Hallooooo
Bertemu lagi dengan cerita baru yanktie ino.
Jangan lupa kasih SUBSCRIBE dulu ya, biar enggak kelewatan tiap eyank update bab.
Selamat membaca.
"Kamu harus kosongkan waktumu. Masa aku mau lamaran kamu nggak datang? Kamu terlalu sibuk," Mukti menerima telepon protes dari kakaknya yang memintanya menyiapkan waktu untuk ikut ke Kediri tempat akan diadakannya lamaran.
"Aku upayakanlah Mas. Masa aku nggak datang diacara penting kakakku sendiri," kata Mukti.
Sebenarnya dia paling males ikut acara begini, tapi demi kakaknya tercinta dia akan upayakan datang.
\*\*\*
"Mamas sudah telepon kamu?" tanya mamanya Mukti lembut.
"Iya Ma sudah dia juga ngancem. Mosok aku nggak teko saat acara lamarannya," baru saja telepon Sonny sang kakak dia tutup, sekarang giliran telepon dan Ambar sang mama.
"Lha kamu memang harus datang lah wong mamasmu lamaran kok nggak nyediain waktu untuk pergi," kata sang ibunda lagi.
"Aku sudah kosongin waktu kok Ma. Memang kita berangkat kesana kapan?" Mukti akhirnya mengemukakan kenyataannya bahwa dia sudah atur waktu. Itu agar sang mama tenang.
Mukti sudah hapal kebiasaan mamanya yang sering senewen atau nervous pada hal-hal yang anak-anaknya anggap sepele.
Sang mama tak bisa makan enak dan tak nyenyak tidur bila anak-anaknya ujian semester!
Setelah kuliah Sonny dan Mukti selaku bilang jadwal ujian mereka adalah setelah ujian sebenarnya terjadi. Jadi sang mama tak boleh ikut nervous saat mereka ujian semester.
Mukti dan Sonny sama-sama kuliah di luar negeri, sebelumnya sang mama akan datang menemani saat putranya ujian. Itu terjadi ketika Sonny kuliah S1 di Jogja sedang mereka tinggal di Bali.
Saat Sonny kuliah S2 dan Mukti kuliah S1 dengan dua negara yang berjauhan mereka sepakat berbohong tentang jadwal ujian mereka.
"Kita berangkat satu hari sebelumnya," jawab sang mama.
"Papa sudah booking hotel di Kediri. Jadi pas acara kita masih fresh karena sudah istirahat," Ambar menerangkan rencana perjalan mereka.
"Oke Ma. Kasih tau aja dua hari sebelumnya takut aku lupa." Mukti memberi isyarat pada bagian administrasi yang mendekatinya ingin bicara.
"Ya sudah minggu ini kamu pulang aja lah ngapain sih di galeri terus?" kata Ambar.
Ambarwati Soetiono adalah ibunda nya Mukti.
"Aku upayakan pulang lusa ya Ma. Hari ini belum bisa. MMa tahu kan hari ini baru penutupan pameran. Besok pasti beres-beres dan rekap, lusa aku upayakan pulang," kata Mukti lagi.
"Pokoknya jangan bikin kami kecewa," ujar Ambar.
"Iya Ma aku pasti pulang," jawab Mukti dengan lembut dia paling tak mau menyakiti sang ibunda yang memang sangat dia cintai itu.
\*\*\*
"Sebaiknya kamu nggak perlu datang ke acara lamarannya Sonny," ucap Menur nenek dari Mukti. Menur adalah istri eyang kakungnya Mukti. Ibu sambung sang papa Lukito Prabunegara atau yang biasa di panggil pak Abu.
Keluarga Abu memang unik. Nama keluarga ditulis lebih dulu. Tak seperti nama kebanyakan.
Abu merubah identitasnya secara resmi di dinas kependudukan sejak dia SMA, jadi semua data dirinya menjadi Lukito Prabunegara, nama awal yang diberikan oleh orang tuanya adalah Prabunegara Lukito.
Papa Abu adalah Airlangga Lukito, seorang pengusaha besar. Dan usahanya semakin besar sejak dipegang Abu.
"Kenapa Eyang kok aku nggak boleh datang ke lamarannya Mas Sonny." Mukti malah bingung saat sang eyang juga ikut menghubunginya. Awalnya dia mengira eyang Menur yang lembut itu juga ingin memaksanya datang ke acara lamaran mas Sonny. Ternyata malah melarangnya.
