NovelToon NovelToon

ABHIYASA [ END ]

ABHIYASA

Abhiyasa adalah seorang remaja yang kini tengah menimba ilmu di sebuah pesantren sembari menempuh pendidikan formal di bangku SMA kelas tiga. Abhiyasa Mahesa, akrab dipanggil dengan penggalan nama depannya yakni Abhi. Abhi telah berada di pesantren sejak duduk di kelas satu SMA dan tahun ini, adalah tahun terakhirnya. Abhi menjalani aktifitas kesehariannya sama seperti teman-teman yang lainnya. Tidak perlu ditanya betapa sibuknya jadwal di setiap harinya. Selain harus sekolah, di pondok pun banyak sekali kegiatan yang harus ia ikuti. Meski demikian, Abhi menjalaninya dengan senang.

"Bhi, sebentar lagi ramadhan. Seperti biasa ya, kamu ikut jadi panitia bagi takjil!" seru Ahmad kepada Abhi di tengah-tengah makan siang mereka.

"Apa tidak ada regenerasi Mad? kita ini sudah kelas tiga loh, perlu banyak belajar biar lulus ujian," jawab Abhi.

"Wah benar juga, ya sudah nanti aku bicarakan dengan adik-adik kita. Kalau pun akhirnya mereka yang jalan, kita tetap perlu mengawasi Bhi!"

"Kalau itu sih, aku siap."

Ahmad manggut-manggut seraya menjejalkan sesuap nasi ke dalam mulut.

...🌟🌟🌟...

Di sela-sela kesibukan Abhi, selalu ia sempatkan untuk belajar sebab, ia ingin sekali masuk ke salah satu Universitas favorit yang telah lama ia cita-citakan. Musabab keluarganya bukanlah dari keluarga menengah ke atas maka, ia berusaha untuk meraih bea siswa untuk kuliahnya nanti. Abhi bukanlah anak yang pandai tapi, ia sangatlah rajin.

...🌟🌟🌟...

Hari berikutnya, Ahmad mengabarkan kalau panitia bagi takjil bulan ramadhan, telah dibuat. Ia pun menjelaskan perihal siapa saja yang tahun ini menjadi panitia. Ahmad juga kembali menegaskan dan meminta Abhi untuk tetap mengawasi pelaksanaannya. Memeriksa pencatatan penerimaan sekaligus pengeluaran sebab, bagi takjil ini turut menampung sumbangan dari para warga yang nantinya akan dibelanjakan dan kemudian disalurkan bersama-sama saat pembagian takjil. Oleh sebab itu, semua penerimaan sumbangan haruslah transparan, dicatat secara benar agar tidak ada penggelapan meski sekecil apa pun nominalnya. Itung-itung latihan sebelum jadi pejabat besar dengan tanggung jawab yang jauh lebih besar.

"Iya Mad beres, kamu juga ya?"

"Iya Bhi, aku juga pasti ikut ngawasin. Amanah ini, jangan sampai ada celah untuk berbuat curang," sahut Ahmad.

"Iya," jawab Abhi.

...🌟🌟🌟...

H-7 Ramadhan, penerimaan sumbangan telah dibuka. Para warga sekitar pesantren menyambut baik agenda tahunan ini. Banyak sekali yang menyumbang dengan besar nominal yang bervariasi. Berapa pun nominalnya, tetap diterima. Yang terpenting adalah keikhlasannya. Panitia menghimpun seluruh sumbangan, mencatatnya dengan rapi lalu mengelolanya untuk diserupakan menjadi takjil dan kembali dibagikan kepada masyarakat. Abhi dan Achmad penjadi pengawas sementara para junior melakukan tugas mereka sebagai panitia.

H-1 Ramadhan, panitia telah membelanjakan sebagian uang sumbangan dari para donatur, untuk persiapan bagi takjil di Ramadan hari pertama. Isi takjil di hari pertama ada dua macam roti dengan segelas air mineral ditambah dengan tiga buah kurma. Usai berbelanja, dilakukan packing agar besok, tinggal dibagikan saja. Belanja hari ini untuk dibagikan di hari berikutnya, begitu seterusnya. Kecuali pada setiap jumat, menu takjil akan diganti dengan nasi bungkus dan air mineral yang mana nasi bungkusnya pun beli ke para penjual nasi di sekitar pondok pesantren. Dengan begitu, berkah berbagi dapat dirasakan oleh lebih banyak orang lagi.

...🌟 BERSAMBUNG 🌟...

