Raka Wijaya seorang pria tampan berusia empat puluh tahun, yang tak lain pimpinan Wijaya Group, sedang berjalan jalan ke sebuah taman bermain untuk mencerahkan pikirannya dari penatnya pekerjaan yang akan menyita otaknya. Ia nampak senang melihat beberapa anak kecil sedang bermain di sana. Sepertinya mereka adalah murid murid play group karena mereka menggunakan seragam yang sama.
Drt... Drt...
Ponsel Raka berdering tanda panggilan masuk dari asisten pribadinya.
" Halo." Raka mengangkat sambungan teleponnya.
" Anda dimana Tuan? Anda harus segera datang ke kantor karena ada masalah di sini. Ada pekerja kita yang tertangkap melakukan penggelapan dana hingga milyaran rupiah."
" Baiklah aku akan ke sana sekarang." Sahut Raka tanpa menanyakan siapa karena ia sendiri tidak hafal dengan para pegawainya.
Setelah menutup teleponnya, ia berjalan menuju mobilnya.
Masih di area taman, seorang gadis cantik berjalan melewati trotoar pinggiran taman.
Tiba tiba...
Brugh....
" Haaaa.... "
Seorang anak kecil jatuh dari ayunan, dahinya nampak berdarah karena terkena batu kecil di sela sela rerumputan.
" Astaga ya Tuhan." Mara segera berlari menghampirinya.
" Ya Tuhan, darahnya semakin deras. Dimana guru kalian?" Tanya Mara menatap mereka semua.
" Ibu guru sedang ke toilet sebentar Kak." Jawab salah satu anak di sana.
" Kakak akan membawanya ke klinik, bilang pada ibu guru kalian kalau dia sudah kembali nanti." Ucapnya.
Tanpa membuang waktu, gadis itu segera menggendong anak tersebut. Ia berlari menuju jalan raya sampai sebuah mobil melintas di depannya. Ia segera menyetopnya.
Raka yang berada di dalam mobil langsung menghentikan mobilnya tepat di depan gadis itu.
" Maaf Pak, bisakah anda menolong saya?" Tanyanya.
Raka nampak tersenyum setelah melihat wajah gadis cantik yang berada di depannya.
" Pak, apa Bapak bisa menolong saya?" Tanya gadis itu lagi membuat Raka tersadar dari lamunannya.
" Apa yang bisa aku bantu?" Raka balik bertanya.
" Tolong antarkan saya ke klinik terdekat. Kepala adek ini berdarah, dan saat ini dia membutuhkan pertolongan dengan segera." Ujarnya.
" Baiklah, silahkan masuk!" Raka membuka pintu mobil bagian depan.
" Terima kasih Pak." Ucapnya masuk ke dalam, ia duduk sambil memangku anak itu.
Raka segera melajukan mobilnya menuju klinik terdekat.
" Siapa namamu?" Tanya Raka tanpa menoleh.
" Aruna Pak." Sahutnya.
Raka nampak mengangguk anggukkan kepala.
" Apa dia adikmu?" Tanya Raka lagi.
" Bukan, saya tidak tahu adek ini siapa. Tadi saya kebetulan lewat pas adek ini jatuh dari ayunan. Saya takut dia kenapa napa, itu sebabnya saya segera membawanya." Sahut Aruna.
" Kau baik hati sekali, bagaimana kalau kau di tuduh sebagai penculik setelah ini?" Tanya Raka.
" Tidak masalah Pak, niat saya baik. Saya yakin Tuhan pasti akan membantu saya." Sahut Aruna membuat Raka kagum.
Sepuluh menit mereka sampai di klinik kesehatan. Aruna segera turun lalu membawa anak itu ke ruang IGD agar segera mendapat perawatan.
Setelah mendapat jahitan lima di kepalanya, anak itu di perbolehkan pulang. Aruna kembali menggendongnya keluar dari ruang IGD.
" Bagaimana keadaannya?" Tanya Raka membuat Aruna terkejut.
" Lhoh Bapak masih di sini? Saya pikir Bapak sudah pergi." Bukannya menjawab Aruna malah balik bertanya.
" Iya, tidak mungkin aku meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini. Aku akan bertanggung jawab dengan mengantarmu kembali ke taman. Bagaimana keadaannya?" Raka kembali bertanya.
" Alhamdulillah baik baik saja Pak, terima kasih telah membantu kami." Ucap Aruna.
" Sama sama." Sahut Raka menganggukkan kepalanya.
