NovelToon NovelToon

It'S That You? (Kamu Yang Kutunggu)

Part 1

🌺Happy Reading🌺

Pagi yang cerah dengan suara burung berkicau menyambutku bangun dari tidurku. Semalam aku baru pulang malam lantaran kerja lembur hingga akhirnya aku bangun kesiangan karena rasa lelah yang kurasakan di tubuhku.

“Ara!!!!” pekikan bagai toa masjid begitu menggema di setiap sudut rumah ku yang tak begitu besar,

Ku hembuskan nafas kasar, mendengar suara yang begitu mengusik telinga di pagi yang begitu cerah ini.

“Bangun!!! Anak gadis jam segini belum bangun! Pantes aja jodohmu ga nongol-nongol” gerutu wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu, yang tak lain adalah mama ku tercinta.

“Ara capek ma!!” gumamku enggan beranjak dari ranjang kecilku yang begitu nyaman.

“ih, bangun ga? Atau mama siram pakai air!”

Begitulah ancaman yang aku dengarkan setiap aku bangun siang, padahal aku juga tak bangun siang tiap hari, hanya saat hari libur saja, apalagi saat aku kena palang merah seperti saat ini, jadi aku ingin menikmati masa istirahatku setelah di forsir kerja hingga malam hari.

“mama ih, Ara Cepek! Semalam kan Ara pulang jam 11 malam ma” keluhku dengan malas duduk dengan mata yang terpejam, seolah enggan untuk terbuka.

“salah siapa jam segitu baru pulang? Pasti main dulu kan?”

“Astaghfirullah ma….!!! Mana ada Ara main sampai jam segitu” aku langsung membuka mataku, mendengar tuduhan mama padaku, “Ara lembur ma. Lembur!!!! Ara kan udah kabari mama semalam”

Mama ku pun terdiam, kemudian mengingat kembali pesan yang aku kirimkan semalam beserta bukti foto diriku yang masih berada di kantor padahal sudah pukul 8 malam.

“mama lupa” ucap mama dengan sok polosnya “sudah pokoknya bangun! Anak gadis kok baru bangun jam segini, buruan subuhan dulu, trus bantu mama di dapur”

“Ara kan lagi tanggal merah ma, bisa ga sih Ara istirahat aja hari ini?”

“Ga!! hari ini temen-temen mama mau berkunjung ke sini, jadi bantuin mama masak”

“Astaga ma, Ara ngantuk”

“Makanya bangun trus mandi sana! Biar segeran”

Mama pun berlalu meninggalkan kamarku, sementara diriku menghela nafas dengan menggerutu kesal, namun tak mengurungkan langkahku menuju kamar mandi dan segera membantu mama menyiapkan sajian makanan untuk teman-temannya. Kalau tidak segera menuju dapur, sudah dapat di pastikan kalau suara keras bagai toa masjid itu akan kembali menggema di rumah minimalisku.

***

“Tumben sih temen-temen mama pada ke sini?” tanya ku di sela-sela memutar mixer di wadah yang bersisi adonan kue.

“Reunian, sudah lama ga kumpul, jadi kangen pengen kumpul aja, kebetulan rumah kita yang paling memungkinkan untuk kumpul” jelas mama sembari mengangkat ayam dari penggorengan.

“Lah, emang rumah temen-temen mama kenapa? Kenapa ga kumpul di resto aja sih, kan lebih simple” gerutuku meski tanganku sibuk bergerak menuangkan adonan dalam wadah yang akan aku masukan ke dalam oven.

“ga nyantai nanti kalau di resto, terbatas waktu juga, udah cepatan itu masukan oven, bantuin mama yang lain”

“Kenapa ga beli aja sih ma?” keluhku masih tak terima hari liburku disibukan dengan kegiatan memasak yang begitu banyak.

“lebih puas buatan sendiri” jawab mamaku lagi yang membuat ku kembali menghela nafas kasar,

Di tengah kesibukan ku, sesekali ku lirik seseorang yang tengah menikmati susu hangatnya dengan menahan tawa mendengarkan perdebatanku dengan sang mama.

“Farhan! Cepeten minum susunya, bantuin papa mu jemur baju dan bersih-bersih rumah”

Suara keras itu kembali terdengar membuatku tersenyum senang.

