Mentari Amalia Wijaya, seorang gadis cantik berusia 23 tahun. Mentari bekerja sebagai guru Taman Kanak-kanak. Terbiasa hidup sendiri sejak kehilangan orang tuanya, membuat Mentari menempuh pendidikan anak usia dini dan mendedikasikan diri untuk mengajar anak-anak.
Siang itu, Mentari tengah menyelesaikan pekerjaannya saat suara langkah kaki terdengar dari luar kelas tempat ia mengajar.
Suara ketukan pintu terdengar. Mentari memgangkat kepalanya lalu menoleh ke arah pintu. Nampak Pak Ujang, penjaga sekolah di tempatnya mengajar berdiri di depan pintu. Wajahnya terlihat panik.
" Kenapa Pak ? " tanya Mentari.
" Aduh, punten Miss Tari... Saya harus pulang sekarang soalnya istri saya teh mau melahirkan " jawabnya dengan logat sunda yang kentara.
" Oh ya udah, Pak. Pak Ujang cepetan pulang kasihan istrinya " sahut Mentari.
" Iya, Miss... Tapi masalahnya itu Den Bintang belum ada yang jemput. Saya bingung harus gimana " ucap Pak Ujang menimpali.
" Gak apa-apa, Pak. Pak Ujang pulang aja, biar nanti saya yang temenin Bintang sampai ada yang jemput " sahut Mentari memberikan solusi.
" Ya udah atuh, Miss. Saya pamit pulang dulu. Nanti kalau istri saya sudah melahirkan, saya balik lagi " pamit Pak Ujang.
" Iya, semoga persalinan istri Pak Ujang dilancarkan, sehat dan selamat ya Pak " ucap Mentari memberikan doa untuk Pak Ujang.
" Aamiin... Terima kasih ya, Miss " sahut Pak Ujang kemudian bergegas pergi.
Mentari merapikan barang-barangnya, kemudian bergerak keluar dari ruangan kelas. Seperti biasanya, Mentari lebih senang menghabiskan waktu di sekolah tempatnya mengajar sebelum pulang ke rumah.
Kini Mentari sudah berada di taman depan sekolah bersama dengan seorang anak laki-laki yang lucu dan tampan, Bintang namanya. Bintang sangat dekat dengan Mentari karena hanya Mentari saja yang bisa menaklukannya.
Bintang anak yang terkenal arogan, dingin dan keras kepala. Apa yang ia inginkan harus didapatkannya. Mungkin disebabkan karena kedua orang tuanya sibuk bekerja sehingga apapun yang Bintang inginkan akan mereka penuhi. Padahal bocah tampan tersebut hanya menginginkan kasih sayang dan perhatian.
Semua guru yang ada di sekolah sudah angkat tangan menghadapi sikap Bintang, hanya Mentari yang bisa meluluhkan hatinya. Hingga pada akhirnya Bintang menjadi dekat dan akrab dengan Mentari. Lambat laun sikap arogan bocah itu pun berkurang.
" Bintang belum dijemput ? " tanya Mentari sambil ikut duduk di ayunan yang ada di samping Bintang.
" Mama sama Papa lagi ke luar kota, Miss. Bintang nungguin Om Kas jemput tapi kayaknya Om Kas kelupaan, padahal Mama udah ingetin Om Kas supaya gak telat jemput Bintang " ceroscos bocah tampan itu.
" Ya udah, tunggu aja dulu. Mungkin Omnya Bintang kejebak macet, jadi terlambat datang " ucap Mentari menenangkan Bintang.
" Tapi Bintang udah kesel, Miss. Dari tadi nungguin terus " sahut Bintang sambil merengut.
" Kan ada Miss Tari yang nemenin Bintang. Bintang gak suka ya ditemenin sama Miss Tari ? " tanya Mentari dengan wajah memelas.
" Bintang suka kok ditemenin Miss Tari. Kalau boleh, Bintang mau ditemenin Miss Tari terus biar Bintang gak kesepian lagi " jawab Bintang jujur membuat Mentari menunjukkan senyumannya.