" Kalau begitu mari kita pulang." Ujar Raka.
" Baik Pak." Sahut Aruna.
Raka dan Aruna berjalan menuju parkiran, Raka kembali melajukan mobilnya menuju taman.
" Kau masih sekolah apa sudah bekerja?" Tanya Raka menatap Aruna sekilas.
" Aku sedang merintis sebuah cafe Pak di jalan xx. Kalau Bapak berkenan silahkan mampir ke kafe saya. Atau bawa istri Bapak ke salon Aruna Beauthy, itu salon milik saya. Saya akan memberikan bonus kepada Bapak karena telah menolong kami." Sahut Aruna.
Raka tersenyum kecut mendengar kata istri dari mulut Aruna.
Tak terasa mereka sudah sampai di taman. Nampak anak anak yang tadi bermain di sana berdiri di pinggir trotoar bersama ibu guru mereka.
" Terima kasih Pak." Ucap Aruna.
" Sama sama." Sahut Raka tersenyum manis.
Aruna turun dari mobil sambil menggendong anak itu. Tiba tiba seorang ibu ibu menghampirinya. Mungkin ibu guru sudah menghubungi orang tua dari anak tersebut.
" Arvin." Ucap seorang ibu ibu mendekati Aruna.
" Ya Tuhan Arvin... Kenapa bisa begini nak?" Ucapnya khawatir melihat dahi putranya tertutup dengan perban.
" Tadi anak ibu jatuh dari ayunan, maaf saya membawanya tanpa memberitahu kalian semua." Ucap Aruna.
" Tidak apa apa Mbak, saya justru berterima kasih karena Mbak telah menolong anak saya." Ucapnya.
" Sama sama Bu, tapi yang lebih banyak membantu adalah bapak itu. Dia yang membawa kami ke klinik dan membayar biayanya juga." Ucap Aruna menunjuk Raka yang berada di dalam mobil.
" Terima kasih Pak, telah membantu anak saya." Ucap Ibu tadi.
" Sama sama Bu." Sahut Raka.
Aruna mendekati Raka.
" Terima kasih Pak." Ucap Aruna menatap Raka.
" Sama sama, oh ya aku harus pergi. Semoga kita bisa bertemu lagi. Sampai jumpa di lain waktu Aruna." Ucap Raka di balas anggukkan kepala oleh Aruna.
Raka meninggalkan taman dengan perasaan entah yang membuncah dalam hatinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah mendapat telepon dari sang ayah yang bekerja di sebuah perusahaan, Aruna nampak terburu buru menuju parkiran mobilnya. Ia segera melajukan mobil yang baru ia beli dengan kecepatan kencang. Beruntung Aruna memiliki skill yang hebat soal berkendara.
" Ya Tuhan... Masalah apa yang sedang ayahku hadapi? Kenapa sepertinya nampak serius sekali." Ujar Aruna.
Ya... Sang ayah mengabarkan jika ia sedang dalam masalah yang genting. Itu sebabnya ia meminta Aruna untuk datang ke tempatnya bekerja.
Sepuluh menit kemudian Aruna sampai di perusahaan tempat ayahnya bekerja. Ia segera turun dari mobil lalu masuk ke dalam lobby.
Setelah menanyakan dimana ruangan presdir, Aruna langsung menuju ke sana dengan menaiki lift. Sampai di lantai sepuluh, Aruna segera mencari ruangan yang bertuliskan ruangan presdir.
Tok tok...
Aruna mengetuk pintunya, tak lama seorang pria tampan membukakan pintu untuknya. Dia adalah Hendra, sang asisten presdir.
" Nona Aruna?" Tanya Hendra memastikan.
" Iya Pak, saya Aruna. Saya di minta ayah saya untuk datang ke sini. Apakah ayah saya masih ada di dalam?" Tanya Aruna.
" Masih, silahkan masuk Nona!" Ucap Hendra.
" Terima kasih." Sahut Aruna.
Aruna masuk ke dalam ruangan yang nampak mencengkam. Bagaimana tidak? Ia melihat sang ayah sedang duduk sambil menundukkan kepala di tengah tengah orang orang berjas hitam.
" Ada apa ini? Kenapa ayah nampak seperti sedang di adili? Apa ayah melakukan kesalahan?" Tanya Aruna di dalam hatinya.
" Tuan Raka, Nona Aruna sudah datang." Ucap Hendra.
