuhkan wanita yang bisa menjahit. Lowongan gawe wong lanang kok ora ono ya Don"
(Lowongan buat cowok kok ga ada ya Don)
Celetuk Radit yang makin skeptis.
"Ada ini Dit, lowongan menjadi TKI ke Jepang dan Korea, minimal SMA sederajat, kita masuk kriteria ini"
Sahut Doni tanpa menoleh ke Radit.
"Ndasmuuu.....dadi TKI kudu mbayar sik jutaan, wis ayo muliiih...."
Radit hendak menarik tangan Doni untuk diajak pulang.
"Gimana, Ada yang cocok atau tidak"
Tiba tiba Pak Kadus sudah ada dibelakang mereka berdua.
"Waah, kayak nya tidak ada Pak, sebenarnya ya kepengen jadi TKI Pak, tapi tidak punya modal"
Jawab Doni sambil cengengesan.
"Kalian mau atau tidak ikut proyek bikin talud, Kalau mau mulai minggu depan bisa kerja"
Tawar Pak Kadus yang merasa sedikit iba dengan 2 orang generasi penerus desa tersebut.
"Iya Pak mau, dari pada tidak ada kegiatan"
Sahut Radit tampak bersemangat.
Setelah sedikit berbasa basi, mereka berdua memutuskan untuk pulang.
Hari hari terasa berjalan sangat lambat bagi mereka mereka para penyandang gelar pengangguran, dan malam yang dinanti pun akhirnya tiba.
Radit memilih tidur lebih awal, bukan karena apa apa, radit sadar betul bahwa begadang itu memerlukan tambahan biaya, beli rokok meskipun rokok merk antah berantah yang tidak pernah ada iklan nya, atau sekedar segelas kopi untuk menemani lamunannya.
Ngenes yaah jadi pengangguran, author udah ngalamin, jadi bisa cerita seperti itu, hehehe...
Seperti malam malam sebelumnya, Radit malam ini bermimpi aneh lagi, namun isi mimpinya agak berbeda dari sebelumnya.
**di dalam mimpi**
"Masya Allah... ini tempat apa, kok bagus banget, asri semuanya, tapi kok sama sekali tidak ada orang, apa jangan jangan aku sudah mati ya, ini surga kali ya..."
Mreneeeo leee....
Terdengar suara serak berwibawa khas kakek kakek.
Suaranya menggema di semua penjuru, Radit hanya menoleh kesana kemari mencari dari mana sumber suara ber asal.
Radit terus saja berjalan sambil tetap menengok kiri kanan siapa tahu dia menemukan asal suara tadi.
Setelah beberapa waktu berjalan, sampailah Radit di sebuah sungai kecil yang sangat jernih, bahkan makluk makluk khas sungai pun tampak jelas saking jernihnya air tersebut.
Secara reflek dia menangkupkan kedua telapak tangannya dan mengambil air lalu meminumnya.
Memang dia sama sekali tidak merasa haus meskipun sudah jalan teramat jauh.
Tentu saja, karena dia sedang berada di alam mimpi.
Beberapa teguk air sudah diminumnya, namun karena kejernihan air tersebut seakan akan Radit tidak pernah puas jika hanya meminumnya beberapa teguk.
Diseberang sungai, tampak burung burung kecil mendarat di samping sungai kecil itu untuk minum dan mandi.
Radit terpaku lumayan lama melihat pemandangan yang sangat menenangkan jiwa.
Tiba tiba dia teringat akan suara yang memanggilnya tadi, radit kembali menoleh ke kanan dan ke kiri.
Saat menoleh ke kiri, dilihatnya sebuah pohon beringin yang lumayan besar, daun nya sangat lebat.
Tepat dibawah pohon, duduk seorang kakek kakek berbusana serba putih, rambut, kumis, dan jenggotnya pun semuanya putih.
Kakek kakek tersebut tersenyum ramah saat pandangan Radit berhenti di sosok kakek tersebut.
Tak ada perasaan takut saat melihat kakek itu, justru Radit berjalan mendekat ke arah pohon beringin.
"Lungguh kene lee.."
(lungguh \= duduk)
Tawar si kakek penuh keramahan.
"Nggih mbah, matur sembah nuwun"
Jawab Radit sambil membungkuk hormat.
Si kakek tersebut menggeser posisi duduknya semula, kemudian mempersilahkan Radit duduk di bekas si kakek.
Setelah duduk, Radit merasakan ketenangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Pejamkan matamu, bayangkanlah saat ini kamu menyatu dengan alam"
Perintah si kakek dengan suara berkharisma nya.
Entah mengapa Radit menurut saja dengan semua perintah si kakek.
Saat radit terhanyut dalam alam pikirannya yang penuh kedamaian, tanpa sepengetahuan Radit, si Kakek berdiri, mulutnya seperti membaca doa atau mantra, entahlah, pokoknya komat kamit gitu lah yaa.
