NovelToon NovelToon

KONTRAK PENIPUAN

Ibu galak vs gadis keras kepala

Setelah lulus kuliah aku berpindah dari satu kota ke kota lain. Bukan untuk mencari kerja, tapi hanya untuk bermain-main dan menghamburkan uang jatah bulanan.

Apa aku anak orang kaya?

Jawabannya tidak!

Keluargaku biasa saja. Tapi bukan keluarga yang miskin juga. Yang miskin hanya isi otak penghuni rumahnya. Tentu saja aku tidak termasuk. Aku adalah satu-satunya manusia yang waras disana, setidaknya bagiku.

Ini kota ketiga, sebelumnya aku menetap sebulan di tiap kota. Karena aku masih menerima uang bulanan, jadi aku bisa melakukan hal sesuka hatiku. Ayahku masih mengirimkan uang selama aku belum mendapatkan pekerjaan.

Motto hidupku saat ini adalah, menjadi pengangguran! Jadi bekerja bukan hal yang akan aku lakukan saat ini.

Karena aku membenci ayahku, jadi ayo habiskan uangnya dan bersenang-senang!

.

Sakura, wanita berambut panjang lurus dengan poni tipis itu menoleh ke kanan ketika mendengar suara benda besar yang jatuh.

Dia sedang makan kue dan minum kopi kesukaannya di salah satu kafe di kota itu. Tapi suara gaduh langsung merusak suasana hatinya.

Seorang ibu paruh baya sedang marah-marah pada seorang anak gadis berseragam SMA. Menuduh-nuduh gadis yang saat itu terduduk dilantai itu merayu suaminya.

Semula, Sakura tidak ingin ikut campur. Itu bukan urusanya. Apalagi sudah banyak yang merekam kejadian itu. Kekuatan media sosial tentu saja, Sakura yakin mereka akan viral nanti.

Tapi hatinya menjadi terganggu ketika suami wanita itu datang entah dari mana, lalu berdiri dihadapan gadis itu untuk berhadapan dengan istrinya. Gadis itu terlihat langsung gemetar, berbeda dengan tadi yang hanya diam dengan wajah datarnya.

.

"Ah... Sial! Padahal aku tidak suka ikut campur. Tapi aku tidak bisa membiarkan tua bangka cabul itu!" geram Sakura.

Dia meregangkan otot-ototnya, menyambar gelas teh es yang masih penuh punya pelanggan lain dan menyiramkannya ke wajah pria itu.

"Oh ya ampun! Maafkan saya pak! Tadi lantainya licin jadi...," Sakura melepaskan gelas itu begitu saja hingga pecah dengan suara keras, "Aduh, tangan saya juga licin." lanjutnya dengan wajah yang terlihat menyesal. Padahal siapapun bisa melihat bahwa dia sengaja melakukannya.

"Apa yang kamu lakukan pada suamiku!" teriak si ibu.

Kemarahan ibu itu beralih padanya.

"Oh, ya ampun... Masa ibu tidak dengar, kan saya bilang tidak sengaja."

"Jangan bohong kamu! Saya lihat kamu sengaja!" teriaknya lagi.

Sakura tersenyum kecil, dia memang sedang berbicara dengan si ibu itu, tapi sudut matanya memperhatikan perilaku pria paruh baya itu dan reaksi anak SMA saat pria itu membantu anak itu berdiri.

"Hehehe, apa terlihat begitu? Mata ibu ternyata saaangat jeli. Tapi... Mengapa buta pada kelakuan suami ibu dan malah menyalahkan anak tak bersalah ini?"

"Menyalahkan katamu? Apa kamu tahu pekerjaannya setelah pulang sekolah!"

Sakura tidak menjawabnya, dia hanya tersenyum manis.

"Menjadi pelayan diskotik sampai pagi! Pelayan diskotik semua pelacur yang mengincar pria kaya! Apa kamu sama dengannya sehingga membelanya! Sama-sama perebut suami orang!"

Sakura terdiam beberapa detik, ingatan tentang identitas ibu sambungnya terlintas dikepalanya. Wanita licik yang merayu ayahnya hanya untuk hidup nyaman.

Tapi, melihat gadis didepannya, Sakura tahu mereka tidak sama. Ada perbedaan mencolok diantara keduanya. Dia sangat tahu itu hanya dengan sekali analisa.

"Suami Ibu loh yang nakal, Anak ini hanya korban. Dan..." Sakura menarik gadis itu berdiri dibelakangnya, lalu menatap pria paruh baya yang kini melotot padanya. "Berhenti berpura-pura kawatir brengsek! Aku bersumpah akan membuatmu menerima hukuman atas apa yang kamu lakukan padanya."

