NovelToon NovelToon

Khanaya

Khanaya

"Cepat kembali Kay! Aku benar-benar tidak berani kalau cuma tinggal berdua dengan Avila."

Khanaya selesai mengganti popok anak sahabatnya. Perempuan bernama Qilla yang saat ini tampak murung karena mendengar rencana kepergian Khanaya.

Nanti sore Khanaya harus ke Bali karena ada sesi pemotretan.

Sudah sebulan terakhir seorang model terkenal tiba-tiba menjadi pengasuh dari anak sahabatnya.

Dengan mengatasnamakan cinta. Bayi mungil yang hadir karena ke brengsekan orang tuanya kini tengah tertidur lelap. Wangi bedak dan minyak telon memenuhi penciuman Khanaya.

Hubungan yang tak direstui oleh pihak lelaki membuat sepasang kekasih itu berbuat tolol. Bagaimana tidak? Mereka berpikir adanya anak akan meluluhkan hati keluarga si pria.

Nyatanya sampai Avila lahir restu itu belum di dapat. Apa hebatnya hubungan seperti itu? Padahal mereka masih punya waktu panjang untuk merayu hingga mendapatkan restu kedua orang tua Huston.

Hal ini membuat Khanaya membantu secara diam-diam, karena jika orang tuanya tahu akan menimbulkan persepsi yang akan menahan langkahnya untuk membantu sahabatnya.

Selama sebulan ini gadis itu sudah mengemban tugas seperti ibu rumah tangga, dan semua itu dilakukan karena sahabatnya. Harapannya bisa menjadi model go internasional, tapi yang ada dia justru menjadi model majalah dewasa sampai detik ini, rutinitas yang sudah ia lakoni sejak masih duduk di bangku SMA.

Menjadi model majalah membuatnya memiliki banyak waktu senggang. Selain cantik dan modis, Khanaya juga piawai dalam urusan masak memasak. Untuk itu dia juga memiliki sebuah restoran yang di kelola oleh sepupunya.

Sebagai model, Khanaya mau tampil maksimal. Siap menjalani sesi foto di tempat yang sudah di atur oleh manajemennya.

Seperti hari ini dia harus siap terbang ke Bali untuk sesi pemotretan.

"Jangan lama ya.." rengek Qilla.

Khanaya selalu menyempatkan diri datang pagi-pagi sekali untuk membantu ibu muda tersebut yang tidak bisa melakukan apa-apa. Bakat temannya cuma bersolek, itu benar adanya. Dan ya! Mungkin juga bercinta. Entahlah!

Hampir setiap pagi Khanaya menyempatkan diri untuk singgah, ia merasa kasian dengan temannya. Khanaya buat sarapan untuk teman dan otomatis juga untuk suami temannya itu.

"Ayo ku ajarkan cara membuat susu yang pas untuk Avila."

Bukannya bergegas, Qilla malah merenggut.

Lagi-lagi Khanaya harus meluaskan kesabaran. Beginilah rutinitasnya, temannya yang berumahtangga tapi seolah dialah yang berperan disini.

Mengurus anak bahkan suami dari temannya.

"Avila sudah tidur, aku pergi dulu."

"Bye..! Cepet balik!" Qilla membiarkan Khanaya pergi dengan berat hati.

Alasan sahabatnya yang tidak percaya dengan siapapun selain dirinya, membuat Khanaya terjebak dalam keadaan. Tapi Khanaya melakukannya dengan senang hati.

Khanaya begitu dekat dengan Avila sejak bayi itu masih dalam kandungan ibunya, Khanaya yang kerap memenuhi keinginan nyidam Qilla, sementara suami Qilla yang menjadi seorang manajer sebuah perusahaan jarang bisa memenuhi keinginan nyidam Qilla yang waktunya tidak tentu, seringnya di jam kantor yang membuat Huston otomatis tidak bisa pulang begitu saja karena tanggung jawab.