Ku julurkan lidahku mengejek adik ku yang sedari tadi menertawakan aku, kini dia juga kena omelan sang mama tercinta.

‘rasain kan, kena juga akhirnya, kakak sendiri di ledekin’ gumamku dalam hati tertawa girang,

“Yang bersih ya dek, awas lho kalau ga bersih, nanti pacarmu brewokan loh” ledekmu membuat wajah adik ku terlihat semakin kesal.

“Hush! Kebalik itu kak…. Mana ada cewek brewokan,” mama menegur seraya menggelengkan kepala tak habis pikir dengan celetukan ku meledek Farhan, adikku,

“udah cepet beresin, jam 9 temen-temen mama akan datang” titah mama sembari terus menyelesaikan gorengannnya.

“Iya” jawabku sebagai jawaban jitu agar mama tak kembali mengomeli ku.

Setelah hampir dua jam berkutat di dapur kami berdua telah berhasil menyelesaikan beberapa menu, sementara adik ku telah bersantai ria setelah mengepel ruang depan bersama papaku.

“Ma, udah nih, Ara balik kamar ya, mau istirahat lagi.”

“Eh, ga baik jam segini tidur lagi, mandi trus nanti ikut mama gabung temen-temen mama”

“Ih, males ah ma, ga nyambung nanti Ara kalau ngobrol, mama sama papa aja”

“papa sibuk kak, mau buka toko” timpal papa yang baru saja masuk setelah mengeluarkan mobil kesayagannya dari garasi.

“sama adek kalau gitu, Ara pengen istirahat ma, capek”

“adek mau….”

“apa? Mau main?!!” jawabku ketus memotong ucapan adikku yang hanya nyengir sembari menggaruk tengkuk kepalanya yang entah gatal beneran atau tidak,

“udah ih, tinggal duduk aja pada ga mau sih” pinta mama ku sembari memanding aku dan adik ku.

“Ogah…. temen-temen mama suka rese, kita ikut nyambut aja, ga ikut gabung, nanti Ara sama Farhan bantu sajikan makanan, habis itu balik kamar” putusku menengahi kemauan mama dan keinginanku untuk berisitirahat.

“Setuju!!” Farhan menyahut dengan lantang kemudian mendekat dan mengangkat tangannya untuk bertos ria denganku. Kami berdua tersenyum senang sementara mama ku melongo melihat kekompakan kami.

“Papa berangkat kalau gitu, kasian pembeli nanti kalau papa telat buka tokonya” papa ku tiba-tiba menyela mendekat ke arah kami bertiga yang berdiri di dekat dapur.

“Hati-hati pa, mama nanti nyusul kalau temen-temen mama sudah pulang”

“Ga usah gapapa ma, nanti biar Farhan aja yang nyusul, mama di rumah saja hari ini” timpal Farhan menawarkan diri membuatku meliriknya tajam,

‘ga biasanya aja nawarin diri gini, pasti ada apa-apa nih?’

‘mending di toko aja sama papa, dari pada di sini sama ibu-ibu rempong’ ucap Farhan dalam hati.

***

Sekitar pukul 9 lebih 5 menit satu persatu teman-teman mama mulai berdatangan, ada yang membawa pasangannya, ada pulang yang mengajak anak atau cucunya.

“Wah, ini anak sulungmu itu Mir?” celetuk salah seorang temen mamaku yang menatapku dengan tatapan julid menurutku.

“Iya, ini Ara” mama menyentuh pundak ku setelah selesai menyajikan nampan berisi minuman dingin di atas meja, kemudian aku menyalami teman mama dengan takzim menunjukan sopan santun ku. Karena sepertinya dia datang terlambat dan tak kulihat saat menyambut beberapa teman mama tadi.

“Wah, makin cantik aja,” pujinya dengan tersenyum smirk, “kapan tente dapat undangan nikahnya?”

Aku hanya tersenyum masam mendengar pertanyaan teman mama. “doakan saja tante. Kalau sudah waktunya mama pasti kasih undangan ke tante”.

