NovelToon NovelToon

Gagal Menikah Dengan Tunangan

Awal mula

Di rumah yang cukup sederhana, Alianda tinggal bersama adik dari ibunya dan juga sepupunya sendiri.

Alianda yang baru saja membereskan meja makan, kemudian tidak lupa untuk mencuci piring dan lain-lainnya tanpa seorang pun yang membantunya.

"Alian! Allian!" teriak perempuan paruh baya tengah memanggil keponakannya dengan suara yang cukup nyaring didengar.

Dengan buru-buru, Alianda bergegas pergi ke sumber suara.

"Ya, Tante." Jawab Alianda sambil mere_mas ujung bajunya karena takut mendapat marah.

"Punya telinga itu buat dengar, bukan untuk menjadi tu-li. Ini baca, dan mau tidak mau kamu harus menyanggupinya, ngerti." Ucap tantenya sambil menyodorkan lembaran kertas kepada Alian.

Alianda yang penasaran isi dalam lembaran kertas tersebut, segera ia membacanya. Dengan seksama dan tidak ada kalimat yang terlewatkan, Alianda tengah membacanya begitu serius.

"Menikah dengan lelaki depresi, dibayar dua miliar." Gumamnya saat membacanya.

"Benar sekali. Kamu yang harus ikut sayembara itu, dan menangkan hadiahnya." Sahut ibunya Marselia, yang tidak lain tantenya sendiri.

Seketika, Alianda langsung melotot saat tantenya meminta dirinya untuk ikut sayembara tersebut.

"Apa! Alian harus ikut sayembara? apa Tante tega menyuruh keponakan sendiri menikah dengan lelaki depresi? tidak, Alian tidak akan pernah mau, titik."

Alian

"Alian! kamu harus membayar pengorbanan orang tuaku yang sudah membesarkan kamu. Jadi, sebagai imbalannya, kamu harus ikut sayembara, titik."

"Tidak! Papa tidak setuju jika Alian ikut sayembara. Pertunjukan macam itu." Timpal ayahnya Marselia yang tidak terima ketika keponakannya dijadikan ajang sayembara.

Meski keponakan dari istrinya, tetap saja tidak tega menukar keponakannya dengan lelaki depresi, pikirnya.

"Tapi, Pa. Kita punya apa sekarang? hidup saja kita pas-pasan." Timpal istrinya yang langsung menyahut.

"Alian juga sudah punya tunangan 'kan, Tante?"

"Tidak penting mau punya tunangan atau tidaknya, yang terpenting uang dan uang." Ucap tantenya yang tetap bersikukuh untuk membujuk keponakannya ikut sayembara.

"Apa kamu sudah tidak waras, Ma? begitu teganya kamu mau menukar keponakannya sendiri dengan uang dan lelaki depresi. Dimana akal sehat mu itu? sungguh pikiran kamu kurang baik." Timpal ayahnya Marselia yang masih tetap tidak terima.

"Keputusan sudah bulat, Alianda akan tetap ikut sayembara. Besok pagi kamu harus siapkan diri untuk berangkat ke tempat tujuan. Ingat! jangan pernah mengecewakan, paham." Ucap ibunya Marselia dengan ancaman.

"Tante, Alian mohon batalkan keinginan Tante itu. Alianda siap bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan Tante dan Marselia, juga Paman. Tapi Alian mohon jangan paksa Alian untuk ikut sayembara." Jawab Alian sambil memohon dan berharap tidak ikut sayembara.

"Gak! keputusan Tante sudah bulat. Besok kamu harus ikut sayembara, titik. Jadi, sekarang mendingan kamu masuk ke kamar dan istirahat. Soal mencuci piring biar Marselia yang melanjutkan pekerjaan kamu." Ucapnya.

Alian yang tidak bisa membantah, dengan terpaksa dirinya kembali ke kamar. Sedangkan pamannya tidak mempunyai hak penuh atas Alian yang bukan keponakannya, melainkan keponakan istrinya, hanya bisa mengalah.

Saat berada di dalam kamar, Alian tengah duduk sambil membuka album masa kecilnya yang terakhir menikmati kebersamaan dengan ibunya.

"Ma, dimana papanya Alian? kenapa selama ini mama tidak pernah mengenalkan Papa sama Alian? juga, Tante Yuliani tidak mengetahuinya?"

Alian pun bergumam saat melihat-lihat foto-foto masa kecilnya yang hanya bersama ibunya, sedangkan sosok ayah tidak pernah jumpai. Bahkan, tantenya sendiri pun tidak pernah mengetahui siapa ayah dari keponakannya sendiri.