Dingin, sangat dingin. Sorot ramah tamah dan pura-pura lembut tadi telah hilang dari wajahnya. Sakura menatap pria tua itu dengan sorot mengancam. Semua orang disana terdiam, menerka-nerka apa maksud Sakura.

"Apa yang kamu katakan? Kamu menuduhku berbuat jahat! Aku hanya menenangkan anak itu karena dia takut dan terkejut."

Sakura menatapnya jengan jijik. Lebih jijik lagi ketika istrinya tidak menyalahkan sikap suaminya dan malah menyerang korban. Sakura mengumpat dalam hati akan kebodohan istri pria ini. Dimatanya, dua-duanya menjijikkan.

"Sudah terlihat diwajahmu pak tua, Nah, sampai jumpa di kantor polisi. Ayo!"

Sakura tidak mengidahkan teriakan dan upaya pria itu untuk mencegah Sakura membawa gadis remaja itu pergi. Mereka naik taksi dan segera pergi ke kantor polisi.

.

Aku tidak tahu cara menghibur dengan baik dik... Kenapa kamu menangis disini?

"Kamu tinggal dengan siapa?"

"Hik! Dengan ibu."

"Dimana ayahmu?"

"Per-pergi, saya tidak tahu."

Pria brengsek lainnya!

"A-Apa kita benar-benar kekantor polisi?"

"Kenapa? Bukankah kamu korban? Laki-laki itu telah melakukan sesuatu padamu, kan?"

"Bagaimana kakak bisa menyadarinya?"

Bagus, setidaknya rasa penasarannya membuat dia berhenti menangis. Anak ini juga memiliki mental yang cukup baik untuk menahan rasa sakit. Sayangnya dia lemah dalam menyelesaikan masalahnya sendiri.

"Aku punya teman yang pernah jadi korban pelecehan sebelumnya."

Tidak apa-apa kan aku bohong. Aku malas menjelaskan tentang ayah bodohku itu.

.

Jadi, teman yang Sakura maksud bukanlah teman sungguhan. Ayahnya pernah meminta tolong padanya untuk menemani dan mengajak bicara korban pemerkosaan ketika dia masih kelas dua SMA. Saat itu ibu kandungnya masih hidup. Ayahnya juga ayah yang baik dimatanya kala itu.

Sesampainya mereka di kantor polisi, Sakura langsung duduk dihadapan seorang polisi yang bertugas mencatat aduan yang masuk.

"Ehm! Kamu orang yang dikatakan Jendral Bobon?" tanya petugas di depannya, dia tampak sedikit hati-hati.

Sakura memang menghubungi kenalan ayahnya yang sudah ia anggap pamannya sendiri. Mereka dekat layaknya keluarga. Dia memang tidak bertugas dikota ini, tapi tentu saja dia punya koneksi.

Sakura tersenyum, senyum dengan penuh maksud. Tentu saja dia tidak ingin terlibat terlalu jauh. Dia akan menyerahkan urusan ini sepenuhnya pada pihak kepolisian. Dia hanya perlu memastikan bahwa anak ini mendapat keadilan dan pria itu bisa mendapat hukuman.

Sesaat Sakura lupa, apa yang ia lakukan sudah pasti akan diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia yang memiliki media sosial karena banyaknya orang yang merekam kejadian tadi.

Kasus anak SMA itu viral setelah vidio tersebar luas, wartawan yang berburu berita menuju kantor polisi untuk memastikan laporan Sakura dan anak itu di tindak lanjuti. Semuanya dibantu oleh kepolisian dan juga badan perlindungan saksi dan korban.

Karena kasusnya yang viral, Sakura yang dielukan sebagai wanita pemberani tentu terkena imbas yang sama. Netizen yang penasaran mencari tahu identitasnya.

Namun tidak banyak yang dapat diakses karena Sakura hanya punya satu akun media sosial, dia juga sudah menghapus semua postingannya setelah ayahnya menikah lagi.

Hanya rumor-rumor yang beredar disekitar yang mengatakan bahwa dia memiliki koneksi dengan pihak kepolisian, sehingga kasus anak SMA itu berjalan mulus.

Saat ini dia sedang melanjutkan misinya setelah bersembunyi, dia tidak ingin repot bila bertemu dengan orang-orang yang mungkin akan mengenalinya.

Seperti kebiasaan orang-orang, jika ada kasus lain muncul, ketertarikaan pada kasus baru akan lebih besar, sehingg dia agak tenang sesikit karena identitasnya tidak akan dicari lagi. Karena jika dia semakin viral, hanya masalah waktu netizen mengetahui identitasnya. Dia kan tidak akan bisa menutup mulut semua orang yang mengenalnya.

