Falling In Love? Aku sepertinya baru dengar istilah begituan. Mungkin bagi mereka yang pada gaul sih udah pada ngerti apa itu falling in love dan mereka bahkan sudah merasakan pacaran. Bodoh amat dengan istilah itu, mungkin cewek sepertiku belum paham dengan pengertian itu semua.
Tapi seiring berjalannya waktu aku baru mengerti bahwa istilah“falling in love”itu jatuh cinta, ekspresi senang saat bertemu dengan orang yang disukainya. Jadi merasa deg-degan gitu deh. Hmm...tapi ngomong-ngomong aku naksir siapa ya? Pernah sih suka sama cowok tapi hanya sekedar suka saja. Lalu pernah naksir cowok yang orangnya begitulah orangnya. Nyaris perfect bisa ku bilang, seneng-seneng aja sih ketemu dia (orang kita sekelas).
Walaupun perasaanku tidak begitu dalam padanya dan masih sekedar merasa suka saja. Tapi seiring berjalannya waktu, teman-teman sekelas mengetahui kalau aku menyukainya dan mereka mengatakan pada itu cowok bahwa aku menyukainya. Lebih parah lagi aku disuruh nembak. Tapi ternyata aku ditolak dan aku tak bisa berbuat apa-apa. Saat dia menolakku, aku tidak merasa sangat kehilangan bahkan perasaanku biasa saja.
Setelah kejadian cowok itu menolakku, teman-teman cowok lain di kelas sering mem-bully-ku lebih tepatnya menghinaku dan mengejekku habis-habisan. “Nggak pantes kamu tuh sama dia. Ngaca dong! Punya kaca nggak” ketus salah satu temanku sekelas saat mengetahui hal itu. Atau mereka ada yang bilang”Dasar kidal, mana jalannya miring-miring lagi kaki kanannya”. Sumpah! Aku benar-benar sakit hati kala mendengarkan mereka meledekku seperti itu lebih tepatnya menghinaku. Walaupun aku nggak menggubris ejekan mereka, tapi aku sedih dan merasakan tersinggung sekali.
Mana semenjak cowok itu menolakku, sikapnya berubah acuh, tak peduli aku digituin. Malah ikut tertawa. Yup, lama-lama aku membenci sifatnya dan menyesali kenapa aku pernah menyukainya.
Ternyata alasan dia menolakku karena sudah menyukai teman sekelasku juga. Mengetahui hal itu, perasaanku biasa saja bahkan aku juga tak punya rasa patah hati sampai jealous sama sekali. Menurutku, dia juga punya HAK untuk memilih seseorang yang dia sukai. Itulah alasanku tak merasa kehilangan sama sekali.
Sementara cewek yang disukai Bowo (cowok yang menolakku) merasa tak enak hati denganku. Aku sendiri juga tak bisa berbuat banyak dengan semua ini dan hanya bisa menerima kenyataan yang ada.
Tapi di sisi lain, aku merasa dia menjadi sok perfect dan mulai di gandrungi cewek-cewek. Aku mulai cuek dan merasa muak dengan kelakuannya. Di detik-detik kelas 6 SD akhir, aku semakin merasa cepat-cepat ingin meninggalkan kelas ini. Aku merasakan trauma dengan urusan naksir menaksir cowok. Belum lagi aku sempat di gosipkan dengan teman yang kebetulan satu antar jemput denganku. Yup, aku dijodoh-jodohkan olehnya. Akibat peristiwa itu, aku sama temanku itu saling diam kala berpapasan. Oya, sebelumnya aku pernah disukai oleh temanku sekelas juga, dia nembak aku. Tapi waktu itu aku masih suka dengan teman sekelasku juga. Padahal aku merasa nggak begitu cantik.
Kelulusan SD tiba, aku merasa senang karena sebentar lagi aku tak bertemu dengan mereka yang mengejek dan mem-bully-ku. Terutama cowok yang sempat aku taksir dulu.