Saat merasa lelah karena harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, rasa kantuk pun mulai menguasai dirinya. Kemudian, Alian beranjak ke tempat tidur dan beristirahat. Namun, saat hendak memejamkan kedua matanya, Alian teringat dengan tunangannya.

"Zivan, aku ingin bertemu denganmu, dan membicarakan sesuatu padamu." Gumam Alian sambil menatap langit-langit kamarnya.

Karena tidak ingin jam istirahatnya terbuang sia-sia, akhirnya Zivan memilih untuk tidur hingga pagi hari menyambutnya bersama mentari pagi yang menghangatkan.

"Alian! Alian! bangun." Teriak Marselia memanggil Alian sambil menggedor pintunya berulang-ulang hingga penghuni kamar langsung bangkit dari posisi tidurnya, dan membuka pintu kamar.

"Marselia, ada apa?" tanya Alian yang lupa jadwalnya untuk bersiap-siap.

"Ada apa, ada apa katamu? apa ingatan kamu itu sudah rusak? sampai-sampai lupa untuk berangkat ke tempat sayembara." Jawab Marselia dengan kesal.

Seketika, Alianda baru menyadarinya.

"Oh. Jadi, kamu membangunkan aku itu karena soal sayembara itu?"

"Ish! ngeselin banget sih kamu. Seharusnya kamu itu sudah tanggap, dan segera bangun dan mandi, langsung bersiap-siap." Kata Marselia dengan geram dan juga kesal ketika Alian begitu santai ketika menanggapinya.

"Kenapa mesti aku sih, Mar? kenapa gak kamu aja. Selain dapat uang dua miliar, kamu juga bakal jadi istrinya orang kaya. Bahkan, tunangan aku saja kalah."

"Karena yang dua miliar itu, lelaki kurang waras, dan perempuan mana yang mau menikah dengannya kecuali kamu, Alian."

Alian yang geram ketika mendapat jawaban dari saudara sepupunya, ia langsung menutup pintunya.

"Si_al! awas saja kamu, Alian. Penderitaan kamu akan segera dimulai. Jadi, bersiap-siap saja lah untuk menerima nasib buruk."

Marselia pun segera pergi dan menemui ibunya yang sedang bersiap-siap.

Alian yang sebenarnya ingin memberontak dan menolak, dirinya pun teringat akan jasa dari tantenya dan pamannya yang sudah sudi merawat dirinya dari kecil dan membesarkannya hingga tumbuh menjadi perempuan dewasa seperti saat ini.

Rasa penasaran

Selesai bersiap-siap, Alian bergegas keluar dari kamar dengan penampilannya yang sederhana.

"Nah! gini 'kan, lumayan menarik penampilan kamu ini. Cocoklah jika dipasangkan dengan lelaki depresi."

Ucap tantenya saat memperhatikan penampilan Alian yang cukup sederhana dan tidak terlihat mewah, yakni sesuai kriteria yang diinginkan keluarga penyelenggara sayembara.

"Kenapa mesti Alin sih, Tante? kenapa gak Marselia saja."

"Kamu tidak boleh protes, titik. Mulai sekarang kamu harus belajar melupakan Zivan, ngerti. Karena Zivan tidak pantas menikah denganmu, tetapi Marselia yang lebih pantas menikah dengan Zivan, paham kamu." Ucap tantenya dengan sinis.

"Tapi, Tan. Kami berdua saling mencintai, bukan Marselia yang dicintai, tetapi Alian."

"Tutup mulut mu. Kamu seharusnya sadar diri karena sudah dibesarkan oleh Tante kamu ini. Tanpa rasa belas kasih dari Tante, kamu tidak akan hidup sehat sampai sebesar ini, paham."

Alian yang mendengarnya, pun tidak bisa berkata-kata lagi selain nurut dan mengikuti perintah dari tantenya.

"Jangan membuang-buang waktu, ayo cepetan sarapan. Waktu kita tidak banyak, karena harus bergilir dan menunggu nomor urut antrian." Sambungnya lagi dan langsung menarik tangan Alian untuk mengajaknya sarapan pagi.

Di ruang makan, Marselia bersama ayahnya sudah menunggu dan siap untuk sarapan pagi bersama dengan istri dan keponakannya.

"Ingat ya, Alian, jangan kecewakan Mamaku. Awas saja kalau sampai kamu gagal, maka kamu harus kerja keras untuk memenuhi kebutuhan kami sekeluarga." Ucap Marselia memberi ancaman kepada saudara sepupunya.

Alian sama sekali tidak menjawab pertanyaan dari Marselia, ia lebih memilih untuk menikmati sarapan pagi yang terasa hambar.

Setelah itu, Alian diajak berangkat ke tempat tujuan. Namun, saat baru saja keluar dari rumah, rupanya tunangannya datang.