"Pulang, Kay?"

khanaya berpapasan dengan Huston. Pria yang menjadi suami temannya itu sepertinya pulang lebih awal.

Tanpa mengubah ekspresi wajah Khanaya bergumam untuk sekedar memberi jawaban.

Hal biasa bagi Huston dengan sikap acuh Khanaya, Huston sudah sangat berterima kasih dengan sahabat Istrinya ini, adanya Khanaya begitu berarti untuk mereka. Meskipun Khanaya tampak ketus dan cuek sejatinya dia wanita baik dan penuh kelembutan.

Khanaya melangkah anggun dan segera masuk kedalam mobilnya tanpa menoleh kearah Huston.

Pergerakan Khanaya sangat gesit meskipun perempuan itu selalu memakai sepatu bertumit tinggi yang kadangkala membuat mata yang memandang was-was kerap kali wanita itu bergerak dengan lincahnya.

******

"Cut!"

Khanaya baru saja menyelesaikan proses pemotretan, Dia yang selalu profesional bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat.

"Good yaa! Kita sudah menyelesaikan semuanya!" kata fotografer yang diucapkan untuk Khanaya.

Khanaya senang dan dia segera menepi ke pinggir set mencari kursi kosong untuk di tempati.

Khanaya meraih ponselnya untuk segera di aktifkan. Setiap kali ada pemotretan seperti ini Khanaya sengaja mematikan ponselnya. khanaya sangat berhati-hati jangan sampai ada hal yang bisa membuatnya kehilangan konsentrasi.

Baru saja di nyalakan, notifikasi pesan dan panggilan tak terjawab membuat perasaan Khanaya khawatir.

Apa yang terjadi dengan bayi mungil disana?

"Kay, kita makan siang bareng yuk!" ajak seorang perempuan yang kesana-kemari membawa pouch make up miliknya. Dia adalah Fransiska, teman sesama model Khanaya.

"Sepertinya aku langsung pulang deh."

Khanaya khawatir karena ponsel Qilla dan Huston tidak bisa di hubungi.

Satu pesan dari qilla mengatakan Avila masuk rumah sakit.

Tentu saja ketenangan Khanaya langsung terusik, bayi yang baru berumur 32 hari itu kenapa sampai dirawat?

*****

"Sudah kukatakan! Cari pengasuh saja kalau kalian tidak becus mengurus Avila." Dan baru saja Khanaya sampai wanita itu langsung marah-marah.

Muka Qilla langsung masam.

"Aku nggak percaya sama siapapun." Qilla menggeleng." cuma kamu yang aku punya dan aku percaya, Khanaya."

Qilla sudah mengatakan hal itu berulang kali."Aku nggak bisa percaya dengan orang lain. Hanya kamu yang aku punya, dan aku hanya percaya sama kamu."

Khanaya hanya bisa menarik napas dalam. Dia hanya berharap pasangan itu mengerti keadaannya yang tidak bisa selalu mendampingi mereka, tapi lihat responsnya.

Saran mencari pengasuh dan asisten rumah tangga belum bisa diterima oleh Qilla.

"Qilla, dengerin aku." Khanaya berusaha membuat Qilla mengerti. "Enggak selamanya aku bisa di samping kamu dan Avila, bukan berarti aku bakal ninggalin kamu. Aku bantu sebisaku."

Qilla menunduk.

"Qilla," panggil Khanaya lagi saat temannya menunduk.

"Kamu sudah menjadi seorang Ibu, apa salahnya belajar? Aku ada dan siap bantu kamu sampai kamu jadi Ibu yang baik untuk Avila."

"Ada kamu," jawab Qilla dengan suara parau dan siap menangis. "Aku nggak perlu belajar hal itu, lagian urusan pekerjaan gue seabrek!"

Apalah daya Khanaya jika Qilla sudah menangis. Kadang Khanaya berpikir Qilla memang belum dewasa untuk menjadi seorang Ibu. Tapi nyatanya dia yang memilih jalan ini.

Mau hamil sebelum menikah demi restu? Konyol sekali.

