***
"Hallo baby, apa kau sudah melihat isi paket yang ku kirimkan untukmu?" Tanya seorang pria yang bernada manja dan seksi di balik sambungan telepon milik Alika.
Ya siapa lagi kalau bukan Arga sang kekasih yang sangat begitu Alika sayangi, hubungan mereka sudah sangat lama namun Arga belum juga memberikan tanda-tanda kejelasan di antara hubungan mereka sampai saat ini.
"Arga aku tidak butuh semua itu jadi stop kamu tidak perlu lagi mengirimkan apapun ke kamar kost ku, kau tahu kan penghuni kost sangat suka bergosip hal-hal yang tidak jelas." Rengek Alika mulai mengadu.
"Biarkan saja baby, aku akan mengirimkan apapun yang aku suka dan itu sudah keputusanku." Ujar Arga.
Alika mendengus kesal saat mendengar perkataan kekasihnya yang terlihat begitu santai bahkan tidak perduli dengan peringatan Alika saat ini.
"Ingin sekali rasanya aku getok pake palu, ishh... untung sayang kalau tidak,"
"Baby apa kau sedang mengutukku?" Tanya Arga yang masih mendengar ucapan Alika di balik ponselnya.
"Tidak! Tidak kau salah dengar sudah dulu ya bus nya akan segera berangkat!" Alika langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak membuat Arga berdecak kesal karena layar ponselnya sudah kembali menghitam.
"Dasar gadis aneh!" Arga menggelengkan kepalanya dan kembali melajukan mobilnya menuju kantor.
Sedangkan David dan Edgar masih terus memantau gerak-gerik Alika sampai ia masuk ke dalam bus.
"Tuan muda sebenarnya apa tujuan kita untuk terus mengikuti gadis itu, bukankah dia akan bekerja di bawah naungan anda jadi untuk apa anda harus repot-repot melakukan hal semacam ini?" Bisik David di samping telinga Edgar.
"Kau diam saja, kau tidak akan mengerti dengan apa yang akan aku lakukan pada gadis matre itu." Ucap Edgar yang kini menatap jijik saat Alika sedikit menampakan wajah tersenyumnya menatap ke luar jendela bus.
Alika meniupkan nafasnya di jendela bus dan menuliskan namanya dan sang kekasih yang di satukan dalam bentuk hati.
"Arga hubungan kita sudah sangat jauh namun entah mengapa aku merasakan sesuatu yang kurang di antara kita, aku bahkan belum mengenal dirimu atau pun keluargamu sepenuhnya." Berbagai macam pertanyaan pun mulai muncul secara tiba-tiba dalam benak Alika.
Setelah lama terdiam dalam pikirannya kini Alika pun tersadar bahwa ia sudah sampai di tempat tujuan dan sudah di sambut hangat oleh sahabat baiknya.
"Hallo bestie, kenapa tuh pagi-pagi wajah udah kayak bungkus nasi goreng! Lecek banget haha.." Celotehan Sabrina membuat gempar seisi restoran yang kini sedang tampak sepi pengunjung.
"Elo ya kalau ngomong suka bener!" Kekeh Alika yang menyahuti celotehan sahabatnya.
"Al, tahu gak?"
"Gak tahu!"
"Ishh... Aku belum selesai ngomong tahu!" Sabrina menonyor kening sahabatnya dengan gemas.
"Kan bener jawabannya nggak tahu." Jawab Alika dengan santainya.
"Terserah dehh.."
"Yeahh.. Gitu doang pake ngambek segala, emangnya ada apaan sih Sab?" Alika duduk dengan tenang di samping sahabatnya
"Baru mau nanya nih? Nehhh... Gue kasih tahu ya! Mulai hari ini bukan si botak lagi bos kita."
