NovelToon NovelToon

Penantian Cinta Sejati Kembali

Kedatangan Sang Ibu Mertua

"Apa-apaan kamu? Mau buat aku mati makan seperti ini? Masak saja nggak becus!" layangan piring dari atas meja di kamar itu pecah berhambur di lantai kamar ketika menghantam dinding kamar.

Tubuh lelah seorang wanita terjingkat kaget mendapat perlakuan kasar yang sudah menjadi makanannya selama satu minggu belakangan ini. Air matanya menetes ketika melihat tatapan penuh amarah pada pria yang menatapnya sangat menakutkan.

"Rei, tidak bisakah berkata pelan padaku? Aku memasak apa yang kau makan biasanya. Semua tidak ada yang berubah. Itu makan kesukaanmu. Maaf kalau mungkin kau bosan. Aku akan membuat menu baru untukmu. Aku tadi kelelahan karena baru pulang dari klinik. Maaf..."

"Oh jadi kau mengambil alasan dengan pekerjaanmu itu? Pergilah urus klinik kecantikanmu itu dan jangan pernah kembali lagi ke rumah ini. Lagi pula aku tidak tahu siapa kau sebenarnya." Arisha menggeleng sedih mendengar ucapan sang suami.

Sekuat mungkin Arisha menahan diri. Ia memejamkan mata menarik napas dalam dan berkata. "Aku tidak akan pergi. Aku akan merawat suamiku seperti apa yang aku janjikan ketika pernikahan kita berlangsung. Aku akan ada di saat suka mau pun duka suamiku." tutur Arisha sembari beranjak membersihkan lantai kamar.

Jas putih di tubuhnya sudah ia lepaskan saat ini. Terlalu buru-buru masak untuk sang suami karena harus minum obat membuat Arisha sampai lupa dengan dirinya sendiri.

Di ranjang sana sang suami tampak membuang pandangan kesal ke arah jendela. Kepalanya yang masih di perban nampak membuatnya pusing kembali. Ia merebahkan tubuhnya setelah mengatur susah payah emosinya.

Reifan Palupi pendiri rumah sakit swasta harus mendapatkan penyekapan ketika ia mendapati musuh dalam berusaha. Sebagai pendiri rumah sakit yang banyak saingan tentu tak akan mudah baginya. Sampai harus mendapatkan perlakuan buruk dan berakhir tak mengingat tentang kehidupannya bersama sang istri.

Arisha Belvina adalah gadis muda cantik yang jatuh hati pada Reifan. Ia memperjuangkan cintanya meski di awal hanya dirinya lah yang berjuang hingga akhirnya sang suami benar-benar jatuh hati padanya. Hingga pernikahan berjalan satu tahun lamanya mereka tak kunjung mendapatkan anak. Perlahan restu sang mertua pun ikut menjadi halangan dalam rumah tangga Arisha dan Reifan.

"Tunggulah sebentar. Aku akan masak makanan untukmu baru minum obat." ujar Arisha beranjak pergi keluar kamar. Tak ada sahutan apa pun yang di berikan Reifan.

Pria itu benar-benar dingin pada sang istri. Tak tahu saja jika Arisha saat ini sangat lelah. Sejak pagi ia harus bekerja di klinik melayani klien untuk melakukan berbagai macam treatment. Sebagai dokter ia memiliki tanggung jawab besar pada pasiennya. Sementara di rumah ia harus melayani sang suami yang begitu keras padanya.

Di dapur sembari memasak air mata Arisha menetes. Ia sakit sekali melihat perlakuan sang suami yang semakin hari justru semakin kasar padanya. Seolah tenaga Reifan kembali dan membuat kemarahannya semakin mengerikkan. Seperti di kamar tadi, Arisha hampir saja mendapat tamparan oleh piring yang melayang menghantam dinding itu.

"Non, biar saya saja yang memasaknya." Bibi di samping Arisha tak kuasa melihat kesedihan sang majikan.

"Tidak, Bi. Tidak apa-apa. Bibi istirahat saja ini sudah malam." ujar Arisha yang memasak soup untuk sang suami. Sedetail mungkin ia perhatikan semua rasa agar tak membuat Reifan kembali mengamuk.