"Enggak usah lah. Ngapain kamu ikutan? Memding kamu santai aja di galerimu," begitu eyang Menur barusan berucap.
'*Aneh. Mama dan mamas minta aku harus hadir saat lamarannya mas Sonny, eh eyang malah bilang nggak perlu datang karena biar nggak ribet*.'
'*Apa sih yang bikin ribet*?' kata Mukti di dalam hatinya.
Mukti malah penasaran mengapa eyang Menur seperti menghalangi dia untuk hadir di lamaran sang kakak.
"Aku bisa digantung sama mas Sonny dan mama kalau nggak hadir di acara lamarannya Mas Sonny."
"Aku nggak mau menyakiti mereka. Aku pasti akan datang," gumam Mukti sambil terus menatap data pamerannya.
Mukti kembali berkonsentrasi pada kegiatan yang sedang dia lakukan. Dia sedang pameran di galerinya.
Mukti adalah seorang pemahat atau pematung tinggal Bali dengan memiliki tiga galeri cukup besar.
Namanya Lukito Harjomukti atau biasa dipanggil Mukti, anak kedua dari pasangan pengusaha Lukito Prabunegara dan Ambarwati Soetiono.
Mukti tidak seperti sang kakak yang menurunkan jiwa usaha orang tua mereka. Kakaknya adalah seorang pengusaha muda yang sangat sukses. Usahanya banyak selain dia punya perusahaan Kakaknya juga punya usaha wisata terbang layang, usaha speedboat dan juga rental mobil buat wisata orang di Bali.
Papanya punya villa di Uluwatu dan daerah lain selain perusahaan sendiri. Mukti sama sekali tak punya jiwa usaha, dia lebih suka terjun ke dunia seni. Entah darah siapa yang mengalir ditubuhnya.
\*\*\*
"Kayaknya dari tadi sibuk terus?" kata Made sahabat Mukti sejak SMA. Mukti dan Made sama-sama pematung. Selepas SMA mereka juga bersama di Paris ambil kuliah Art disana.
"Mas Sonny mau lamaran di Kediri satu minggu lagi. Karena aku belum nongol di rumah, semua heboh ingetin agar aku enggak lupa datang," ucap Mukti.
"Mereka bilang jangan sampai aku nggak dateng."
"Mas Sonny telepon dari Bandung, dia saat ini sedang di Bandung urus usaha yang baru dia buka."
"Bukannya mas Sonny punya perusahaan di Jogja?" Tanya Made.
"Dia baru mulai buka yang di Bandung. Pengusaha mah beda. Liat peluang bisnis ya langsung terjun. Enggak kayak kita," jawab Mukti terkekeh.
"Mas Sonny bilang aku harus datang."
"Mama juga gitu, wanti-wanti aku jangan sampai enggak ikut ke Kediri, buat acara lamaran mas Sonny. Mama bilang masa mas nya lamaran adiknya nggak datang," Mukti cerita kesibukannya terima telepon barusan.
"Ya mereka benar, kamu harus menghormati mas mu jadi kamu harus datang diacara lamaran. Kelewatan kalau kamunya nggak datang," Made memberi penilaian pada Mukti.
"Aku upayakan datang." Jawab Mukti tenang.
"Memang kapan acaranya ?"
"Tepat satu minggu lagi. Tapi mama wanti-wanti takutnya aku nggak atur waktu."
"Datanglah, lamaran kan nggak tiap saat. Hanya sekali dalam seumur hidup."
"Iya aku sudah atur waktu kok. Lima hari aku kosongin karena kan acara bukan di Bali. Dua hari sebelumnya kami ke Surabaya, lalu satu hari sebelumnya kita ke Kediri. Papa sudah urus semuanya."
\*\*\*
Pameran kali ini Mukti bekerja sama dengan I Made Putrawan yang sesama pematung juga seorang pelukis muda perempuan berbakat bernama Ni luh Sarasvati. Jadi pamerannya mereka bertiga.
Saras cantik dan lembut. Dia menyukai Made. Sayang Made telah menikah dan baru punya bayi berusia tiga bulan.