"Terus...?" Alika nampak biasa saja menyikapi masalah yang akan terjadi karena begitulah dirinya yang terbiasa hidup dalam sebuah kemandirian sejak saat dirinya masih kecil hingga sampai saat ini. Walau terkadang orang-orang sering menyebut dirinya gadis materialistis dan hobi berbelanja namun sebenarnya, Alika adalah tipe wanita yang sangat hemat dan irit dalam segala hal karena ia tahu mencari uang di kota besar sangatlah sulit.
"Kamu nggak terkejut sis?" Sabrina merasa sangar aneh dengan raut wajah sahabatnya yang terlihat sangat biasa saja.
"Nggak, lagi pula kenapa harus terkejut yang pentingkan gaji kita utuh dan tidak kena potong perpotongan!" Jawab Alika masih dengan nada santainya.
"Iya juga sih, semoga aja bos kita yang baru royal dan gak pelit gak kayak si botak itu." Kekeh Sabrina yang langsung mendapatkan dua jempol dari sahabatnya
"Mohon perhatian semuanya!!" Seorang pria paruh baya yang dengan kepala botak dan perut buncitnya berdiri di hadapan para karyawan restoran dengan wajah sedikit tertunduk lemas.
"Anak-anakku sekalian, hari ini bapak ucapkan selamat tinggal, karena mulai hari ini saya bukan lagi pemilik restoran ini dan pemilik baru restoran ini sekarang adalah..."
"Ishhh.. Drama banget sih si botak!" Keluh Sabrina yang langsung mendapatkan tonyoran dari sahabatnya.
"Diem jangan berisik mau kena sentil perut buncitnya?" Ucap Alika sedikit berbisik.
"Dia adalah pak Edgar, silahkan pak Edgar." Pria paruh baya itu pun mempersilahkan seorang pria muda dan tampan untuk memperkenalkan dirinya.
"Terima kasih pak Dino. Baik semuanya kalian semua pasti sudah tahu siapa saya, jadi selamat berkenalan dan selamat bekerja sama, saya suka dengan kedisiplinan jadi saya harap kalian semua bersikap seperti yang saya harapkan." Ucap Edgar panjang lebar.
"Ya tuhan.... Ganteng banget!" Sabrina menatap Edgar dengan tatapan memujanya.
"Biasa aja!" Cetus Alika yang terlihat begitu acuh dan tak perduli dengan apa yang di katakan oleh sahabatnya.
"Al, lebih baik kamu segera berobat ke dokter mata deh... masa iya, cowok se macho dan seganteng pak Edgar kamu bilang biasa aja." Sabrina langsung memincingkan matanya pada Alika.
"Aku gak pernah perduli, seribu banyak pun pria tampan di dunia ini cuman abang Arga yang selalu ada di hati." Gumam Alika dalam hatinya yang kini mulai tersenyum senyum sendiri memikirkan sang pujaan hati yang begitu sangat ia cintai.
Bersambung. .
Setelah perkenalan bos baru, kini Alika dan Sabrina pun mulai bekerja seperti biasanya karena restoran itu mulai di padati pengunjung.
Dari kejauhan Edgar menatap Alika dengan tatapan tak sukanya. Edgar sangat membenci wanita yang selalu memanfaatkan kesempatan dan keadaan seperti yang Alika lakukan pada adiknya, karena ia pun pernah mengalami hal serupa beberapa tahun yang lalu.
Karena hal itu membuat Edgar tak ingin berhubungan atau menjalin hubungan dengan siapa pun hatinya seakan sudah tertutup oleh kebencian, baginya semua wanita sama saja mendekati nya dan keluarga nya hanya karena materi semata.
Dan saat Edgar tahu adiknya memiliki seorang kekasih, ia pun mulai menyelidiki identitas wanita yang menjadi kekasih adiknya dan mencari tahu latar belangnya karena ia tak ingin adiknya merasakan hal yang sama seperti yang pernah ia rasakan.
Edgar pun sangat kecewa saat mengetahui bahwa kekasih adiknya adalah tipe wanita yang sangat ia benci, hingga ia pun mulai merencanakan sesuatu untuk memisahkan keduanya.