Sebab ia pun tak ingin sang suami tidak makan dan melewatkan minum obat. Harapan yang ada di diri Arisha adalah sang suami segera sembuh dan kembali mengingatnya. Hanya itu harapan untuk ia bisa bertahan selama ini.

Satu bulan merawat sang suami di rumah sakit dan kini sudah satu minggu Reifan di rumah. Perubahan tak kunjung tiba.

"Ini minum obatnya." ujar Arisha merasa lega melihat sang suami menghabiskan makanan yang ia buat.

Setelah minum obat Reifan bergerak ingin merebahkan tubuh di kasur. Namun, ketika tangan Arisha menyentuh lengannya hendak membantu berbaring tiba-tiba saja Reifan menepis kasar.

"Berhenti menyentuhku!" pekiknya membuat Arisha terjingkat kaget.

"Rei, tolong berhenti teriak-teriak. Aku kaget." ujar Arisha begitu sangat hati-hati.

Arisha pun pergi ketika mendapat tatapan tajam dari sang suami. Malam ini seperti malam sebelumnya dimana Arisha akan tidur seorang diri tanpa bersama sang suami di kamar utama mereka. Reifan tak mau jika mereka satu kamar saat tidur.

"Jika ada apa-apa telepon aku." ujar Arisha yang tak mendapat sahutan apa pun.

Keesokan paginya Arisha membawa sang suami berjemur di depan rumah seperti yang di anjurkan dokter sebelumnya. Demi kesembuhan Reifan hanya patuh. Ia duduk di taman depan halaman rumah dengan wajah dinginnya. Hidup tanpa mengingat apa pun tentu tak nyaman bagi seorang Reifan.

Hingga tepat ketika pukul setengah sembilan Arisha berniat ingin membawa sang suami masuk ke rumah. Pandangan keduanya teralihkan pada kendaraan mobil yang memasuki halaman rumah mereka. Kening Rifan mengerut dalam melihat mobil yang tak ia kenali. Sementara Arisha tersenyum melihat kedatangan sang mertua.

Segera wanita cantik itu melangkah mendekati mobil dan ingin meraih tangan sang mertua.

"Mamah," Arisha terkejut melihat tangan yang di gerakkan ke arah lain oleh wanita paruh baya di depannya saat ini. Seolah sebagai isyarat jika wanita itu menolak sambutan Arisha.

"Ya ampun Reifan? Apa yang terjadi pada kamu, Nak? Maafkan Mamah. Mamah baru mendapat kabar ketika pulang dari swiss. Mamah benar-benar syok, Sayang." Reifan mengerutkan kening mendengar ucapan wanita yang mengakui dirinya adalah mamah.

"Siapa anda?" tanya Reifan mundur menjauh dari jangkauan wanita di depannya saat ini.

Ia tak tahu siapa pun di dunia ini. Itu yang membuat Reifan hanya ikut kemana Arisha membawanya.

"Apa ini, Arisha? Apa yang terjadi pada anakku? Kau apa kan anakku?" jeritan tangis Dara Fany ibu mertua Arisha membuat Arisha turut menjatuhkan air matanya.

Ia tahu sang mertua pasti sangat terpukul melihat keadaan ini. "Mamah dari mana saja? Mengapa aku menghubungi Mamah tak juga bisa? Reifan di sekap penjahat dan melakukan penyerangan sampai ia tak bisa mengingat apa pun karena gangguan di sarafnya, Mah." Dara menggeleng meneteskan air mata.

Berniat liburan dan menenengkan diri selama di Swiss usai kepergian sang suami, justru ketika pulang ia harus di hadapkan dengan keadaan sang anak yang hampir meninggal. Beruntung Arisha cepat membawa Reifan ke rumah sakit yang di akui paling terbaik menangani saraf hingga sang suami bisa terselamatkan.

"Ayo kita sebaiknya masuk, Mah." ujar Arisha.

Dara melangkah masuk dengan Arisha yang melangkah di samping Reifan. Duduk di ruang tengah, Bibi menghidangkan minuman pagi itu di meja.

"Reifan, ikutlah pulang dengan Mamah." Ucapan yang sangat di luar dugaan itu membuat Arisha terkejut bukan main. Ia mengangkat wajah menatap sang ibu mertua dengan penuh tanya.