Mukti tak tertarik. Sejak SMA hingga saat ini Mukti tak pernah kembali mencintai seorang wanita. Cintanya telah dia kubur dalam-dalam saat dia terluka.
Dari SEDAYU ~ JOGJAKARTA, Yanktie mengucapkan selamat membaca cerita sederhana ini.
"Sudah siap semuanya?" tanya Ambar pada Mukti.
"Sudah Ma ransel aku, ransel mas Mukti, dan ini koper Mas Sonny."
"Tinggal yang punya Mama dan papa aja yang belum," si bungsu Aksa menjawab.
Mukti punya adik kecil saat itu masih SMP kelas 2 atau kelas 8.
"Sudah semua tinggal punya mama dan papa," jawab Mukti setelah mengecek yang dikatakan adiknya.
"Sebentar lagi mungkin papa keluarin dari kamar," kata Ambar.
"Mama enggak usah nervous begitu," kata Mukti. Ambar tersenyum dia memang selalu seperti ini.
"Atur yang bagus di belakang, tas makanan di depan. Cooler box taruh tengah," Abu memang sengaja naik mobil saja ke Kediri. Karena kalau naik pesawat hanya sampai ke Surabaya. Dari Surabaya ke Kediri nanti tetap akan naik mobil.
Belum lagi dari rumah ke bandara Denpasar dan dari bandara Surabaya ke rumah mereka di Surabaya atau rumah papa Angga di Surabaya kan juga harus ambil mobil di rumah Angga.
Jadi biar enggak ribet Abu memutuskan naik mobil sejak dari rumah saja.
"Siapa perempuan istimewa itu Mas? Kok aku belum pernah lihat dia dibawa ke Bali?" Tanya Mukti saat dia sedang menyetir mobil dan Sonny duduk disebelahnya.
"Sebenarnya dia nggak istimewa dihatiku kok. Dia karyawan di kantor papa di Jakarta. Aku juga nggak mentok cinta sama dia, tapi karena Mama menyuruh aku menikah dan aku merasa dia perempuan yang lembut serta tidak neko-neko ya udah aku lamar aja dia." Jawab Sonny santai.
"Loh kamu nggak cinta sama dia?" Abu ikut nimbrung percakapan kedua putranya.
"Enggak lah. Aku hanya ingin berbakti pada mama. Aku lihat dia enggak matre dan bukan type gadis metropolis. Pasti Yaka ( Violine Ayaka, calon istri Sonny ) akan cocok dengan mama."
"Kan ada pepatah Jawa witing tresno jalaran soko kulino. Jadi ya udah aku pilih dia buat jadi menantu mama. Dia juga bagian keuangan di kantor, setidaknya bisa nyambung kalau nanti kami bicara tentang perusahaan."
"Aku juga enggak pacaran sama dia! Hanya beberapa kali ketemu di luar kantor," jelas Sonny tanpa ekspresi penyesalan.
Buat Sonny mama adalah segalanya. Dia ingin sang mama bahagia dengan mengabulkan permintaan mama agar dia segera menikah.
"Ada yang salah?" Sonny bertanya.
"Pernikahan tanpa cinta itu berat loh Mas," kata Mukti menasehati kakaknya.
"Kamu kayak udah tahu aja. Kamu kan sama aja, enggak pernah pacaran kayak Mas."
"Menikah aku memang belum pernah Mas, tapi saat SMA aku pernah jatuh cinta. Setidaknya aku lebih menang lah dari Mas." Seloroh Mukti.
"Aku belum pernah jatuh cinta. Aku tak punya rasa cinta untuknya hanya aku merasa nyaman lihat dia enggak matre. Aku ingin seperti mama dan papa yang cinta mati sejak SMA tapi sayang aku enggak diberi Allah jalan itu," Sonny mengungkapkan angan-angannya.
"Kenapa mau nikah sama dia?" Abu kasihan mendengar anaknya tak punya cinta seperti yang dia dan istrinya rasakan.
"Sebagai bakti aku pada Mama aja. Aku nggak mau dikejar-kejar kapan nikah lagi. Sekarang lamaran langsung tentukan tanggal pernikahan. Selesai sudah tugasku pada mama dan papa." Ambar kaget mendengar kata-kata putra sulungnya yang seperti tertekan karena desakan nya ingin punya mantu.