Dengan celana panjang, baju kaus hitam dipadukan jaket kulit hitam, dia pergi memasuki kafe lainnya. Tapi baru saja duduk, seorang pria dewasa yang diperkirakan berusia tiga puluhan, berdiri di depan mejanya.

.

Siapa bajingan ini?

Dari pakaiannya yang rapi dan berkelas, sudah pasti dia bukan orang biasa. Juga bukan dari kepolisian. Siapa dia?

"Maaf, bisakah saya duduk disini?"

"Duduklah."

"Ah, terima kasih banyak."

Apa yang dia lakukan? Kenapa menyodorkan tangan? Dia bukan orang cabul lainnya kan?

"Nama saya Heri, saya bekerja diperusahaan Gemilang Karya."

Gemilang karya katanya? Anak perusahaan dari Adipura Group yang terkenal itu? Terkenal dekat dengan pemerintahan sampai banyak rumor bahwa presiden saat ini bisa terpilih karena mereka.

"Kenapa Anda datang pada saya?"

Jangan tersenyum seperti itu dan jawab saja sialan! Aku merasa dia sedang mencoba menarik kakiku pada kubangan lumpur.

Tawaran

Heri menjelaskan maksud kedatangannya. Yaitu ingin merekrut Sakura menjadi asisten dari Direkturnya. Posisi Heri sendiri adalah sekretaris disana.

"Aku bahkan tidak mengenalmu dan siapa yang tahu kalau kartu ini palsu."

Heri tersenyum tipis, sepertinya dia sudah menduga Sakura tidak akan mudah mempercayainya.

"Aku mengerti kamu tidak akan langsung percaya. Tapi atasanku sungguh-sungguh membutuhkan asisten. Aku melihatmu saat itu dikafe. Aku ada disana saat itu untuk memesan kopi untuk Direktur."

Sakura mengernyit, kecurigaan semakin besar dalam kepalanya.

"Siapa yang akan mempercayai alasan seperti itu?"

'Wah, dia memang orang yang blak-blakan ya.' kata Heri dalam hati.

"Aku bekerja sebagai sekretaris sudah lama sekali, aku tahu kamu adalah orang yang cocok sebagai asisten atasanku. Dia sedikit sulit karena sangat ketat. Butuh orang yang memiliki ketajaman mata dan analisa keadaan yang baik sepertimu untuk bekerja dengannya. Kamu juga lulusan dari universitas yang bagus dengan nilai yang sempurna."

"Hah! Ternyata kamu sudah menyelidiku."

"Bukan begitu, tolong jangan salah paham. Aku hanya kebetulan memiliki rekan yang mengenalmu diperusahaan."

"Rekan?"

"Dia seniormu, dia tidak begitu mengenalmu tapi dia ingat kamu juniornya saat kuliah. Vidiomu kan sangat viral, beberapa orang membahasnya dalam perusahaan saat sedang senggang."

"Oh, jadi begitu. Karena itu kamu mendapatkan informasiku dari kampus?"

"Ya, jadi bagaimana dengan tawaranku?"

Itu tawaran yang menggiurkan bagi banyak orang, tapi tidak bagi Sakura yang tujuan hidupnya saat ini adalah menjadi pengangguran. Tentu saja dia langsung menolaknya tampa basa basi.

"Terimakasih, tapi aku menolak."

Untuk sesaat Heri terlihat kaget, namun detik selanjutnya dia langsung bersikap seperti semula.

"Bukankah kamu memutuskan ini terlalu cepat?"

"Tidak tuh."

"Bolehkah aku tahu alasannya? Mungkinkah aku menyinggungmu atau bagaimana?"

.

Dia gigih sekali. Lalu apa-apaan wajah memelasnya itu?

"Aku hanya tidak ingin bekerja."

"Mana ada yang seperti itu... Tolong pikirkan lagi... Gajinya besar dan aku akan membuatmu mendapatkan fasilitas khusus setara manager, bagaimana?"

"Sekarang aku tidak butuh uang. Jadi pergilah!"

Kenapa dia sangat gigih?

.

Heri pergi dengan menunjukan rasa kecewa. Ketika dia kembali ke mobilnya, dia langsung menghubungi seseorang.

"Kamu sudah melakukan apa yang aku minta?"

Heri menyeringai ketika mendengar jawaban orang yang ia hubungi. Begitu dia memutus sambungan, dia menoleh kembali ke dalam kafe. Sakura sedang menikmati makanannya disana.

"Aku pasti akan mendapatkanmu." katanya dengan penuh keyakinan.

Heri kembali menuju kantornya. Waktu istirahat makan siang telah selesai. Dia harus menghadapi bosnya yang super sulit itu.