Akhirnya aku akan melanjutkan masuk SMP. “Yee, akhirnya bentar lagi aku masuk SMP juga” girangku mengetahui kalau aku dinyatakan LULUS. Aku benar-benar tak merasakan kehilangan cowok yang pernah aku sukai dulu, tepat saat Perpisahan SD berakhir.
Setelah lulusan SD, aku fokus mendaftar SMP yang selama SD aku idam-idamkan. Bahkan aku sudah tak peduli lagi dengan teman-temanku dulu. Bahagia itu saat aku ternyata keterima di SMP yang dari SD aku impikan.
Awal masuk SMP, entah apa yang membuatku bersumpah dalam hati kalau nggak ingin naksir cowok dulu dan fokus dalam pelajaran.
Tapi berjalannya waktu, entah kenapa aku mendadak tengah kagum dengan seseorang di SMP itu. Dia yang selalu jadi buah bibir dan beken dikalangan cewek-cewek. Yup, Fabian namanya.
Setelah aku tahu bahwa itu orangnya. Aku bergumam kagum “Lumayan juga ini cowok, putih iya, baby face banget, ganteng lagi. Pokoknya cute abis deh. Yeah, his is perfect boys”. Mendadak perasaan kepo pada dirinya muncul (mungkin karena aku dengan dia sering satu bis dan seringnya kenalanku bernama Stefani dari kelas 7B bercerita tentang Fabian padaku). Eits, bentar-bentar. Aku mulanya lihat dia rada angkuh dan sombong gitu (mungkin karena aku masih bisa melihat sifatnya dari luar saja dan kita juga beda kelas). Mendadak ilfil dan trauma saat mengingatkanku pada cowok yang pernah aku sukai dulu waktu jaman SD.
Beberapa bulan kemudian, aku makin sering bertemu dengan cowok itu di bis. Entah waktu berangkat atau pulangnya, karena kebetulan perumahannya bersebelahan dengan perumahanku. Jadi sering sekali satu bis. Dia selalu pulang bersama teman-temannya yang super nyebelin itu. Gimana nggak nyebelin, masa iya aku dikatain “Gajah” oleh mereka. Ugh, benar-benar menyebalkan deh pokoknya. Tapi aku masih lega karena cowok yang bernama Fabian itu tetap cuek dan nggak ikut-ikutan mengejekku. “Baik juga ya dia” kagumku lagi. Dan teman-teman terdekatku juga hanya bisa menghiburku”Sabar ya Mi...” itulah ucapan empati dari teman-teman yang mendengarkanku diejek mereka.
Aku hanya bisa mengangguk lemas pada mereka dan kuusahakan tersenyum.
......................
Setahun sudah aku berada di SMP favorit ini. Tak terasa setelah liburan selama tiga minggu lamanya, hari Sabtu itu semua siswa-siswi saatnya berangkat sekolah lagi karena pembagian kelas. Aku yang kini naik di kelas 8 SMP, tengah mencari kelas yang akan kuhuni selama setahun ke depannya. Waktu mencari nama lengkapku ternyata aku berada di kelas 8B, lalu aku mencari nama Rere sahabatku dari kelas 7, ternyata dia berada di 8C, sedih sih harus berpisah kelas dengan Rere walaupun kelasnya bertetanggaan. Saat masuk kelas 8B, aku sekelas dengan Luna, Indri, dan Irul.
“Mimi.... kita akhirnya sekelas ya” girang Stefani tiba-tiba saat melihatku keluar lagi dan melihat nama-nama di tempelan kaca kelas.
“Oya? Masa sih?” kagetku masih tak percaya dan terlihat polos sekali.
“Iya Mi, ini deh namaku” tunjuk Stefani padaku.
Setelah melihat nama Stefani yang di daftar nama 8B, aku ikutan girang. Kemudian aku masuk kelas bersama Stefani dan bergabung dengan teman-temanku.