PAK HANIF

Malam harinya, tarawih pertama dimulai. Para santri menjalankan solat sunnah yang hanya ada di bulan ramadhan itu dengan senang hati. Suasana khusuk dan hikmat hingga selesai. Setelah itu, semua santri kembali untuk beristirahat. Namun, Abhi beserta beberapa temannya, memilih untuk bersantai sejenak di teras masjid sembari berbincang. Tak lama kemudian, satu persatu temannya, kembali ke kamar hingga tinggallah ia bersama Achmad di sana.

"Bhi, tungguin sebentar ya! aku mau kencing!" pinta Achmad.

"Iya Mad, aku tungguin!" jawab Abhi.

Setelah itu, Achmad pun berjalan menuju kamar mandi masjid. Sementara Abhi, tetap berada di teras. Beberapa detik kemudian, ia melihat seorang laki-laki berjalan ke arah Abhi. Kian lama kian mendekat hingga terlihat jelas rupa lelaki tersebut. Ia mengenakan setelah kaos dengan bawahan sarung. Stelan yang lelaki itu gunakan, terlihat bersih meski terlihat lintingan di sarungnya. Sepertinya sarung itu memang telah lama tidak disetrika. Setelah jarak diantara mereka dekat, lelaki itu pun mengucapkan salam.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam!" jawab Abhi, segera.

"Perkenalkan, nama saya Hanif! saya ke sini hendak meminta paket takjilnya," jelas seorang lelaki di hadapan Abhi.

"Pak Hanif mohon maaf! ini kan untuk takjil, tentu saja besok, baru akan dibagikan," tolak Abhi sehalus mungkin.

"Iya mas tapi saya.. untuk sahur saja tidak ada apa-apa yang bisa saya makan. Apa sebaiknya tidak perlu sahur ya?"

"Loh.. apa bapak tinggal sendirian?"

"Tidak, ada istri dan dua anak saya di rumah tapi ekonomi kami, jauh dari kata berkecukupan."

"Jadi begitu, mau ambil berapa paket pak?"

"Dua saja cukup mas, saya merasa tidak enak."

"Tidak apa-apa pak, jangan sungkan! sebentar ya!"

"Iya."

Abhi lantas masuk ke sebuah ruangan yang berapa di sisi teras masjid sebelah kiri untuk mengambil tiga paket takjil lalu segera kembali ke depan lagi.

"Ini pak, silakan dibawa!"

"Kok banyak sekali mas? dua saja cukup."

"Ada istri dan dua orang anak di rumah bapak, mana cukup kalau cuma dua paket saja. sudah tidak apa-apa. Silakan bapak bawa!"

"Betul tidak apa-apa mas?"

"Betul pak, pak kyai pasti juga senang sekali kalau semakin banyak orang yang terbantu dengan agenda tahunan ini."

Mendengar ucapan Abhi, pak Hanif pun tersenyum.

"Kalau begitu terima kasih!"

"Iya pak sama-sama."

"Saya pamit dulu, assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam."

Pak Hanif berbalik pergi seiring kembalinya Achmad dari kamar mandi.

"Nglihatin apa kamu Bhi?" tanya Achmad.

"Itu, tadi bapak itu ke sini minta paket takjil untuk sahur. Kasihan sekali, dia tidak punya apa-apa untuk sahur nanti malam."

Achmad hanya diam sembari melihat ke arah yang Abhi lihat. Meski ia tak dapat melihat seorang pun yang berjalan, Achmad tidak memusingkannya.

"Ya sudah, ayo balik ke kamar!" anak Achmad.

"Iya ayo!"

Keduanya pun mematikan seluruh lampu, menyisakan lampu depan saja lalu berjalan bersama menuju kamar.

...🌟🌟🌟...

Keesokan harinya, panitia takjil melakukan bagi takjil di tepi jalan dekat pesantren mereka. Sementara Abhi dan Achmad, sibuk dengan agenda mereka sendiri. Barulah selepas solat tarawih, Abhi dan Achmad memeriksa pembukuan sekaligus membantu membungkus paket takjil untuk dibagikan di hari berikutnya. Beberapa santri lain, melakukan tadarus secara bergantian sesuai jadwal yang telah ditentukan. Sekitar pukul sembilan malam, satu persatu santri mulai kembali, menyisakan dua santri yang sedang tadarus dan juga Abhi. Abhi berencana ikut membaca al-quran barang hanya satu halaman. Namun, langkahnya terhenti kala ada suara lelaki yang memanggil.