Ketika dia membuka pintu, dia mendapati atasannya sedang berbaring di atas sofa yang ada di ruang itu dengan mata tertutup. Heri tahu dia tidak tidur.

Seorang pria muda berumur 27 tahun. Memiliki kulit seperti porselen dengan bola mata bewarna hijau. Rambut aslinya bewarna perak, tapi dia mewarnainya menjadi warna hitam sejak dia kembali ke Indonesia beberapa tahun yang lalu.

Pria berdarah belanda dan Indonesia itu memiliki tubuh yang besar dan tinggi. Tingginya adalah 184, sagat jauh dengan Heri yang memiliki tinggi rata-rata laki-laki Indonesia, yaitu 170 cm.

Pria yang sangat pendiam tapi mendapat julukan playboy. Heri sampai kerepotan dengan julukannya ini. Karena pada dasarnya, hanya dia satu-satunya yang mengetahui alasan atasannya ini mendapat julukan itu.

"Pak, saya kembali."

"Ck!"

Jika sudah begitu, Heri tahu dia harus diam dan menunggu. Tidak peduli ada gempa sekalipun, dia tidak akan berani menggangu lagi kalau tidak ingin mendapat balasan yang tak diinginkan.

Danique suseno, nama pria yang menjadi atasan Heri. Pria yang jauh lebih muda darinya dan memiliki sikap yang sangat membuatnya kerepotan setiap saat. Karena itu Heri minta asisten untuk atasannya.

Brak!

Heri memejamkan matanya sesaat ketika mendengar pintu dibuka dan dibanting tertutup kembali dibelakangnya. Heri berbalik, tersenyum ramah dan penuh hormat.

"Selamat siang, ibu Nora." sapa Heri.

Nora, wanita paruh baya itu adalah ibu Dan, pria yang kini membuka matanya dan dengan gerakan malas duduk dengan benar.

"Dan! Apa yang kamu lakukan pada tunanganmu! Kamu berselingkuh lagi!" teriak ibunya.

Dan tidak menjawabnya, dia menyodorkan tangannya pada Heri. Dengan sigap Heri mengambil ponsel Dan diatas meja dan memberikannya.

Ibunya yang melihat tingkah anaknya hanya bisa menghela napas. Duduk di sofa dengan wajah frustasi.

"Pertunanganmu secara resmi akan dilaksanakan bulan depan. Ibu sudah mendapatkan izin dari ayahmu. Jadi ibu minta putuskan pacar barumu itu!" pinta ibunya.

Lagi-lagi Dan tidak menjawab. Ujung-ujungnya ibu Dan beralih pada Heri. Orang yang selalu menjadi pengganti Dan untuk menjelaskan.

"Saya akan membuat mereka putus, Anda tidak perlu kawatir. Seperti biasanya, kali ini pak Dan juga tidak serius." kata Heri ketika mereka telah diluar ruangan.

"Aku sungguh sungguh sangat frustasi. Tolong awasi Dan dengan baik. Kenapa kamu selalu tidak becus dalam menghalangi setiap wanita yang mendekatinya!"

"Maafkan saya, kedepannya saya akan lebih berusaha."

"Ck! Jawabanmu selalu itu tapi ini selalu terjadi!"

Heri mengutuk atasannya dengan sepenuh hati. Selalu dia yang kena getahnya akan ulah Dan.

'Tidak bisa begini terus, aku bisa gila! Aku harus mendapatkan gadis itu untuk mengatasi beruang kutub ini!'

.

Sakura mengikat rambutnya kali ini. Memakai topi seperti biasa dan pakaian serba hitam. Dia berencana pergi menemui teman lamanya yang tinggal dikota ini. Tapi sebelum itu, Sakura pergi ke ATM terdekat untuk mengambil uang tunai.

"Kenapa sih?" kesalnya.

Berulang kali kartu itu dimasukkan tapi tetap tidak bisa melakukan transaksi. Dengan kesal Sakura langsung mendatangi bank terkait dan meminta penjelasan, tapi jawaban yang ia dengar membuatnya naik darah.

"Jadi, apa wanita ular itu berhasil membuat ayah menelantarkan anaknya sendiri!"

Sakura segera menelepon ayahnya. Dengan suara yang dibuat sesopan mungkin, Sakura mempertanyakan alasan ayahnya memblokir rekeningnya. Tapi belum selesai ayahnya bicara, Aera mematikan sambungan dengan emosi.

"Sialan! Siapa juga yang mau pulang dan tinggal dengan nenek sihir itu!"

Tadi wanita ular, sekarang nenek sihir. Sakura memang memiliki banyak julukan untuk ibu tirinya.

Sakuran keluar dari ATM dan berjalan di trotoar dengan kesal. Uangnya tinggal beberapa ratus ribu dan tidak mungkin dia bisa bersenang-senang dengan uang segitu.