'Ini nih yang bikin aku males duduk bareng nemenin temen-temen mama'

Tbc

Hallo semua… 🤗🤗🤗🤗

Othor balik lagi dengan cerita yang berbeda….😀😀😀

Mohon terus dukungannya…🤩🤩🤩

Love you All..😍😍😍😍

Part 2

🌺Happy Reading🌺

Aku hanya tersenyum masam mendengar pertanyaan teman mama. Wanita dengan yang bertubuh sedikit tambun dengan dandanan yang begitu menor.

“doakan saja tante. Kalau sudah waktunya mama pasti kasih undangan ke tante”.

'Ini nih yang bikin aku males duduk bareng nemenin temen-temen mama, selalu saja yang di tanyakan itu, ntah itu nyindir atau emang peduli'

“tente tunggu secepatnya, bukannya anak sulungmu ini sepantaran dengan anak ku ya Mir? Aku saja sudah punya cucu 2”

Mama hanya tersenyum tipis mendengar ucapan teman yang duduk di sampingnya. Ingin rasanya aku segera menyingkir dari sini dan kembali ke kamar ku, rasa lelah di tubuhku membuatku mudah tersulut emosi, apalagi mendengar pertanyaan yang begitu sensitif seperti ini.

“ma, Ara masuk dulu ya” pamitku akhirnya dari pada mendengar ocehan lain dari teman mama.

Secepat kilat aku melangkah menuju kamar dapur untuk meletakan nampan.

“Kenapa kak?” tanya Farhan yang melihat wajah masam sang kakak yang terlihat murung.

'pasti di tanya soal nikah lagi, huff'

“Gapapa,“ ku jawab adik ku dengan tersenyum tipis “kamu mau ke Toko?”

“iya, bete di rumah juga, males denger omongan temen-temen mama yang rese itu. pasti kakak udah kena kan? kusut gitu mukanya” tebak Farhan sembari memperhatikan raut wajahku yang memang tak seceria biasanya.

“ya gitu lah… udah sana berangkat, bantuin papa yang bener jangan tinggal main game doang”

Farhan hanya nyengir lalu segera mengambil kunci motornya yang tergantung di dekat pintu dapur.

Sementara Aku memilih ke kamar untuk mengistirahatkan tubuhku yang terasa begitu lelah. Wajah lelahku, ku benamkan di atas bantal dan tanpa terasa air mata menetes tanpa ku minta. Butiran hangat itu begitu deras mengalir tanpa isakan tangis yang terdengar.

Segera kuusap pipiku lalu membalikan tubuhku dan menatap langit-langit kamar yang berwarna putih, menerawang jauh tentang segela impianku dan apa yang telah ku alami selama ini. Mengingat kembali omongan orang-orang tentang diriku, tanpa tau diriku yang sebenarnya.

“Huff… kamu bisa Ara!!!, kamu kuat!!” gumamku terus menerus menguatkan hatiku yang tengah terluka. Menyemagati diriku yang sedang gelisah.

“Huf… mending tidur aja deh.”

Lelahnya pikiran dan fisikku membuatku begitu mudahnya memejamkan mata, inginku sejenak melupakan rasa kesal sekaligus sedih yang mendera.

***

“Ara!!!...... Humaira Mentari!!!” samar-samar terdengar seseorang memanggil nama lengkapku,

Ku abaikan panggilan itu karena mata ku begitu enggan untuk di buka, rasa kantuk masih menyelimutiku, rasanya baru saja aku memejamkan mata, tapi kenapa sudah ada yang memanggilku, atau kah aku sedang bermimpi?

Hingga akhirnya tepukan cukup keras mendarat di lenganku membuat mataku terbuka lebar karena rasa panas dan perih begitu terasa.

“Astaga mama!!” keluhku saat melihat wanita paruh baya yang tak lain adalah mamaku berdiri di samping ranjang ku dengan wajah galaknya.

“Bangun ih, udah dzuhur, bantuin mama beres-beres. Abis itu anterin makan siang buat papa sama adikmu”

“iya ma….” Dengan rasa malas aku beranjak dari ranjang empuk ku, ke kamar mandi untuk cuci muka kemudian segera membereskan bekas piring dan gelas yang terlihat begitu berantakan membuatku kembali menghela nafas.

Tak sampai 30 menit akhirnya ruang depan dan tengah sudah kembali bersih dari tumpukan sisa makanan maupun piring dan gelas kosong.