"Mas Abhi!"

Reflek Abhi menoleh, dilihatnya pak Hanif yang ternyata memanggil.

"Pak Hanif.."

"Iya mas."

"Ada perlu apa pak?" tanya Abhi kemudian.

"Ini mas, saya mau minta paket takjil lagi, untuk sahur nanti."

"Oh iya pak iya, tunggu sebentar ya pak!"

"Iya mas."

Abhi lantas bergegas masuk ke ruang penyimpanan paket takjil untuk mengambil tiga paket yang akan ia berikan kepada pak Hanif. Setelah itu, segera ia kembali ke depan lalu menyerahkan tiga paket takjil kepada pak Hanif.

"Ini pak Takjilnya!" ucap Abhi yang disambut dengan ucapan terima kasih.

"Pak Hanif kok tahu kalau nama saya Abhi?"

Pak Hanif tersenyum mendengar pertanyaan Abhi seraya menjawab kalau dia, tahu nama semua santri di situ. Sebetulnya, jawaban ini sangatlah janggal. Bagaimana bisa orang luar yang merupakan warga bisa mengetahui semua nama dari para santri? sungguh tidak wajar. Namun, Abhi menganggap jawaban itu normal dan tidak menaruh kecurigaan apa pun kepada pak Hanif. Usai menerima tiga paket takjil, pak Hanif lantas pamit. Abhi mengangguk sembari meminta pak Hanif berhati-hati.

"Iya mas, assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam!"

Setelah itu, Abhi berjalan masuk ke dalam masjid guna membaca al-quran sebelum tadarus malam itu, berakhir. Sekitar pukul sepuluh malam tepat, tadarus diakhiri dan ketiga santri, berjalan bersama-sama kembali ke kamar masing-masing. Di perjalanan, salah seorang dari mereka bertanya tentang siapa yang berbicara dengan Abhi di teras masjid? Abhi lantas menjelaskan kalau itu adalah pak Hanif.

"Kasihan, beliau dan keluarganya kekurangan. Tidak punya makanan apa pun untuk sahur. Karnanya selama dua hari ini, aku beri tiga paket takjil untuknya. Meski tak seberapa, bisa mengganjal perut anak, istri dan pak Hanif sendiri. Semoga menjadi lebih berkah!" jelas Abhi.

Temannya manggut-manggut sementara satu temannya yang lain mengutarakan rasa heran.

"Kok bisa pak Hanif masuk ke sini ya? ini kan masjid khusus penghuni pesantren. Di depan pasti ada yang jaga. Apa tidak ditanya-tanya? dua malam pula ke sininya."

Mendengar ucapan temannya, Abhi beserta satu temannya lagi mulai heran juga dan mulai menduga-duga kalau bisa saja petugas di depan sudah mengizinkan pak Hanif untuk masuk ke dalam. Menuju masjid untuk meminta paket takjil. Meski masih terasa janggal, temannya tak lagi mendebat. Mereka melanjutkan perjalanan hingga masuk ke kawasan asrama dan kemudian berpencar menuju kamar masing-masing.

...🌟🌟🌟...

Keesokan harinya, Abhi mengerjakan banyak tugas sekolah sehingga hanya Achmad yang melakukan pengecekan pembukuan usai melaksanakan solat tarawih. Abhi baru kembali lagi ke masjid sekitar pukul sembilan malam. Saat itu, Ahmad izin untuk kembali ke kamar, sementara Abhi bergabung dengan para santri yang sedang mendapat jadwal untuk tadarus bersama.

"Mau tadarus juga mas Bhi?" tanya adik junior nya.

"Iya deh boleh, satu atau dua halaman saja!"

"Iya mas, setelah ini mas Abhi ya!"

"Iya."

Abhi lantas duduk sembari menyimak lantunan ayat-ayat suci al-quran yang tengah dibacakan hingga kemudian, tiba gilirannya untuk membaca. Setelah selesai membaca, Abhi tetap menyimak. Tak lama kemudian, ia mendengar suara salam yang sangat ia kenali, siapa pemiliknya. Abhi lekas menoleh lalu berjalan keluar.

"Pak Hanif.."

"Iya mas, maaf mengganggu lagi!'

"Iya pak tidak apa-apa. Ada apa pak?"

"Maaf mas merepotkan! saya mau minta paket takjil lagi mas untuk sahur malam ini!"

"Oh iya, tunggu sebentar ya!"

