NovelToon NovelToon

Mencari Mama Untuk Kedua Bayiku

Awal Mula

Eaakkkkkk eaakkkkkkk Tangisan keras menemani seorang pria tampan yang tampak masih muda yang tengah berkutat dengan pekerjaannya.

"Ya Allah, Reja! Anakny nangis bukannya nenangin kamu malah asik dengan laptop kamu!" teriak seorang wanita paruh baya yang memasuki kamar pria yang dipanggilnya Reja.

"Ma, Reja harus segera mengirim file ini melalui email 6 menit lagi atau tidak besok Reja akan diceramahi dari pagi hingga sore oleh Atasan Reja di kantor." kata Reja tanpa melihat pada sang Ibunda.

"Bukan berarti kamu mengabaikan tanggung jawab kamu pada Twins!" kata Sang Mama dengan tegas.

Reza hanya diam tanpa membantah dan hanya enoleh sekilas pada sang Mama yang tengah menukarkan popok sang bayi kecil karena basah dan membuat bayi merah itu tidak nyaman.

"Sudah dari awal aku katakan, jika Mamanya saja tidak perduli lantas mengapa kita harus merawatnya. Ada banyak panti asuhan di kota ini, bahkan bisa dibuang dijalanan. Dasar anak-anak menyebalkan," gerutu Reza dalam hatinya menatap kedua bayinya penuh kebencian.

"Mama tahu kamu belum bisa ikhlasmenerima kedua anakmu ini, tapi kamu juga jangan lupa jika dia bisa memilih dia juga tidak ingin hadir sebagai keturunanmu di Dunia ini. Jika kamu terpaksa pada takdirmu maka dia hanya bisa menangis menerima takdir malangnya sebagai anak tidak sah dan dicampakan oleh wanita yang melahirkannnya ke Dunia ini!" sarkas Mama pada Reza.

"Sudahlah Ma, jangan diahas lagi. Aku lelah jika harus membahas topik yang sama setiap hari!" kata pemuda itu dan berjalan keluar kamarnya.

Dikesendirian dan kesunyian malam Reza memandang langit yang tampak muram seperti akan hujan. Situasi langit malam tam[ak seperti suasana hatinya yang kacau dan suram. Masih basah diingatannya kejadian satu tahun lalu. Dimana Reza hanyalah mahasiswa biasa yang dengan kepintaran yang diatas rata-rata. Ya mengapa dikatakan biasa? Karena Reza bukan tampan rupawan seperti dinovel-novel. Reza juga bukan Tuan Muda kaya raya layaknya di drama Lee Minho, Reza juga bukan sicupu yang kutu buku. Satu-satunya kelebihannya hanyalah bekerja keras untuk menjadi pintar diatas rata-rata dan menonjol diantara para Mahasiswa dan Mahasiswi lainnya.

Hingga disuatu malam, sahabat Reza yang bernama Gio mengajaknya pergi menghadiri pesta ulang tahun teman sekelasnya yang bernama Sani. Tidak enak menolak ternyata malah  menjadi malam penuh petaka baginya dan Ibu si kembar. Dalam pengaruh Reza dan Ibu si kembar yang juga seorang mahasiswi kala itu melakukan hal yang tidak seharusnya. Pernikahan dadakan seperti tahu bulat harus diikhlaskan untuk terjadi, tidak lama setelahnya Si Kembar ada didalam rahim istri dadakannya.

"Sudah, apapun yang terjadi biarkanlah terkubur bersama waktu yang lalu. idak perlu dikenang dan diingat hingga membawa penyakit yang kian membuat infeksi luka semakin parah. Nanti jika luka perlahan mengering, tengoklah kebelakang untuk dijadikan pelajaran. Sedetik berlal tak lagi mampu kita miliki. Yang bisa kita lakukan hanyalah memperbaiki masa depan yang sekarang kita miliki. Jangan takut, maju kedepan dan jangan pernah mundur. Belum terlambat memperbaiki diri," kata Papa yang duduk disamping Reza.

"Pa," lirih Reza dengan pandangan sendu.

"Kamu sudah sholat?" tanya Papa pada Reza dan Reza hanya menggelengkan kepalanya.

"Mau sampai kapan seperti ini? Kamu bukan lagi anak kecil yang bisa Papa pukul pakai lidi jika tidak sholat. Papa tidak tahu harus memulai dari mana, tapi percayalah semakin kamu menjauh dari Allah maka hatimu akan semakin kacau dan kalut. Papa tidak bisa memaksamu hanya bisa mengingatkanmu," kata Papa yang menatap jauh kedepan.