Mereka berdua menunggu sambil berbincang berdua. Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore dan tidak ada tanda-tanda Omnya Bintang datang.
" Om Kas kemana sih ? " gerutu Bintang sambil menghembus kasar nafasnya.
" Bintang punya nomernya Om ? Biar Miss Tari hubungi Omnya Bintang " tawar Mentari sambil mengusap kepala Bintang yang tengah berbaring di pangkuan Mentari.
" Percuma, Miss... Om Kas gak akan angkat " sahut Bintang kemudian ia bangkit dari pangkuan Mentari.
" Miss mau anterin Bintang ke tempatnya Om Kas gak ? " tanya Bintang seolah berharap jika Mentari akan mengantarnya.
" Bintang tahu, Omnya kerja dimana ? " tanya Mentari balik.
" Iya, Bintang tahu Miss " jawab Bintang sambil mengangguk.
" Ya udah, ayo kita pergi ke sana ! " seru Mentari sambil meraih tangan Bintang.
Mentari segera memesan taksi dan setelahnya ia segera mengantar Bintang ke tempat yang dimaksud oleh Bintang.
Bintang memegang tangan Mentari saat turun dari taksi. Mereka berjalan memasuki sebuah tempat yang digunakan sebagai tempat shooting.
" Omnya Bintang kerja disini ? " tanya Mentari sambil melihat sekeliling tempat tersebut.
" Iya. Ayo kita cari Om Kas, Miss " jawab Bintang sambil menarik Mentari untuk masuk ke dalam rumah besar yang penuh dengan properti shooting.
Bintang membawa Mentari ke sebuah kamar yang merupakan ruang istirahat Omnya.
" Miss tunggu dulu disini ! Jangan kemana-mana ya ! Bintang cariin Om Kas dulu ya " ucap Bintang kemudian keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mentari sendirian disana.
" Loh, loh....Bintang... Eh, kenapa ditinggal sih ? " gumam Mentari saat Bintang berlalu.
Mentari duduk di sofa yang berada disana. Ia mengeluarkan ponselnya lalu mengirimkan pesan untuk memberitahu lokasinya berada saat ini.
Tak berapa lama pintu terbuka dan seorang pria memasuki ruangan lalu melihat ada seorang wanita duduk di sofa. Pria itu segera membuka kemejanya.
Astaghfirulloh, dia mau ngapain ?
Pikir Mentari saat melihat pria itu membuka baju lalu berjalan mendekatinya. Mentari sampai berdiri dari duduknya.
" Ayo Mba, bisa dimulai aja sekarang ! " titahnya sambil duduk di sofa.
" Mulai ? Mulai apa ? " gumam Mentari bingung.
Mentari menggaruk kepalanya walaupun tidak terasa gatal sama sekali.
" Ish, kok malah diem aja sih Mba ? Ayo buruan dimulai ! Waktu saya gak banyak lho... " serunya lagi sambil menatap wanita yang kini berdiri di depannya.
" Maaf....Sepertinya anda salah orang " tukas Mentari sambil menggeser dirinya menjauh.
Namun pria itu menahan laju Mentari dengan memegang tangannya.
" Aduh Mba... Please deh, saya tuh udah dari tadi nungguin si Mbanya datang. Saya udah booking lho. Jadi sekarang tolong kasih saya servis yang paling baik " sahutnya.
Mentari melepaskan tangannya.
" Maaf saya bukan... "
" Duh, please ya Mba. Waktu saya ini beneran gak banyak lho. Saya udah nungguin lama ini, jadi tolong kerjakan saja tugasnya Mba dengan baik. Kalau memuaskan saya kasih bonus deh " timpal pria tersebut enteng.
Mentari mendelik kesal karena pria tersebut seolah tak ingin mendengar penjelasannya.
" Maaf ya Mas saya ini kesini... "
" Iya, iya... Saya tahu. Mba kesini mau pijat refleksi kan. Nah saya ini pasiennya " potong pria tersebut.