"Iya mas."

Abhi kembali mengambilkan tiga paket takjil untuk pak Hanif. Seperti biasa, pak Hanif mengucapkan terima kasih lalu beranjak pergi dari masjid. Ternyata, apa uang Abhi lakukan, tak sengaja diperhatikan oleh salah seorang juniornya. Meski tidak melihat secara langsung, ia mendengar jelas ketika Abhi berbicara. Alhasil, ia pun bertanya.

"Mas Abhi bicara dengan siapa tadi?"

"Oh, itu tadi pak Hanif namanya. Pak Hanif beserta anak istrinya sedang diuji dengan kesulitan ekonomi. Selama tiga malam datang ke sini untuk meminta paket takjil. Saya beri tiga paket agar bisa dimakan bersama dengan anak dan istrinya di rumah," jelas Abhi.

"Em.. tapi aku tidak mendengar suara dari pak Hanif mas. Cuma suara mas Abhi saja yang terdengar."

"Masak sih? mungkin karena suara pak Hanif yang pelan jadi kamu, tidak bisa mendengar. Ditambah pengeras tadarus ini, jadi wajar kalau semakin tidak terdengar suara apk Hanif."

"Begitu ya?"

"Iya, ayo dilanjut! kurang beberapa menit lagi selesai tadarusnya!"

"Iya mas."

Sama seperti kemarin, pukul sepuluh malam tepat, tadarus dihentikan. Semua beranjak untuk kembali ke kamar masing-masing.

...🌟🌟🌟...

Di malam berikutnya, pak Hanif kembali datang. Abhi yang telah terbiasa, tak lagi menanyakan tujuannya. Ia lekas bergegas untuk mengambil tiga paket takjil untuk pak Hanif dan seperti biasa, pak Hanif mengucapkan terima kasih sebelum beranjak pergi. Ternyata, hal ini mulai menarik perhatian beberapa temannya. Berawal dari rasa penasaran perihal wajah dari pak Hanif sebab, selain Abhi, belum ada santri lain yang pernah melihatnya.

Malam berikutnya, Abhi melakukan hal yang sama hingga ini, menjadi sebuah kebiasaan, semacam rutinitas setiap malam. Bahkan, ketika Abhi tidak bisa hadir di masjid, ia berpesan kepada temannya agar memberikan tiga paket Takjil jika pak Hanif datang nanti. Temannya tentu saja menyanggupi. Terlebih setelah mendengar cerita Abhi tentang keluarga pak Hanif yang mengalami kesulitan ekonomi. Namun, pak Hanif yang dimaksud tidak datang. Pak Hanif hanya datang ketika Abhi ada di masjid. Hal inilah yang akhirnya kian membuat para santri lain menjadi penasaran, termasuk Achmad. Abhi sempat menceritakan tentang pak hanif kepada Achmad yang akhirnya membuat Achmad turut penasaran.

"Gini deh Bhi, nanti malam aku temani kamu di masjid! kok aku jadi penasaran ya sama pak Hanif ini?"

"Iya mad gak apa-apa, boleh saja!" jawab Abhi kepada Achmad.

...🌟🌟🌟...

Malam itu pun, Achmad menemani Abhi dan tak beranjak ke mana-mana. Sengaja ia lakukan sebab berharap dapat bertemu dengan pak Hanif yang Abhi ceritakan. Sayangnya, sekitar jam sembilan kurang, tiba-tiba Achmad merasakan kantuk yang begitu hebat hingga membuatnya ketiduran. Saat itulah pak Hanif kembali datang. Rutinitas seperti biasa yang mereka lakukan. Sesekali Abhi menggoyang tubuh Achmad agar bangun tapi gagal hingga akhirnya, pak Hanif kembali pulang. Barulah sekitar pukul setengah sepuluh malam, Achmad terbangun dari tidurnya.

"Baru bangun kamu?" tanya Abhi.

"Kok aku ketiduran Bhi? gimana ceritanya?" tanya Achmad dengan polosnya.

"Mana aku tahu, kamu yang tidur kok tanyanya ke aku?"

"Pak Hanif sudah datang?"

"Sudah dari tadi, sudah pergi. Kamu aku bangunin, gak bangun-bangun."

"Kok aneh ya Bhi? gak biasanya aku begini."

"Kecapean kali, istirahat gih di kamar!"

Achmad tak menggubris ucapan Abhi dan malah duduk disampingnya lalu menenggak segelas air putih.