Tapi aku duduk sebelah Luna yang di deretan kedua. Sementara Indri sebelahnya Irul yang duduk di depan. Stefani duduk di deretan lain bersama Fitria anak baru. Oya, setelah aku mencari namaku dan duduk bersama Luna rasanya masih terasa asing karena nuansa kelas masih baru dengan teman-teman baru juga dari berbagi kelas. Dan ternyata di kelas ini takdir mempertemukanku dengan cowok idola itu. Siapa lagi kalau bukan Fabian.
Aku yang tengah melihat-lihat ke belakang tak sengaja pandanganku jatuh pada cowok yang tak asing bagiku. “Eh, itu Fabian bukan?” gumamku dalam hati sembari mengingat-ingat. Lalu aku iseng keluar untuk mengecek nama Fabian di daftar nama kelas 8B dikaca luar kelas dan ternyata memang benarada namanya di daftar nama yang tertempel di kaca kelas 8B. Hmm... lumayan juga bisa tahu tentangnya di kelas ini dan tahu sifat aslinya, hehe :D.
Bel masuk berbunyi, aku yang dari tadi sudah di dalam kelas bersama teman-teman dan tengah mengobrol dengan mereka terhenti, karena ada guru yang masuk di kelas kami dengan tujuan menyerahkan daftar nama untuk di absensi temanku yang dulu pernah menjabat menjadi ketua kelas pada kelas 7 SMP. Fabian tampak mengacungkan jari telunjuknya pada guru tersebut dan menghampiri beliau di depan kelas untuk diberi pengarahan. Setelah itu Fabian mulai mengabsen nama teman-teman di kelas 8B satu per satu.
Tiba giliran namaku dipanggil, aku segera mengacungkan jari telunjuk kiriku, tapi Fabian masih mencari nama yang dia sebutkan tadi. Dan benar saja, dia masih mencari nama itu. Padahal aku sudah mengacungkan jari telunjukku lagi. “Serasa makhluk abstrak aja aku ini” batinku sebal mengetahui hal itu.
Karena Fabian masih tak melihatku, akhirnya teman-teman berseru sembari menunjukku”Ini lho Mimi...”
Pandangan Fabian beralih padaku yang tengah duduk dibangku depan barisan kedua, saat mengetahui bahwa itu namaku. Fabian langsung berseru” Oh, ini ya yang namanya gajah duduk.”
Mendengar itu aku membelalak, sementara ketiga temanku tampak tertawa geli. “Uh, nyebelin banget deh” dengusku.
“Fabiannn, jelek ya kamu” gerutuku kesal.
Mendengar gerutuanku, tanpa dosa Fabian hanya melemparkan cengiran kuda kearahku.
“Huh, nyebelin banget ternyata ini orang. Sama seperti temen-temennya itu” dengusku yang merasa sebal. Setelah kejadian itu, aku masih tampak ilfill dengan perlakuan Fabian barusan.
“Bentar-bentar, jadi selama di kelas 7 SMP, dia diam itu merekam kenakalan teman-temannya ya” batinku yang masih merasakan kesal.
Nyebelin banget sih hari pertama masuk di kelas 8B, udah dibuat jengkel sama cowok bernama Fabian. Dan ini baru kurasakan pertama kalinya.
Oke, pagi hari Fabian udah bikin ulah padaku. Ternyata siang hari saat pulang sekolah terulang kembali. Kejadian ini terjadi saat aku, Rossi, dan Tiwi tengah berjalan menuju tempat berhentinya bis. Mendadak ada yang menendang kakiku dengan kerikil kecil-kecil. Refleks aku menoleh, saat aku menoleh ternyata yang menendang kakiku adalah Fabian. Yup, lagi dan lagi dia bikin ulah yang kedua kalinya padaku.
“Heh, nakal banget sih kamu Fab” gerutuku padanya sambil memprotes kejahilannya dan kukenakan pukulan ringan ditas punggungnya.
Cengiran kuda kudapatkan lagi darinya, setelah itu Fabian merespon.”Salah sendiri udah tahu julukannya gajah menuh-menuhi jalan.”
Mendengar ejekan Fabian lagi, aku memprotes”Heh, jalan lebarnya gini dibilang aku menuh-menuhi. Nyebelin kamu”. Saat aku akan memukulnya ternyata Fabian sudah terlanjur lari sambil ngacir tanpa dosa.