"Apa maksud Mamah?" tanya Arisha bingung.

Kedatangan Nalendra

"Reifan, ayo ikut Mamah pulang." Abai dengan sang menantu, justru Dara bersikeras membawa sang anak.

Reifan yang tidak tahu apa pun kebenaran di sini hanya diam tak mengerti harus ikut dengan siapa. Jujur satu pun orang tidak bisa ia percaya saat ini. Sedangkan bersama Arisha ia merasa lebih aman sebab tak sedikit pun wanita itu mengganggunya.

"Mah, ada apa sebenarnya? Reifan suamiku. Dia harus tetap tinggal di rumah kami." Arisha merasa cemas melihat sikap dingin sang mertua yang tiba-tiba saja berubah.

Selama ini hubungan mereka baik-baik saja. Tak sekali pun Arisha mendapatkan perlakuan tak enak dari sang mertua. Dan kali ini tatapan Dara begitu tajam pada Arisha.

"Suami saya sudah pergi, Arisha. Saya tidak ingin hidup sendirian di rumah. Saya butuh anak saya. Jangan kamu pikir selama ini saya merestui pernikahan kalian karena saya bersikap baik padamu. Itu semua demi suami saya. Sekarang saya hanya sendiri dan saya berhak menentukan yang terbaik untuk anak saya." Kepala Arisha menggeleng tak percaya mendengar ucapan sang ibu mertua.

Rasanya tak mungkin jika sikap sang ibu mertua bisa berubah drastis seperti ini. Segera Arisha menggenggam lengan Dara.

"Mah, aku mohon jangan membuat keadaan semakin buruk. Aku sedang berusaha membantu Reifan sembuh. Tolong, Mah." Genggaman tangan Arisha di tepis kian kasar oleh Dara.

"Karena kelalaian kamu sebagai istri anakku bisa seperti ini. Kamu hanya sibuk bekerja bekerja dan bekerja. Sekarang kamu minta saya jangan membuat keadaan semakin buruk? Sadar kamu Arisha. Kamulah biang masalah ini semua."

"Berhenti. Cukup! Kalian semua membuat kepalaku sakit." Reifan pun bergegas menuju kamar meninggalkan keduanya.

Meski lemas rasanya tubuh Reifan, ia berusaha segera tiba di kamar untuk berbaring sejenak sebelum membersihkan diri. Di sini tinggalah Arisha bersama Dara yang sama-sama menatap kepergian Reifan.

"Jangan kamu senang, Arisha. Saya akan membawa pergi anak saya dar kehidupan kamu. Satu tahun menikah bahkan kamu tidak bisa memberikan saya cucu. Itu semua karena apa? Karena kamu gila bekerja. Apa yang bisa saya banggakan dengan memiliki menantu sepertimu? Huh!" Setelah memaki sang menantu, wanita paruh baya itu pun pergi meninggalkan rumah sang anak.

Ia kembali ke rumahnya dengan perasaan kesal. Sedangkan di sini Arisha duduk diam melamun. Dirinya pun juga menginginkan seorang anak sejak lama. Tapi, proses program hamil yang tengah ia jalani kini terpaksa harus terhenti di tengah jalan akibat keadaan sang suami.

Bisa di bayangkan bagaimana marahnya Reifan jika Arisha mendekati pria itu di kamar.

"Aku harus bagaimana, Tuhan? Permudahkan aku memecahkan semua masalah ini. Aku sangat ingin hubungan pernikahanku baik-baik saja." gumam Arisha dalam hati.

"Arisha!" Teriakan dari dalam kamar yang tidak tertutup pintunya seketika membuat wanita cantik itu buyar dari lamunannya.

Bergegas Arisha bangkit dan mendekati sumber suara. "Ada a..." Ucapannya menggantung di udara kala melihat sosok sang suami yang mengenakan handuk di pingga dengan tubuh yang basah sehabis mandi.

Ia benar-benar terpesona, rindu tentu saja Arisha rasakan. Biasanya ialah yang mengeringkan tubuh itu dengan handuk sembari keduanya bercanda tawa.

