Ali duduk sendiri di ruang tamu, wajahnya dipenuhi dengan kekecewaan dan keputusasaan. Ia masih belum mendapat pekerjaan. Di lain sisi, Nirmala, ibu mertuanya, masuk ke ruangan dengan ekspresi sinis. Jijik melihat menantunya ini.
Nirmala menghela napas, "Ali, sudah empat tahun sejak kebangkrutanmu, tapi apa yang kamu lakukan selama ini? Hanya duduk-duduk di rumah tanpa pekerjaan."
Ali mengangkat kepalanya dan berbicara dengan nada rendah, "Ibu, saya sudah mencoba semaksimal mungkin untuk mencari pekerjaan. Tapi persaingan sangat ketat, dan kebanyakan perusahaan mencari pengalaman kerja yang saya belum punya."
Dahulu Ali adalah pemilik perusahaan cukup besar di kota Suro. Tapi ada kejadian di mana ia harus merelakan semua asetnya. Ia ditipu oleh seseorang, dan menjadikannya pengangguran dan bergantung pada istrinya. Bahkan rumah ini, yang ia tinggali sekarang bukan rumahnya, sebatas rumah kecil milik mertuanya yang cerewet ini.
Nirmala meremehkan, "Pengalaman? Kamu bisa mendapatkan pengalaman kerja jika kamu mau mencoba. Lihat saja Angel, putri saya, ia bisa mendapatkan pekerjaan setelah kamu bangkrut. Tanpa pengalaman kerja sebelumnya!"
Meski menaruh dendam pada semua orang yang membodohinya di masa lalu, ia tau bahwa tak ada yang bisa ia lakukan. Hanya bisa berusaha mencari pekerjaan. Tapi ia belum menemukannya.
Ali berusaha menjelaskan, "Ibu, saya sudah mengirim banyak lamaran dan mengikuti wawancara, tetapi sepertinya belum ada yang cocok dengan kualifikasi saya."
Nirmala sarkastis, "Oh, jadi kamu merasa terlalu hebat untuk pekerjaan-pekerjaan rendah, bukan? Kamu harus sadar bahwa kamu tidak punya pilihan. Keluarga ini butuh seseorang yang bisa menyokong ekonomi. Bagaimana kamu bisa membahagiakan Angel jika kamu tidak punya pekerjaan? Lupakan harga dirimu, lupakan bahwa kamu pernah menjadi tuan muda di kota Suro"
Ali menahan napas, terlihat tersakiti, "Ibu, saya memahami perasaan Anda. Saya ingin memberikan yang terbaik untuk Angel. Saya akan terus berusaha mencari pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi saya."
Angel masuk ke ruangan dan mendengarkan pembicaraan mereka. Ia menghampiri Ali dengan penuh kasih sayang.
Angel menggenggam tangan Ali, "suamiku, jangan dengarkan kata-kata ibu. Aku tahu kamu berusaha keras dan aku percaya pada potensimu. Bersamaku, kita akan menghadapi segalanya." Perkataan lembutnya membuat hati Ali mendingin, ia merasa lebih tenang, meski tetap tertekan akan ketidakberdayaanya. Jika ada badai besar yang tidak bisa dilewati Ali, ia yakin kalau dengan Angel ia bisa melewatinya.
Ali tersenyum melihat ketulusan dan dukungan Angel. Meskipun hatinya masih terluka oleh perkataan ibu mertuanya, ia merasa beruntung memiliki pendamping yang setia.
Ali berbisik kepada Angel, "terima kasih, Sayang. Kamu adalah sinar terang dalam hidupku. Aku akan terus berjuang dan membuktikan nilai diriku."
“Halah... cinta tidak membuatmu kenyang Angel. Tinggalkan pria itu, ibu ada kenalan. Seorang yang sangat kaya raya!”
Ali dan Angel saling berpegangan tangan, menunjukkan tekad mereka untuk menghadapi masa depan yang sulit. Meski terperosok dalam keputusasaan, mereka tidak akan menyerah pada tantangan.