“Ih, Fabian nyebelin banget deh. Masa dua kali aku diejek gitu sama dia. Di hari pertama masuk kelas 8B lagi” batinku sebal.
Melihat wajahku yang badmood, Rossi menanyaiku”Kenapa sih Mi?”
“Huh! Itu si Fabian nyebelin Ros” dengusku
“Sabar Mi” hibur Rossi dan Tiwi.
Aku mengangguk dan melanjutkan berjalan dengan mereka berdua. Sampai juga tempat dimana aku dan teman-teman yang lain menanti bis. Disana aku melihat Fabian tengah bersama teman-teman cowok yang super nyebelin itu. Kalau lagi kumpul-kumpul gitu. Fabian tampak tak mempedulikan sekitar. Maksudku dia terlihat acuh.
Setelah bis itu datang, kami segera naik bis untuk diantar sampai rumah. Sesampai di rumah aku masih merasa sebal dengan ulah Fabian tadi. “Ternyata itu cowok nyebelin banget deh” gumamku.
......................
Senin pagi seperti biasa aku berangkat lebih awal karena pagi ini ada upacara. Sebelumnya aku hanya sarapan dengan porsi yang sedikit karena takut terlambat upacara. Ternyata saat upacara aku merasakan sempoyongan dan aku disuruh istirahat di kelasku sendiri 8B.
Setelah melaksanakan upacara, dilanjutkan pelajaran Matematika sekaligus pembinaan dari wali kelas. Sebelumnya pelajaran dimulai, wali kelas kami tampak mengabsen nama-nama teman sekelas dan pemilihan jabatan ketua kelas serta jabatan lain-lain.
Lalu dilanjutkan pelajaran Matematika.
Beliau menerangkan materi Matematika di papan tulis sembari mencatat contoh dan cara mengerjakan. Kami mencatat ulang materi yang dicatatkan oleh Bu Eni. Setelah kami mencatat materi di papan tulis kemudian diberi soal-soal untuk berlatih mengerjakan soal yang telah Bu Eni berikan.
Saat kami tengah menulis soal Matematika di papan tulis, Bu Eni mengatakan” Yang mengerjakan di depan, perwakilan dari teman satu deret.”
Aku yang masih sibuk menyalin catatan dan menulis materi di papan tulis, tampak Fabian yang akan memanggilku tapi lupa namaku, akhirnya bertanya kepada Saputra terlebih dahulu. Lalu Fabian berseru padaku”Mi, kamu aja yang maju ke depan ya.”
Aku menoleh mendengar Fabian beteriak padaku dan Saputra juga mengangguk setuju. Lalu ku respon
“Kalian aja yang maju.”
Ternyata Bu Eni saat menunjuk dari deretanku adalah Fabian yang disuruh maju untuk menyelesaikan soal Matematika di depan papan tulis.
......................
Beberapa minggu saat masuk di kelas 8B, kami sudah diberi PR bejibun dari guru-guru mata pelajaran yang lumayan banyak. Tapi kali ini aku mengerjakan PR Matematika yang selalu dibantu oleh Mamaku saat mengerjakan di rumah. Jadi pagi harinya aku tinggal bersantai ria, hehe :D.
Sesampainya di kelas 8B, aku yang kebetulan berangkat sekolahnya satu bis dengan Fabian. Setelah melepaskan tas punggungnya, ku lihat Fabian menghampiriku di bangkuku dengan tujuan
“Mimi, aku pinjem PR Matematikamu dong” pinta Fabian sambil melempar cengiran kuda.
Tanpa pikir panjang, aku langsung meminjamkan buku Matematikaku ke Fabian.
“Nih Fab, PR Matematikaku semalem” terangku sembari menyodorkan PR Matematikaku pada Fabian.
“Oke Mi, aku pinjam dulu ya” girang Fabian sambil mengambil buku Matematikaku
Aku mengangguk penuh senyum pada Fabian.