Raka yang duduk di kursi kebesarannya mendongak menatap Aruna.
" Aruna."
" Bapak."
Ucap Aruna dan Raka bersamaan.
Pak Fandi, ayah dari Aruna menoleh ke belakang menatap sang putri tercinta.
" Ayah." Aruna mendekati sang ayah.
" Apa kau mengenal pak Raka?" Tanya pak Fandi.
" Dia membantuku tadi pagi Yah." Sahut Aruna.
" Ayah apa yang terjadi? Kenapa Ayah duduk di sini seperti seorang tersangka yang sedang menjalani penyelidikkan? Apa Ayah berbuat kesalahan? Apa Ayah melakukan sesuatu di sini?" Tanya Aruna menebak nebak.
Pak Fandi hanya bisa bungkam tidak bisa mengatakan apa apa kepada sang putri. Ia yakin jika putrinya tahu apa yang ia lakukan, pasti putrinya sangat kecewa.
" Katakan Ayah!" Ucap Aruna mengguncang lengan pak Fandi.
" Biar aku yang mengatakannya padamu." Ucap Raka beranjak dari kursi kebesarannya mendekati Aruna.
" Ayahmu telah menggelapkan dana perusahaan sebesar dua milyar rupiah." Ucap Raka membuat Aruna terkejut.
" Apa itu benar Ayah? Apa semua yang di tuduhkan oleh pak Raka suatu kebenaran yang telah Ayah lakukan pada perusahaannya? Jawab aku Yah, dan jangan berbohong!" Ucap Aruna menatap ayahnya.
" Iya Aruna."
Jeduarrr.....
Bagai di sambar perut di siang bolong. Tubuh Aruna benar benar terasa kaku dan tidak bisa di gerakkan.
" A.. Apa?" Pekik Aruna tidak percaya.
" Bagaimana Ayah bisa melakukan semua ini Yah? Untuk Ayah menggelapkan uang sebanyak itu?" Tanya Aruna menayap ayahnya.
" Ayah terpaksa melakukan ini demi membuatmu bahagia." Ujar pak Fandi.
" Bahagia?" Aruna mengerutkan keningnya.
" Kebahagiaan yang mana Ayah? Apa yang Ayah lakukan dengan uang itu untuk kebahagiaanku?" Selidik Aruna.
" Membangun kafe untukmu."
" Apa???" Pekik Aruna tidak percaya.
" Bukankah Ayah bilang, Ayah mendapat pinjaman di tambah ayah menguras uang tabungan Ayah?" Tanya Aruna.
" Maaf Ayah berbohong." Ucap pak Fandi.
" Bagaimana bisa Ayah melakukan semua ini? Apa Ayah pikir kebahagiaanmu terletak di cafe baru itu? Apa selama ini aku meminta Ayah untuk membangun kafe untukku? Apa selama ini aku terlalu menuntut Ayah untuk memenuhi keinginanku sehingga Ayah bisa melakukan semua ini? Jawab aku Ayah! Apa selama ini Ayah terbebani dengan semua impian yang ingin aku capai?" Pertanyaan Aruna membuat tuan Fandi bungkam.
" Tidak Ayah, selama ini aku tidak pernah menuntut apapun pada Ayah, aku selalu berusaha untuk mandiri dengan mewujudkan semua impianku sendiri Ayah. Ayah benar benar membuat aku kecewa. Aku akan menjual kafe itu dan mengembalikan uangnya kepada Ayah. Aku tidak mau membangun usaha dari uang yang tidak halal. Dan ya satu lagi, kebahagiaanku adalah saat aku bisa menghabiskan waktu dengan Ayah, bukan materi yang berlimpah." Ucap Aruna.
Raka tersenyum melihat sikap Aruna. Aruna menatap Raka begitupun sebaliknya.
" Jumlah itu sangat besar Aruna, ayahmu harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan mendekam di balik jeruji besi serta mengembalikan semua uangnya." Ucap Raka.
" Pak Raka, jika Ayah saya harus mengembalikan uangnya, lalu kenapa Ayah saya harus mendekam di penjara? Saya tahu Ayah saya memang salah. Tapi apa tidak ada kebijakan dari perusahaan untuk meringankan hukuman ayah saya?" Tanya Aruna.
" Kalau kebijakan dari perusahaan tidak ada, semua yang salah pasti akan di hukum sesuai hukum yang berlaku. Tapi aku akan memberikan penawaran untukmu." Ucap Raka.