" Saya tahu kok, Mba pasti kaget kan karena ternyata pasiennya itu saya. Asisten saya tadi memang gak bilang kalau saya itu pasiennya. Maklumlah, saya kan artis terkenal jadinya khawatir kalau-kalau nanti Mbanya ini malah ribut kesana-sini. Saya kan butuh privasi... " tambahnya lagi dengan percaya diri.
Mentari mendengus kesal serta memutar bola matanya. Ia memilih melangkahkan kakinya menuju pintu.
" Eh, mau kemana ? Kerjaan Mba kan belum selesai " Pria itu berupaya menjegal langkah Mentari.
" Maaf ya Mas yang ngakunya artis terkenal. Saya ini bukan tukang pijat. Coba tanya lagi sama asistennya " jawab Mentari sambil membalik badannya.
Pria itu menarik tangan Mentari hingga akhirnya Mentari jatuh di pelukan pria tersebut.
" Kamu... " pekik Mentari sambil mengangkat wajahnya dan disaat yang sama pria itu pun melihat Mentari hingga kemudian kedua mata mereka berduapun beradu.
Mentari mendorong tubuh pria tersebut. Tak bisa ia pungkiri jika perasaannya jadi tak karuan. Sementara pria itu mengangkat satu sudut bibirnya.
" Tolong jaga sikap anda ! " ketus Mentari lalu merapikan blazer yang membalut tubuhnya.
Mentari kembali melangkahkan kakinya menuju pintu.
" Tunggu dulu ! Sebelum kamu meninggalkan tempat ini, jelaskan mengapa kamu bisa sampai ada disini ? " tanya pria itu sambil meraih kembali kemejanya lalu memakainya tanpa mengancingkannya.
" Saya tadi datang bersama murid saya, tadi dia menyuruh saya menunggu karena dia harus mencari Omnya " jelas Mentari jujur.
" Ck... Alasan ! " sahut pria itu menatap gadis di hadapannya lalu berjalan menuju ke arah Mentari.
" Aku tahu, kamu pasti berbohong. Mana ada anak kecil bisa datang kesini. Memangnya kamu tidak tahu kalau ini tempat khusus dan tidak sembarang orang bisa masuk. Ah, jangan-jangan kamu itu cuma pura-pura saja supaya bisa bertemu denganku. Ayo mengaku saja ! " tambahnya lagi dengan tangan bersedekap di dada.
Mentari menghela nafasnya.
Pede banget sih nih orang
" Maaf, tapi saya tidak berbohong. Saya akan mencari murid saya untuk membuktikan ucapan saya itu benar " jawab Mentari.
" Kau pikir aku akan percaya begitu saja ? " sahut pria itu lagi.
Mentari berusaha menjelaskan, namun ponselnya kemudian berbunyi. Disaat Mentari akan mengangkat panggilan yang masuk, pria di depannya itu segera merebut ponsel milik Mentari lalu menolak panggilan.
" Eh, apa-apan nih ? " ucap Mentari tak terima karena ponselnya diambil paksa.
" Aku tahu, kamu pasti fans fanatikku. Kamu gak perlu lah pura-pura kayak gini cuma biar dapat perhatian dari aku. Well, harus aku akui sih selain cantik, kamu ternyata jago akting juga. Nah sebagai bentuk apresiasi maka kamu boleh foto sepuasnya sama aku. Ayo sini, kita foto bareng ! " ucap pria itu sambil menggandeng tangan Mentari lalu menyalakan kamera di ponsel Mentari yang tidak dikunci.
" Say ciis... " seru pria itu sambil mengarahkan kamera selfi padanya dan Mentari lalu menekan tombol hingga terdengar bunyi cekrek-cekrek beberapa kali.
" Lho, Om Kas sama Miss Tari lagi ngapain ? " tanya Bintang yang tiba-tiba membuka pintu.
" Bintang... "
Ucap Mentari dan pria itu bersamaan. Keduanya lantas saling menatap satu sama lain.