.

Tapi kenapa ayah tiba-tiba membuat keputusan drastis ini?

Ini tidak seperti dirinya yang langsung mengambil keputusan ekstrim tampa peringatan terlebih dahulu.

Sialan! Sialan!

Apa aku harus mencari pekerjaan! Aku hanya ingin jadi pengangguran!

.

Dua hari ini sakura hanya berguling-guling tidak jelas dalam rumah kontrakannya. Dia masih sangat marah. Bahkan setelah pembicaraan terakhir yang singkat, ayahnya tak lagi menghubunginya. Sakura benar-benar merasa telah dibuang.

Dia sedikit lega karena telah melunasi uang sewa sebulan disana. Setidaknya dia punya waktu untuk memikirkan kedepannya selama tiga minggu sisa masa sewa.

"Aku perlu ijazah, tapi... Ayo cari pekerjaan yang tak memerlukan ijazah saja!"

Sakura tidak ingin pulang mengambil ijazahnya. Itu hanya akan membuatnya bertemu ibu tiri dan ayahnya. Dua orang yang tak ingin Sakura temui untuk sekarang ini.

Sakura yang sedang berbaring diatas sofa langsung duduk dengan cepat ketika teringat kartu nama yang kemarin ia letakkan asal di dalam jaketnya.

Menatap nama Heri dan nomor telepon yang tertera disana.

"Dari pada susah-susah, tawaran pria kemarin patut dicoba, kan?" gumamnya.

.

Heri langsung turun ke lantai satu begitu mendapatkan telepon dari Sakura. Mereka memang berencana bertemu pagi ini untuk wawancara langsung tampa melewati HRD.

Resepsionis yang berjaga di depan lobi utama sampai menatap Sakura dengan curiga karena Heri secara langsung menyambutnya. Dalam hati bertanya siapa Sakura dan apa tujuannya ke perusahaan mereka.

"Aku senang kamu menghubungiku tadi malam. Aku hampir menerima pelamar lain kalau kamu tidak menghubungiku."

Tentu saja itu bohong, Heri sama sekali tidak mencari kandidat lain. Setelah melihat Sakura dikafe saat itu, dia langsung membatalkan perekrutan.

"Oh, syukurlah."

Sakura mengikuti Heri menuju lantai paling atas dimana kantor atasan mereka berada. Heri ingin langsung memperkenalkan Sakura. Dia bahkan sudah membuat surat kontraknya.

"Permisi, Pak Dan. Saya membawa calon asisten yang saya katakan tadi malam."

Mereka sedang berada di depan pintu ruangan Dan. Pria itu sedang serius mengambar sesuatu dimejanya. Dia tidak menjawab maupun mengangkat wajahnya, dia benar-benar sangat fokus.

.

Apa bosnya tuli? Kenapa dia diam saja?

Katanya dia orang yang sulit, apa ini maksudnya? Suka mengabaikan orang lain seperti anak autis?

"Oh my God!"

.

Tampa sadar Sakura mengucapkannya kalimat itu. Bukan karena apa-apa. Itu adalah reaksinya ketika melihat wajah Dan secara keseluruhan ketika Dan mengangkat kepalanya.

Bulu mata lentik dan memiliki kulit yang sangat mulus. Sepanjang hidupnya, ini pertama kalinya Sakura melihat pria cantik dan tampan sekaligus secara langsung.

Tapi, tentu saja wajah itu tak seindah perilakunya. Wajah datar itu hanya menatap Sakura sekilas lalu mengangguk sekali pada Heri sebagai respon persetujuan.

.

Wah! Apa dia juga bisu?

Tapi lihatlah wajah itu! Mana cocok memiliki kekurangan dengan wajah itu! Dia seperti boneka hidup. Apa dia benar-benar manusia?

Ini pertama kalinya aku iri dengan wajah laki-laki.

Perubahan kontrak

Sakura membaca kontrak yang diberikan Heri dengan cepat. Isi kontraknya bersifat umum dan ada beberapa peraturan yang harus ia patuhi mengenai bosnya.

"Hanya melakukan pekerjaan biasa, kan? Ini tidak ada bedanya seperti pelayan pribadi. Aku tidak terlibat dengan pekerjaan secara resmi."

Tadi malam Sakura memang mengajukan permintaan terkait pekerjaannya. Pada awalnya dia mengira tak akan disetujui, tapi Heri menerimanya dengan senang hati. Meski curiga, tapi Sakura butuh pekerjaan secepatnya. Lagi pula dia sangat percaya diri bisa mengatasi, jika ada masalah tentang kontraknya nanti.