Sebenarnya tidak hanya belum siap menjadi seorang Ibu. Qilla juga belum siap mengemban tugas seorang istri.

Jangankan mengurus suaminya, mengurus diri sendiri pun kadang tidak bisa.

Tangis itu semakin menjadi. Khanaya hanya bisa memeluk sahabatnya. Dia yang tadi tengah emosi kini jadi tidak tega.

"Kadang aku kesel sama diriku sendiri, kenapa banyak sekali yang tidak bisa kulakukan!"

"Yang kamu sesali telah terjadi, perbaiki diri kalau mau lebih baik lagi."

Hanya saran yang bisa diberikan Khanaya pada sahabatnya.

Karena Khanaya sendiri merasa bukan pribadi yang baik. Saat bercermin dia juga menyadari seberapa buruk dirinya. Berpakaian bak telanjang, dan itu sudah dilakoni sejak dia masih remaja sampai kini usianya sudah menginjak 25tahun.

Curi waktu

Saat pertama kali Qilla memberi tahu Khanaya tentang kehamilannya, Khanaya sangat terkejut dan memarahi temannya itu. Tapi apa jawaban Qilla saat itu? Dengan adanya cucu restu akan hadir.

Bukankah itu pikiran yang konyol?

"Kay, aku ngantuk banget, sejak kemarin gue ngurus..."

"Qilla, Avila anak mu." tanduk di atas kepala Khanaya rasanya sudah hampir keluar mendengar keluhan temannya."Repot yang kamu alami sekarang juga bukan dia yang mau."

Khanaya terus menerus menegaskan bahwa apa yang terjadi penyebabnya tetap ketololan mereka, bukan salah bayi mungil itu.

Siap atau enggak, nyangka nggak nyangka, nyatanya mereka sudah berada di titik ini.

Keteledoran Qilla membuat sang bayi harus dirawat. Avila jatuh dari atas tempat tidur, bahkan bayi yang belum bisa berguling kemanapun itu terjatuh karena dorongan tangan ibunya sendiri.

"Berulang kali aku ingatkan, jika Avila tidur segera pindahkan ke boxnya, inilah alasan nya, kamu kalau tidur kayak kerbau, tidurmu banyak tingkah!"

"Maaf."

Untuk apa, berkat keteledorannya kini ditubuh mungil Avila sudah terpasang infus. Bahkan Avila sempat tidak mau menangis setelah tragedi yang menimpanya.

Memang sudah tidak ada gunanya menumpahkan kekesalannya, apalagi di saat keadaan seperti ini, tapi Khanaya tetap tidak bisa menyampingkan sikap sahabatnya yang selalu menganggap sepele tentang Avila.

Ingin sekali Khanaya menyuruh sahabatnya itu berhenti kerja saja tapi dia tahu cita-cita Qilla terlepas apa yang sudah dilakukan gadis itu.

"Coba pikirkan saran ambil baby sitter itu."

Setiap Khanaya menyarankan untuk mencari pengasuh Qilla selalu mengelak.

Khanaya benar-benar tidak tahu harus bagaimana membujuk Qilla, tapi untuk terus berada di samping temannya itu Khanaya juga memiliki kehidupan sendiri.

"Aku ngantuk banget!"

Hebat!

Bahkan Khanaya yang tidak memiliki ikatan darah dengan Avila saja rela langsung pulang begitu mendengar Avila masuk rumah sakit, tapi lihatlah sahabatnya, bisa-bisanya dia merengek, sedang Khanaya sendiri langsung kesini begitu selesai pemotretan, capek baru usai kerja ditambah capek berkendara. Luar biasa.

Dengan terpaksa Khanaya menahan kekesalannya. Sebenarnya orang tua macam apa sahabatnya ini?

"Kemana suamimu?"

"Dia ada meeting penting." Qilla menguap.

"Aku dan dia sama-sama kurang tidur."

"Yang sakit anak kalian, bukan anak tetangga. Sudah sepantasnya kalian menjaganya."