" Waduh, Bos... Sorry tadi saya jemput Pak Komeng dulu, soalnya katanya ban motornya kempes jadi saya jemput. Kan Bos pengen cepet-cepet dipijet " jawab Andi, sang asisten yang muncul dari belakang Bintang bersama dengan seorang pria paruh baya.
Mentari tersenyum sinis kepada pria yang ternyata merupakan Om dari Bintang.
" Miss udah kenal sama Om Kas ? Ini Om Angkasa, Om Kas ini kerjanya jadi artis Miss. Eh Om, ini Miss Tari guru kesayangan Bintang di sekolah. Miss Tari tadi anterin Bintang kesini soalnya Om Kas gak jemput-jemput ke sekolah " oceh Bintang membuat pria yang ternyata Omnya itu menjadi kikuk di hadapan Mentari.
" Maaf, bisa tolong kembalikan ponsel saya ! " seru Mentari sambil mengulurkan tangannya kepada Angkasa.
Angkasa segera mengembalikan ponsel itu kepada pemiliknya.
" Nah Bintang, Miss Tari pulang dulu ya. Lain kali Bintang bilang sama Omnya kalau sibuk, suruh orang rumah buat jemput Bintang di sekolah supaya Bintang gak nungguin sendiri dan lama-lama di sekolah " ucap Mentari bermaksud menyindir Angkasa.
" Iya, Miss ! Nanti Bintang aduin sama Mama, Papa... " sahut Bintang sambil melirik Angkasa.
" Ya sudah kalau begitu, Miss Tari duluan ya ! " pamit Mentari sambil mengelus kepala Bintang kemudian segera berlalu tanpa berpamitan kepada Angkasa.
Dasar cowok gak ada akhlak ! Main tuduh aja.
Mentang-mentang artis, kepedean banget
Gerutu Mentari di dalam hatinya sambil berjalan keluar.
Ponsel milik Mentari kembali berbunyi dan Mentaripun segera mengangkatnya.
" Iya, A "
" Aa udah di depan, kamu udah beres ? " tanyanya.
" Iya, udah A. Sebentar, ini lagi jalan keluar " jawab Mentari lalu melihat sebuah mobil di depan pagar.
Sudah hafal jika itu adalah mobil milik Fajar Mentari bergegas menuju mobil tersebut.
Fajar membukakan pintu untuk Mentari dan Mentari masuk ke dalam mobil. Ia duduk di jok samping Fajar yang kini mengemudikan kendaraannya menjauh dari tempat itu.
" Kamu kenapa ? Kayak orang kesel gitu " selidik Fajar karena sejak tadi Mentari terlihat menekuk wajahnya.
" Itu, A... Omnya Bintang itu ngeselin banget. Masa Tari dikira tukang pijit sih. Memangnya ada ya tukang pijit pake stelan blazer kayak gini " oceh Mentari membuat Fajar terkekeh.
" Hm... Kalau ada tukang pijit modelan kayak kamu gini, A Fajar juga mau dipijit " sahut Fajar sambil terkekeh.
" Iih... Aa mah gitu " tukas Mentari kemudian mencubit pinggang Fajar membuat Fajar meringis kesakitan.
" Eeh... Ampun sayang, ampuun... " tukas Fajar.
" Jadi A Fajar juga mikir kalau Tari pantes jadi tukang pijit, gitu ya " sewot Mentari.
" Ya enggaklah... Kamu itu pantesnya jadi istrinya Aa " tukas Fajar dengan tegas.
Wajah Mentari merona mendengar ucapan yang keluar dari mulut Fajar.
Fajar dan Mentari sudah dekat sejak mereka masih anak-anak. Kedua orang tua mereka juga berteman dengan baik. Saat Mentari harus kehilangan kedua orang tuanya, orang tua Fajarlah yang merawat Mentari.
Mentari kehilangan kedua orang tuanya saat ia duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Orang tuanya memang bukan orang berada akan tetapi mereka meninggalkan cukup tabungan serta rumah tinggal yang layak untuk Mentari, sehingga Mentari tidak kesulitan untuk membiayai pendidikannya hingga ia bekerja saat ini.