" Penawaran? Penawaran seperti apa itu?" Tanya Aruna.
" Menikahlah denganku, maka aku akan menutup kasus ini dan membiarkan ayahmu tetap bekerja di sini dengan syarat beliau tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Aku juga tidak akan meminta pengembalian dana ataupun meminta cafemu itu. Bagaimana?" Tawa Raka menatap Aruna.
" Aku akan tetap menjual kafe itu dan mengembalikan uangnya padamu. Sisanya akan aku cicil setiap bulannya. Tapi untuk menikah denganmu aku tidak setuju." Ucap Aruna tegas membuat Raka sedikit kesal dengan penolakannya. Selama ini tidak ada yang pernah menolak pesona Raka sekian Aruna.
" Kau membuat masalah besar dengan menolak tuan Raka Nona... " Batin Hendra.
" Kalau begitu biarkan ayahmu mendekam di penjara, akan aku pastikan ayahmu berada di dalam sana dalam waktu yang sangat lama, karena uang dua milyar bukan uang yang sedikit. Bahkan gaji ayahmu selama puluhan tahun tidak berjumlah sebesar itu Nona Aruna." Ucap Raka.
Aruna nampak bingung untuk memutuskan. Di sisi lain ia tidak mau menikahi Raka, namun di sisi lain ia tidak tega dengan ayahnya yang sudah mulai renta.
" Aruna." Tuan Fandi menggenggam tangan Aruna.
" Ayah sudah membuatmu kecewa dengan melakukan kesalahan sebesar ini. Ayah tidak mau melakukan kesalahan lagi dengan mengorbankan kebahagiaanmu. Biarkan Ayah mempertanggung jawabkan perbuatan Ayah sendiri. Kau tidak perlu menerima tawaran dari pak Raka. Ayah siap untuk di penjara." Ucap tuan Fandi.
Aruna menatap iba sang ayah dengan mata berkaca kaca.
" Ya Tuhan... Kau telah menempatkan aku dalam posisi sesulit ini. Aku bagaikan makan buah simalakama, jika aku terima maka masa depanku jadi taruhannya. Jika aku menolak, maka nasib ayahku yang jadi taruhannya. Berikan aku petunjukmu ya Tuhan... Pilihan ini sangat berat untukku." Jerit Aruna dalam hati.
" Bagaimana Aruna? Tentukan pilihanmu sekarang karena aku tidak punya banyak waktu. Kau pilih menerima tawaranku atau menolaknya." Ucap Raka tegas.
" Aku.. Aku....
Aku apa ya????
Jangan lupa tekan like, koment, vote dan hadiahnya buat author... Author akan membagikan pulsa sebesar dua puluh ribu buat tiga pendukung terbanyak di akhir bab ya...
Terima kasih....
Miss U All...
TBC....
Semua orang menatap Aruna membuat Aruna semakin gugup.
" Tidak apa apa Nak, jangan di paksakan!" Ucap pak Fandi.
" Tuan Raka, penjarakan saja saya. Jangan libatkan putriku dalam hal ini! Biarkan saya yang menanggungnya sendiri." Pak Fandi menatap Raka.
Raka terus menatap Aruna dengan intens. Entah apa yang sedang ia pikirkan saat ini.
" Tidak Aruna... Jangan sampai ayah masuk penjara, kebahagiaanku bersama ayah, jika ayah di penjara maka kebahagiaanku akan hilang. Mungkin ini saatnya aku membalas kasih sayang ayah selama ini. Aku yakin Tuhan sedang mengujiku saat ini. Aku harus kuat, aku harus ikhlas menerima semua ini, walau mungkin aku menjadi yang kedua untuknya." Ujar Aruna dalam hati.
" Baiklah jika itu mau anda pak Fandi, anak buah saya akan segera membawa anda ke kantor polisi." Ucap Raka.
" Bawa dia!" Titah Raka pada anak buahnya.
" Jangan!" Cegah Aruna.
Aruna mendekati Raka, ia menatap Raka dengan berani.
" Baiklah aku terima tawaranmu, aku bersedia menikah denganmu." Ucap Aruna.
Raka tersenyum simpul sedangkan pak Fandi memejamkan matanya menahan rasa sesak yang menjalar di dalam hatinya. Ia merasa telah gagal menjadi orang tua karena telah mngorbankan masa depan putri satu satunya. Ia sangat menyesal akan perbuatannya ini.