"Berhenti terpesona padaku. Cepat siapkan aku pakaian." Lamunan Arisha buyar.

"Ehm i-iya."

"Jangan senang karena kau berpikir aku memihak padamu dengan tetap tinggal di sini." Arisha hanya diam tak menyahut.

Rasanya berbicara dengan pria seperti Reifan yang lupa ingatan tentu akan sangat menguras kesabaran. Arisha melakukan tugasnya dengan cepat pagi itu. Sebab sebentar lagi ia harus segera berangkat ke klinik.

"Dimana ponselku?" tanyanya.

Arisha kaget saat mendengar sang suami menanyakan ponsel miliknya.

"Di kamarku." jawab Arisha.

"Bawa kemari. Itu barangku. Semua barang yang aku punya bawa padaku. Kau tidak ada hak memegangnya." Patuh kembali Arisha menuruti perintah sang suami mengambil dompet serta ponsel pria itu.

Di kamarnya Arisha menatap foto di dompet sang suami dimana fotonya seorang diri terlihat menempel. Arisha tersenyum semoga dengan benda-benda kecil seperti ini Reifan mempertimbangkan sikap kasarnya pada sang istri.

Sesampai di kamar hal yang Arisha duga terjadi. Reifan membuka dompet dan merobek-robek foto Arisha yang tersenyum menatap kamera.

"Jangan pernah membodohiku. Pergi dari sini!" Suara Reifan menggema.

Arisha tertunduk kaget dan melangkah buru-buru keluar kamar. Air matanya menetes, baru saja ia merasa ada harapan kecil justru semua di patahkan seketika oleh Reifan.

Di bawah guyuran shower Arisha meneteskan air mata sedih. Berharap semua ini bisa berakhir. Di rumah ia harus menghadapi semua kekasaran sang suami. Sedang dii luar ia harus bekerja satu hari full. Lelah rasanya namun Arisha tak bisa mengeluh. Selalu yang menjadi semangatnya adalah menantikan hari dimana ia bisa bahagia bersama sang suami.

"Dokter Arisha. Di luar ada tamu yang ingin bertemu Dokter." ujar seorang perawat kala menghubungi Arisha via telepon.

"Jadwal klien saya belum ada satu jam ini kan, Lia?" tanya Arisha memeriiksa jadwalnya hari ini.

"Belum ada, Dokter. Nanti dua jam ke depan akan ada beberapa yang datang." jawab Lia menjelaskan.

"Yasudah tamunya suruh masuk saja yah?" Patuh panggilan pun seketika terputus usai Lia mengiyakan perintah sang Dokter.

Klinik yang di miliki Arisha memang cukup terkenal. Itu sebabnya ia begitu sibuk saat ini.

Di ruangan Arisha mengangkat wajah ketika mendengar pintu ruangannya di ketuk dari luar. Segera ia melihat siapa yang masuk setelahnya.

"Nalendra?" Arisha berdiri menyambut kedatangan sang adik ipar yang tersenyum padanya.

"Hai Kak...sibuk banget yah? Gimana kabarnya?" tanya pria tampan itu basa basi. Wajahnya yang baby face sempat membuat kehebohan di luar sana. Dimana para perawat yang bekerja bersama Arisha semua adalah wanita single.

"Yah begitu lah. Kamu bagaimana kabarnya? Baik kan?" sahut Arisha lagi.

Keduanya duduk saling berhadapan berbataskan oleh meja dokter. Dimana Arisha pun menceritakan tentang kesehatan Reifan yang tak kunjung pulih ingatannya.

"Sabar, Kak. Aku yakin Kakak bisa mengembalikan semua ingatan Kak Reifan. Kalian pasangan yang serasi sayang jika harus bubar. Sebelumnya Kak Arisha pun tahu bagaimana sikap dinginnya Kak Reifan?" Arisha mengangguk paham dengan apa yang di ucapkan sang adik ipar.

"Masalahnya sekarang bukan hanya Reifan saja, Ndra. Tapi Mamah juga ikut membenci Kakak." Ucapan Arisha membuat Nalendra menunduk lemas sembari menghela napasnya kasar.

"Ini yang aku takutkan selama ini, Kak." ucapnya membuat kening Arisha mengerut dalam.