***
Alika pulang ke kost nya dan langsung merebahkan tubuhnya di ranjang yang hanya muat untuk dirinya sendiri. Hari ini Alika bekerja sedikit lebih keras dari biasanya dan membuatnya sangat kelelahan.
"Dasar bos gila! tidak waras! percuma ganteng tapi tidak punya pri kemanusiaan! ingin sekali aku menjahit mulutnya yang pedas bagaikan cabai seiton itu." Alika merasa sangat kesal, karena di hari pertamanya Edgar menjabat sebagai bos di tempatnya bekerja Edgar terus saja menyuruh dan memerintahkannya mengerjakan sesuatu yang bukan pekerjaannya.
"Kalau begini caranya lebih baik sama si botak aja! walau pun dia genit dan jelalatan, tapi dia masih punya pri kemanusiaan nggak seenaknya seperti dia." Alika terus mengomel tanpa henti mengumpat Edgar.
Di tempat lain Edgar terus bersin-bersin hingga hidung mancungnya terlihat memerah seperti tomat. "Siapa yang sudah berani mengumpatku." Gumam Edgar yang terus menarik tisu yang ada di hadapannya.
***
Keesokan harinya Alika melakukan aktivitas seperti biasanya. Walaupun hari ini ia sangat malas untuk berangkat bekerja tapi demi menyambung hidupnya Alika tak pernah menyerah dan berputus asa, karena ia tahu hidup ini kejam pada orang yang tak memiliki apapun apalagi Alika tak memiliki siapapun lagi di dunia ini.
Setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan beberapa tahun yang lalu, Alika pun memberanikan diri untuk meninggalkan desanya dan memulai hidupnya di kota besar.
"Hai bestie," Sapa Alika pada sahabatnya yang juga terlihat lemas seperti dirinya.
"Hai," Sabrina melambaikan tangannya dan kembali tertidur di meja dengan berbatal lengannya.
"Tumben banget kamu lemes sis, abis lembur apa semalam?" Ucap Alika yang terheran melihat tingkah sahabatnya yang tak seperti biasanya.
"Gue putus sama pacar gue bestie." Pekik Sabrina yang membuat Alika sedikit terkejut karenanya.
"Kadal betina, kenapa loe nangis? bukanya loe pernah bilang hilang satu tumbuh seribu."
"Iya juga sih, tapi dia royal bestie sayang banget kan kalau sumber enak kita hilang begitu saja." Ucap Sabrina tanpa melihat situasi sekitarnya.
Alika menepuk keningnya saat mendengar ucapan sahabatnya yang ceplas-ceplos, hal itu terdengar langsung di telinga Edgar yang baru saja melewati kedua gadis itu.
"Sttt... Kalau ngomong lihat situasi ngapa!" Alika langsung menutupi mulutnya sahabatnya saat melihat Edgar melewati mereka dan memberikan tatapan yang tak dapat di artikan oleh Alika.
"Kenapa aku merasa sangat takut saat melihat tatapan pak Edgar ya??" Gumam Alika membatin merasakan aura yang berbeda saat Edgar menatap ke arahnya.
"Apa kalian semua akan terus bergosip?" Tanya Edgar yang enggan menatap ke arah dua gadis yang sedang duduk itu.
"Maaf pak." Alika sedikit membungkukan tubuhnya dan mulai membawa sahabatnya pergi dari tempat itu.
"Astaga! kenapa aku merasa seperti di kejar hantu saja." Gumam Alika lirih.
"Al, bisa lepasin gue gak? gue gak bisa nafas nih." Keluh Sabrina saat tangan Alika tak kunjung melepaskannya.
"Sorry bestie." Alika terkekeh geli melihat ekspresi sahabatnya saat ini.
"Sab kamu ngerasa ada yang aneh gak sih sama pak Edgar?" Tanya Alika dengan wajah seriusnya.
"Nggak ada yang aneh sih, tapi dia ganteng banget bestie." Sabrina menyahuti pertanyaan sahabatnya dengan sedikit gurauan.