Dilain pihak, mertua Ali tampaknya lebih frustrasi karena dianggap lalat di ruang tamu. Ia segera meninggalkan mereka berdua kembali ke kamar.
“Em, Angel. Aku mau bicara.” Kata Ali.
“Ada apa sayang?”
“Anu, aku mau naik gunung boleh? Gunung ini belum pernah aku daki sebelumnya. Aku akan pulang cepat, hanya beberapa hari!” Pinta Ali penuh pengharapan.
Angel menyipitkan mata, tak percaya Ali akan naik gunung. Ia memang sudah tau kalau Ali hobby naik gunung, jauh sebelum menikah. Tapi meski pengangguran, ia selalu sempatkan untuk ke puncak gunung
“Apa sih keistimewaanmu? Kenapa aku bisa jatuh cinta kepadamu?”
Ali menaikkan kedua bahunya. Ia juga tidak tahu!
“Ibu benar. Kamu pengangguran! Cinta tidak membuat kita kenyang. Pergi cari kerja, aku bosan harus memberimu uang saku! Kapan kamu akan memberiku nafkah?” Putus asa ia ucapkan, tapi Ali? Seperti biasa tak pernah mendengarkan siapapun kalau sudah berhadapan dengan gunung.
“Aku akan mencari kerja setelah gunung ini aku daki. Aku janji ini gunung terakhir, ya?”
“Dasar pengangguran!” Angel mendorong tubuh Ali menjauh. “Lakukan pekerjaan rumah! Bersihkan setiap jengkal debunya, lalu cuci mobilku! Setelah itu kamu boleh pergi, hanya beberapa hari!” Ucap Angel menunjuk-tunjuk Ali.
“Baik nyonya. Saya kerjakan perintah nyonya!”
****
Ali mengenakan sepatu bot dan melangkah tegap di jalur pendakian Gunung Brahma. Matahari pagi menghangatkan pipinya dan angin sejuk membelai rambutnya saat ia memanjat melalui hutan yang lebat. Tujuannya adalah mencapai puncak yang menjulang tinggi, yang legenda mengatakan menyimpan misteri dan bahaya.
Selama perjalanan mendaki, Ali terpesona oleh keindahan alam sekitarnya. Pohon-pohon menjulang tinggi, menyembul melalui kabut tipis. Air terjun mengalir deras dan memancarkan gemericik yang menenangkan. Ali merasa terhubung dengan alam, dan itu memberinya kekuatan untuk terus maju.
Setelah berjam-jam melewati rintangan, Ali mencapai puncak gunung. Dia merasa terkesima oleh panorama yang menakjubkan yang menanti di hadapannya. Puncak-puncak gunung yang menjulang tinggi melintasi cakrawala, dan langit cerah membentang tak terbatas di atasnya.
Namun, saat Ali mengambil napas dalam-dalam dan bersiap untuk mengabadikan momen indah ini, langkahnya tergelincir. Ia hampir terjatuh ke jurang yang dalam. Namun, di saat-saat terakhir, tangannya berhasil meraih akar merambat di sela bebatuan. Nafasnya tersengal dan jantungnya berdetak kencang.
"Huft, untunglah aku tidak mati di sini!"
Setelah memulihkan diri, Ali melanjutkan perjalanannya dengan hati-hati. Dalam kehati-hatian, langkahnya yang berikutnya terbata-bata saat ia tak sengaja melirik suatu benda yang tersembunyi di sela bebatuan. Itu adalah sebuah buku tua yang tampaknya telah terlupakan selama bertahun-tahun.
Dengan penuh rasa ingin tahu, Ali mengambil pertama-tama ia singkirkan beberapa batu kecil, lalu menariknya paksa. Untung tidak robek.
Ia mulai membersihkan debu dan lumut dari sampul buku itu. Di tengah desain misterius yang membingkai halaman depan, terdapat tulisan yang terukir, sangat menonjol, "Kitab Pembunuh Naga." Seketika hatinya berdebar kencang. Tidak percaya akan keberuntungannya, "pasti para kolektor barang antik akan membelinya dengan mahal." Ali tahu bahwa ia menemukan sesuatu yang tak biasa.