"Khanaya, please deh."

Oke, Khanaya tidak pulang untuk ribut dengan Qilla. Sahabatnya ini memang keras kepala dan tidak bisa sama sekali di kerasin. Lebih baik mengalah sembari menunggu kabar baik dari dokter yang menangani Avila.

Pada akhirnya yang terlelap menunggui bayi mungil itu bukanlah Ayah atau ibunya sendiri melainkan Khanaya.

*******

Sekitar jam 08.00 malam Huston datang kerumah sakit.

Bagaimana bisa pasangan ini begitu kompak dengan ketidak becusannya membagi waktu. Bagaimana seandainya Khanaya tidak ada? Apakah Avila hanya akan dititipkan oleh mereka pada perawat rumah sakit?

Khanaya belum sempat mengganti pakaiannya sejak datang, masih dengan rok panjang yang belahannya melewati paha mulusnya, Baju tanpa lengan yang hanya di lapisi jaket hitam berbulu.

Merasa ada kehadiran sosok lain, Khanaya membuka matanya. Begitu melihat Huston-lah yang berdiri di dekat box Avila Khanaya mengumpulkan kesadarannya.

"Aku pamit, minta Qilla kabari aku kalau ada apa-apa." Khanaya segera berdiri, bicara tanpa melihat Huston kemudian melangkah keluar.

Bukan tidak mengkhawatirkan keadaan Avila, syukur bayi itu sudah mendapatkan penanganan dari dokter lagi pula sekarang ada Huston. Khanaya pilih pulang saja, dia juga butuh istirahat dan akan kembali esok hari.

Khanaya sendiri memang sering bertemu dengan suami sahabatnya itu. Tapi sama sekali tidak pernah mengobrol, maksudnya bicara berdua saja meskipun hampir tiap hari masakan Khanaya dinikmati oleh lelaki itu.

Khanaya hanya ingin membantu sahabatnya, tidak terlalu perduli dengan lelaki itu. Sebagai seorang sahabat dia melakukan apa yang pantas dilakukan, Avila lah yang menarik simpatinya.

Tidak sulit mengasuh bayi karena Khanaya memiliki beberapa orang adik, walaupun dibawah asuh si mbak bukan berarti dia tidak pernah turun tangan dalam menjaga adik-adiknya.

Selama ini alasan Qilla tetap bekerja karena ingin punya keluarga terpandang seperti Huston. Tidak ingin semakin di remehkan jika hanya hidup berpangku tangan pada suaminya.

******

"Bukankah lagi kosong jadwal Kak?" tanya Aarav adik Khanaya.

Khanaya anak kedua dari empat bersaudara. Saudaranya yang pertama bernama Darene dia sudah menikah dan tinggal di pulau seribu. Kedua Khanaya, ketiga adalah Aarav dan yang keempat adalah Melly dia masih duduk di bangku SMA.

Pertanyaan Aarav memancing reaksi kedua orang tua Khanaya.

"Ada urusan di luar." alibi Khanaya.

"Urusan apa sih kak, kok hampir tiap hari tidak sempat sarapan di rumah akhir-akhir ini?" Tirani Mama Khanaya juga merasa heran dengan putrinya yang jarang sarapan di rumah.

Tidak mungkin Khanaya jujur jika dia selama ini sibuk membantu Qilla mengurus anak dan suaminya. Akan mengundang masalah untuknya nanti.

"Adalah, Ma." Khanaya terpaksa melebarkan senyumnya kali ini.

"Jangan bilang kamu selalu keluar pagi untuk sarapan bareng pacar, Kak?" todong Ayahnya yang membuat Khanaya berdecak.

Sejauh itu pikiran Ayahnya. Boro-boro sarapan sama pacar, dekat sama pria saja Khanaya belum kepikiran.

Khanaya mengangkat bahu acuh. Sebelum benar-benar pergi kerumah Qilla.