"Agak lain emang kau ini, untung loe sahabat gue kalau bukan udah gue buang ke laut." Ucap Alika yang kini meninggalkan Sabrina yang tertawa karenanya.
"Gitu doang ngambek, gak asik ah!" Seru Sabrina yang masih tertawa saat melihat ekspresi sahabatnya yang sudah terlihat kesal padanya.
Alika tak mempedulikan ocehan sahabatnya saat ini, kini ia pun mulai mengerjakan tugasnya melayani para pengunjung restoran.
Kini Alika akan mengantarkan makanan yang di pesan oleh tiga pria berbadan besar yang duduk di pojokan.
"Ini pesanan anda, selamat menikmati." Ucap Alika dengan ramahnya. Namun salah satu dari ketiga pria itu meremas b*k*ng Alika bagaikan squishy.
Plakk..
Karena terkejut Alika langsung mendaratkan tamparan keras pada pria itu. "Anda jangan kurang ajar ya!" Teriak Alika penuh kemarahan. Ia merasa sangat terhina dan di lecehkan oleh pria itu.
"Kenapa kau harus marah, aku tahu seperti apa wanita sepertimu!" Ujar pria itu sedikit membentak Alika.
Plakkk..
Byuurr...
Alika kembali menampar pipi pria itu dan menyiramkan segelas air di wajahnya. "Jaga sikap anda atau,"
"Atau apa?!" Pria itu terlihat sangat marah dan menarik tangan Alika lalu mendorongnya dengan sangat kuat, namun dengan cepat tangan seseorang menyangga tubuhnya.
"Pak Edgar,"
"Pergi ke ruanganku sekarang juga!" Edgar sedikit menaikan intronasi suaranya pada Alika.
Alika hanya mengangguk menuruti perintah Edgar, sekilas ia melihat Edgar sedang berbicara dengan ke tiga pria asing itu lalu pergi meninggalkan tempat itu dengan wajah penuh ketakutan.
"Apa yang pak Edgar katakan pada tiga pria itu, kenapa mereka bisa pergi begitu saja bahkan mereka terlihat tak berani menatap ke arahnya?" Alika terus bertanya-tanya dalam hatinya dan masuk ke dalam ruangan bos nya.
Setelah menunggu beberapa menit kemudian kini Edgar pun datang menghampiri Alika dan menatapnya dengan tatapan tajam.
Alika hanya menunduk merasa sedikit ketakutan saat melihat raut wajah big bos nya saat ini.
"Kamu tahu apa kesalahan mu Alika Maheswari?"
"Pak kok bapak tahu nama lengkap saya?" Alika sedikit mengalihkan perhatian Edgar agar tidak memarahinya.
"Diam! jangan mengalihkan pembicaraan saya!" Tegas Edgar.
"Ckkk.. Dasar bos garang apa dia tidak bisa berbicara santai gak pakek teriak-teriak, hello bos ini restoran bukan hutan." Ingin sekali Alika mengungkapkan isi hatinya saat ini, namun ia tak berani dan hanya mengumpat Edgar dalam hati.
"Karena kesalahan yang sudah kamu lakukan malam ini kamu harus bekerja ekstra, dan saya harap kamu bisa bekerja dengan baik dan tidak membuat keributan lagi. Ini alamat pesta kau harus datang lebih awal dari jam yang sudah di tentukan."
"Tapi pak bukan,"
"Keluar!"
"Pak,"
"Keluar...!!" Pekik Edgar yang langsung membuat Alika berlari secepat kilat.
"Dasar bos tidak waras! nasib jadi bawahan." Alika memanyunkan bibirnya menatap kartu yang di berikan Edgar.
"Semangat kerja lembur. " Alika menyemangati dirinya sendiri.
Bersambung...
Setelah menyelesaikan pekerjaan nya di restoran tempat ia bekerja, kini Alika pun datang ke tempat yang sudah tunjuk oleh bos nya.