" Burhan, siapkan pernikahan untuk kami secepatnya. Undang semua kolega bisnis agar mereka tahu siapa yang menjadi istriku. Supaya kelak tidak ada yang berani mengganggunya." Ucap Raka menatap Burhan.
" Baik Tuan." Sahut Burhan.
" Kau sudah memutuskan maka kau tidak boleh mundur lagi. Mulai sekarang kau calon istriku dan aku calon suamimu. Patuhlah kepadaku maka aku akan memberikan kebahagiaan untukmu." Ucap Raka menatap Aruna.
" Baiklah." Sahut Aruna pasrah.
Raka menatap pak Fandi.
" Ayah mertua, silahkan anda bekerja lagi. Terima kasih telah memberikan aku jodoh secantik putrimu." Ucap Raka.
Pak Fandi hanya bisa menganggukkan kepala saja. Ia beranjak dari kursinya berhadapan dengan Aruna.
" Ayah jangan bersedih! Ini sudah keputusanku, aku tidak apa apa Ayah. Mungkin ini jalan takdir yang Tuhan tunjukkan kepadaku. Aku hanya minta doa restu dari Ayah agar kelak pernikahan kami bahagia." Ucap Aruna tiba tiba memeluk ayah tercintanya.
" Doa Ayah selalu menyertaimu sayang, maafkan Ayah karena perbuatan Ayah telah merenggut masa depanmu." Ujar pak Fandi.
" Tidak Ayah, aku masih bisa menggapai masa depanku walaupun aku sudah menikah. Ayah bekerjalah dengan tenang! Jangan menjadikan hal ini sebagai beban." Ucap Aruna melepas pelukannya.
" Baiklah sayang, Ayah bekerja dulu. Terima kasih telah berkorban untuk Ayah. Ayah menyayangimu." Ucap pak Fandi mengelus pipi Aruna.
" Aku juga menyayangi Ayah." Sahut Aruna.
Aruna hanya bisa menganggukkan kepalanya saja. Pak Fandi dan yang lainnya meninggalkan ruangan hanya menyisakan Raka dan Aruna saja.
" Aku harus memikirkan cara agar pria tua ini mau melepaskanku dengan sendirinya. Aku akan membuatnya kesal setiap waktu, dengan begitu dia pasti malas denganku dan akan memintaki untuk pergi. Jadi aku bisa terbebas dari pria tua sepertinya." Gumam Aruna dalam hati.
" Aku rasa proses tawar menawar sudah selesai, aku permisi dulu Pak." Ucap Aruna undur diri.
" Jangan pergi kemana mana!" Ucap Raka menghentikan langkah Aruna yang hendak membuka pintu.
Aruna membalikkan badannya menatap Raka yang sedang berjalan ke arahnya. Raka menarik tangan Aruna lalu menuntunnya ke sofa. Mereka duduk berdampingan membuat Aruna merasa tidak nyaman.
" Kenapa sepertinya kau tidak nyaman berada di dekatku?" Tanya Raka menatap Aruna.
" Maaf Pak, saya tidak terbiasa dekat dengan seorang pria." Sahut Aruna membuat Raka tersenyum senang.
" Bagaimana bisa gadis secantik dirimu tidak pernah dekat dengan seorang pria? Apa kau kira aku percaya begitu saja?" Ujar Raka.
" Aku hanya menjawab pertanyaan Bapak, masalah percaya atau tidak itu urusanmu." Sahut Aruna membuat Raka tercengang.
" Sebelum menikah aku ingin mengatakan beberapa hal harus kamu patuhi mulai sekarang." Ucap Raka.
" Pertama kau tidak boleh dekat dengan pria manapun, kedua kau tidak boleh keluar rumah tanpa ijin dariku, yang ketiga kau tidak boleh bekerja karena semua kebutuhanmu aku yang akan mencukupinya. Dan yang terakhir kau harus menuruti semua ucapanku." Ucap Raka.
Aruna menatap Raka dengan intens.
" Apa jika aku keluar rumah tanpa seijinmu kau takut istri pertamamu tahu jika suaminya telah menikahi wanita lain? Lalu untuk apa kau mengundang kolega bisnismu?" Pertanyaan Aruna membuat Raka terkekeh.
" Kau akan menjadi istriku satu satunya, karena aku belum menikah ataupun pernah menikah. Aku masih lajang."
" Apa???" Pekik Aruna tidak percaya.