...🌟 BERSAMBUNG 🌟...

JIN SENIOR

Pada malam-malam berikutnya, pak Hanif selalu datang dan Abhi pun selalu memberikan tiga paket takjil kepadanya seperti biasa hingga suatu kali, pak kyai memanggil Abhi ketika keduanya berpapasan. Usai salim (mencium tangan pak kyai), Abhi pun ditanyai.

"Bhi, gimana persiapan ujianmu untuk masuk ke perguruan tinggi?" tanya pak kyai.

"Saya terus belajar pak, insha Alloh dengan izin Alloh, bisa lancar saat mengerjakan ujian nanti."

"Aamiin! semoga Alloh meridhoi!"

"Iya pak kyai aamiin!"

"Akhir-akhir ini, apa kesibukanmu selain jadwal harian pondok dan sekolah?"

"Em.. cuma sesekali ikut tadarus dan memeriksa pembukuan bagi takjil pak kyai."

"Oh.. iya-iya, saya cuma mau pesan."

Abhi lantas menajamkan pendengarannya sebab, pesan dan petuah dari pak kyai, tidak boleh diabaikan.

"Pesan saya, setiap mau melakukan sesuatu, jangan lupa baca bismillah atau lebih lengkapnya sampai baca ayat kursi malah lebih bagus."

"Iya pak kyai, akan saya lakukan!"

Pak kyai manggut-manggut lalu mengucap salam seraya melangkah pergi. Sampai detik itu, Abhi masih belum berpikir macam-macam. Sekedar meniatkan dalam hati untuk melaksanakan apa yang telah pak kyai perintah.

...🌟🌟🌟...

Malam harinya, kegiatan Abhi sedikit longgar, ia memilih tetap berada di masjid usai melaksanakan solat tarawih. Turut serta membaca al-quran sebelum kemudian, ia duduk-duduk di teras. Seorang temannya mendekat dan kemudian, mereka pun bercakap-cakap. Sekedar perbincangan ringan tanpa membahas tentang pelajaran sekolah atau pun kegiatan di pesantren mereka.

"Bentar Bhi, aku mau kencing!" ucap Fatih, lawan bicaranya sedari tadi.

"Iya Tih," jawab Abhi seraya merebahkan diri.

Tak lama kemudian, pak Hanif datang membuat Abhi kembali menegakkan tubuhnya seraya menjawab salam yang pak Hanif ucapkan.

"Maaf mas, merepotkan terus!"

"Tidak apa-apa pak Hanif, sebentar ya!"

"Iya."

Abhi pun beranjak untuk mengambil tiga paket takjil. Fatih yang baru saja keluar dari kamar mandi, melihat Abhi dan mengamatinya. Abhi lekas bergegas ke teras lagi untuk menyerahkan tiga paket takjil kepada pak Hanif. Namun, hal ini malah membuat Fatih terkejut bukan main. Dalam penglihatannya, tiga paket takjil yang diulurkan Abhi, seolah berpindah tangan kepada sosok yang tak terlihat. Fatih hanya bisa membeku dalam posisinya melihat tiga paket takjil yang melayang menjauh dari masjid. Terlebih ketika melihat Abhi masih menjawab salam seolah memang sedang berbicara dengan seseorang.

...Deg.....

Pada sepersekian detik kemudian, Fatih bisa mengendalikan tubuhnya dan reflek berteriak.

"Abhi!" panggil Fatih dengan nada ban tinggi.

Panggilan Fatih menarik perhatian santri-santri yang lain. Semua mata memandang ke arah Fatih sembari menanti, apa yang akan Fatih lakukan hingga memanggil Abhi dengan nada tinggi.

"Ada apa Tih? kamu gak kenapa-kenapa kan?" tanya Abhi yang malah khawatir.

"Ka-mu.. kamu bicara dengan siapa barusan?"

Mendengar nada bicara Fatih yang tak biasa, beberapa santri lain pun menghampiri mereka.

"Ada apa Tih?" tanya santri yang lain.

Fatih hanya menoleh sebentar lalu kembali menanyai Abhi.

"Kamu bicara sama siapa? kamu ngasih takjil ke siapa?" cerca Fatih.

"Tadi, aku bicara dengan pak Hanif. Pak Hanif yang biasa datang setiap malam untuk meminta takjil karena keluarganya kekurangan. Kesulitan untuk makan dan memang sedang diuji Alloh dengan kondisi demikian."