"Seperti permintaanmu tadi malam. Aku sudah membuatnya sebaik mungkin. Kamu hanya perlu menandatanganinya sekarang."

Sakura menandatanganinya dengan cepat.

"Nah, kamu bisa bekerja mulai besok. Hari ini kamu hanya akan diperkenalkan pada seluruh divisi. Setelah selesai kamu bisa pulang."

Sakura hanya mengangguk. Heri memanggil seseorang dan menyuruh Sakura mengikutinya.

.

Pagi-pagi Sakura bersiap pergi ke kantor menggunakan jasa ojek online. Dia memakai pakaian seperti biasa. Sama sekali tidak memikirkan penilaian orang-orang yang melihatnya. Bedanya hari ini dia tidak memakai topinya. Rambutnya ia ikat dengan sederhana.

"Ah, kamu sudah datang? Duduklah, aku akan menjelaskan jadwal Pak Dan."

Bukan hanya menjelaskan, Sakura juga menerima file jadwal bosnya lewat e-mail.

"Tapi dimana dia? Kenapa belum datang?"

"Oh, dia mungkin sedang..."

Dua orang baru saja datang. Membuka pintu kaca dan melewati mereka begitu saja. Mereka adalah atasannya bersama seorang wanita.

'Wah... Aku merasa ketidak adilan saat melihat wajahnya.' monolog Sakura.

"Ayo, biasanya dia akan memerintahkan sesuatu." bisik Deni.

"Kopi susu panas, brownis dan dua permen lolipop susu."

Heri mengangguk pada Sakura dan mengeluarkan sejumlah uang untuk Sakura gunakan. Setelah itu sakura pergi begitu saja.

"Hei!"

Sakura berhenti ketika wanita yang bersama bos nya itu memanggil dengan nada dan bahasa yang menyebalkan.

Sakura berbalik, wajahnya tampa ekspresi dan hanya memberikan tatapan bertanya.

"Heri siapa dia? Kenapa dia tidak tahu sopan santun!"

Sakura mengangkat sebelah alisnya, lalu memasang ekspresi datar tampa rasa bersalah.

"Dia asisten Pak Dan yang mulai bekerja hari ini, Bu Aurel."

"Pecat dia sekarang, karena tidak sopan padaku!"

"Ah, itu... Maafkan saya. Tapi...."

"Kenapa? Tidak bisa? Apa dia mengaku pacar tunanganku juga?"

'Ah... Jadi wanita sombong ini tunangan pak Bos?'

Sakura menyeringai sesaat, lalu tersenyum dengan sangat manis dan ramah. Dia berjalan mendekat dan berdiri disamping Heri kembali.

"Jadi Anda tunangan Pak Bos? Saya minta maaf tidak mengenali Anda. Tapi... Dari mana penilaian tidak sopan yang Anda katakan ya?"

Sakura bersikap seolah tak tahu apa masalahnya meski dia bisa menebak dengan sangat baik apa alasan kemarahan wanita ini. Tentu saja karena dia tidak menyapanya dan menawarinya untuk dibelikan sesuatu juga. Sakura sengaja melakukan itu karena menurutnya hal itu tidak perlu. Dia tidak butuh ramah tamah pada sesuatu yang akan merepotkannya.

"Kamu bicara seolah kita memiliki level yang sama! Minta maaflah agar aku tidak menyuruh Heri memecatmu!"

"Saya tidak tahu kenapa saya harus minta maaf."

"Dasar kurang ajar! Kamu bersikap seolah aku tidak ada disini dan tidak menawariku juga! Apa itu bukan kesalahan!"

"Ah, maafkan saya. Tapi dalam kontrak, saya hanya melakukan perintah atasan saya. Diluar itu bukan tanggung jawab saya."

"Heri!"

"Maaf bu Aurel, tapi Sakura berkata benar, kontraknya tertulis seperti itu."

Heri tampak berusaha menahan diri. Sakura melirik Dan yang sama sekali tidak peduli ada perdebatan di hadapannya. Dia seperti berada di dalam dunianya sendiri. Sibuk memeriksa berkas diatas mejanya untuk seterusnya ditandatangani.

.

Sebenarnya apa yang ada dalam pikiran pria ini? Aku benar-benar meragukan kewarasannya. Apa wanita ini hanya melihat wajahnya tapi tidak memperhitungkan sikapnya yang menyebalkan?

"Sayang! Aku datang...!"

Ah... Sial!

Siapa lagi wanita ini? Dari mana dia muncul tiba-tiba?

"Aku membawakanmu sarapan! Ini roti yang aku buat sendiri."

"Wanita tak tahu malu! Kamu ternyata berani masuk kesini saat aku sedang disini? Wanita murahan!"