Dengan membayangkan harga buku kuno itu, Ali membuka halaman pertama dan mulai membaca teks yang kuno.
"Apa ini? Tidak bisa dibaca sama sekali!" Ucapnya sedikit kesal.
Namun apa yang terjadi. Tulisan yang awalnya tak diketahui itu mulai berubah menjadi tulisan-tulisan yang dipahami Ali.
Ali mulai membacanya.
Tulisan itu memberi petunjuk tentang kekuatan naga yang luar biasa dan cara menghadapinya. Ali merasa bercampur aduk, antara ketakutan dan keingintahuan yang tak terbendung, juga terkadang ia merasa buku ini mirip sebuah dongeng. Tapi tak peduli, ia terus membacanya, cukup seru menurutnya.
Sampai lembaran terakhir, ia menyadari sesuatu yang sangat membuatnya takut. Ia gemetar, seperti ada seekor naga di depan wajahnya.
Ali menyadari bahwa dia memiliki pilihan untuk meninggalkan kitab itu dan melanjutkan hidupnya seperti biasa, tetapi penasaran merayap di benaknya. Setelah beberapa tarikan napas, ia memutuskan untuk membawa kitab pembunuh naga pulang dan membacanya lebih lanjut.
Tapi pertama ia akan memastikan bahwa kitab ini mengada-ada atau benar nyata. Toh ada sebuah lokasi yang disebut di dalam kitab. Di gunung Brahma.
Dengan hati-hati, Ali melipat kitab itu menjadi paket kecil dan menyimpannya di dalam tas ranselnya. Ia merasa bahwa petualangan baru telah menantinya, dan takdirnya mungkin berubah selamanya.
Ali melanjutkan perjalanan dengan kitab pembunuh naga yang ada di ranselnya. Semakin sering ia melangkah mendekati tempat yang disebutkan, semakin kuat getaran kegembiraan dan ketakutan yang berkecamuk di dalam dirinya. "Apa yang akan aku temukan di tempat itu nanti? Apakah kekuatan naga?"
Ketika matahari mencapai titik puncaknya di langit, Ali akhirnya mencapai tempat yang dijelaskan dalam kitab. Di sana, di antara batu-batu besar yang mengelilingi puncak, ia menemukan sebuah gua yang tersembunyi. Cahaya memancar dari dalam gua itu, menariknya seperti magnet.
Dengan hati berdebar, Ali memasuki gua dengan hati-hati. Kelembaban dan aroma kuno menyapu wajahnya. Di dalam gua itu, ia menemukan sebuah altar batu dengan sebuah patung naga terpahat di atasnya. Ali merasa kehadiran magis di sekitar tempat itu.
Tanpa ragu, Ali membuka kembali kitab pembunuh naga di atas altar dan membaca mantra yang tertera di salah satu halaman. Seketika, gua itu dipenuhi oleh cahaya keemasan yang terang. Ali merasakan energi yang kuat mengalir masuk ke tubuhnya, mengisi setiap serat keberadaannya. Rasanya seperti badai energi yang menggetarkan dan memberdayakan setiap selnya.
Ali merasakan perubahan yang tidak terlukiskan dalam dirinya. Pikiran dan tubuhnya terasa lebih tajam, lebih kuat, dan lebih terhubung dengan alam semesta. Ia merasa kekuatan yang mengalir dalam dirinya, dan ia tahu bahwa ia telah diberkahi oleh sesuatu.
Tubuh Ali seketika menjadi kaku. Ia seperti dipaksa ambruk oleh sesuatu. Ali tidak bisa melawannya. Ia jatuh berdebam, sementara tubuhnya terus dialiri energi aneh.
Setelah tidak sadarkan diri, ia bangun dan mendapati kondisi gua berubah.
"Sepertinya aku tidak sadarkan diri!" Ali membersihkan dirinya dari tumbuhan merambat yang sudah membungkusnya. Yang tidak ia ketahui, ia telah tertidur selama enam bulan.