"Apa bulan depan Papa dan Mama akan pergi dari sini untuk menjenguk Mbak Indah dan suaminya?" tanya Reza menatap dalam sang Papa.

Hatinya gundah setiap saat, dan gelisah setiap waktu. Dia tidak ingin anak pembawa sial yang membuat hidupnya awut-awutan itu berada didekatnya. Terlebih bayi merah itu belum genap satu bulan. Sedangkan Wanita tidak bertanggung jawab itu meninggalkan kedua bayinya begitu saja pada Reza setelah melahirkan kedua kesalahan mereka bahkan tanpa ingin memeluk ataupun menyusuinya sebelum mengusir Reza dan anak-anaknya.

"Apa yang kamu pikirkan mengapa tampak begitu gelisah?" tanya Papa pada Reza.

"Aku tidak ingin kedua bayi itu Mama dan Papa tinggalkan bersamaku Pa. Jika memang Papa dan Mama tidak menginginkan kedua biang onar itu maka aku akan membawanya ke Panti asuhan. Mungkin tempat itu adalah yang terbaik untuknya ketimbang dia harus mati ditanganku!" Kata Reza penuh penekanan tapi masih dengan suara yang rendah.

Mata Papa berkaca-kaca, dalam hati dia hanya beristigfar. Apa yang salah darinya saat mendidik Putra satu-satunya yang dia miliki.

"Istigfar kamu Reza! Kedua bayi mungil itu tidak berdosa, mungkin ini sudah takdirmu yang tidak bisa lagi kamu hindari. Terima dengan lapang dada, ikhlas dan menataplah ke depan. Allah masih sangat baik padamu, masih memberikan kamu kesempatan untuk bertaubat. Bahkan meski kamu menjauhinya kamu masih Allah beri rezeki yang begitu banyak. Nikmat sehat dan nikmat pekerjaan, bahkan diusiamu yang baru 23 tahun kamu sudah punya dua anak yang sangat menggemaskan. Diluar sana sangat banyak pasangan yang telah menikah lama namun belum memiliki keturunan. Ada seorang istri yang menangis siang dan malam berharap Allah berikan kepercayaan untuk memiliki buah hati. Ada seorang suami yang berharap kehangatan alam keluarga kecilnya segera Allah beri. Meski Putra dan Putrimu hadir dari cara yang salah, tapi yang bersalah kalian bukan bayi merah itu." kata Papa dengan nada marah pada Reza.

"Lalu Reza harus bagaimana Pa? Reza takut dan bingung. Yang paling mengerikan adalah hujatan masyarakat, tidak satu atau dua orang yang menggunjingkan Reza dan membuat Mama dan Papa malu. Reza juga terkadang selalu menjadi bahan olok-olokan teman-teman ditempat kerja maupun Kampus Pa," lirih Reza tanpa sadar cairan bening mengalir dari sebelah matanya tapi dengan cepat pria itu menghapusnya. Dia benci ketika mengeluarkan air mata dan membuatnya tampak lemah.

"Berapa kali Papa katakan Nak.  Pegangan terkuat adalah Allah, bergantunglah dan bersandarlah padanya, serahkan semua ketakutanmu padanya. Maka dari itu Papa tidak pernah bosan menayakan apakah kamu sudah sholat. Hanya melalui sholat dan mendekatkan diri pada-Nya semua urusan menjadi lebih ringan. Percayalah Nak, Papa dan Mama bisa kapan saja pergi dari hidupmu... sedetikpun tidak mampu ditunda jika perjanjian itu sudah sampai," kata Papa menatap serius pada anak laki-lakinya.

"Apakah Allah mau mneerima taubat Reza Pa? Reza sudah sangat lama tidak pernah lagi menunaikan sholat. Terlebih sejak Reza menikah dengan Tania. Hati Reza hanya terisi kebencian, kekosongan dan kemarahan yang tidak tahu kemana harus Reza lampiaskan Pa," kata Reza pada sang Papa.

"Selagi nafas masih berhembus kesempatan untuk bertaubat selalu ada Nak. Hanya saja kita yang sering berputus asa pada pengampuanan Allah. Padahal Allah sudah menjelaskan dalam Al-qur'an bahwa kita tidak boleh berputus asa dalam pengampunan Allah," kata Papa menatap dalam sang anak yang menatap padanya dengan mata berkaca-kaca.