" Aku tidak percaya jika Bapak belum menikah. Apalagi di lihat dari usia Bapak, Bapak sudah tu.... "
" Aku bukan tua tapi usia matang." Sahut Raka cepat. Ia paling tidak suka di bilang tua.
" Aku rasa usianya bukan matang lagi, tapi mendekati busuk." Gumam Aruna masih bisa di dengar oleh Raka.
" Aku mendengarnya Runa." Ucap Raka kesal.
" He he maaf Pak." Ucap Aruna meringis.
" Ganti panggilanmu! Aku tidak mau kau memanggilku dengan sebutan itu." Titah Raka dengan nada tegas.
" Apa aku harus memanggilmu dengan sebutan Om? Atau suami? Atau.... " Aruna nampak sedang berpikir.
" Mas. Panggil aku dengan sebutan Mas." Ucap Raka.
" Sepertinya kau sudah tidak pantas di panggil Mas lagi. Kau seperti adik dari ayahku, jadi aku panggil om saja." Ujar Aruna tersenyum sinis.
" Pasal empat, kau harus menuruti semua ucapanku atau aku akan menghukummu." Ucap Raka menatap tajam.
" Hah... Baiklah baiklah Mas Raka." Ucap Aruna menahan tawanya.
" Kau boleh tertawa saat ini, tapi setelah menjadi istriku aku akan membalasmu. Kau menyebutku dengan pria tua, aku akan membuktikan bagaimana pria tua ini bisa membuatmu terus memanggil namaku di atas ranjang. Kau bahkan akan meminta ampun dan memintaku untuk melepaskanmu, tapi aku tidak akan pernah melepaskanmu." Ucap Raka membuat Aruna bergidik ngeri.
" Oh my God... Bagaimana bisa aku membangunkan singa yang sedang tidur. Bodoh kau Aruna... Singa tua ini terlihat siap menerkammu saat ini juga. Kau harus tunduk padanya demi bisa meloloskan diri dengan baik." Batin Aruna.
" Dasar gadis kecil, sok sok an menentang. Giliran di gertak masalah itu langsung kicep. Tapi lucu juga wajahnya kalau lagi was was begitu, membuat jantungku ser ser an. Raka... Apa kau sedang jatuh cinta lagi saat ini? Kau jatuh cinta pada gadis yang jauh lebih muda darimu? Ya... Aku memang sengaja memilih gadis yang jauh lebih muda agar bisa di atur. Gadis sepertinya pasti tidak akan berani membangkang perintahku seperti dia." Ujar Raka dalam hati.
" Sekarang bersiaplah, aku akan mengantarmu ke butik untuk fitting baju pengantin. Dan kau juga harus mendapat perawatan di salon supaya aura kecantikanmu tepancar saat hari pernikahan kita nanti." Ucap Raka.
" Aku punya salon sendiri, jadi aku bisa merawat diriku sendiri. Sepertinya yang harus mendapat perawatan itu kamu, supaya kau terlihat tampan dan lebih muda saat pernikahan kita nanti. Jadi aku tidak akan di cemooh oleh orang orang karena mau menikahi pria tua sepertimu." Ucap Aruna mengejek Raka.
" Kau.." Geram Raka.
Aruna segera berlalu dari sana sebelum sang singa benar benar menerkamnya. Raka terkekeh melihat tingkah Aruna.
" Benar benar unik, aku yakin pilihanku tidak akan salah lagi. Hidupku pasti akan lebih berwarna setelah menikah dengannya." Monolog Raka.
TBC.....
Hari ini tiba hari pernikahan Raka Wijaya dan Aruna Chaesa. Acara pernikahan di gelar di sebuah ballroom hotel ternama di kota itu dengan mengundang hampir dua ribu tamu. Pernak pernik hiasan lampu dan bunga hidup membuat dekorasi tampak sangat indah.
Beberapa menit lalu Raka berhasil mempersunting Aruna dengan sekali tarikan lafaz ijab qobul. Kini mereka sedang berganti pakaian untuk melanjutkan acara resepsi.
Aruna nampak sangat cantik dengan di balut gaun berwarna putih seperti putri di negeri dongeng, sedangkan Raka nampak sangat tampan dengan memakai jas hitam. Keduanya nampak serasi berjalan beriringan dengan Aruna mengapit lengan Raka menuju altar pernikahan. Senyuman terus tersungging di bibir Raka dan Aruna.
Aruna dan Raka duduk bersanding di kursi pelaminan menghadap para tamu yang hadir. Ucapan selamat dan doa restu, tamu berikan kepada mereka berdua silih berganti.