Dua jari si kakek tiba tiba mengeluarkan cahaya putih, kemudian diarahkan nya tepat di ubun ubun Radit.
Hanya sekedipan mata, cahaya tersebut melesat masuk ke tubuh Radit via ubun ubun.
Radit tidak merasakan apapun, tapi dia tiba tiba membuka mata seolah olah sinar tersebut membangunkannya.
"Piye lee perasaanmu saiki"
Tanya si kakek sambil tersenyum.
"Saya belum pernah merasakan perasaan setenang dan sedamai ini kek, ini dimana ya kek, apakah saya sudah mati terus masuk surga"
Tanya Radit dengan kepolosan nya yang original.
"Haahaahaaa... oraaa leee, kowe belum waktunya mati, kok pede banget kowe masuk surga. Jadilah orang yang berguna untuk orang orang sekitarmu dahulu, terutama ibumu. Habis itu kalau kamu pengen mati ya gapapa, haahaaahaaa..."
Jawab si kakek sambil tertawa renyah.
Radit hanya garuk garuk kepala sambil cengengesan.
"Wis buruan pejamkan matamu lagi, bayangkan saja orang orang yang hidup di sekelilingmu"
Perintah si kakek yang sama sekali tidak bisa dibantah atau sekedar bertanya mengapa.
"Saya melihat bendera kuning mbah, ada orang yang meninggal dunia"
Radit tiba tiba membuka matanya dengan kaget karena melihat bendera kuning yang menandakan ada seseorang yang meninggal dunia.
"Kono mulih"
Si kakek menepuk pundak Radit.
Innalillahi wa inna ilaihi roji'un.....
Radit tersentak dari tidurnya lalu bangun sambil teriak.
Bu Anik pun ikut terbangun mendengar anak nya tiba tiba berteriak.
"Ada apa lagi tho lee, tengah malam teriak teriak, lihat itu lho masih jam tiga pagi"
Tanya Bu Anik dengan nada jengkel sambil mengucek ngucek matanya yang terasa pedih.
"Saya bermimpi ada orang meninggal bu, rasanya seperti kenyataan"
Jawab Radit sambil ngos ngosan, masih antara sadar dan tidak sadar.
"Kamu itu dikasih tahu berkali kali, kalau mau tidur itu berdoa dulu, terus baca sholawat, biar ngimpi mu itu tidak yang aneh aneh"
Masih dengan kejengkelan nya Bu Anik berlalu meninggalkan Radit lalu ke belakang untuk mengambil air wudlu dilanjutkan sholat malam.
Setelah terbangun Radit sangat susah untuk memejamkan matanya kembali, entah mengapa dalam hatinya sangat yakin jika ada orang entah siapa yang akan meninggal. Baru setelah sholat subuh Radit bisa kembali tidur.
"Leeee......banguuun leee.... Pak Edi meninggal dunia, sana buruan cuci muka terus segera melayat.."
Seru Bu Anik membangunkan Radit sambil mengguncang guncangkan bahunya.
"Astaghfirullah hal adzim...ada orang meninggal beneran ya buk"
"Looh lha iya lee.., kok bener perkataanmu semalam..."
Bu Anik malah seperti orang bingung, mengingat peristiwa semalam. Dia garuk garuk kepala sambil mencoba mengingat ingat perkataan Radit semalam.
"Aaaahh....Paling cuma kebetulan saja, sana cepat berangkat, bantu bantu disana, kasihan keluarganya.."
Perintah Bu Anik sambil menarik tangan Radit.
Radit bergegas ke rumah duka, disana sudah banyak orang orang yang datang, Doni pun sudah tampak disana sedang memasang tenda di depan rumah duka.
Setelah menyalami hampir semua orang yang ada disitu, kemudian dia bergabung bersama Doni dan yang lain nya.
Semua prosesi pemakaman pun berjalan lancar, keluarga Pak Edi pun tidak begitu larut dalam kesedihan.
Maklum, sudah seminggu ini Pak Edi dirawat di rumah sakit karena tiba tiba drop kesehatannya, sudah lama Pak Edi mengidap penyakit macam macam, komplikasi istilah kedokteran nya.
Sebagian besar pelayat sudah membubarkan diri pulang kerumah masing masing, termasuk Radit dan Doni.
"Eh Don, semalam aku mimpi aneh lagi, di dalam mimpiku aku lihat bendera kuning terpasang di salah satu rumah warga, terus aku kaget dan terbangun, eeehh lha kok beneran ada yang meninggal"
Tiba tiba Radit curhat ke Doni saat perjalan pulang mereka, kebetulan rumah mereka se arah.
"Sepertinya kamu bakat jadi dukun Dit"
Jawab Doni asal sambil cengengesan. Makhluk satu ini memang bukan tempat yang tepat untuk curhat, namun Radit tidak punya pilihan lain.