"Maksud kamu, Ndra?"

Kedatangan Gina

Di ruangan keduanya saling diam. Arisha masih menunggu maksud ucapan sang adik ipar yang kini menatapnya dalam diam. Penuh pertimbangan rasanya Nalendra mengutarakan kebenaran pada sang kakak ipar.

"Mamah sebenarnya memang tidak merestui hubungan kalian jika bukan karena Papah, Kak." Kening Arisha pun mengerut kala mendengar ucapan sang adik ipar.

Kepala Arisha menggeleng tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Selama ini hubungannya dengan sang ibu mertua nampak baik-baik saja. Rasanya tidak mungkin jika wanita paruh baya itu tengah berdrama.

"Kamu bercanda kan, Ndra? Mamah nggak mungkin seperti itu." ujar Arisha tak percaya.

Nalendra menunduk menghela napasnya kasar. "Aku tahu sulit untuk di percaya. Tapi inilah kenyataannya, Kak Arisha. Sejak awal Mamah tidak setuju jika Kak Rei menikah dengan wanita pekerja. Karena bagi Mamah ketika wanita tidak bekerja ia akan fokus dengan rumah tangganya. Di tambah lagi selama ini Mamah menunggu cucu dari kalian yang tak kunjung hadir. Di situ penilaian Mamah pada Kakak yang bekerja semakin buruk. Selama ini Mamah tidak punya kuasa sebab Papah lebih memegang kendali semuanya. Tapi, sekarang Papah sudah tidak ada, Kak. Ini yang aku khawatirkan."

Arisha terdiam mendengar kenyataan ini. Selama ini meski sikap sang Mamah mertua sedikit datar padanya itu tak pernah menjadi masalah bagi Arisha. Ia terus berpikir positif untuk sang mamah mertua. Tak di sangka jika selama ini teryata ia tengah berusaha mengejar restu wanita paruh baya itu.

"Aku tidak mungkin meninggalkan karirku saat ini, Ndra. Susah payah aku membangun semuanya." Arisha menunduk sedih menimbang apa yang harus ia lakukan.

Bahkan perjuangannya sebagai seorang istri pun sedang terancam saat ini. Sang suami yang masih belum menunjukkan perubahan sedikit pun tentu membuat Arisha sangat takut.

"Kak, tenanglah. Kak Rei pasti akan segera sembuh dari hilang ingatannya. Kuncinya hanya ada di Kak Reifan. Mamah tidak akan bisa berbuat apa-apa jika kalian sudah saling mencintai. Lambat laun restu itu pasti akan kalian dapatkan walau tanpa Papah." Mendengar ucapan sang adik, Arisha hanya tersenyum paksa

"Terimakasih, Ndra."

Keduanya pun berpisah saat itu dengan Nalendra yang pamit untuk segera bekerja. Sedangkan Arisha kembali menemui pasien di ruangan perawatan.

Tanpa Arisha ketahui, jika di rumah kali ini Reifan justru kedatangan seorang tamu wanita. Wajahnya cantik dan tubuhnya tinggi langsing. Pelayan melangkah menuntun gadis cantik itu untuk masuk ke rumah setelah mendapat telepon dari Dara.

"Oh Non Gina? Baik Nyonya." Itu sahutan pelayan kala menerima perintah dari Dara.

Di sinilah keduanya berada, di depan pintu kamar tempat dimana Reifan tengah beristirahat. Pria itu menoleh kala mendengar pintu kamar terbuka dari luar. Pelayan nampak menunduk hormat lalu detik berikutnya seorang wanita berjalan melewati bibi dan masuk ke kamar itu.

"Rei, bagaimana kabarmu?" tanya gadis itu.

Reifan menyipitkan mata seolah tak asing dengan wajah cantik ini. Entah mengapa pikirannya justru merasa jika wanita inilah yang ia kenal. Bukan wanita yang mengaku istrinya mau pun mamahnya.

"Masih pusingkah? Aku pulang ke Indonesia demi melihat keadaanmu." Reifan masih diam menggenggam ponselnya melihat gadis itu sudah duduk di sampingnya di sisi ranjang.