Sampai....
" Papa... "
Seorang anak perempuan sekitar empat tahunan berlari mendekati Raka.
Deg....
Jantung Aruna berdetak sangat kencang.
" Papa? Bukankah tuan Raka bilang dia belum pernah menikah? Lalu apa ini? Papa? Anak ini memanggilnya Papa? Ya Tuhan... Ada apa ini? Apa dia anak tuan Raka? Apa aku di bohongi olehnya? Apa aku.... " Ujar Aruna dalam hatinya.
Anak perempuan itu menubruk Raka.
" Anak Papa." Ucap Raka menggendongnya.
Aruna menatap Raka dengan tatapan menyelidik.
" Fara, kenalin ini mama Aruna. Beri salam untuk mama Aruna!" Ucap Raka.
" Hai Ma, namaku Fara. Aku anak papa Raka yang paling papa sayang." Ucap Fara menatap Aruna.
Aruna hanya tersenyum saja. Ia mengedarkan pandangan ke depan sampai sepasang suami istri berjalan mendekati mereka.
" Fara turun sayang, kasihan papa pasti capek menggendongmu seperti itu." Ucap Ercha.
" Nggak mau, Fara kangen sama papa." Sahut Fara mengalungkan tangannya ke leher Raka.
Ercha menatap Aruna yang menampakkan wajah bingungnya.
" Maaf Kak, anakku memang suka begitu kalau sudah ketemu papanya." Ucap Ercha.
" Apa tidak ada yang mau menjelaskan tentang ini padaku?" Tanya Aruna menatap Ercha dan Raka bergantian.
" Memangnya apa yang perlu di jelaskan Kak? Ini Fara, putrinya kak Raka."
Jeduarrr....
Aruna merasa di permainkan oleh mereka semua, ia mengepalkan erat tangannya menahan rasa sesak di dadanya. Ingin sekali ia menangis namun ia menahan air mata sekuat tenaga.
Tiba tiba kepalanya berdenyut nyeri, pandangannya kabur sampai...
Brugh.....
Tubuh Aruna ambruk di kursi pelaminan. Hal itu membuat semua orang terkejut.
" Aruna." Ucap Raka.
Raka segera memberikan Fara kepada Ercha.
" Aruna, bangun!" Raka menepuk pelan pipi Aruna.
" Kita bawa ke kamarmu aja Kak. Aku akan panggilkan dokter." Ujar Ercha.
Tanpa membuang waktu, Raka segera menggendong Aruna ala bridal style menuju kamar pengantinnya di ikuti Ercha dan Aksa dari belakang.
Sampai di dalam kamar, Raka segera membaringkan tubuh Aruna di atas ranjang.
" Aku sudah menghubungi dokter Kak, dia sedang dalam perjalanan kemari." Ucap Ercha.
" Baiklah terima kasih." Ucap Raka.
Raka duduk di tepi ranjang, ia menggosok tangan Aruna dengan tangannya.
" Aruna sadarlah! Maafkan aku!" Ucap Taka nampak khawatir.
" Kalian keluarlah! Aku akan mengganti pakaiannya biar tidak gerah." Ucap Raka.
" Baik Kak." Sahut Ercha.
Ercha dan Aksa keluar dari kamar Raka sambil menggendong Fara.
" Mami, mama kenapa?" Tanya Fara polos.
" Mama kecapekan sayang." Sahut Ercha.
" Tapi mama baik baik saja kan Mi?" Tanya Fara.
" Iya sayang, mamamu baik baik saja." Sahut Ercha.
" Mas apa aku keterlaluan ya bercandanya sama kakak ipar? Apa kakak ipar pikir Fara beneran anaknya kak Raka?" Ujar Ercha.
" Bisa jadi seperti itu sayang, lagian kamu bercandanya gitu sih. Pasti syok lah dia." Ucap Aksa.
Tak lama dokter Reva datang bersamaan dengan Raka yang telah selesai mengganti Aruna. Dokter Reva segera memeriksanya.
" Bagaimana keadaan istriku Reva?" Tanya Raka menatap dokter Reva yang merupakan sahabatnya.
" Dia hanya syok saja, sepertinya dia terlalu banyak tekanan sehingga tekanan darahnya begitu rendah. Dia akan segera sadar, setelah sadar nanti berikan vitamin ini padanya." Ucap dokter Reva memberikan satu kaplet obat kepada Raka.