Sebagai sahabat dari kedua orang tua Mentari, orang tua Fajar ikut merawat dan menjaga Mentari. Mereka sudah menganggap Mentari sebagai anak kandung mereka apalagi sebentar lagi Fajar akan meresmikan hubungannya dengan Mentari.
Fajar menghentikan kendaraannya di sebuah restoran.
" Kenapa kita kesini A ? Bukannya mau pulang ? " tanya Mentari heran.
Fajar membuka sabuk pengaman yang melingkar pada tubuhnya juga membuka sabuk pengaman yang melingkari tubuh Mentari.
" Kita makan dulu ! Kamu pasti belum makan siang kan ? " tebak Fajar.
Mentari mengangguk menandakan tebakan Fajar itu benar adanya.
" Ck... Kebiasaan deh. Kalau kamu sakit gimana coba ? Kamu gak mau kan gak ketemu sama murid-murid kesayangan kamu " omel Fajar.
" Kan ada A Fajar. Jadi kalau Tari sakit, Pak Dokter Fajar ini yang obatin " sahut Mentari manja.
" Hem... Iya, iya... Tapi calon istri dokter itu harus sehat, gak boleh sakit-sakitan. Ngerti kan ? " tukas Fajar sambil menatap Mentari.
" Iya, A ngerti... Tari janji deh gak akan telat makan lagi " jawab Mentari.
Fajar menahan tangan Mentari saat gadis itu akan membuka pintu mobil.
" Kenapa A ? " tanya Mentari dengan kening mengernyit heran.
Fajar mengambil sebuah kotak dari dalam saku celananya. Ia membuka kotak itu dan memperlihatkan sebuah cincin indah kepada Mentari.
" A... Ini... " Mentari menghentikan ucapannya saat Fajar memakaikan cincin itu pada jari manisnya.
" Dengan cincin ini, aku memintamu menjadi istriku ! Kamu bersedia jadi istri aku ? " tanya Fajar sambil menatap gadis cantik di hadapannya.
Seorang wanita cantik tengah berdiri sambil berkacak pinggang. Di depannya seorang pria tampan tengah duduk di sofa dengan kepala tertunduk. Seorang bocah tampan tengah duduk disamping sang ibu yang sedang berdiri.
" Astaga Kasa... Bisa-bisanya kamu lupa jemput Bintang. Untung ada Miss Tari yang nungguin dan antar Bintang. Kamu itu gimana sih ? " omel wanita tersebut yang tak lain adalah Bulan, ibu dari Bintang, juga kakak kandung Angkasa.
" Sorry Kak... Tadi itu beneran jadwal takenya padat banget. Udah gitu, tadi tuh nungguin tukang pijit lama banget datangnya " sahut Angkasa membela diri.
" Alasan terus ! Kan kamu bisa nyuruh si Andi jemput Bintang " oceh Bulan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
" Mau sampai kapan kamu begini ? Ngurusin terus karir keartisan kamu. Inget ! Pekerjaan di perusahaan itu seharusnya jadi tanggung jawab kamu, bukan tanggung jawab Kakak atau Mas Bagus lho " tambah Bulan kemudian.
" Selama masih ada Kak Bulan sama Mas Bagus, urusan perusahaan Kasa serahkan kepada Kakak dan Mas Bagus saja yang lebih kompeten " sahut Angkasa santai.
Bulan mendekati Angkasa lalu menjewer telinga Angkasa hingga pria tampan itu meringis kesakitan.
" Aww... Aww... Ampun Kak, ampuun " pekik Angkasa sambil memegang telinganya yang dijewer oleh Bulan.
" Kamu tuh emang harus dikasih pelajaran ya ! " Kesal Bulan lalu melepaskan tangannya dari telinga Angkasa.
Angkasa mengusap-usap telinganya yang memerah.
" Kalau Kakak sama Mas Bagus sudah gak ada lagi, terus kamu mau ngapain ? " cecar Bulan kemudian yang hanya melirik pada Angkasa
" Kalau itu terjadi, mau tidak mau aku pasti masuk perusahaanlah " jawab Angkasa santai.