"Aku bukan nikah dijodohin. Yang dijodohin aja bisa awet hingga akhir hayat. Masa aku enggak? Ini kan pilihanku sendiri bukan paksaan. Jadi kalian tenang saja."
Ambar jadi tak enak. Sebenarnya dia juga didesak mertuanya agar segera menikahkan Sonny karena kondisi Angga mertua lelakinya yang kesehatannya mulai menurun dan sering sakit.
"Jangan takut, kalau hanya sekedar sayang dan rasa nyaman karena dia tak pernah merengek dan juga tak mengganggu privasiku, aku punya sedikit rasa sayang buat dia. Aku rasa itu cukup buat memulai hidup baru."
"Aku senang sama sosok dia yang lembut dan nggak matre itu aja Pa, pasti nanti akan ada cinta seiring berjalannya waktu."
"Aku enggak merasa perlu untuk jatuh cinta buat menikah," kata Sonny.
Mukti memang tidak melihat rona bahagia dan penuh cinta pada raut wajah Sonny. Mukti hanya melihat rona bahagia Sonny karena berhasil memenuhi semua keinginan ibunya untuk berumah tangga dan perempuan yang dipilih adalah perempuan yang tidak neko-neko itu saja yang Mukti lihat.
\*\*\*
"Loh kamu ikut?" tanya Menur pada Mukti.
"Ya iyalah aku ikut. Namanya mas-ku mau lamaran, mau nikah kok aku nggak ikut," kata Mukti.
"Memangnya kenapa kalau aku ikut? Sepertinya sejak kemarin Eyang enggak suka aku ikut," sungut Mukti sambil salim pada eyang putrinya. Abu dan Ambar jelas mendengar semua protes Mukti itu.
"Tumben aja kok bisa ikut. Terlebih ini kan perjalanan darat. Butuh waktu lama. Koq kamu bisa punya waktu panjang."
"Ada apa Eyang? Memangnya nggak boleh ya aku ikut dan kalau perjalanan lewat darat, kenapa? Aku suka kok berkumpul dengan keluargaku dalam perjalanan. Menikmati kebersamaan kami," jelas Mukti sambil berlalu.
Rombongan Abu memang telah tiba di Surabaya.
Tadi memang Abu sudah menghubungi papanya untuk segera berangkat begitu mereka tiba.
Abu sudah bertanya pada anak-anaknya ingin istirahat dulu di rumah mereka di Surabaya atau istirahat di rumah eyang mereka juga di Surabaya ini. Ternyata anak-anak minta langsung jalan saja karena mereka bergantian menyetir sehingga tak cape.
"Kalian ada yang mau pindah ke mobilnya eyang?" tanya Abu.
"Enggak lah males," jawab Mukti. Kini giliran Sonny yang akan menyetir.
"Aku sudah enak di sini aja di mobil sendiri," jawab sibungsu Aksa atau Lukito Laksmana yang masih kelas 8 itu.
"Ya sudah ayo Pa. Ada yang perlu dibantu nggak?" Tanya Abu pada Airlangga Lukito sang papa.
"Semua barang sudah masuk mobil sejak tadi koq," kata Airlangga atau Angga. Dia menggunakan sopir.
"Oh ya udah ayo," Abu masuk ke mobilnya. Mereka akan konvoi ke kota Kediri.
Airlangga dan Menur naikkan mobilnya sendiri.
Dari SEDAYU ~ JOGJAKARTA, YANKTIE mengucapkan selamat membaca cerita sederhana ini.
"Alhamdulillaaaaaah," Sonny mengucap syukur dia telah berhasil membawa rombongan keluarganya selamat tiba di kota Kediri. Kota asal calon istrinya.
"Semua turunkan dan taruh kamar aja Mukti," Abu menurunkan semua barang milik mereka.
"Iya Pa," Mukti dan Aksa menaruh barang mereka ke trolly hotel.
"Papa cuma sewa tiga kamar buat kita, karena mamas enggak mau sendirian." Ambar mengatakan pada putranya dan memberikan dua kunci kamar pada Mukti untuk menaruh barang miliknya dan milik anak-anak .
"Ini kunci kamar untuk eyang akan mama kasih ke sopirnya sekalian kunci kamar sopir," Ambar menuju mobil mertuanya untuk memberikan kunci kamar.
\*\*\*
"Kamu sudah siap?" Sudah tahu alamatnya?"