Oke! Lihatlah dua wanita yang sedang adu mulut ini. Satu mengaku tunangan dan satunya lagi mengaku pacar.

Tapi... Apa yang dilakukan pria ini? Dia hanya diam seolah tak melihat apa-apa?

Melihat reaksi Heri, sepertinya ini bukan pertama kalinya situasi seperti ini terjadi.

"Sakura... Inilah tugas utamamu. Kenapa kamu diam saja? Kamu harus bisa membuat mereka pergi agar kita bisa bekerja dengan nyaman. Lima belas menit lagi Direktur eksekutif akan segera tiba. Mereka memiliki pembicaraan penting!"

Heri membisikkan kalimat itu dengan wajah yang dipenuhi kekawatiran. Tapi apa maksudnya pekerjaan utamaku?

"Apa maksud Anda?"

"Nanti aku jelaskan, saat ini atasi keadaan ini dulu!"

"Ck!"

Aku benar-benar kesal. Kenapa harus aku yang menyelesaikan ini?

.

Sakura menatap kedua wanita yang masih adu urat itu. Mereka saling tunjuk dan saling hina satu sama lain. Merasa paling istimewa dibanding yang lain.

"Ya ampun... Apa kalian tidak punya harga diri Nona-Nona?" ujar Sakura cukup keras.

Sukses menghentikan perdebatan sengit yang terjadi. Namun, kemarahan dua wanita itu langsung tertuju padanya.

"Diam! Ini bukan urusan pembantu sepertimu!" bentak Aurel.

"Siapa wanita ini? Kamu pembantu dari rumah pacarku?"

Wanita satunya yang mengaku pacar Dan itu ikut melotot padanya.

"Saya bukan pembantu, saya asisten pribadi Pak Dan. Dan lagi... Sebaiknya kalian keluar karena Pak Dan harus menerima tamu penting sebentar lagi."

"Heh! Siapa kamu berani memerintahku! Aku bisa memecatmu dari sini!"

"Ya ampun... Bertambah satu orang yang ingin memecatku." gumam Sakura.

"Pak Dan, tidakkah Anda akan mengusir mereka? Bukankah Anda akan memiliki pertemuan dengan Direktur eksekutif?"

Sakura berbicara pertama kalinya pada atasannya. Tampa rasa takut, tampa rasa cemas seperti Heri saat ini. Tapi nyatanya Dan sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda mendengar perkataannya.

'Wah, sialan! Apa dia ini benar-benar Autis?'

"Dan... Kamu akan mengusirku? Aku boleh istirahat disini dan menemanimu kan?" ujar pacarnya.

"Tidak! Kamu harus pergi. Hanya aku yang bisa disini!" bentak Aurel.

Wanita yang mengaku pacar Dan itu mendekat dan memegang pundak Dan dengan lembut. Seolah membujuknya untuk mengizinkan dia disana.

Dan bereaksi, dia menegakkan kepalanya, menepis pelan tangan wanita itu dan menatap Sakura. Seolah menyampaikan perintah untuk melakukan sesuatu sesegera mungkin.

'Aku benar-benar bingung dengan pria ini. Kenapa dia tidak melakukannya sendiri? Padahal satu kalimat saja mereka akan pergi.'

"Ini pembicaan penting, Kalian tidak bisa terus disini dengan perilaku bar-bar kalian! Lagi pula, bukankah kalian harus menunjukkan kualitas diri antar kalian berdua terlebih dahulu?"

"Apa makaudmu?" tanya Audrel, dia sangat tersinggung.

"Maksud saya... Bukankah sebaiknya kalian tahu tempat saat ini? Apa tempat ini terlihat seperti taman kanak-kanak?"

Mendengar sindiran Sakura itu, keduanya langsung terdiam. Keduanya jelas tersinggung tapi tidak bisa membantah. Terutama saat ini Dan memberikan atensi pada mereka.

"Dan... Aku akan kembali saat makan siang. Aku pergi dulu." Ujar pacar Dan.

"Aku akan menemui Tante karena sudah ada janji. Sampai ketemu nanti malam, aku harap kamu datang pada makan malam keluargamu kali ini," ujar Aurel dan menyusul pacar Dan yang sudah keluar terlebih dahulu.

"Kamu belum berhenti main-main dan punya pacar baru lagi? Sepertinya yang kali ini kualitasnya lebih rendah dari tunanganmu itu."

Sebuah suara rendah laki-laki mengejutkan mereka. Entah sejak kapan dia berdiri diluar pintu. Dia tidak datang sendiri, seorang pria tua dan seorang wanita yang terlihat seumuran dengan pria itu ada dibelakangnya.