" Terima kasih." Ucap Raka.
" Sama sama." Sahut dokter Reva.
" Aku ucapkan selamat atas pernikahan kalian, semoga bahagia. Tapi aku juga turut prihatin karena malam ini kau harus melewatkan malam pengantinmu. Fisiknya belum kuat jika kau pakai malam ini." Ujar dokter Reva.
" Sialan lo, tapi terima kasih atas doanya." Ucap Raka.
Dokter Reva segera berlalu dari sana. Kini tinggal Taka, Ercha, Aksa dan Fara yang sedang menunggu Aruna sadar. Beruntung tadi pak Fandi sudah pulang duluan karena ada pekerjaan yang harus ia kerjakan, kalau tidak pasti beliau sangat khawatir.
" Papa, kapan mama sadar?" Tanya Fara mendekati Raka.
" Kita tunggu ya sayang." Ucap Raka memangku Fara.
" Kak aku minta maaf! Karena aku kakak ipar jadi seperti ini." Ucap Ercha.
" Bukan salah kamu, Kakak aja yang kurang cepat menjelaskannya padanya." Sahut Raka.
" Engh... " Aruna membuka matanya.
" Shhh... " Desis Aruna saat merasakan kepalanya berdenyut nyeri.
" Sayang mana yang sakit?" Tanya Raka.
Aruna menoleh menatap Raka dan Fara bergantian. Ia nampak diam saja.
" Aruna maafkan aku yang telah membuatmu syok hingga kamu seperti ini. Aku akan memberitahumu yang sebenarnya. Kenalkan, dia Ercha adikku dan itu suaminya." Raka menunjuk Ercha dan Aksa.
" Dan putri kecil ini adalah putri mereka. Sejak kecil Fara memanggilku Papa, bagi Fara aku lah papanya dan Aksa papinya." Ucap Raka.
Aruna lega mendengarnya namun ia tidak menampakan reaksi apa apa.
" Aku juga minta maaf Kakak ipar! Aku memang suka jahil begini. Aku juga ingin mengucapkan selamat atas pernikahan kalian. Semoga kalian hidup bahagia dan bisa saling mencintai satu sama lain. Dan yang utama adalah semoga kalian cepat di beri momongan." Ucap Ercha mendekati Aruna di ranjangnya.
" Terima kasih." Ucap Aruna.
" Momongan? Aku bahkan tidak terpikir sampai ke sana. Membayangkan di sentuh oleh pria tua itu saja aku sudah geli, apalagi kalau di sentuh beneran. Ya Tuhan... Semoga ada jalan untuk aku meloloskan diri dari pernikahan ini." Ujar Aruna dalam hati.
" Mama... Apa Mama baik baik saja?" Tanya Fara menatap Aruna.
" Heh Mama... Bahkan aku geli dengan sebutan itu. Masa' iya gadis muda sepertiku di panggil Mama olehnya." Batin Aruna.
" Aruna, Fara bertanya padamu." Ucap Raka.
" Ah iya, kakak baik baik saja." Sahut Aruna membuat Fara terkejut.
" Fara nggak mau panggil kakak, kamu istrinya papa jadi aku harus memanggilmu mama." Ujar Fara protes.
" Fara... Mama Aruna belum siap kamu panggil mama. Kamu yang sabar ya, sampai mama Aruna siap di panggil Fara dengan sebutan mama." Ujar Ercha memberi pengertian pada Fara.
Fara nampak cemberut tidak suka. Ia berjalan mendekati Ercha sambil menghentakkan kakinya.
" Kamu membuat putriku bersedih Aruna." Ucap Raka tidak suka.
" Ini kesempatanku untuk membuatnya marah padaku. Ayo Aruna, cari ide biar bikin dia marah." Batin Aruna.
Aruna tersenyum setelah menemukan ide di kepalanya.
" Aku tidak suka anak kecil, jadi jauhkan dia dariku."
Ucapan Aruna membuat Raka dan yang lainnya melongo.
" Mas tahu kan sekarang alasannya." Ujar Aruna.
Raka tersenyum sambil terkekeh menatap Aruna.
" Kau tidak pandai berbohong sayang, apa kau lupa dengan pertemuan pertama kita? Kau begitu peduli dengan anak kecil yang jatuh dari ayunan. Lalu bagaimana kau bilang tidak suka anak kecil hmm?"
" Sial!!!" Umpat Aruna.
TBC...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!