******

Avila sudah di izinkan pulang dari rumah sakit. Kini Khanaya tidak harus ke rumah sakit dan kembali menyiapkan sarapan sahabatnya seperti biasa.

"Kay, Huston mau ke luar negeri selama satu minggu." kedatangan Khanaya disambut rengekan Qilla.

La terus?

"Kay kok diam aja, sih?"

"Aku juga harus ikut keluargaku ke Jogja." terang Khanaya.

"Mau ngapain?" tanya Qilla kaget.

"Ada sepupu nikah." jawab Khanaya.

"Terus Avila gimana!" tanya Qilla polos.

Khanaya tersenyum. "Kamu sepertinya benar-benar butuh pembantu dan baby sitter untuk sementara."

Qilla menggeleng tegas. " Kita bisa jaga dan besarin Avila bareng-bareng kan?"

Khanaya hanya bisa menarik napas dalam-dalam. Sepertinya nanti saja dibahas, Khanaya tidak mau ribut di pagi hari.

Melangkah ke dapur Khanaya menemukan nanas dan mangga yang di siram sambal rujak.

"Kamu isi lagi?"

Khanaya langsung bertanya pada Qilla.

Oh, jangan sampai, dia tidak mau lagi kena imbasnya.

Qilla tertawa sambil memakai masker wajah.

"Memangnya hanya orang hamil yang makan rujak?"

"Cuma memastikan."

Qilla semakin terbahak. "Tidak masalah kan? Toh jikapun hamil aku punya suami!"

Khanaya memutar bola matanya, jika sampai Qilla benar-benar hamil lagi, maka Khanaya tidak akan mau lagi perduli seperti ini.

*******

"Maaf merepotkanmu." itu suara Huston yang menghampiri Khanaya di dapur.

Pemandangan yang sudah biasa dilihat saat dirinya usai sarapan.

"Eum," tak perlu repot-repot menoleh, Khanaya masih berkutat dengan botol susu Avila.

"Aku ingin mencari pembantu dan baby sister demi kenyamanan Qilla dan anak kami." Karena Khanaya sahabat istrinya Huston merasa perlu memberi tahu hal ini. "Terimakasih sudah membantu selama ini."

Khanaya merasa tidak perlu menjawab, karena dia tidak perlu ucapan itu.

"Brokoli udangnya enak, terimakasih." sekali lagi Huston berterima kasih sebelum meninggalkan sahabat Istrinya yang masih sibuk membuatkan susu formula untuk anaknya.

Selesai membereskan dapur dan memandikan Avila Khanaya pulang, karena hari ini Qilla tidak masuk kerja, Khanaya juga perlu bersiap untuk kegiatan esok hari.

Persahabatan yang terjalin sudah cukup lama ini tidak pernah terjadi perselisihan, meskipun Qilla super nyebelin tapi Khanaya menyayangi sahabatnya tersebut.

Khanaya masih seperti dulu, menasehati dan memberitahu namun tetap menghargai.

Sepanjang hari bersama suami sahabat.

Mengesampingkan kepentingan keluarganya, pagi itu Khanaya kembali datang kerumah sahabatnya seperti biasa.

"Tumben." Komentar Khanaya saat melihat telur ceplok dan nasi di meja dapur.

Qilla tertawa. "Jangan ledek! Katamu semua diawali dari hal kecil. Aku juga sudah mandikan Avila, dia ada di kamar sama ayahnya."

Senyum khanaya mengembang, ini sebuah kemajuan.

"Tapi semua makanan itu tidak bisa dimakan," sambung Qilla.

"Apa?" sontak Khanaya terkejut.

Qilla segera menunduk.

"Semuanya asin."

Oh!

"Dan lagi tadi aku tidak memakaikan Avila diaper. Aku tidak tau caranya memasukkan kakinya. Takut patah."

Khanaya kesal melihat sahabatnya, bagaimana bisa nasi dan telur semuanya asin? Lalu dia kembali kesal pada sahabatnya itu, bagaimana bisa seorang Ibu tidak tahu cara memakaikan diaper pada anaknya sendiri? Bahkan usia Avila sudah lebih satu bulan.