Selang beberapa menit kemudian Saputra datang dan nasibnya nggak jauh-jauh amat dengan Fabian. Akhirnya mereka berdua mengerjakan PR Matematika bersama. Aku merasa saat seringnya diberi PR Matematika, Fabian sering sekali meminjam PRku.
......................
Tapi pada suatu hari Jumat, entah kenapa aku merasakan tak enak badan dan merasa kepalaku pusing sekali. Aku yang sudah terlanjur memakai seragam Pramuka pagi ini dan hendak berangkat sekolah, nggak mungkin juga aku balik rumah. Akhirnya kupaksakan diri dengan kondisi setengah pusing, tetap berangkat ke sekolah.
Pagi ini adalah jam pertamanya Olahraga dan gurunya menyuruh untuk memasukkan bola basket di keranjang sebanyak lima kali. Oke, dari absen pertama sampai nomer dua puluh empat tak ada kendala. Tapi saat giliranku yang akan memasukkan bola tersebut di keranjang basket, tiba-tiba “BUKK!!!”
Lemparan bola basket lain mengenai kepalaku persis dari arah belakang keras sekali.
Lalu aku refleks menoleh dan mencari tahu siapa yang menimpuk bola basket di kepalaku.
“Huh, siapa sih yang lempar bola basket di kepalaku” gerutuku sambil mengusap-usap kepalaku sendiri dan mencari pelakunya dengan menoleh ke belakang.
Kulihat Fabian tampak maju menghampiriku dengan muka ketakutan plus cengiran kudanya. Mendapati itu, aku terbelalak dan membatin kesal”Fabian lagi, Fabian lagi pelakunya.”
“Eh Mi, bolanya kena kamu ya?” tanya Fabian yang terlihat masih cengir-cengir.
“Huh, iya nih Fab. Kepalaku sakit tahu” sebalku.
Dia melemparkan senyuman sembari mengucapkan”Sorry ya Mi, tadi bener-bener nggak sengaja aku”
“Iya deh, nggak apa Fab” anggukku pada Fabian
Setelah kejadian itu, aku bisa memasukkan bola basket di keranjang basket. Yee, olahraga favoritku basket. Tapi insiden barusan, membuatku sedikit ilfill dengan ulah Fabian lagi. Karena hari Jumat harinya singkat, di jam terakhir Matematika pusingku makin bertambah.
Aku tiduran di meja karena tak tahan, melihat itu temanku mengantarku ke UKS untuk aku beristirahat disana. Satu jam lamanya aku tiduran di UKS, sampai satpam sekolahku menengokku di UKS. Setelah beliau (satpam sekolah) menengokku di UKS, ternyata aku diberi teh hangat. Lumayan deh bikin badan lebih hangat.
Bel pulang berdering, pertanda sekolah telah usai dan siap untuk digantikan esok hari. Saat aku masih tiduran di UKS, tampak sahabatku Rere datang menengokku.
“Oh Mimi... kata Luna kamu di UKS ya. Makanya aku kesini untuk nengokin kamu” sedih Rere mengetahuiku masih di UKS dan akan segera meninggalkan UKS karena sudah pulang.
“Iya Re, kepalaku pusing banget nih. Sebenarnya tadi pagi pas berangkat sekolah udah merasakan pusing. Tapi aku tetep paksain berangkat” anggukku sembari bercerita tentang rasa pusingku.
“Tasmu masih di kelas tuh, aku anter kamu ambil tas ya. Terus langsung pulang” senyum Rere padaku.
“Iya Re, ayo” anggukku penuh senyum sembari pelan-pelan melangkah keluar dari ruang UKS.
Siang ini aku pulang seperti biasa bersama sahabatku tercinta Rere. Kami berjalan sampai tempat kita akan menanti bis datang. Lalu aku membuka pembicaraan untuk Rere.
“Re, sebel deh tadi aku kena timpukan bola basket pas pelajaran Olahraga” ceritaku.
“Hah? Kok bisa sih Mi, emang yang lempar bola basket siapa?” tanya Rere dengan ekspresi terkejut.