"Mana aku tahu. Aku cuma dikasih alamat ini dan dia sudah share loc itu aja," kata Sonny.
"Oh ya udah." Jawab Abu.
"Papa tahu aku nggak pernah pacaran sama dia. Di Jakarta pun ketemuannya sesekali. Enggak pernah nge-date. Enggak pernah chat seperti orang pacaran itu," kata Sonny.
"Kamu akan menikah dengan dia. Ingat menikah itu untuk selamanya," Abu mengingatkan putranya sebelum terlambat.
"Aku serius Pa. Sudahlah aku sudah mantep kok, enggak perlu diragukan. Aku tetap akan setia apa pun yang terjadi kecuali memang dia yang salah."
"Tapi kalau dari pihak aku, aku akan selalu setia Pa," Abu, Mukti dan Sonny sedang bicara bertiga.
Ambar ditemani oleh Aksa makan menemani para eyang menunggu keluarga Ambar dari Jember yang juga akan ikut menginap di situ untuk datang ke lamaran besok.
"Kalau aku dikhianati itu bukan urusanku, tapi pasti aku ceraikan karena tidak ada dalam kamus hidup aku penghianatan."
"Tapi aku tidak akan pernah berkhianat! Sepahit apa pun aku tak akan pernah menyesal telah memilih dia sebagai istri aku. Biarlah yang penting mama bahagia."
"Mama enggak selalu nguber-nguber aku karena dia berpikir tentang kesehatannya eyang Angga."
"Kalau aku lihat eyang Angga enggak apa apa loh," kata Mukti.
"Ya mungkin karena eyang Menur selalu mendesak seperti itu jadi mama kepikiran," Abu membenarkan pandangan Mukti.
"Iya eyang Menur yang mendesak dengan alasan kondisi eyang Angga," kata Mukti.
"Enggak apa-apa aku berkorban buat mama. Hanya mama yang aku cinta. Jadi apa pun yang terjadi aku tetap akan mendahulukan mama di atas segalanya," ucap Sonny yakin.
"Aku juga gitu, semuanya hanya buat Mama," kata Mukti.
"Mama adalah perempuan terbaik buat aku," lanjut Mukti lagi.
Abu bahagia kedua putranya mencintai ibunya sedemikian dalam.
'*Andai kamu tahu salah satu dari kalian bukan anak Ambar*,' kata Abu dalam hatinya.
"Eyang Ono sudah datang Pa. Ayo kita nyamperin mereka." Mukti memberitahu papanya kalau Soetiono ayahnya Ambar telah tiba.
Soetiono datang bersama dengan dua anak lelakinya ditemani dua menantu perempuan.
Eyang putri dari Ambar sudah lama meninggal sehingga hambar hanya punya ayah saja.
Ada dua kakaknya Ambar beserta istri mereka jadi rombongan dari Jember datang berlima.
Mukti dan Sonny salim pada eyang dan para pakde dan budenya.
"Wah cucu Eyang makin ganteng aja," kata Soetiono.
"Ya nurun dari eyangnya lah. Kalau eyangnya nggak ganteng mana bisa aku punya wajah seperti ini," kata Sonny.
"Bukan cuma dari Eyang Angga ya?" goda Abu.
"Ya enggak dong tetap ada prosentase dari Eyang Ono," kata Ambar membela garis keturunannya.
"Pastinya dong cucu Eyang Ono kok," Airlangga hanya tertawa dia dan besannya memang sangat akrab.
Selanjutnya mereka beramah tamah karena malam ini memang mereka akan tidur di hotel yang sama.
"Bagaimana Dek Aksa sekolahnya? Masih juara?" tanya tanya bude Pram.
"Iya Bude masih juara, sekarang sudah kelas 8," jawab Aksa.
"Alhamdulillah. Masih suka coklat?" tanya Pakde Pras.
"Suka banget pakde," jawab Aksa jujur.
"Kalau gitu Bude tadi bawakan loh," jawab Pras lagi.
"Wow asyik," kata Aksa. Dia memang si bungsu yang disayangi Pakde dan budenya.
Prasetyo adalah kakak tertua dari Ambar. Sedang Pramudito adalah kakak kedua. Ambarwati adalah anak ketiga atau bungsu dari Soetiono.
"Sehat Mas?" tanya Angga.