"Aku harus segera pergi, hari ini ada pertemuan penting dengan sutradara, aku janji begitu selesai langsung pulang, takkan lama."

"Aku sudah membatalkan rencana ke Jogja demi kamu, tapi kamu malah mau pergi, Qi?"

"Khanaya, please!"

Ya Tuhan....

*******

Khanaya berkali-kali menghela napas, baru akan meraih sapu sebuah pesan masuk.

Kay, Mas Huston sedang tidak enak badan, aku sudah berusaha untuk membuatkan sarapan tapi gagal. Bisa siapkan sarapan untuknya? karena dia harus minum obat.

Khanaya membaca pesan itu tanpa berkedip, Khanaya tidak membalas pesan tersebut dan melanjutkan hal yang ingin dia lakukan yaitu menyapu terlebih dahulu.

Setelah selesai menyapu teras, Khanaya melanjutkan kegiatannya di dapur. Tak lupa sebelumnya dia membereskan kekacauan yang Qilla buat.

Hanya memasak nasi dan goreng telur yang bahkan tidak layak di makan saja, Qilla benar-benar membuat dapur berantakan, lantainya basah dimana-mana dan lagi cucian piring penuh dengan berbagai ukuran teplon.

Setelah selesai dari menyapu, beres-beres hingga memasak. Huston belum juga keluar kamar padahal katanya mau ada perjalanan bisnis. Apa sakitnya parah?

Ragu ketika kakinya melangkah menuju kamar sahabatnya.

Dia hanya ingin mengambil Avila, karena bayi itu terdengar menangis.

Setelah mengetuk pintu tiga kali, Khanaya mendengar jawaban Huston.

Yang pertama kali tertangkap matanya adalah posisi Huston yang membelakangi pintu dengan selimut menutupi seluruh tubuh lalu di sampingnya ada Avila yang merengek.

"Aku sudah menyiapkan sarapan." Khanaya belum mendekat, dia masih berdiri di posisi semula.

"Eum." lalu Huston menoleh dan Khanaya mendapati wajah laki-laki itu begitu pucat.

"Aku akan membawa Avila ke apartemen ku."

"Ya, silahkan!" kini posisi laki-laki itu terlentang dengan mata yang kembali terpejam.

Setelah mengambil Avila Khanaya tak langsung keluar tapi mengatur suhu pendingin ruangan lebih dulu.

Sejak membantu sahabatnya sudah tidak terhitung berapa kali Khanaya membohongi orang tuanya. Seperti sekarang dia malah terjebak dengan anak dan suami Qilla padahal keluarganya sendiri tengah ada acara penting di Jogja.

Tadi pagi dia berbohong sakit perut dan tidak bisa turut serta pergi bersama mereka, mau bilang ada acara pemotretan dadakan itu sudah terlalu sering, untuk mengatakan yang sebenarnya itu lebih tidak mungkin.

Di ruang tengah Khanaya menidurkan Avila, sesekali dia memastikan keadaan Huston yang sampai sekarang belum turun dari kamar. Khanaya juga sudah memberitahu Qilla keadaan anak dan suami wanita itu dan meminta segera pulang begitu syuting selesai.

Syukurlah Avila tidak rewel, setiap bayi itu terjaga Khanaya mengajaknya berbicara seolah bayi itu sudah bisa mengerti ucapannya, jika sudah rewel Khanaya segera membuat susu dan menimang yang membuat bayi itu nyaman.

Mendengar suara derap langkah Khanaya menoleh, mereka sempat bertatapan hingga akhirnya Khanaya yang lebih dulu memutuskan tatapan itu.

"Kalau mau makan biar lu panaskan sayurnya." kata Khanaya mengikuti langkah Huston.

"Kamu sedang mengurus Avila." jawab pria itu dengan suara parau melangkahkan kakinya ke dapur.