Pesta yang cukup mewah ala para konglomerat membuat Alika sedikit terpukau dengan keindahan tempat itu, namun seseorang menepuk pundaknya sedikit kasar membuat Alika terkejut dan kembali ke dunianya.
"Kamu Alika yang di kirimkan tuan Edgar untuk menjadi pelayan tanpa bayaran malam ini?"
"Apa tanpa bayaran?!" Pekik Alika yang terkejut dengan ucapan pria muda di hadapannya.
"Cepat mulai bekerja, sebentar lagi tamu akan segera datang dan acaranya akan segera di mulai." Ucap pria muda itu tak mempedulikan ekspresi wajah Alika saat ini.
"Aku tidak mau! enak saja dia pikir aku ini robot tak bernyawa yang bekerja tanpa mendapatkan upah." Protes Alika.
"Ayo ikut aku." Pria muda itu menarik tangan Alika, tapi dengan cepat Alika menipis tangan pria itu.
"Jangan pegang-pegang! dan satu lagi aku tidak mau bekerja jika aku tidak mendapatkan upah, aku bekerja untuk bertahan hidup bukan bekerja untuk bakti sosial pada orang kaya seperti mereka." Ucap Alika yang kini mulai melangkahkan kakinya meninggalkan pria itu.
"Hai kau mau kemana?!" Teriak pria muda itu, namun Alika tak menghiraukannya dan terus melangkahkan kakinya meninggalkan pesta itu.
Tapi dengan cepat pria muda menyuruh penjaga untuk mencegahnya pergi dan membawanya dengan paksa.
"Lepaskan aku!" Teriak Alika yang berusaha untuk melepaskan cengkraman kedua pria bertubuh tegap itu darinya.
"Ada apa ini." Suara bariton membuat Alika langsung melirik ke arahnya.
"Nahh ini dia biang masalahnya." Gumam Alika yang langsung menginjak kaki dua pengawal itu dengan sangat kencang.
Arrghhh...
"Rasakan itu! makanya jangan macam-macam denganku." Ucap Alika yang langsung menghampiri Edgar.
"Bukankah saya sudah katakan padamu untuk tidak melakukan keributan." Ucap Edgar dengan wajah datarnya.
"Saya tidak akan membuat keributan jika mereka tidak mengganggu saya, dan satu lagi saya tidak mau bekerja secara cuma-cuma disini apa bapak pikir di dunia ini ada yang gratis?" Tanpa rasa takut Alika mengutarakan semua kekesalan yang ada di dalam hatinya saat ini.
Edgar tersenyum sinis. "Jadi apa mau mu?" Tanya Edgar singkat.
"Saya akan bekerja dan mendapatkan hak saya tapi jika bapak tidak mau memberikannya, mohon maaf saya lebih memilih untuk pulang saja karena saya sudah sangat lelah hari ini dan saya tidak mau memberikan tenaga saya secara cuma-cuma." Tukas Alika dengan penuh keberanian.
"Baik, aku akan tetap memberikan upah padamu dan cepat bekerja dan jangan membuatku malu karena kau sudah membuat keributan di pesta ini." Edgar menyetujui permintaan Alika dan langsung pergi meninggalkan tempat itu di ikuti asisten pribadinya.
"Mudah sekali menggertaknya, aku pikir dia orang yang kejam tapi ternyata dia." Alika tersenyum miring dan mulai bekerja seperti yang sudah di perintahkan oleh big bosnya.
***
"Tuan muda apa yang anda rencanakan, mengapa anda membawa nya ke pesta ini?" Tanya David yang mulai waswas dengan langkah yang di ambil Edgar.
Karena ia David tahu jika pesta itu hanya akan di hadiri oleh para pria.
"Kau jangan khawatir aku akan melakukan sesuatu hanya untuk membuatnya jera menjadi wanita yang suka memanfaatkan pria atas nama cinta." Edgar tersenyum penuh arti menatap Alika yang mulai bekerja sesuai perintahnya.