Saat Ali keluar dari gua, matahari terbenam di balik gunung-gunung yang menjulang. Dia menatap ke langit, terpesona oleh keindahan yang ia saksikan. Namun, keindahan itu bukan lagi hanya sekadar panorama alam. Ali melihatnya dengan mata baru, mata yang mengetahui kekuatan yang ia miliki. Ada aura aneh menyelimuti dirinya. Berwarna keemasan.
Ketika ia mulai turun gunung, Ali berusaha mencari tahu tentang kekuatannya yang baru. Apa semua hanya khayalan saja, atau ia benar-benar telah diberkahi? Dia mulai menguji batas fisiknya.
"Kita lihat seberapa pentingnya aura ini!"
Pertama ia mencoba lompat vertikal.
"Wohoo!" Tubuh Ali terhempas begitu tinggi, hampir setinggi pohon pinus di dekatnya.
Setelahnya ia terus mencoba berbagai hal, melompat jauh melewati jurang dan mengangkat batu yang berat dengan mudah. Dia sudah menyadari bahwa dia memiliki kekuatan yang luar biasa.
"Dengan ini aku akan membahagiakanmu, istriku." Senyum lebar merekah, "dan dengan ini, aku akan membalas kalian semua yang pernah membodohiku!" Rekahan itu lenyap, berubah drastis menjadi sangat menakutkan!
Dengan setiap langkah menuruni gunung, Ali menyadari bahwa takdirnya telah berubah. Dia tidak ingin lagi hanya menjadi seorang pengangguran biasa, setidaknya ia tidak lagi dipanggil tidak berguna!
Setelah perjalanan jauh pulang, ia baru sampai di rumah mertuanya pagi hari, sekitar pukul 10.
"Ali!" Suara lengkingan itu dari Nirmala, mertuanya. "Bukankah kamu sudah mati?"
"Anda masih menginginkan itu?" Jawab Ali.
"Oh, jadi ini Ali? Suami tidak berguna itu?"
Seseorang berdiri dari sofa, Ali tidak mengenalnya.
"Perkenalkan, saya Hendra, calon menantu di rumah ini, dan... aku bukan pengangguran!" Ucap Hendra memprovokasi.
"Beberapa hari saya tinggal, saya sudah dianggap mati?" Tanya Ali.
"Beberapa hari? Kamu sudah menghilang enam bulan lebih, bahkan tim SAR tidak bisa menemukan tubuhmu!" Ucap Nirmala.
Hendra mendekati Ali, tersenyum, senyum yang memuakkan!
"Sobat, seharusnya kamu tidak kembali ke rumah ini!" Kata Hendra memegang bahu Ali yang masih penuh tanah. "Pura-puralah mati, pergilah dari kota Suro. Aku akan membayarmu sepuluh juta!"
Ali mendelik. Memang uang sakunya terbilang kecil dari Angel, tapi atas dasar apa ia harus pura-pura mati?
Krak...
Bunyi patahan jari-jari Hendra. Merinding mendengarnya. "Pergilah dari hadapanku! Sepuluh, seratus triliun sekalipun aku tidak akan menyerahkan Angel!"
Hendra meringis, mengadu kesakitan, meminta tolong kepada Nirmala.
"Apa yang kamu lakukan, Ali!" Bentak Nirmala, berusaha melepaskan genggaman Ali. "Lepas!"
Terjadi ketegangan di sana, beberapa detik kemudian telepon rumah berdering. Kebetulan sekali, Nirmala tahu kalau yang menelepon pastilah Angel.
"Halo Angel? Pulanglah, Ali mengamuk di rumah!" Cerocos Nirmala.
"Ali? Suami Angel?"
Pendengaran Ali juga mendapat berkah dari kitab itu. Ali tahu, jika dari suaranya pastilah rekan Angel.
Ali menyambar telepon dengan khawatir, ia yakin kalau Angel sedang tidak baik-baik saja.
"Halo? Dengan siapa? Mengapa kau terdengar begitu terguncang?"
Dengan suara bergetar, "Ali, Angel sedang dalam kesulitan di kantornya. Dia membutuhkanmu segera. Tolong cepat datang!"