"Alian, kamu mau kemana?" tanya Zivan saat mendapati Alian berpenampilan yang terlihat rapi.

"Aku mau ada urusan sebentar. Maaf ya, jika aku harus buru-buru pergi. Ketemuannya nanti saja, gak apa apa, 'kan?"

"Perginya sama siapa? sendirian?" tanya Zivan yang belum mendapati tantenya Alian.

"Sama Tante, Ziv. Ini loh si Yilan, dia ingin ikut acara apa tadi itu, tante sampai lupa. Oh ya, acara sayembara apa gitu."

"Sayembara?"

"Eh! bukan. Aku hanya ingin melamar pekerjaan saja. Soalnya sistemnya ada sayembara gitu, biasalah model baru buat menarik perhatian yang sedang mencari lowongan pekerjaan." Sahut Alian yang tidak ingin tantenya memfitnah dirinya dengan terang-terangan.

"Melamar pekerjaan? bukankah aku sudah melarang kamu untuk bekerja? sebentar lagi kita akan menikah, dan aku tidak mengizinkan kamu untuk bekerja. Terus, maksud kamu ini apa, Alian?"

"Ya nih, Alian bandel dibilangin. Dia tetap tidak mau mendengarkan omongan tante. Dia maksa untuk bekerja, dan katanya biar punya penghasilan sendiri, begitu." Timpal tantenya seolah ikutan bermain drama, padahal ada niat lain, pikirnya.

"Niatku cuma untuk membahagiakan tante dan paman, itu saja sih. Tapi, kalau kamu melarang, aku pun tidak akan memaksa."

Zivan yang sering mendengar keluh kesah Alian, pun tidak bisa melarang keinginannya untuk membalas jasa paman dan tantenya yang sudah membesarkannya. Jadi, Zivan pun menyetujuinya.

"Baiklah, aku tidak akan melarang kamu untuk bekerja. Kalau kamu tidak keberatan, maka aku akan menemani kamu untuk ikut sayembara yang kamu maksudkan tadi."

"Jangan, jangan, jangan. Aku tidak ingin merepotkan kamu. Aku bisa minta tolong sama tante. Lebih baik kamu pulang saja dulu, nanti kamu bisa datang ke rumah lagi." Ucap Alian yang tidak ingin ketahuan.

"Ya udah kalau kamu tidak mau aku temani, hati-hati di perjalanan." Kata Zivan, Alian pun terpaksa tersenyum padanya.

Setelah berpamitan, Alian bersama tantenya segera berangkat ke tempat tujuan. Sedangkan Zivan masih berdiri di depan rumah tantenya Alian sampai hilangnya bayangan mobil yang ditumpangi oleh tunangannya.

Marselia yang mengetahui Zivan ada di depan rumahnya, ia segera keluar.

"Zivan! tunggu. Jangan pergi dulu." Panggil Marselia saat keluar dari rumah.

Saat itu juga, Zivan langsung menoleh ke belakang.

"Marselia, ada apa?" tanya Zivan ketika namanya dipanggil.

"Kamu mau kemana? gak mampir dulu nih. Sudah lama loh kita gak pernah ngobrol berdua."

"Lain kali aja, Mar. Aku mau berangkat kerja."

"Yakin nih gak mau mampir. Padahal aku ada sesuatu penting loh yang ingin aku sampaikan sama kamu, soal Alian."

"Jangan sekali-kali kamu mengadu domba aku dengan Yilan, aku tidak akan pernah bisa kamu kerjain."

"Tenang, aku gak ada niat buat mengadu domba kamu dengan Alian. Apa untungnya, gak ada juga. Mau gak nih, kita ngobrol berdua. Tenang aja, Papa aku bentar lagi berangkat kerja, gak ada orang di rumah. Juga, aku gak ada niat terselubung sama kamu." Ucap Marselia memberi tawaran dengan kalimat yang membuat Zivan penasaran.

"Jangan macam-macam kamu, Mar."

"Mau gak kamunya? kalau gak mau juga tidak apa-apa sih. Semua terserah kamu, aku cuma mau menyampaikan kabar saja sama kamu."

"Aku tidak ada waktu untuk berbicara sama kamu. Kalau kamu bersedia, katakan sekarang juga. Jika kamu tidak bersedia, berarti kamu hanya akal-akalan saja."

"Nih! baca. Biar kamu tahu tujuan calon istrimu itu. Kalau kamu penasaran, ikutin saja istrimu dan tunggu sampai titik akhir. Maka kamu akan tahu hasilnya siapa calon istri kamu itu."