Khanaya tetap mengikuti huston, dengan Avila di gendongannya.

Khanaya cukup peka, melihat jalan Huston sedikit terhuyung pria itu tak kan bisa mengambil makanan sendiri.

Dengan cekatan Khanaya memanaskan sayur di panci secukupnya, tak lupa pula gadis itu menuangkan air hangat untuk Huston dan letakkannya dihadapan lelaki itu.

Sesaat Huston mengangkat kepalanya.

Kapan wanita itu membuat lauk ini? apakah dia tidak kerepotan sementara Avila juga terurus.

Setelah semua Khanaya siapkan. Dia tidak duduk tapi masih berada di ruang yang sama dengan Huston menunggu laki-laki itu makan.

Lelaki itu mulai makan. Rasa sayurnya pas di lidah, sambalnya tidak hanya pedas tapi terasa segar, di tambah goreng udang tepung yang begitu cruncy. Ini enak, batin laki-laki itu.

Pelan tapi pasti apa yang disajikan Khanaya habis tak tersisa.

Sesekali Huston melihat Khanaya yang sibuk menimang anaknya.

Wanita itu sangat cantik.

Untuk kali pertama Khanaya mau berinteraksi seperti ini dengannya. Meskipun sudah berbulan-bulan wata itu terus mendampingi istrinya.

Khanaya yang menunggu kedatangan Qilla di kejutkan dengan pesan yang dikirimkan ibu muda itu.

Apa-apaan?

Emosi Khanaya hampir pecah membaca pesan tersebut, bagaimana mungkin Qilla tiba-tiba sudah berada di luar kota untuk syuting sementara janji wanita itu hanya sebentar.

Khanaya memberikan susu pada Avila, dia memperlakukan Avila seperti anaknya sendiri.

Mata Huston bisa melihat begitu tulus raut wanita yang sudah direpotkan sejak dirinya menikah dengan Qilla.

"Aku akan membawa Avila ke apartemen, ku rasa kamu sudah baik-baik sajakan?"

Lagi?

Istrinya mengambil keputusan tanpa berdiskusi dengannya.

Dan selanjutnya sudah diketahui Huston, Khanaya yang paling direpotkan disini.

Kadang Huston sempat berpikir bagaimana Khanaya bisa sesayang itu pada Qilla.

Seperti biasa selesai memandikan putrinya, Khanaya akan membuatkan sarapan dan setelah membersihkan rumah Khanaya tak akan pulang sebelum Avila tidur. Kewajiban yang harusnya dilakukan oleh Qilla, bukan Khanaya.

Kenyataannya rencana Huston mengambil pengasuh dan asisten rumah tangga di tolak mentah-mentah oleh Qilla dengan dalih, ada Khanaya yang membantu mereka.

********

Ini pertama kali Huston melihat Khanaya tanpa make up. Bagaimana tidak? Hari sudah sore, Khanaya juga sudah memakai baju tidur hello Kitty yang cukup lucu Dimata Huston.

Huston hanya tak menyangka, jika sahabat istrinya yang galak dan ketus itu memiliki sisi yang feminim. Meskipun keseharian wanita itu memakai pakaian minim dan memakai riasan tebal yang membuat wajahnya tampak lebih dewasa dan tegas, nyatanya wajah asli Khanaya begitu imut. Apa kata anak jaman sekarang ? Baby face?

Khanaya sudah memasukkan keperluan Avila kedalam tas, dia juga sudah membuatkan susu untuk di minum Avila di perjalanan menuju apartemennya.

Khanaya sudah siap pergi, bahkan menu untuk makan malam suami sahabatnya pun sudah ia siapkan.

"Aku bawa Avila dulu."

Huston menatap kepergian Khanaya dengan pikiran berkecamuk.

Mungkin Khanaya berpikir dia adalah laki-laki yang tidak bisa tegas dengan istrinya.

Bahkan mungkin Khanaya berpikir dia tidak layak menjadi pemimpin rumah tangga.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!