Sambil menelan ludah, aku menjawab”Fabian. Emang sih dia nggak sengaja. Tapi kok rasanya ilfill aja sama dia.”
Mendengarkan aku mengeluh begitu, tampak Rere sangat terpingkal-pingkal. “Perasaan kamu sama Fabian nggak pernah akur deh Mi. Hayo, jangan-jangan dia suka kamu lagi” bisik Rere iseng.
“Ihh, kamu itu Re. Nggak mungkinlah” sanggahku.
Rere hanya melempar cengiran kuda kearahku. “Ya kali Fabian suka sama aku. Nggak mungkin banget, dia kan perfect. Sementara aku..???” batinku merasa nggak mungkin naksir itu cowok. Apalagi Fabian naksir aku??
Kini langkah kakiku dan Rere melanjutkan jalan untuk sampai dimana nanti aku dan teman-teman menaiki bis.
Sesampainya disana tampak masih ada teman-teman seangkatan tengah menanti bis datang, tak terkecuali Fabian dan teman-temannya yang super nyebelin itu. Aku dan Rere segera membaur dengan teman-teman cewek juga.
......................
Semakin kesini aku merasakan semakin dekat dengan Fabian. Dekat karena dia sering pinjem PRku, bercanda dengan teman-teman yang lain, serta memainkan tebak-tebakkan dan lama-lama juga aku jadi kelinci percobaannya dia. Terang saja, saat dia butuh sesuatu pasti menyuruhku.
Padahal teman-teman cewek yang lain banyak lho. Seperti pagi ini saat istirahat pertama, kulihat koperasi sekolah penuh sekali karena mur id-murid pada mengantre membeli LKS. Sekembalinya dari kantin dengan Rere, niatku adalah membeli LKS. Tapi masih saja mengantre panjang sekali.
Antara dilema karena ingin masuk kelas atau kekeuh mengantre membeli LKS. Tapi kulihat Fabian dan Pandu juga tengah mengantre membeli LKS.
“Masih panjang ya antreannya” tanyaku pada mereka.
“Iya nih Mi, dari tadi aku juga masih ngantre” sahut Fabian sembari menoleh kearahku.
“Kamu juga mau LKS sekarang ya?” tanya Fabian balik.
“Iya Fab, udah terlanjur minta duit orangtua nih” anggukku.
Lalu aku dan Fabian diam. Aku kembali ngobrol dengan Rere, tampak Fabian tengah mengobrol dengan Pandu.
“Mimi, aku boleh nitip belikan LKS nggak? Nanti kembaliannya kamu ambil nggak apa deh” pinta Fabian sambil merayuku.
“Iya Mi, lumayan lho daripada antre terus duitnya bisa kamu belikan permen”sambung Pandu sambil melemparkan cengiran kearahku juga.
“Aduh, gimana ya? Aku sendiri juga lagi antre” raguku.
Tanpa sadar bel istirahat pertama berbunyi, tertanda pelajaran jam berikutnya akan diteruskan. Sementara aku, Rere, Fabian, dan Pandu masih standby di depan koperasi untuk mengantre beli LKS.
“Mi, udah yuk. Lagian ini udah bel masuk. Nanti kita kesini untuk antre beli LKS lagi” bisik Rere.
Aku semakin dilema antara masih tetap di koperasi bersama Fabian dan Pandu mengantre beli LKS atau ikutan masuk kelas.
Sementara ku lihat Fabian tengah menulis daftar LKS yang nanti diserahkan pada guru yang tengah menjaga koperasi.
“Hmm, Fab.. Pan... aku masuk kelas dulu ya. Aku belinya ntar aja diistirahat kedua atau nggak besok. Maaf ya Fab” ucapku pada mereka dan merasa tak enak hati pada Fabian.
“Iya Mi, nggak apa kok” jawab mereka serentak.
Akhirnya aku dan Rere segera meninggalkan mereka yang masih di depan koperasi. Aku masuk di kelas 8B, sementara Rere masuk di kelas 8C. Saat masuk kelas, ternyata gurunya sudah masuk terlebih dahulu, yup.. beliau selalu ontime masuk kelas. Kemudian aku mengikuti pelajarannya. Tak butuh lama mereka mengantre beli LKS.