"Astaghfirulloh Bhi! yang kamu lihat manusia?"

"Hah? iya manusia, pak Hanif kan manusia."

Seketika Fatih bergidik sebelum kemudian menjelaskan.

"Aku tadi nglihatin kamu dari sana. Kamu itu ngomong sendiri dan takjil yang kamu bawa itu melayang ke sana, menjauh pergi. Yang setiap hari minta takjil itu, pasti bukan manusia."

Semua santri terperanjat, begitu pun dengan Abhi.

"Yang benar kamu Tih? jangan menyebar fitnah!" tanya santri lain mempertegas semuanya.

"Demi Alloh aku lihat Abhi seorang diri. Kalau memang Abhi yakin sedang berbicara dengan manusia, aku yakin itu Jin," ucap Fatih.

"Astaghfirulloh! apa perlu kita ceritakan ke pak kyai?" tanya santri yang ikutan nimbrung.

"Apa tidak mengganggu istirahat pak kyai kalau jam segini kita ke sana?" sahut santri yang lain.

"Benar juga, besok saja kita sampaikan ke ustad di kelas atau kalau ketemu pak kyai, ya kita sampaikan ke pak kyai!" usul yang lainnya.

"Iya-iya begitu saja. Kita akhiri saja tadarus malam ini. Suasananya sudah tidak mendukung lagi!"

"Iya."

Alhasil, semua sepakat untuk menyelesaikan tadarus lebih awal lalu kembali ke kamar masing-masing. Untuk beberapa waktu berselang, Abhi masih memikirkan ucapan Fatih. Ia mulai mengaitkan segala hal yang menurutnya terasa janggal. Mulai dari kejanggalan izin yang diperoleh pak Hanif setiap malam untuk dapat memasuki kawasan pesantren, menuju masjid untuk meminta takjil dan juga tentang pak Hanif yang sudah mengetahui namanya meski Abhi belum memperkenalkan diri. Ditambah ucapan pak Hanif yang katanya, tahu nama semua santri. Baru malam itu, hal-hal tak masuk akal, Abhi sadari. Belum lagi tentang waktu kedatangan pak Hanif. Entah kebetulan atau tidak, ia selalu datang disaat Abhi sendirian. Kalau pun ada santri lain, pasti sedang tertidur atau sedang pergi sebentar. Tetap saja hanya Abhi yang akhirnya bertemu dengan pak Hanif.

"Kenapa baru sekarang aku sadar?" desah Abhi.

...🌟🌟🌟...

Keesokan harinya, cerita mistis yang Abhi alami menyebar dengan sangat cepat. Pak kyai pun sampai mendengarnya. Ia pun meminta seorang santri untuk memanggil Abhi ke kediaman pak kyai. Abhi lekas memenuhi panggilan tersebut.

"Assalamualaikum pak kyai!"

"Waalaikumsalam Bhi! masuk Bhi!'

Abhi pun masuk seraya salim.

"Duduk Bhi!"

"Iya pak kyai," jawab Abhi seraya duduk di lantai beralas tikar.

"Ada tugas apa untuk saya pak kyai?" tanya Abhi.

"Tidak ada tugas, cuma mau tanya saja. Apa kamu sudah melakukan apa yang saya perintahkan?"

Abhi terdiam sebentar lalu mengangguk.

"Sudah pak kyai, saya sudah membaca basmallah dan ayat kursi saat akan melakukan sesuatu."

"Bagus tapi kenapa tidak kamu pakai saat bertemu Hanif?"

...Deg.....

Abhi terdiam.

"Dia itu jin yang sengaja menjailimu. Sudah sangat senior di sini. Dia sudah hidup sejak jaman kerajaan dulu. Saya tahu kalau dia menjailimu, itulah mengapa saya suruh kamu untuk membaca ayat kursi."

Sadar atas kelalaiannya, Abhi lekas meminta maaf.

"Sudahlah tidak apa-apa tapi lain kali, jangan lupa dibaca ya! mengamalkan ayat kursi setiap mau mengerjakan sesuatu, itu sangat bagus."

"Iya pak kyai, saya akan berusaha menjaga itu. Sebisa mungkin akan saya baca ayat kursi ketika hendak melakukan sesuatu!"

Pak kyai manggut-manggut lalu mengalihkan topik pembicaraan ke hal lain sebelum kemudian, mengizinkan Abhi kembali.

"Baik pak kyai, saya undur diri dulu! assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam."

...🌟 BERSAMBUNG 🌟...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!