"Apa yang terjadi? Katakan padaku, apa yang sedang dia alami?"
"Manager di tempat kerjanya telah melecehkannya, Ali. Angel menangis dan sepertinya sangat terluka. Dia membutuhkanmu di sini sekarang."
"Aku akan segera datang, jangan khawatir. Angel adalah segalanya bagiku. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitinya." Raut wajah ali menghitam, ia tidak mengetahui cerita lengkapnya. Yang jelas ia akan segera menyelesaikan ini semua.
Ia melihat Hendra dengan tatapan ganas!
"Kau kemari naik apa?"
"Kenapa?"
"Serahkan kuncimu, dan enyah dari rumah ini!"
Mertuanya melihat Ali penuh kebencian, walau ia mendengar sedikit pembicaraan ditelepon itu, ia sepertinya masih tidak mau mempermudahnya.
"Jangan berikan kunci mobilmu, Hendra! Kamu seratus kali lebih baik dari Ali!"
Ali tidak menggubris, "serahkan kuncimu! Atau aku akan melakukan lebih dari mematahkan tanganmu!"
Mendengar itu Hendra semakin takut, butiran keringatnya mulai menetes. "Tapi..."
"Sepertinya memang harus seperti itu." Ali menendang kaki Hendra, ia tersungkur kesakitan memegangi kakinya. Sepertinya ia akan lama berada di rumah sakit.
"Masih tidak mau menyerahkan kuncimu?" Ali menatap tajam.
"Kau menantu kurang ajar! Aku akan segera menelepon polisi!"
"Ini kuncinya! To... tolong kembalikan, karena mobil itu bukan mobilku..." Menahan rasa sakit, Hendra menyerah. Ia tidak mau tubuhnya hancur karena mempertahankan mobil sewaan itu.
"Anda mendengarnya ibu? Sepertinya dia menipumu dengan berpura-pura kaya." Segera Ali meraih kunci mobil itu, tanpa memedulikan mertuanya yang masih membuat mimik tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
Kota terlihat ramai dengan lalu lintas yang padat dan jalanan yang penuh dengan kendaraan. Ali merasakan adrenalin memenuhi tubuhnya ketika ia menerjang kepadatan kota dengan kecepatan yang tinggi. Dia berusaha melintasi setiap persimpangan, berputar-putar di antara mobil-mobil lain yang melaju lambat. Hati Ali dipenuhi kekhawatiran dan tekad untuk sampai ke kantor Angel secepat mungkin.
Namun, semakin dia mendekati kantor, semakin macet jalanan menjadi. Ali merasa semakin terdesak, menyadari bahwa setiap detik berharga dalam situasi ini. Dia memutuskan untuk memanfaatkan setiap celah dan jalan pintas yang dia ketahui untuk mencapai tujuan.
Ali melompati kepingan lalu lintas, melintasi jalan-jalan sempit dan menyusuri lorong-lorong kecil di antara gedung-gedung perkantoran. Ia tidak menghiraukan pandangan heran orang-orang di sekitarnya saat melihat mobilnya melesat dengan cepat dan lincah.
Ali memacu mobilnya melalui jalan-jalan yang ramai, berusaha melewati setiap kendaraan dengan hati-hati namun dengan kecepatan tinggi. Dia merasa dorongan kuat untuk melindungi istrinya dan memberinya perlindungan yang dia butuhkan.
Ali tiba di kantor dengan langkah cepat. Ia memarkir mobil sembarangan, bahkan pihak keamanan sempat mengejarnya. Dia melihat Angel, istrinya, duduk bersama teman di ruang tunggu dengan wajah yang pucat dan matanya berair. Saat itu Ali merasa hatinya teriris melihat keadaan istrinya yang sedang bersedih. Tanpa ragu, dia mendekat dan memeluk Angel dengan penuh kelembutan, memberikan kenyamanan dan dukungan yang sangat dibutuhkan. Berikutnya ia mengibaskan tangan ke arah teman Angel.