Malam semakin larut dan para tamu undangan pun mulai berdatangan memenuhi acara pesta tersebut. Alika masih bekerja mengantarkan makanan dan minuman pada para tamu yang datang, namun kini ia baru menyadari bahwa di pesta itu tak ada seorang pun wanita selain dirinya.
"Apa ini pesta khusus para pria? kenapa tidak ada satu pun tamu wanita disini." Alika mulai sedikit ketakutan dan berpikir untuk segera meninggalkan tempat itu, tapi seseorang memanggilnya dan meminta minuman yang sedang ia bawa.
"Silahkan tuan." Alika memberikan minuman yang diminta dengan sedikit menundukan wajahnya.
Di tempat yang tak jauh dari Alika berdiri saat ini Edgar sedang berbicara dengan seorang pria bertubuh tegap dengan penuh keseriusan.
"Apa kau yakin tuan Edgar?"
"Kenapa tidak, bukan kah kau yang meminta pesta ini sedikit berbeda?"
Pria bertubuh tegap itu hanya menganggukan kepalanya dengan senyuman menyeringai. "Tapi kau tahu bukan gadis seperti itu bukan tipeku, apa kau ingin menghinaku tuan Edgar Anggasta?"
"Bukankah aku sudah katakan tuan Riu kau bisa membawanya dan menjadikannya sebagai pelayan di rumahmu."
"Baiklah lalu bagai mana jika sebaliknya?"
"Aku akan menikahinya." Ucap Edgar dengan penuh percaya diri karena ia yakin jika dirinya akan menang dalam permainan yang akan ia mainkan bersama saingan bisnisnya itu.
"Deal." Edgar menjabat tuan Riu sebagai tanda persetujuan untuk menjadikan Alika sebagai taruhannya.
"Deal."
"Tuan muda apa kau yakin akan menang? bagai mana jika kau kalah apa kau benar-benar akan menikahi kekasih adikmu sendiri?" David tak yakin dengan keputusan majikannya, karena ia sangat tahu bagai mana sikap tuan Riu yang selalu menghalangi segala cara untuk mengalahkan musuh-musuhnya.
"Diamlah David, ini adalah pertarunganku dan aku yakin aku akan memenangkan permainan ini dan aku akan sangat puas karena sudah memberikan pelajaran pada wanita yang sudah memanfaatkan cinta adikku." Ucap Edgar penuh keyakinan.
"Tapi tuan,"
"Pergilah aku tidak ingin di ganggu saat ini." Edgar mengusir asisten pribadinya dan mulai pokus pada kartu-kartu yang ada di tangannya.
Tuan Riu mengangkat sebelah alisnya memberikan kode pada seseorang yang berdiri tak jauh darinya.
Permainan kartu itu terus berlangsung dan Edgar mulai berkeringat karena dua kali ia sudah kalah dari saingannya.
"Sial! kenapa ini bisa terjadi, apakah dia mencurangi aku." Batin Edgar bermonolog kini ia pun mulai meminum air yang ada di sampingnya.
Tuan Riu tersenyum menyerinyai menatap wajah Edgar yang mulai memerah.
"Tuan Edgar apa kau akan terus melanjutkan permainan ini?"
"Ya tentu saja." Jawabnya singkat.
Namun kini Edgar merasakan keanehan pada dirinya bahkan pandangan matanya pun mulai mengabur.
"Sial ternyata kau benar-benar sudah mencurangi aku!" Ucap Edgar yang mulai tak sadarkan diri.
"Angkat dia." Titah tuan Riu pada orang-orangnya.
"Baik tuan."
Kini orang-orang tuan Riu pun mengangkat tubuh Edgar dan membawanya ke kamar yang sudah mereka siapkan.
"Edgar Anggasta, kau tidak bisa membodohi aku begitu saja. Sekarang nikmati malam indahmu bersama pelayan itu dan aku akan menunggu surat undangan pernikahan mu dengannya." Tawa tuan Riu pun menggelar di ruangan itu, kini ia pun melirik sekilas pada David yang sudah tak sadarkan diri karena ulah orang suruhannya.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!