Ibu Susu

Duka boleh menyelimuti, namun hari masih terus berlanjt bukan. Bekerja sebagai CEO disebuah perusahaan menengah merupakan kesempatan yang sangat langka bagi Rianti yang masih berusia 23 tahun. Tapi rezeki orang siapa yang tahu bukan?

"Apa kamu akan ke kantor hari ini Nak?" tanya Bunda yang menatap anaknya baru keluar dari kamarnya tampak rai dengan setelan kerjanya lengkap dengan kunci mobil yang sudah ditangannya.

"Iya Bunda, aku harus bekerja hari ini. Waktuku di rumah sudah habis, aku tidak ingin mengecewakan Zaskia yang sudah menyerahkan perusahaan padaku. Apalagi sekarang Zaskia tengah melanjutkan study S2 di Amerika. Aku juga tidak ingin larut akan kesedihan Bun, Putriku butuh do'aku dan aku harus mampu mengikhlaskanya." kata Rianti dengan senyum semangat menutupi luka yang masih menganga dihatinya karena kehilangan sang Putri.

Bunda hanya bisa menatap sendu Putrinya. Dia hanya bisa mendo'akan dan mendukung setiap langkah yang diambil oleh Putrinya. Terlebih sekarang mereka hanya berdua dan mereka harus bisa saling menguatkan.

"Kamu sarapan dulu ya Nak, Bunda sudah memasak nasi goreng," kata Bunda begitu mereka tiba di ruang makan dan Rianti hanya bisa menganggukan kepalanya.

Keduanya sarapan dalam diam, meski diam tapi isi kepala keduanya sangat ribut. Bagaimanapun apa yang baru mereka alami bukan hal yang ringan.

"Pagi Buk!"

"Pagi Buk!"

"Pagi Buk!"

Sapaan setiap karyawan yang berjumpa dengan Rianti menemani pagi Rianti yang suram. Rianti hanya bisa menebarkan senyum palsunya.

Setibanya diruangannya Rianti mulai berkencan dengan para kertas berwarna putih dan selalu menuntut perhatian darinya.

Rianti tenggelam dalam kesibukannya hingga seorang OB mengantarkan kopi pahit sebagai teman bekerjanya.

"Kopinya Buk," kata OB yang yang mengantarkan kopi pada Rianti.

"Kenapa Mas Deri yang mengantarkannya? Kemana Mbak Lilis?" tanya Rianti pada Deri.

"Mbak Lilis sedang menyiapkan beberapa hal didapur Buk. Maka dari itu Mbak Lilis meminta saya untuk mengatarkannya pada Buk Rianti," kata Deri yang diiyakan oleh Rianti.

Lumayan lama berkutat dengan pekerjaan tidak terasa sudah dua jam berlalu dan jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi.

Rianti segera pergi ke kamar mandi ruangannya untuk berwudhu untuk menunaikan waktu Dhuha. Rianti ingin menceritakan setiap keluh kesah dan semua kegelisahannya.

Sementara dibagian devisi pemasaran, Reza tengah menyelesaikan beberapa laporan yang diminta oleh Atasannya.

"Reza, nanti langsung aja ke ruangan Ibu Rianti. Pak Rinto sedang ada tuggas keluar kota jadi kamu langsung mewakilkan memberikan beberapa laporan pada Ibu Rianti," kata rekan kerja Reza pada Pria 23 tahun itu.

"Iya Mas," kata Reza.

Sementara di ruangannya Rianti tengah mengadupada sang pemilik kehidupan mengenai lukanya. Memohon keikhlasan yang sekarang masih enggan menghampiri, terlebih sang pelaku lolos dari jerat hukum dengan alasan tengah mengalami gangguan mental. Hei apa-apaan ini? Rianti masih berusaha memperjuangkan keadilan sang putri juga memohon petunjuk pada sang Maha melihat dan tempat ternyaman untuk mengadukan setiap permasalahan.

Tok

Tok

Tok

Tiga kali sudah Reza mengetuk pintu yang bermerekan CEO, dimana sekretarisnya? Sayang seribu sayang, Ibu Oliv yang menjadi sekretaris sedang tidak berada ditempat.