" Oh, jadi kamu baru mau masuk perusahaan kalau kakak sama Mas Bagus mati, begitu ? " murka Bulan.
" Ish, ya gak gitu juga Kak. Maksudnya, sekarang kan masih ada Kak Bulan sama Mas Bagus. Kalau aku yang handle perusahaan takut nantinya berantakan " sahut Angkasa asal.
" Nah itu sadar kalau kamu tuh takut perusahaan berantakan. Karena itu, mulai sekarang kamu kurangi kegiatan shooting kamu. Dan kamu mulai belajar handle perusahaan... ! " titah Bulan.
" Ya gak bisa gitu dong, Kak ! " tukas Angkasa.
" Apa ? Kenapa gak bisa ? Pokoknya kakak gak mau tahu ya. Mulai minggu depan seenggaknya kamu ke kantor 3 hari seminggu. Belajar jalanin perusahaan. Atau Kakak bubarin PH kamu itu " Bulan mengultimatum Angkasa lalu meninggalkan Angkasa bersama dengan Bintang.
" Tuh Om, dengerin omongannya Mama ! " ledek Bintang.
" Eh dasar bocah, awas ya Om gak bakalan beliin mainan lagi " sahut Angkasa.
" Biarin, Bintang bisa minta sama Mama, Papa. Wee " timpal Bintang sambil menjulurkan lidahnya lalu meninggalkan Angkasa.
Baru beberapa langkah Bintang membalik badannya menatap Angkasa yang tengah menyandarkan punggungnya pada sofa.
" Eh iya, Om jangan lupa minta maaf terus bilang terima kasih sama Miss Tari karena kemarin udah ngerepotin Miss Tari ! " seru Bintang sambil menatap Angkasa.
" Iya... Iya... Bawel amat sih jadi bocah. Gak ibu, gak anak sama bawelnya " gerutu Angkasa sambil melirik Bintang dengan malas.
Sepeninggal Bulan dan Bintang, Angkasa menghubungi Andi, sang asisten. Ia meminta Andi untuk menjadwal ulang agenda kegiatannya dikarenakan harus menuruti titah sang kakak.
Angkasa kini berbaring di atas tempat tidurnya. Ia tampak berpikir keras, menjadi seorang artis memang cita-citanya. Akan tetapi, ia pun menyadari jika ia memiliki tanggung jawab sebagai pewaris perusahaan. Selama ini, sang kakak dan kakak iparnya sudah membantunya dengan menggantikan posisinya di perusahaan. Dan kali ini, sepertinya sang kakak sudah tidak lagi bisa mentolerir dan memaksanya untuk segera masuk ke perusahaan.
Ah... Memikirkan ia harus berada di balik meja dan laptop tentu saja membuat kepala Angkasa pusing sendiri.
Tiba-tiba ponsel miliknya bergetar, ia melihat satu pesan masuk dari keponakan satu-satunya.
Om, jangan lupa bilang maaf dan terima kasih sama Miss Tari. Ini Bintang kasih nomernya Miss Tari. Mentari 08xxxxxxxxxx
Angkasa melihat deretan nomer itu, kemudian menyimpannya.
" Miss Tari... "
gumam Angkasa sambil tersenyum membayangkan gadis yang kemarin telah berhasil mencuri perhatiannya. Bukan... Bukan hanya mencuri perhatiannya barangkali sudah berhasil mencuri hatinya pula.
" Mentari... My sunshine " ucap Angkasa dengan menarik sudut bibirnya.
Entah apa yang membuat Angkasa tertarik kepada guru Bintang itu. Tetapi semenjak kemarin beradu pandang dengan Mentari, seolah bayangan gadis cantik itu tak pernah hilang dari ingatannya.
Ah sial... !
Rutuk Angkasa kala mengingat kejadian yang membuatnya salah paham kepada Mentari kemarin.
Pasti dia ilfeel sama aku
tebak Angkasa dalam hatinya.