Ku lihat mereka sudah masuk terlambat tanpa diberi omelan dari guru yang tengah mengampu mata pelajaran di kelas 8B, rasanya lega.
......................
Tapi ada sifat Fabian yang bikin aku harus mengelus dada alias sabar, sebab dia suka nggak nyambung kalau ditanya. Kejadian ini saat akan pelajaran Bahasia Indonesia.
Aku tanpa sengaja membaca nama Fabian di LKS Bahasa Indonesia. Aku menanyakan sesuatu padanya karena penasaran dengan arti namanya.
“Fabian, sebenarnya arti namamu itu apa sih?” tanyaku penasaran sambil mengamati nama lengkap Fabian di LKS.
“Namaku itu lucu Mi, kadang dipanggil Fabi atau nggak Abi sama anak-anak kecil di perumahanku” respon Fabian
Aku kaget mendapati itu.”Aku tanya apa, jawabnya apa” batinku sebal. Kuulang pertanyaanku sekali lagi, tapi jawaban Fabian sama saja. “Sabar Mi, sabar” batinku sambil mengelus dada, lalu balik lagi ke bangku sendiri.
......................
Entah apa yang sedang aku pikirkan saat ini, tiba-tiba mengingat kejadian sewaktu awal masuk kelas 8B dan mulai dibuat ilfill oleh Fabian. Lalu mengingat juga sikap Fabian di kelas padaku.
Mungkin kebanyakan sebagian orang itu hal biasa, tapi aku merasakan hal yang berbeda. Karena aku baru pertama kali bertemu dengan cowok yang se baik, se gokil, dan se asyik Fabian. Iya, beneran deh.
Karena dulu waktu SD hanya ejekan yang kudapati dari teman-teman cowok bikin aku sebal mengingatnya. “Ah, masa sih aku suka dia?” batinku ragu. “Ah, nggak mungkin nggak. Masa aku beneran naksir dia sih” tampikku langsung dan bayangan Fabian lalu menghilang. Aku mulai menyibukkan diri dengan menggabung Rere dan Rossi.
Semenjak kelas 8 SMP ini, aku makin sering bermain dengan mereka. Entah itu dirumahku, rumah Rossi, atau rumah Rere. Saking seringnya kita bermain bersama, sampai kita tak pernah dipisahkan.
Oya, sebelumnya aku adalah seorang cewek yang mempunyai fisik kurang sempurna.
Maksudku anggota tubuhku yang kanan tak seperti yang lainnya, aku kidal alias melakukan aktivitas menggunakan tangan kiri. Mulai dari menulis, makan, atau aktivas lainnya menggunakan tangan kiri. Bahkan kaki kananku berjalan agak berbeda dari orang-orang lainnya. Aku begini karena waktu umur 6 bulan aku sakit panas dan sempat kejang. Tapi malah diberi suntikan pada dokter. Melihat cara berjalanku berbeda dengan yang lainnya, orang-orang termasuk teman-teman sekolahku merasa jijik dan merasa aneh padaku, bahkan ada yang berani mengejekku saat melihatku berjalan. “I don’t care deh dengan semua itu. Toh mereka nggak mengerti sejarahku bagaimana bisa begini” batinku merasa acuh, walau kadang sebenarnya ada rasa sakit hati.
Aku usahakan biar tak minder mendengar cemooh mereka, aku masih bersyukur diberi umur sampai segini dan dipertemukan dengan teman-teman dekat yang menerimaku apa adanya.
Termasuk Fabian, saat itu aku yang baru saja menaruh tas di kelas dan kebetulan aku satu bis dengannya lagi, lalu masuk kelas bersamaan. Kemudian aku yang akan keluar kelas untuk menanti Rere di depan kelas. Mendadak Fabian menanyaiku sesuatu”Mi, kamu bawa biodata yang kemarin dikasih Bu Eni nggak?”