Merasa sudah tidak mampu lagi menunggu, Reza memilih langsung masuk kedalam ruangan sang Bos. Jantung Reza seakan jatuh dan terenyuh, entah mengapa dia merasa sangat sedih pada dirinya sendiri begitu mendapati sang Bos yang masih menggunakan mukenah tengah berdiri dan mulai menatap kearahnya.

"Maaf membuat Anda menunggu! Langsung saja, apa berkasnya sudah selesai?" tanya Rianti begitu menatap pada Reza.

Reza mendehem untuk menghilangkan rasa gugupnya. Pemuda usia 23 tahun itu segera meletakkan file yang diminta atasannya kemarin sore karena CEO mereka akan hadir secara langsung hari ini.

"Selain berkas laporan ada beberapa berkas yang perlu Ibu tanda tangani," kata Reza yang meletakkan setumpuk berkas yang membuat tumpukan kertas kurang perhatian semakin menggunung menunggu belaian tangan Rianti untuk dibaca dan ditanda tangani.

"Bapak bisa tarok disini dulu, nanti bisa ambil pada Ibu Oliv begitu berkasnya siap," kata Rianti pada Reza tanpa menatap pemuda itu karena jemarinya sibuk dengan kertas yang tengah dilihatnya secara sekilas untuk melihat seberapa banyak yang harus dia kerjakan dalam waktu cepat.

"Baik Bu, saya pamit undur diri," kata Reza yang hanya diangguki oleh Rianti.

Waktu berputar dengan sangat cepat, sedangkan sekitar pukur 4.30 sore ada seorang Ibu paruh baya yang mendatangi kediaman orang tua Reza. Ia adalah Ibu Jia yang tengah membawa 7 botol asi stok yang disumbangkan pada si kembar anak kandung dari Reza.

"Maaf Ibu Jia jadi repot mengantarkan asi setiap hari pada si kembar," kata Mama Nia pada Jia yang umurnya tidak jauh beda dengan dirinya.

Mereka kenal dua minggu yang lalu, saat Ibu Jia membantu mengantarkan sumbangan Asi putrinya ke rumah sakit. Hingga dia mengetahui jika anak kembar dari Reza itu tidak cocok meminum susu formula dan diwajibkan meminum asi sedang keduanya kurang beruntung karena sudah ditinggal sang Ibunda sejak pertama kali mengambil nafas di dunia yang fana ini.

"Ibu Nia jangan sungkan, saya juga bisa melepas rindu pada si kembar. Terlebih Rianti juga sangat menjaga makanannya agar asinya lancar, meski sang Putri harus berakhir menggenaskan karena sengketa pernikahan dan kekajaman mertuanya, Rianti tidak ingin ada anak yang tidak bersalah lagi yang harus mengalami hal yang sama," kata Ibu Jia dengan sendu.

"Mengapa bukan Rianti langsung yang mengantarkan Asinya Bu Jia? Atau saya juga bisa langsung menjemputnya kekediaman Ibu Jia," kata Mama Nia.

"Bukan Rianti tidak ingin Bu, tapi bagi Rianti saat melihat anak bayi merah seperti cucu-cucu Ibu ini dia tidak akan bisa menahan diri. Terlebih hingga akhir Riati tidak bisa bertemu dengan buah hatinya tercinta tentu hal ini nantinya tidak akan mudah. Karena itu saya menolak kedatangan Ibu Nia untuk ke rumah. Setidaknya hingga Rianti merasa jauh lebih baik," kata Ibu Jia dengan nada berat seraya tangannya yang terus mengelus tubuh mungil bayi gembal yang sudah dua minggu ini menerima Asi dari Putrinya.

"Jika Ibu Nia ingin mencoba mengurus Twins untuk mengobati kerinduan Rianti pada Putrinya, tetu saja saya tidak akan melarang Bu. Saya tahu sebagai seorang Ibu kita pasti akan sangat teramat terluka jika mengalami apa yang Rianti alami. Makanya saya juga tidak melarang jika Rianti berkenan mengurus Twins secara langsung. Meskipun Rianti bukan Ibu kandung Twins tapi Riamti adalah Ibu susu si kembar," kata Ibu Nia yang membuat Ibu Jia menangis haru.

"Apakah tidak apa Bu?" tanya Ibu Jia pada Ibu Nia.

"Tentu saja tidak apa, selama Rianti tidak merasa keberatan. Karena si Kembar masih sangat mungil, baru berusia 1 bulan," kata Mamam Nia yang diangguki oleh Ibu Jia.