Ketika pria itu masuk, Sakura langsung menyingkir ke sisi kanan tepat disebelah Heri. Posisi mereka saat ini saling berhadapan dengan Dan yang masih duduk, Heri dan Sakura di sisi kanannya. Sementara tiga orang yang baru datang berdiri di depan meja.

Sakura merasakan atmosfir yang langsung berubah. Dia bisa merasakan bahwa pria yang baru saja datang ini harus diwaspadai. Entah kenapa Sakura merasakan hal yang tidak menyenangkan darinya.

"Silahkan duduk, Kakak!"

Suara Dan sangat dalam dan rendah, Sakura lagi-lagi sempat terpana sesaat sebelum menyadari sebuah fakta.

'Wah, mereka kakak beradik? Tidak mirip sama sekali.'

Pria itu hendak berjalan ke sofa di sebelah kanan mereka, namun dia berhenti sejenak di depan Sakura.

"Tampaknya kamu menemukan orang yang tepat untuk mengatasi kesulitanmu selama ini, Heri. Dia terlihat sangat berbakat." ujarnya.

Matanya menatap Sakura tapi dia berbicara pada Heri.

"Ya, terima kasih atas penilaian Anda, Direktur."

Heri menyenggol punggung tangan Sakura sebagai kode agar dia mengenalkan diri.

"Selamat pagi_ Saya Sakura, Direktur. Asisten Pak Dan."

"Sakura? Kamu orang jepang?"

"Tidak."

Pria itu tersenyum tipis, ekspresinya menunjukkan bahwa dia sangat tertarik dengan identitas Sakura.

"Sepertinya aku perlu mentraktirmu makan sesekali. Aku Kenzie, kamu bisa memanggilku apa saja."

Sakura menatap uluran tangan itu dengan enggan sebelum membalas jabat tangannya dengan singkat.

.

Sakura meninggalkan ruangan itu dengan alasan membeli pesanan Dan. Lagi pula dia merasa tidak perlu ada disana karena urusan perusahaan bukan urusannya. Dia hanya akan jadi pesuruh yang mengambilkan ini itu, membelikan ini itu dan melakukan permintaan Dan dengan baik.

"Ini baru beberapa jam tapi rasanya aku sudah menjalani separuh hidupku dengan sangat berat. Aku tidak ingin lama-lama kerja disini." kesalnya ketika menunggu pesanan bosnya.

Ketika kembali, ruangan telah kosong. Tampaknya semua orang telah pergi entah kemana.

Sebuah pesan masuk ke ponselnya, itu pesan dari Heri yang menyuruhnya membaca kontrak kembali, mengatakan Sakura akan mengerti tentang tugas utama yang ia katakan tadi. Ternyata mereka sedang menuju ruang rapat dan akan selesai satu jam kedepan.

Sakura melihat surat kontrak yang Heri tinggalkan di meja kerjanya. Ruangan Heri ternyata ada di sebelah ruangan atasan mereka. Ruangan yang cukup sederhana dan jauh lebih kecil dari ruangan bos mereka. Ruangan itu juga memiliki akses langsung kedalam ruangan Dan.

Ketika selesai membacanya dengan teliti, Sakura hampir meremukkan kertas-kertas ditangannya. Dia menahan diri dengan baik, menarik napas perlahan sebelum membanting surat kontraknya ke atas meja.

"Heri sialan! Beraninya dia menipuku! Apa maksudnya kontrak satu tahun! Kemarin kan ini tidak ada! Dia bilang aku bisa keluar tampa syarat kalau tidak cocok. Lalu apa ini? Pekerjaan utama apa ini!" katanya dengan marah-marah.

Meski ingin langsung menghampiri Heri, tapi dia tidak bisa menghancurkan suasana rapat dengan membuat keributan. Bisa saja nanti dia disuruh membayar kompensasi seperti yang tertera di surat kontrak itu.

"Ini penipuan! Benar-benar penipuan!"

Sakura marah, tapi dia bisa mengontrolnya dengan baik. Meski hatinya terasa panas, dia berusaha mendinginkan kepalanya. Dia meneliti tiap baris kalimat untuk menemukan celah agar dia bisa lolos dari jebakan Heri.

"Pasti ada yang tidak beres dengan bos itu sampai Heri membuat kontrak dengan aturan penuh pemaksaan yang aneh seperti ini. Kontraknya sama sekali tidak masuk akal! Pantas saja Heri sialan itu bilang tidak ada trining untukku dan langsung membuat kontrak kerja."

Sakura tidak menyangka dia bisa tertipu dengan mudah. Padahal selama ini dia adalah orang yang sangat berhati-hati.

"Ini karena aku terdesak sampai-sampai aku menurunkan kewaspadaan. Hah.... Bodohya kamu Sakura!" keluhnya pada diri sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!