Aku menghentikan langkah dan berpikir sejenak untuk menjawab pertanyaan Fabian. “Eh, biodata yang kemarin diberi Bu Eni persis itu Fab?” tanyaku balik.
Fabian mengangguk padaku. Dan aku mengingat-ingat biodata itu, ternyata aku kelupaan membawanya juga.
“Eh, aku juga nggak bawa Fab” cengirku.
“Sama Mi kalau gitu” terang Fabian juga
Aku merasa geli saat Fabian berkata demikian, ternyata nasibnya nggak jauh-jauh banget denganku dan perasaanku lega karena ada temannya yang sama-sama tak membawa biodata tersebut.
Kemudian aku melangkah keluar dan ingin berpamitan pada Fabian, tapi kemudian Fabian menanyaiku tentang suatu hal,
“Mi, kaki kanan sama tangan kananmu itu kenapa sih?”
Aku menghentikan langkah lagi karena mendengar Fabian menanyakan hal itu.
Dengan santai dan penuh senyum ku jawab”Oh, ini Fab. Dulu aku pernah sakit panas sampai kejang waktu umurku 6 bulan. Terus malah disuntik sama dokter, akhirnya jadi begini deh sampai sekarang.”
“Oh, begitu ya Mi” respon Fabian sambil manggut-manggut.
“Iya Fab...” anggukku pada Fabian.
Setelah bercengkerama dengan Fabian barusan, aku lagi-lagi dibuat kagum olehnya. Terang saja disamping teman-teman yang mengejekku saat melihatku sedang berjalan karena fisikku kurang sempurna.
Tapi Fabian tidak begitu, dia menanyaiku dengan hati-hati tentang fisikku sebelah kanan. Fabian emang orang dengan tipikal baik, supel, apa adanya dan tak pernah memilih teman. Walau kadang sikapnya masih menyebalkan buatku. Itu alasannya mengapa aku mengaguminya. Pantas dia kusebut “Perfect Boys”.
......................
Istirahat ini, seperti biasa aku selalu habiskan waktu dengan orang-orang terdekatku. Tak terkecuali Rere teman dekatku dari kelas 7, karena dulu kita pernah sekelas. Yup.. di kesempatan istirahat kami berdua selalu bersama. Aku bahkan tak peduli dengan ejekan-ejekan dari teman sekelas Rere yang melihatku berjalan agak aneh. Aku senang karena Rere, Luna, Indri, Irul, Stefani, dan teman-teman lainnya tak memandang dari fisikku.
Aku merasa tenang dan nyaman saat berkumpul dengan mereka.
Sesudah kami menghabiskan waktu bersama, aku yang akan masuk kelas karena bel masuk telah berbunyi. Aku melangkah kakiku dengan pelan, tiba-tiba ada yang menyenggol kakiku dan refleks aku menoleh. Ternyata yang melakukan itu adalah Fabian lagi.
“Ihh, Fabian emang nyebelin banget deh” gerutuku mengetahui hal itu.
Sambil nyengir kuda, dia meledekku”Salah sendiri udah tahu julukannya gajah masih aja menuh-menuhi jalan.”
Saat aku akan membalasnya, ternyata Fabian sudah keburu lari masuk kelas. “Uh, masih aja tuh anak nyebelin banget” dengusku dalam hati sembari melangkahkan kaki lagi menuju bangku. Entah kenapa aku merasakan penasaran dengan sikap Fabian yang bisa kubilang misterius itu.
Tapi sifatnya dikelas juga tak buruk-buruk sekali sih malah pendiam. “Aduh, kenapa yang dibahas Fabian mulu sih. Apa jangan-jangan aku mulai naksir dia lagi. Nggak...nggak....” tampikku langsung. Maklum dia idola cewek-cewek sih, tapi saat dia digosipkan dengan teman-teman cewek, entah dengan siapa aku merasa hatiku sakit.
Masa iya aku jealous dan beneran suka dia? Secepat itu kah aku jatuh cinta dengan orang yang baru ku kenal?
......................
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!