Hifzil dan Hanifa

Pukul 9 malam Rianti baru meninggalkan ruangan kerjanya, patah hati dan dukanya hanya bisa dia alihkan pada pekerjaannya yang selalu menumpuk di kantor.

Bertepatan dengan Rianti keluar dari ruangannya dia mendapat panggilan video dari Zaskia dari negara yang berbeda.

"Hi Bu Bos? Apa kabar?" tanya Rianti yang memang sengaja tidak mengucapkan salam karena Zaskia berbeda keyakinan dengannya.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Zaskia menatap cemas pada sahabatnya yang sudah lumayan lama dia tinggalkan sejak melanjutkan study S2 dan juga tentunya mengejar cinta Mas Bule yang sekarang masih diawang-awang tanpa kejelasan.

"Semuanya baik-baik saja, terima kasih sudah memaklumi aku untuk cuti selama 1 minggu kemaren." kata Rianti dengan nada sendunya.

"Bahkan jika kamu mau tambahan liburpun aku tidak akan menolak. Aku tahu kamu butuh waktu untuk semuanya Rianti. Semua itu tidak mudah, Aku terkadang merasa buruk karena tidak bisa berada disisimu dimasa beratmu seperti sekarang," kata Zaskia menatap sendu sahabatnya itu.

"Sudah semuanya baik-baik saja, jaga dirimu baik-baik disana. Jangan lupa bawakan aku oleh-oleh Kakak Ipar ketika kamu pulang ke Indonesia. Btw, aku mau mengemudi... aku tutup dulu tidak apakan?" tanya Rianti yang diangguki oleh Zaskia.

Bertepatan dengan Rianti yang memasuki mobilnya di parkiran khusus motor Reza tengah mengambil motornya untuk pulang ke rumah. Ya Reza selalu mengambil jam lembur untuk menghindari menatap wajah si kembar kecuali dihari libur yang tidak mampu dia hindari.

Setibanya di rumah, Mama dan Papa tengah berada di ruang keluarga dan juga ada kembar yang terlelap di karpet bayi yang dibentang oleh sanga Mama. Mata Reza berkaca-kaca saat menatap sekilas wajah sang anak, tapi pria tampan itu memalingkan wajahnya hingga suara sang Mama menghentikan langkahnya.

"Mau sampai kapan kamu menghindari Kembar? Mau sampai kapan begini terus Reza?" tanya Mama pada Reza.

"Ma... Aku butuh waktu. Aku tidak sanggup memaksakan hal yang memang diluar kemampuanku Ma," kata Reza pada sang Mama.

"Tapi si Kembar adalah darah daging kamu, ana kandung kamu Reza!" Teriak Mama histeris bahkan sekarang Mama sudah berada di depan Reza.

"Lalu bagaimana Wanita brengsek yang tidak bertanggung jawab yang hanya melahirkan Kembar tanpa mau mengurusnya. Aku juga korban disini Ma, tolong jangan begini padaku Ma. Jika memang Mama sudah teramat muak dengan semua tingkahku pada anak-anak itu silahkan Mama buang saja kedua bayi pembawa sial itu! Gara-gara kedua bayi yang tidak berguna itu hidupku hancur!" teriak Reza yang tidak kalah naik pitam yang membuat Mama menampar Reza dengan kencang.

"Sepertinya aku terlalu memanjakanmu hingga kamu menjadi pria yang tidak bertanggung jawab dan selalu lupa akan kewajibanmu. Baiklah Kamu ingin  Mama membuang kedua anak-anakmu bukan? Mama akan membarikan Kedua anakmu Ibu yang baru. Mama akan berangkat besok pagi ke tempat Kak Indah karena Indah akan segera melahirkan. Jika kamu menyesal Mama harap kamu menjemput kedua anakmu ketempat Ibu susu mereka!" kata mama tegas sedangkan Reza hanya berlalu tanpa memperdulikan perkataan sang Mama.

Dalam perjalananya ke kamarnya Reza tidak kuasa menahan setetes air matanya yang keluar dari matanya. Mengapa dia begitu sulit menerima anak kandungnya, jika sang istri sudah menolak menjadi Ibu untuk kedua anak-anaknya, apakah dia harus menolak menjadi Ayah untuk kedua anak malang itu?

Tapi semua itu hanya tenggelam dalam mimpi dan rasa lelah yang dibawa oleh Reza dari Kantornya.