"Angel, sayangku. Aku di sini sekarang. Ceritakan padaku apa yang terjadi." Ia peluk istrinya begitu erat, berharap tubuh istrinya tidak lagi bergetar.
Dengan suara gemetar, "dari mana saja kamu? Syukurlah kamu masih hidup. Sudah berapa bulan kamu pergi? Ibu bahkan sudah mengenalkanku pada orang-orang tidak jelas! Kenapa kamu ada di sini?"
Angel memeluk suaminya, suami yang telah lama hilang tidak diketahui keberadaannya. Erat sekali.
"Aku juga tidak tahu Angel. Perasaan hanya beberapa hari saja aku pergi. Tapi itu tidak penting Angel, sekarang aku ada di sini, aku akan melindungimu."
"Ali, managerku telah melecehkanku dengan kata-kata yang menyakitkan. Aku merasa begitu lemah dan tidak nyaman di tempat ini." Setengah terisak, ia berbicara.
Mendengar itu Ali mengerutkan dahi namun berusaha tetap tenang. "Ini tidak bisa diterima, Angel. Ada di mana sekarang dia? Aku akan menghadapinya dan memastikan bahwa tindakannya tidak akan berulang."
"Apa yang bisa kamu lakukan? Kamu akan berakhir dipermalukan, bisa saja kamu malah akan berakhir di penjara. Aku tidak mau memiliki suami mantan narapidana! Jangan aneh-aneh, ayo kita pulang saja." Ucap Angel melepas pelukan Ali.
"Aku akan baik-baik saja. Percayalah." Kata Ali dengan lembut.
Tidak ingin menunggu, Ali mencari manager dengan langkah tegas. Dia dengan tegas akan membalas perlakuan yang menyakiti istrinya. Ali yakin tidak ada yang akan bisa menghentikannya, bahkan polisi sekalipun.
Melewati hadangan dari seorang wanita muda, sangat muda baginya. Ia hanya sedikit mendorong wanita itu.
Ali mendobrak pintu yang bertuliskan manager pemasaran. "Apa yang kau lakukan kepada Angel adalah tidak pantas! Meski kau adalah atasannya, sebaiknya kau tidak melakukan itu pada istri seseorang!"
"Siapa kau berani-beraninya masuk kemari!" Manager itu melayangkan wajah sama seramnya. Tidak mau kalah dengan Ali.
"Suami Angel!"
"Oh, suaminya yang pengangguran itu?"
Manager itu ingin mengangkat gagang telepon, berniat menghubungi keamanan. Akan tetapi tangannya terhenti, oleh kekuatan besar Ali. Ia hanya sedikit diremas, tapi tangannya seakan mau hancur, mengeluarkan suara gemertak mirip gagang telepon yang ada di telapaknya.
"Ah! Keamanan! Hubungi keamanan!" Ia menginstruksikan sekretarisnya yang masih termangu karena pendobrakan pintu.
"Panggil semua keamanan di gedung ini. Aku tidak takut sama sekali!" Ucap Ali menanggapi teriakan manager itu. "Kau tahu? Aku mencium aroma tidak sedap darimu. Sepertinya kau juga melakukan pada orang lain. Perbuatanmu!" Ali menyeringai, lebih seram.
"Aku juga akan menghubungi teman-teman Angel yang lain untuk mengumpulkan bukti-bukti tentang perlakuanmu yang dialami Angel di tempat kerja. Setelah semua terbukti, aku akan menghabisimu!"
"Haha... Kau, menghabisiku?" Jawab manager itu yakin kebusukannya tidak akan terbongkar.
Plak...
Ali menampar cukup keras manager itu.
"Siapa yang memberimu izin untuk berbicara?!"
"Sekali lagi..." Belum sempat manager menyelesaikan kata.
Plak...
"Oke, mau lagi?" Jawab Ali setelah menampar manager itu lagi.
Sang manager tidak ingin berkata apa-apa lagi, ia hanya memegangi salah satu pipinya karena mulai membengkak, dan sangat merah. Manager itu jelas sangat ketakutan, bahkan ketakutan yang ia tunjukan lebih dari Hendra.