“Antar makan siang papa aja, biar mama yang cuci” ucap mama sembari menyodorkan rantang berisi makanan untuk papa dan adik ku saat aku mengambil celemek yang tergantung di dekat kulkas sebagai pelindung baju ku sebelum mencuci piring dan gelas yang sudah ku tumpuk di dekat wastafel.

“siap ma” ucapku bersemangat,

Tidur lebih dari 1 jam nyatanya mampu membangkitkan semangatku, dan melupakan resah dan sedih yang menyambangiku pagi ini.

Segera ku letakan kembali celemek yang belum sempat aku kenakan ke tempat semula, kemudian meraih kunci motorku. Kuletakan rantang dan kunci di meja ruang tamu, lalu aku bersiap kilat dan mengambil dompet serta ponselku.

Beberapa saat kemudian, ku kemudikan motor matic kesayanganku dengan kecepatan sedang, kunikmati jalan yang begitu lengang dengan terik matahari yang begitu menyegat.

“kok kamu di luar sih dek?” tanyaku setelah memarkirkan motor ku di depan toko dan melihat adik ku duduk di teras toko sembari memainkan ponselnya.

“Capek kak, istirahat bentar doang ini” jawab adik ku dengan wajah yang memang terlihat lelah.

“Toko ramai ya?”

“huum, baru selesai nurunin barang juga”

“Masuk yuk, makan siang dulu” ajak ku dengan menenteng rantang makanan yang tadi mama ku siapkan.

“beliin es dong kak. Tuh mumpung es cincau pak bul lagi mangkal di situ”

Aku menolah ke arah yang di tunjuk adikku, terlihat beberapa pedagang dengan gerobaknya mangkal di dekat tokonya.

“nih, beliin anak-anak juga, sama beliin kakak cilok juga tuh” ku sodorkan selembar uang berwarana merah di depan adik ku,

“ah, siap… ciloknya berapa?” Farhan begitu semangat dan bangkit dari duduknya, lalu mengambil uang yang ku sodorkan.

“Terserah kamu, yang penting cukup buat anak-anak juga, kakak masuk dulu”

“Oke kak”

Ku tinggalkan adikku yang hendak melangkah membeli es cincau yang akan terasa segar di tengah cuaca yang begitu terik ini.

Seperti yang di ucapkan adik ku, kondisi toko cukup ramai, beberapa pelanggan memang tangah asyik memilih barang yang akan mereka beli, 4 karyawan yang di miliki papa begitu kewalahan mengatasi pelanggan, namun tak menyurutkan semangat mereka untuk tetap tersenyum ramah.

Ku langkahkan kakiku menuju ruangan khusus yang berada di ujung lorong setelah menyapa karyawan papa yang melihat ku.

“Assalamu’alaikum pa” sapaku saat melihat papa yang masih asyik dengan buku-buku di atas mejanya.

“Wa’alaikumusalam, Ra, kok tumben ke sini?” jawab papa dengan senyumnya sekaligus merasa heran karena jarang aku ke toko kalau tidak ada keperluan.

“antar makan siang papa sama Farhan. Papa belum makan kan?” jawabku sembari duduk di depan meja papa.

“Belum, baru aja selesai nurunin barang, belum sempat beli makan.”

“Istirahat dulu pa, itu lanjutin nanti”

“Panggil adikmu, dia di depan sepertinya, mau istirahat tadi katanya” jawab papa sembari menutup beberapa buku yang ada di hadapannya, yang aku tau itu adalah buku recap stock barang yang ada di Toko.

“Farhan lagi beli es pa, tadi udah ketemu di depan, bentar lagi paling juga ke sini”

Aku pun beranjak ke sudut ruangan dan mengambil tikar yang tergulung bersandar di dinding, lalu menggelarnya di sisi kosong yang agak luas di samping meja papa. Lalu mengambil piring dan gelas yang yang memang sudah mama sediakan di sana.

Tak berapa lama kemudian, Farhan masuk ke dalam ruangan papa dengan menenteng 2 kantong platisk di tangannya.

“ini kak” ucapnya semberi meletakkan kantong itu di atas tikar di samping rantang makanan yang telah aku buka.

“punya anak-anak?”

“sudah aku kasih ke mas Rio”

“Oke” ku raih kantong itu dan membukanya, menikmati cilok super pedas yang masih hangat, dan sesekali menyeruput es cincau yang telah ku tuang dalam gelas.