"Iyaa, jadi dukun trus Rahma ku pelet biar mau jadi istriku, terus kamu tetep aja jadi jomblo...kapok ra kwe..."
Sahut Radit asal pula sambil cekikikan.
Ya begitulah, mereka berdua memang makhluk makhluk yang susah diajak serius, segala sesuatunya dibawa enteng saja.
Namun entah mengapa, di relung hati yang terdalam, Radit merasakan hal yang sangat aneh bahkan cukup mengganggu.
Radit seperti merasa bersalah, entah karena apa, entah rasa itu datangnya dari mana.
Adat di desa Sumber Wangi, setiap sehabis magrib diadakan tahlilan di rumah duka selama 7 hari berturut turut. Radit dan Doni pun selalu hadir, kalau untuk urusan sosial mereka lumayan bisa diandalkan, dan karena mereka pun pengangguran, jadi tidak punya alasan untuk tidak datang.
Setelah mimpi bertemu kakek kakek berbusana putih tempo hari, Radit tidak lagi bermimpi yang aneh aneh lagi, semuanya kembali normal.
Dipagi yang lumayan cerah Radit dengan gegap gempita semangat empat lima berpamitan kepada ibunya untuk mulai kerja pembangunan talud di samping sungai.
Tak lupa segala atribut seperti sepatu boot warna kuning, cangkul dan sabit dia bawa.
Radit mampir dulu kerumah Doni biar bisa berangkat bersama. Pun hampir sama dengan Radit, Doni juga membawa peralatan yang mungkin dipakai nantinya, yang berbeda hanya semangatnya, Doni sebenarnya malas kalau harus kerja kasar, namun apa daya, dompet nya pun sudah sangat tipis, kas bon di warung Kang Ahmad juga harus segera dilunasi.
Tibalah mereka di lokasi yang akan dibuat talud, disitu sudah ada Pak Kadus dan pekerja lain nya, dan beberapa saat kemudian mereka pun mulai bekerja.
Saat siang sudah mulai naik, saat semangat para pekerja sudah mulai menurun, tiba tiba datang Pak Lurah mengecek pekerjaan talud.
Namun bukan Pak Lurah yang mengalihkan pandangan para pekerja, anak gadis yang dibonceng masih dengan seragam SMA nya, Rahma.
Seketika semangat para pekerja mendapat booster saat melihat Rahma, idola semua pemuda Sumber Wangi. Tenaga yang sudah terkuras sejak pagi hari, seperti terisi penuh lagi hanya dengan senyuman kecil Rahma.
"Itu lho Dit, buruan di pelet si Rahma.."
Canda Doni cekikikan.
"Raimuu Don, bisa bisa aku di coret dari daftar warga desa ini sama Pak Lurah"
Jawab Radit cekikikan pula, sambil mencuri curi pandang menikmati senyuman indah Rahma.
Tak berlama lama, Pak Lurah pun pulang bersama anak gadis idola para remaja pun yang mengaku masih remaja.
Sebetulnya Pak Lurah habis menjemput anak nya pulang sekolah trus sekalian mampir, dan membelikan sedikit kudapan buat para pekerja.
Singkat cerita pekerjaan talud pun sudah selesai sesuai harapan, 2 pemuda itupun sudah mendapatkan upah nya.
"Kamu apa tidak jadi ikut pamanmu kerja di jakarta Don"
Radit mengawali pembicaraan saat mereka nongkrong di warung Kang Ahmad.
"Ya sama saja Dit, aku juga tidak bisa meninggalkan orang rumah untuk kerja di tempat yang jauh"
Jawab Doni sambil menghembuskan asap rokok di mulutnya, kali ini rokok yang dia hisap ada iklan nya di televisi, maklum sudah gajian dari proyek talud.
"Mending kita mancing di kali saja yuuk Don, siapa tau kita bakat menjadi nelayan..."
Ajak Radit seraya membayar kopi dan rokoknya.
"Gundulmu kuwi, sungai isinya cuma ikan kecil kecil begitu, gimana mau jadi nelayan.."
Kang Ahmad cuma geleng geleng melihat dua pemuda itu.
"Ya sudah ayo mampir ke rumah ku dulu, ambil joran"
Kemudian mereka berjalan menuju rumah Doni, rumah mewah (mepet sawah) yang selalu kelihatan asri karena di sekitaran rumah di tanam pohon buah buahan.
Setelah sampai di pinggir sungai, mencari spot mancing yang nyaman, mereka mulai memancing, namun sudah lebih dari 1 jam tak kunjung ada ikan yang menyambar umpan mereka.
Akhirnya mereka pun putus asa, di beresi alat alat mancing mereka, dan memilih rebahan di bawah pohon, dan tak butuh waktu yang lama, mereka berdua tertidur.
Mreneoo leeee....
Kakek kakek serba putih kembali memanggil Radit di alam mimpinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!