"Tanpa bukti sekalipun, aku bisa langsung mengeksekusimu!"
“Hentikan Ali!” Jerit Angel menyaksikan ini semua.
Tahu akan kedatangan Angel, manager itu seperti berada di atas awan. Ia merasa akan menang.
“Benar, hentikan! Turuti apa kata istrimu, bajingan!” ucap manager itu sembari menahan sakit.
Ali melepas cengkeraman, meski ia bisa saja membunuh siapa saja yang merendahkan istrinya, ia tidak ingin Angel melihat pembunuhan itu.
“Pak manager, maafkan suamiku.” Pinta Angel.
“Berikutnya apa? Melepaskannya? Dengan apa yang sudah diperbuatnya? Kamu sama tidak bergunanya seperti suamimu! Pantas suamimu pengangguran!” Hina manager itu.
Hati Ali merasa tercabik-cabik, begitu juga Angel.
“Baiklah, sepertinya kau tidak ingat beberapa tamparanku.”
“Jangan mendekat! Satu kata dariku akan mengeluarkan istrimu dari perusahaan ini!”
“Memecat istriku? Bahkan perusahaan ini tidak pantas memperkerjakan istriku!” Sahut Ali kesal. Ia langsung memukul manager itu hingga terpelanting. Gigi-giginya tanggal.
“Kamu dipecat Angel!” Teriak manager itu berdarah-darah.
Mendengar itu, Angel begitu geram. Amarahnya memuncak. Ia memutuskan untuk meninggalkan gedung secepatnya. Sudah cukup ia merasa malu dicaci sang manager, sekarang ulah Ali ia harus dipecat.
Ali ingin membunuh manager itu, tapi ia tahu kalau Angel pasti sangat terluka. Ia lebih membutuhkannya.
“Kau beruntung hari ini!”
Ali mengejar Angel, sampai di depan gedung ia meraih tangan istrinya.
"Maafkan aku, Angel. Aku tahu bahwa kamu dipecat dari pekerjaanmu karena aku, dan aku merasa sangat bersalah atas hal itu.
"Tentu saja kamu harus merasa bersalah! Bagaimana kamu bisa melakukan ini padaku? Aku kehilangan pekerjaanku hanya karena tindakanmu bodohmu!" Angel tidak tahu harus melepaskan emosinya seperti apa. Ia hanya tahu jika ia tidak lagi bekerja, dan bagaimana cara menghidupi keluarganya?
"Dia merendahkan kita, Angel!”
“Masa bodo dengan harga dirimu. Buanglah harga dirimu itu! Kamu bukan lagi tuan muda yang berpenghasilan milyaran, kamu... kamu hanya pengangguran, Ali! Yang hanya mengandalkan pemberianku!”
Sungguh, hati siapa yang tidak sakit mendengar teriakan istrinya seperti itu. Tapi Ali cukup tahu diri.
“Aku benar-benar menyesal, Angel. Aku membuat keputusan yang buruk, dan aku harus bertanggung jawab atas konsekuensinya."
Angel meluapkan emosi, "oh, tentu saja kamu harus menyesal. Tapi apa yang bisa kamu lakukan sekarang? Aku kehilangan pekerjaanku karena kesalahanmu!”
"Aku tahu bahwa kata-kataku tidak bisa mengubah apa yang terjadi, tetapi aku ingin kamu tahu bahwa aku berjanji untuk memperbaiki situasi ini. Aku berjanji akan menghasilkan milyaran atau triliunan untukmu. Aku mampu, Angel. Percayalah!"
Angel menatap Ali marah, “Bahkan jika seisi dunia menjadi milikmu, kamu akan kerepotan dengan musuh-musuh yang kamu buat, Ali! Jika kamu tetap seenaknya sendiri! Tidak memikirkan orang di sekitarmu!” Angel menarik napas lebih dalam lalu menghembuskannya, "aku butuh waktu untuk memproses semuanya. Jika kamu benar-benar serius tentang memperbaiki segalanya, carilah pekerjaan lebih dahulu! Aku tidak ingin melihatmu pulang tanpa membawa nafkah untukku!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!