Tbc

Mohon terus dukungannya 🤩🤩🤩

Love you All 😍😍😍

Part 3

🌺Happy Reading🌺

Senin pagi yang begitu cerah mengiringi langkahku menuju tempat kerja yang cukup jauh dari rumah. Ku kendarai motor matic kesayangan ku membelah jalanan yang cukup ramai. Hiruk pikuk kendaraan besar maupun kecil berlalu lalang menyusuri jalan yang tak begitu besar itu.

Setelah dua hari libur dari aktivitas kerja yang menumpuk, mengharuskanku kembali berkutat dengen sederet pekerjaan yang tiada habisnya. Rasanya masih ingin libur, tapi tanggung jawabku sudah menunggu.

Setiba di tempat kerja, ku sapa beberapa orang yang ku temui.

“Morning!!” sapaku saat memasuki ruangan yang tak begitu besar namun cukup membuatku nyaman dalam bekerja, di tambah teman-teman satu tim yang sangat kompak dan humoris.

“Widih, habis libur 2 hari semangat bener” celetuk salah satu rekan kerja ku yang lebih senior dariku.

“jelas dong bang, bisa full tidur kemarin” cengirku sembari duduk di meja kerja ku.

“mantap bener, ngiri dah,”

Celetuk teman ku dengan menggelengkan kepala, aku hanya tersenyum melihatnya. Tak lama kemudian 2 orang tim ku datang bersamaan.

“Wih, tumben barang nih?” godaku yang melihat sepasang pria dan wanita itu berjalan bersamaan sembari mengobrol.

“ketemu di loby mbak” jawab si cewek dengan senyum sumringah

“mbak kira berangkat bareng, ya ga Zal?” godaku pada si cowok yang ku tau si cowok bernama Rizal itu memiliki rasa pada si cewek yang bernama Rindi.

Rizal hanya tersenyum dengan wajah yang bersemu merah. Melihat keduanya yang menurutku terlihat begitu cute itu membuatku senang.

“Kalau Rindi mau sih, saya siap antar jemput mbak” jawabnya membuatku semakin melebarkan senyum.

“Kode tuh Rin, kalau mbak mah oke, bolehin deh, iya kan Bang?” lanjutku meminta dukungan dari seniorku, bang Ghani.

“Yoi, gapapa lah, adik abang yang peling kecil ada yang jaga”

Gelak tawa akhirnya menggema di ruang itu, sementara kedua pria dan wanita yang jadi pokok pembicaraan tersenyum malu dengan rona merah di pipi mereka.

Suasana pagi yang begitu hangat dan bisa menambah semangatku untuk mengerjakan berkas-berkas yang telah menumpuk di email ku.

Hingga menjelang makan siang, seorang mengetuk pintu kami, dengan senyum lebar namun terlihat malu-malu ia meminta ijin masuk dan menyerahkan selembar kertas tebal kepada kami,

“Widih, gercep bener Fan, congrats ya!!” ucap Bang Ghani setelah melihat kertas yang di sodorkan padanya.

“Iya bang, doanya ya bang”

“Siap” jawabnya lagi dengan sumringah,

Kami pun mengucapkan selamat kepada Fanita, rekan kerja kami dari divisi marketing yang baru saja membagikan undangan pernikahan untuk kami.

Setelah dia meninggalkan ruangan kami, aku menghela nafas panjang dan meletakan undangan pernikahan yang terlihat begitu sederhana namun elegan berwarna coklat keemasan itu di atas meja.

Sejenak pikiranku menerawang, mengingat kembali kehidupan ku saat ini, di usiaku yang hampir memasuki usia 29 tahun, aku masih sendiri, miris, antara senang dan sedih di waktu bersamaan. Senang karena teman kerjaku telah menemukan jodohnya dan menyongsong kebahagiaan untuk berumah tangga, namun rasa sedih juga menghampiri, lebih ke merasa iri, kenapa sampai saat ini aku masih sendiri.

Menilik lagi bahkan banyak dari teman SMA atau kuliah sudah menikah lama, bahkan sudah memiliki anak tidak hanya 1, tapi aku? Bahkan jodoh saja belum terlihat hilalnya. Huff….