Angkasa mengacak rambutnya.
Seandainya saja mereka bertemu tidak dalam keadaan yang membuatnya salah paham, tentunya ia akan menebar pesonanya dan membuat Mentari tertarik kepadanya.
Tunggu saja, aku pasti akan membuatmu jatuh hati kepadaku.
Memangnya perempuan mana yang bisa menolak pesona seorang Angkasa Nares Pramudya ?
Angkasa bertekad dalam hatinya untuk membuat Mentari jatuh hati kepadanya. Ia mungkin belum menyadari jika justru dia sendiri yang telah jatuh ke dalam pesona seorang Mentari.
Angkasa menghela nafasnya, lalu memikirkan cara agar dapat mendekati Mentari.
Aku harus menarik perhatiannya dan aku tahu harus bagaimana. Aku akan meminta Bintang untuk membantuku.
Ya, Bintang pasti mau membantuku. Secara, bocah itu kan deket banget sama Mentari. Tinggal bujuk Bintang mah gampang
ucap Angkasa dalam hatinya.
Angkasa tersenyum lebar, seolah yakin jika ia bisa merebut hati Mentari.
Di tempat lain, Mentari kini tengah membuat sarapan bersama Umi Maryam, ibu dari Fajar. Setelah acara lamaran dadakan kemarin, Fajar membawa Mentari ke rumah orang tuanya. Ia memberitahukan bahwa dirinya telah melamar Mentari.
Kedua orang tua Fajar merasa bahagia karena sebenarnya inilah yang mereka harapkan bersama dengan kedua orang tua Mentari.
Oleh karena itu, mereka akan segera mengadakan pesta pertunangan antara Fajar dan Mentari lebih dulu. Dan setelahnya, mereka akan segera mempersiapkan pernikahan keduanya.
" Mi, ini cobain nasi gorengnya. Enak gak ? " tanya Mentari kepada Umi Maryam sambil menyuapi nasi kepada calon ibu mertuanya itu.
" Hmm... Enak ! Tapi... " puji Umi Maryam.
" Kenapa Mi ? Ada yang kurang ya ? " tanya Mentari memotong ucapan Umi Maryam.
" Iya, kurang banyak " jawab Umi Maryam sambil menahan tawa melihat wajah Mentari yang nampak tegang.
" Iih, Umi mah gitu ah. Bikin kaget aja " Mentari mengerucutkan bibirnya.
Umi Maryam menangkup wajah Mentari.
" Ck, kalau ngambek gini bikin gemes. Kalau Fajar lihat pasti pengen nyubit saking gemesnya " ucap Umi Maryam sambil tertawa.
" Hayo... Umi sama Tari lagi gibahin Fajar ya " celetuk Fajar yang sudah berada di depan dapur menatap dua wanita yang sangat berarti dalam hidupnya.
" Dih, geer ! " bantah Umi Maryam sambil melirik Fajar.
" Siapa yang geer, mi. Orang tadi Fajar denger nama Fajar disebut-sebut " timpal Fajar lalu mendekati keduanya.
" Oh, jadi dari tadi kamu nguping ya ? " selidik Umi Maryam.
" Ih, gak nguping Mi. Cuma gak sengaja denger " jawab Fajar lalu berdiri di dekat Mentari.
" Em, baunya enak banget nih. Aa mau dong nasi gorengnya " ucap Fajar kepada Mentari.
" Aa tungguin aja di meja makan. Sekalian panggil abah biar kita sarapan bareng " seru Mentari.
" Iya, calon istriku sayang ! Aa tungguin di meja makan ya " sahut Fajar sambil mencolek dagu Mentari.
" Hei, Fajar... Sabar atuh, colak colek aja... " sembur Umi Maryam.
" Udah gak tahan lagi, mi. Mendingan langsung dinikahin ajalah, gak usah acara tunangan dulu. Iya kan Tari sayang ? " tanya Fajar sambil mengerlingkan sebelah matanya ke arah Mentari lalu menjauh dari dapur.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!