Akhirnya Marselia menyodorkan lembaran kertas soal sayembara uang tunai dua miliar soal menikah dengan lelaki depresi.

Karena penasaran dan ingin tahu, akhirnya Zivan langsung menyambar lembaran kertas yang ada ditangan Marselia. Dengan seksama, Zivan membacanya begitu teliti dari atas.

Sungguh tidak ada pilihan

Zivan langsung menatap Marselia dengan tatapan yang begitu serius.

"Apa maksudnya ini, Marsel?" tanya Zivan dengan rasa penasaran.

"Kamu ini pura-pura gak tahu atau memang tidak tahu, ha?"

Zivan menggelengkan kepalanya.

"Tentu saja aku tidak tahu. Apa maksudnya dari sayembara ini? ayo katakan sejujurnya padaku."

"Calon istri kamu itu, si Alian ikut ajang sayembara demi mendapatkan uang dua miliar. Bodoh banget kan, ya? kalau kamu tidak percaya, datangi saja alamat yang tertera di kertas itu."

"Apa! Alian ikut sayembara?"

Marselia mengangguk dan tersenyum penuh kemenangan saat melihat ekspresi dari calon suami saudara sepupunya sendiri di penuhi oleh emosinya.

Saat itu juga, Zivan langsung meremat dan mengepal kertas tersebut setelah membaca alamat yang tertulis di lembaran kertas tersebut.

"Kamu sedang tidak mengerjaiku, 'kan?"

Zivan menatap tajam pada Marselia.

"Tentu saja aku tidak mengerjai kamu. Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa datangi sendiri tempatnya." Jawab Marselia dengan santai, seolah dirinya tidak melakukan kesalahan apapun.

Saat itu juga, Zivan langsung bergegas pergi dan mengejar Alian yang sudah dalam perjalanan menuju tempat tujuan sayembara. Sedangkan Marselia sendiri tersenyum senang penuh dengan kemenangan.

"Sekali dayung, tiga pulau pun bisa aku terlampaui." Ucap Marselia dengan seringainya.

Zivan yang termakan oleh omongan saudara tunangannya, pun langsung pergi untuk mengejarnya.

Sedangkan Alian yang baru saja sampai di tempat tujuan, rupanya sudah dipadati oleh banyaknya peserta yang mendaftarkan diri untuk menikah dengan lelaki depresi dengan jaminan pembayaran secara tunai. Tentu saja membuat orang-orang tergiur dengan jumlah nominal yang begitu banyak, yakni totalnya ada dua miliar.

Bagi kalangan orang biasa, tentu saja sangat banyak nominalnya. Namun, tidak ada salahnya jika harus menikah dengan lelaki depresi.

Kabar simpang siurnya yakni lelaki depresi yang diakibatkan telah gagal dengan pernikahannya. Kini, anggota keluarga telah kualahan untuk mengatasinya. Jalan satu-satunya yaitu untuk menikahkan dan ada yang merawatnya.

"Tante, ini serius?" tanya Alian sambil mengamati yang ada di sekelilingnya, yakni banyak kaum perempuan yang tengah mengantri untuk mengambil nomor urutan.

"Ya lah, masa bohongan, ini serius. Lupakan Zivan, dan kamu harus fokus dengan kemenangan sayembara ini. Awas saja kalau sampai enggak, kamu bakal menyesal nantinya." Jawab tantenya yang tidak lepas dengan ancaman.

"Tapi Tante, Alian 'kan, udah punya tunangan. Masa' iya, Alian menikah dengan lelaki lain?"

"Tidak penting soal itu. Lagi pula Marselia juga bisa menikah dengan Zivan. Jadi, kamu tidak perlu khawatir soal hubungan kamu dengan Zivan, karena ujungnya juga kamu akan tetap berpisah, apapun itu." Ucap tantenya yang tetap pada tujuan utamanya.

Tujuan utamanya ialah untuk memisahkan Alian dan Zivan. Juga, menikahkan putrinya dengannya. Sedangkan Alian hanya dijadikan alat peras untuk tujuan yang sudah ditata dengan rapi.

Alian yang tengah berdiri diantara perempuan lainnya, hanya menahan kesal atas apa yang direncakan oleh tantenya.

"Ingat ya, kamu harus ingat siapa yang sudah membesarkan kamu dari kecil. Jadi, sekarang ini saatnya kamu harus membalas budi kepada tante. Kalau bukan karena Tante, nasib kamu entah akan seperti apa." Ucap tantenya yang seolah memojokkan keponakannya sendiri.

Alian yang mendengarnya, pun tidak bisa berkata apa-apa selain nurut dan pasrah. Namun, hatinya terasa berat ketika dirinya harus melepaskan orang yang dicintainya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!