Pagi yang tidak begitu indah karena disambut hujan lebat sejak dini hari hingga sekarang sudah pukul 8 pagi dan hari masih hujan. Pagi yang kacau milik Reza dilengkapi dengan Mama dan Papa yang sama sekali tidak mengajaknya bicara dan sebelum dia pergi Mama juga masih tidak mengatakan apapun. Amarah, cuaca mendung bahkan petir yang menyambar-nyambar dilangit kota tidak membuat waktu terhenti. Malam kian larut, Reza memilih pulang jam 10 malam hari ini.

Begitu tiba di Rumah Reza sangat terkejut karena semua lampu padam dan tidak ada tanda kehidupan sama sekali didalam rumah. Reza memasuki rumah dengan kunci cadangan yang dia miliki. Setelah Reza masuk ke rumah, rumah tampak sepi dan tidak ada siapapun disana hingga dia melihat secarik kertas diatas meja makan yang sudah lengkap dengan lauk pauknya.

'Mama dan Papa pergi ke tempat Kak Indah. Mama harap dengan hanya seorang diri di rumah kamu mampu merenung kesalahan kamu. Kedua anak kamu Mama antarkan ke rumah Ibu Jia, kamu selalu menolak kehadiran mereka bukan? Mungkin keberadaannya di tempat Ibu Jia akan sangat dihargai karena Putri Ibu Jia baru saja mendapat musibah 1 minggu yang lalu. Cucu Ibu Jia yang berusia kurang dari dua bulan meninggal dunia karena keegosisan Ayah dan Ibu Tirinya. Jika kamu memahami perkataan Mama dan ingin menjenguk Twins dibawah ini adalah alamatnya. Kamu bisa mendatangi mereka'

Reza meremas surat yang ada ditangannya, hatinya pilu membaca pesan yang Mamanya tinggalkan untuknya. Mengapa dia harus mengalami semua hal yang tidak menyenangkan ini.

Sedangkan di tempat yang berbeda Rianti tengah sangat senang karena Hifzil dan Hanifa dititipkan oleh Ibu Nia pada mereka mungkin hingga 6 bulan mendatang. Karena Ibu Nia harus ke kota sebelah untuk mengunjungi anak mereka yang tangah hamil tua.

"Anak Bunda kenapa belum tidur Sayang?"  tanya Rianti mengusap wajah Hanifa yang memandangi lekat wajahnya yang tengah menyusui Hifzil. Sedangkan Hifzil sesekali membuka matanya menatap lekat wajah sang Bunda yang tengah memberinya asi dan kasih sayang yang sejak lahir tidak pernah dia dapatkan dari Bunda yang sebenarnya.

"Nak," kata Bunda Jia yang membawa segelas susu ibu menyusui untuk Rianti yang tengah duduk di kasurnya dengan bersndar dikepala ranjang.

"Diminum dulu, biar asinya makin lancar. Hifzil dan Hanifa sangat membutuhkan sumber kehidupannya. Sebenarnya Bunda curiga dengan Ibu Nia mengapa dia menitipkan Twins begitu saja pada kita. Apakah ada masalah serius dengan orang tua Twins karena sejak Bunda mengantarkan asi selama 2 minggu lebih ini tidak sekalipun Bunda melihat Ibu maupun Ayah dari Twins," kata Bunda mengusap lengan mungil Hanifa yang tampak sudah mulai sangat mengantuk dan hampir terlelap.

"Itu diluar urusan kita Bunda, terlebih Bunda juga baru kenal dengan Ibu Nia. Rianti tidak ingin terlalu banyak menduga akan kembar dan juga Ayah serta Ibunya. Karena Rianti juga tidak berdaya melawan takdirr yang menimpa Rianti, Bunda. Siapa yang ingin kehilangan anak diusia muda dan juga harus jadi janda di usia 23 tahun. Langkah besar yang Rianti ambil saat lulus SMA dulu sekarang tidak mampu Rianti tolak jika itu adalah kegagalan yang sangat besar," kata Rianti menatap lekat wajah Bundanya.

"Tidak Nak, Anak Bunda adalah wanita yang kuat. Bahkan meski menikah muda kamu tetap menyelesaikan kuliah S1 kamu tepat waktu. Berbeda dengan Zaskia itu wajar karena saat akan melanjutkan S2 kamu tengah mengandung. Tapi ikhlaskan semuanya Nak, serahkan semuanya pada Allah." kata Bunda yang diangguki oleh Rianti.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!