“kita besok berangkat bareng-bareng aja ya” celetuk bang Ghani membuyarkan lamunan ku, kebetulan acara yang tertera di undangan bertepatan dengan hari Minggu.

“emang bang Ghani ga sama istri?” tanya Rindi,

“Kita bareng-bareng aja, kalau istri pas lagi kosong ya abang ajak nanti sekalian”

“Oke deh bang, fleksibel aja lah besok” jawab Rizal dengan senyum lebarnya.

“Mbak Ara gimana?” taya Rindi yang menatapku terdiam, tanpa menanggapi,

“Mbak mah ikut aja” jawabku mencoba menutupi rasa gundah dalam hati ku.

“oke deh, bareng-bareng aja, nanti bang Ghani yang jemput ya?”

“wih, jauh bener kalau jemput kalian satu-satu” keluh bang Ghani saat membayangkan menjemput anak buahnya dengan jarak yang cukup jauh,

“Kumpul di rumah Rindi aja, pas di tengah-tengah tuh” celetuk ku memberikan saran, karena ku menyadari kalau rumahku paling jauh di antara mereka,

“eh, boleh mb, kan rumah Fanita juga ga jauh dari rumah ku” jawab Rindi dengan antusias,

“gimana bang?” tanya Rizal mewakili ku dan Rindi menanyakan pada senior kami yang maish berpikir,

“Boleh deh, gitu oke”

“Oke, deal ya?” tanyaku yang di acungi jempol ketiganya, lalu aku kembali berkutat dengan computer di depan ku sebelum jam makan siang tiba.

***

“Mbak mau ke beli makan di luar ndak?” tanya Rindi yang tengah berdiri dari duduknya saat waktu makan siang telah tiba.

“ndak Rin, mbak bawa bekal, kamu ga bawa?”

“Ndak mbak, tadi mama ga masak, jadi Rindi ga bawa”

“Ke kantin yuk Rin?” ajak Rizal yang telah berdiri dan mendengar bahwa pujaan hatinya itu tak membawa bekal, suatu keberuntungan menurutnya, ada kesempatan mengajaknya makan siang bareng.

“Lah nanti mb Ara sendiri di sini, bang Ghani ga ada”

“Gapapa Rin, sana kalau mau ke kantin, mbak sini aja”

“Makan di kantin aja yuk mb, bekalnya di bawa aja”

“next time aja deh Rin, mb mesti priksa beberapa file juga, abis istirahat di tunggu pak Rusli”

“hmm, ya udah deh” jawab Rindi tampak sedikit lesu karena harus makan berdua saja tanpaku, tapi mau gimana lagi, dia pasti juga tau bagaimana Pak Rusli yang begitu disiplin soal laporan, sementara ada beberapa data yang masih perlu aku cek lagi.

Setelah mereka berdua meninggalkan ruang, suasana hening menyelimuti ruanganku saat ini, hanya aku sendiri di sini, ku raih kotak makan siang yang telah aku siapakan tadi pagi, ku makan perlahan meski dengan susah payah aku menelannya.

Sejujurnya data yang akan aku serahkan ke Pak Rusli sudah beres sedari tadi, namun hati ini merasa enggan untuk menghadapi suasana kantin yang begitu riuh, apalagi kami baru saja menerima undangan pernikahan dari karyawan yang belum lama masuk di kantor ini. Pasti akan menjadi bahasan utama mereka, rasanya begitu sesak di dada, namun tak dapat di aku keluarkan.

Berulang kali aku menghela nafas panjang kemudian melanjutkan menyantap makan siang ku hingga habis tak bersisa.

Hari yang cukup berat untuk awal minggu ini, berulang kali aku melafalkan istighfar secara lirih, berharap rasa sesak di dada ini kian terasa longgar. Berusaha menyemangati diri sendiri untuk tak iri dengan kebahagiaan orang lain, semua sudah sesuai porsi masing-masing. Bukankah Rizqi, Jodoh, hidup dan maut sudah ada yang menentukan? jadi mungkin memang belum saatnya aku menemukan jodohku.

Semangat Ara!!! Kau wanita kuat!!

Syukuri apa yang ada saat ini, kamu pasti akan menemukan jodohmu suatu saat nanti.

Tbc

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!