Pandangan Gina menajam kala melihat pelayan masih saja berdiri di ambang pintu tanpa meninggalkan mereka. Seketika pelayan sadar dan mengangguk ragu. Rasanya berat ia meninggalkan keduanya di dalam kamar utama milik Reifan dengan Arisha. Tapi, melihat tatapan tajam Gina, pelayan itu tak berkutik.

"Apa kau benar-benar tidak mengingat aku?" tanya Gina lemah lembut. Tangannya bergerak menyentuh rahang Reifan.

Wajahnya terlihat begitu sedih dan itu jelas di pandangan Reifan.

"Aku merasa ingat dengan wajahmu. Tapi, aku tidak tahu kau siapa." jawab Reifan pada akhirnya.

Saat ini yang bisa ia lakukan hanyalah pecaya pada isi kepalanya. Tak ada satu pun yang bisa Reifan percaya selain dirinya sendiri. Mendengar ucapan Reifan sontak Gina tersenyum senang dan memeluk erat tubuh pria tampan di depannya saat ini.

"Aku senang, Rei. Kau mengingatku. Aku sangat senang sekali. Terimakasih." Suara lembut dan ceria itu nyatanya membuat Reifan menghangat. Sikap kasarnya yang biasa ia layangkan pada Arisha kini tak sama sekali ia tunjukkan pada Gina.

"Apa kau wanita di masa laluku?" tanya Reifan kembali. Dan Gina secepat mungkin menganggukkan kepalanya.

Ini adalah kesempatan yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja. Posisi Arisha sedang terancam olehnya.

"Kita sangat saling mencintai, Rei. Wanita itu datang merusak semuanya." jelas Gina yang mulai mengarang cerita sesungguhnya. Reifan pun semakin penasaran.

"Kenapa bisa?" tanyanya.

"Karena Papahmu lah kita harus berpisah. Meski begitu kita tetap menjalin hubungan seperti biasanya. Jadi, kau jangan khawatir. Aku akan tetap bersama mu sampai kapan pun." Gina tersenyum kembali mengeratkan pelukannya pada tubuh Reifan.

Keduanya duduk saling berhadapan saat ini. Reifan pun tak menolak pelukan dari gadis cantik di depannya. Penampilan Gina memang sangat menyegarkan mata dengan make up segar di wajahnya namun tidak begitu mencolok. Berbeda dengan Arisha yang selalu tampil tanpa make up karena wajahnya memanglah sudah cantik.

Keduanya memiliki kecantikan masing-masing yang menurut Reifan menarik. Tapi, ia tidak memiliki ingatan apa pun dengan Arisha slain prasangka buruk.

"Temani aku dalam proses pemulihanku," ujar Reifan.

"Pasti. Aku pasti menemanimu, Rei. Aku sangat merindukanmu." jawab Gina senang.

"Siapa nama mu?" tanya Reifan lagi.

"Gina Elen. Biasa kau memanggilku El. Katamu itu adalah panggilan khusus untukku yang orang lain tidak boleh memanggilnya." Suara ceria Gina lantas membuat Reifan tanpa sadar menyunggingkan senyum tampannya.

Ia merasa terhibur dengan keceriaan Gina di kamar ini. Mereka bercerita banyak hal tanpa tahu di luar sana sang pelayan begitu gelisah menelpon Arisha namun tak kunjung di angkat.

"Aduh Nyonya Arisha kemana sih? Ini gawat ini." ujar Bibi gelisah.

"Hentikan panggilan itu, Bi. Jika tidak ingin di pecat!" Sontak sang Bibi terjingkat kaget mendengar ucapan dari wanita yang baru datang. Ternyata dia adalah Dara yang kembali lagi ke rumah Arisha.

"Nyo-nya?" Bibi menunduk menggantung ponsel di tangannya gugup.

Dara tampak melangkah mendekatinya. "Ma-maafkan saya, Nyonya."

"Sudah. Buatkan saya minuman segar dan cemilan. Jangan mengganggu hal yang tidak seharusnya di ganggu." sahut Dara ketus.

"Tapi, Nyonya. Mereka di kamar utama..." Ucapan Bibi menggantung di udara kala melihat kembali tatapan tajam dari sang Nyonya besar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!