"Alhamdulillah sehat. Namanya petani, banyak gerak yo sehat," kata Soetiono.
Angga hanya tertawa. Soetiono ini bukan petani dalam kategori konvensional.
Soetiono pensiunan dari Departemen Pertanian dan jabatan cukup tinggi saat di kantornya. Lalu ketika pensiun dia kembali ke Jember.
Soetiono dulu juga tinggal di Surabaya, itu sebabnya sejak SMA, Abu kenal Ambar, karena mereka memang dulu tinggal di Surabaya.
Begitu Soetiono pensiun dia kembali ke Jember dan mengelola lahan pertanian di sana. Lahan milik orang tuanya.
Di Jember dia adalah petani yang cukup besar dengan hasil yang sangat bagus.
\*\*\*
Pagi menjelang siang rombongan berangkat dari hotel. Semua seserahan sudah lengkap dibawa.
"Kamu enggak nervous?"
"Nervous kenapa? Aku enggak ada beban. Pokoknya sekarang tunaikan kewajiban jadi anak mama. Itu aja yang aku pikir Pa."
Ambar miris mendengar kata-kata putra sulungnya.
'*Apa aku minta batalkan aja ya? Kasihan mamas jadi terbebani seperti ini hanya demi memenuhi keinginanku*,' Ambar jadi serba salah.
Rombongan melaju kealamat yang dituju. Sebuah rumah sederhana. Tak ada sanak saudara kecuali kedua orang tua sang gadis dan juga beberapa sepupu gadis itu. Tak ada orang tua lain selain kedua orang tuanya.
Para tetangga juga tak ada yang diundang hadir. Mungkin karena Yaka sejak SMA sekolah di Bali dan kuliah diploma di Surabaya.
\*\*\*
Semua duduk menunggu Yaka calonnya Sonny keluar. Tak lama seorang gadis bergaun batik orange dengan riasan tipis keluar.
'*Bagaimana mungkin dia yang akan jadi istrinya Mas Sonny*?' Mukti pucat pasi melihat calon kakak iparnya.
Tanpa sadar Mukti berdehem membuat sang calon kakak ipar melihat padanya. Sejenak ada kilatan kaget dimata gadis itu. Tapi rupanya sang gadis pemain watak.
Dia segera bisa menguasai panggung. Wajahnya kembali terlihat biasa saja.
'*Mengapa ada Mukti dan tante Menur dalam rombongan pak Sonny*?'
'*Sebenarnya tante Menur siapanya pak Sonny*?'
'*Dan Mukti? Bagaimana dia ada dalam rombongan keluarga inti pak Sonny juga*?'
'*Mengapa tante Imelda tak bicara apa pun soal ini semua*?'
'*Kalau tahu ada Mukti aku sudah kabur sejak tadi*.'
"Ini putri saya Violine Ayaka," ayah Yaka memperkenalkan gadis manis itu pada semua yang hadir.
'*Tidak boleh terjadi! Mas Sonny tidak boleh mendapatkan perempuan seperti dia. Perempuan yang mas Sonny bilang lembut tidak matre nggak neko-neko itu adalah mantanku*.'
'*Kalau hanya sekedar mantan aku nggak peduli. Tapi dia pernah menggugurkan anak kami*!'
'*Aku nggak mau Mas Sonny dapat barang bekasku. Biar bagaimana pun masalahnya, mas Sonny harus mendapatkan yang terbaik*.'
'*Lagipula aku masih sangat mencintai perempuan itu*,' Mukti dan calon tunangan Sonny sama-sama kaget tapi mereka berdua bisa menyimpan raut kekagetan dibatin masing-masing.
Tak ada yang memperlihatkan wajah aneh, kecuali Menur yang hanya tersenyum kecil melihat bagaimana Mukti dan Vio atau Yaka bertemu.
'*Aku harus menunda pernikahan mereka. Rencana mas Sonny untuk segera menikahinya harus segera aku cegah*.'
"Pa, kita bicara dulu sebentar. Penting," bisik Mukti pada Abu.
Abu melihat putra keduanya. Dia mengangguk.
"Maaf, bisa numpang ke kamar kecil dulu?" Tanya Abu pada tuan rumah.
Tuan rumah mengantar Abu yang diikuti Mukti ke kamar kecil.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!