Dari balik sebuah kaca berwarna hitam seorang pemuda menatap ke arah luar jendela.
"Adem lihatnya."
Katanya dengan arah pandangannya menuju ke mushola yang ada di seberang ruangannya.
Kedua maniknya masih menatap tanpa berkedip sambil bibirnya terukir senyum manisnya.
"Cantik..."
Katanya lagi.
Tok.. Tok..tok...
Suara ketukan pintu ruangannya membuyarkan lamunannya.
"Iya masuk."
Pintu itu pun terbuka dan muncul seorang suster dengan membawa berkas pasien ke dalam ruangannya.
"Siang Dok."
"Siang Sus."
"Maaf Dok, ini berkas dari beberapa pasien yang harus diperiksa dan juga ada pasien yang baru datang tadi malam."
Suster meletakkan berkas di atas meja.
"Oke, terima kasih Saya periksa dulu."
"Baik Dok, Saya tunggu diluar."
"Oke, silahkan dipersiapkan dulu nanti kita keliling ke bangsal pasien."
"Baik Dok."
Dia pun tidak langsung mengambil dokumen yang dibawa oleh Suster tadi tapi malah mengamati keluar jendela kembali.
"Kok sudah nggak ada."
Ucapnya dengan sedikit kecewa, gara-gara suster tadi gadis yang ia amati sudah pergi dari mushola yang ada di seberang ruangannya.
"Siapa gadis tadi, apa keluarga pasien disini."
Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling namun tak ada gadis ya Dia lihat tadi. Kemudian dia duduk di kursinya sambil membuka beberapa map yang terlibat di atas meja.
Mukanya serius begitu melihat data pasien yang menurutnya ada keanehan di diri pasien ini dengan gejala yang ditimbulkan.
"Ini sepertinya bukan hanya sakit di lambung, harus di lakukan pemeriksaan lebih lanjut." Ucapnya.
Setelah itu Dia keluar dari ruangannya dan memanggil suster.
"Sus..."
"Iya Dok."
Suster menuju ke ruangannya.
"Permisi Dok, ada apa."
"Ini pasien baru."
Gama membuka map yang berisi data pasien. Iya, Dokter muda itu bernama Gama Putra Wijaya spesialis penyakit dalam, dengan segudang prestasinya.
Di usianya yang masih 27 tahun dia sudah menyelesaikan pendidikan juga S2 nya, ambisinya ia ingin mengambil beasiswanya S3 di luar negeri.
"Iya Dok, semalam masuk ke sini."
"Sudah ada hasil lab nya."
"Ada Dok, Saya ambilkan."
Gama menganggukkan kepalanya seiring dengan Suster yang keluar dari ruangannya untuk mengambil hasil lab.
"Permisi Dok, ini hasil lab darah dari pasien."
Gama menerima map berisi kertas yang bertuliskan hasil lab darah pasien itu.
"Ada indikasi penyakit lain ini. Sus, kita ke pasien sekarang."
"Baik Dok."
Gama keluar dari ruangannya di ikuti oleh 2 Suster untuk melakukan pemeriksaan kepada pasien.
Satu persatu pasien yang menjadi tanggung jawabnya ia kunjungi dan di periksa nya secara langsung untuk mengetahui perkembangan dari pasien.
"Selanjutnya Bapak siapa."
Tanya Gama begitu keluar dari ruangan pasien.
"Bapak Heri Dok, pasien yang baru saja datang tadi malam dengan keluhan mual, pusing dan lemas badannya."
Dokter Gama menganggukkan kepalanya sambil berjalan menuju ke ruang perawatan.
"Selamat siang Pak."
"Siang Dok."
Jawab Bapak Heri.
"Saya periksa ya Pak, yang dirasakan apa Pak."
Dokter Gama melakukan pemeriksaan dengan stetoskop nya.
"Mual, pusing, mau muntah, lemes badannya Dok."
"Keluarga Bapak ada yang menemani di sini."
"Ada Dok, anak saya sedang ke luar sebentar tadi."
"Baiklah, Saya butuh bicara dengan keluarga Bapak karena ada yang hal penting yang harus saya sampai...."
Belum selesai Gama bicara lalu pintu ruangan terbuka dan masuk seorang gadis.
"Lha.. Ini anak Saya Dok."
Dokter Gama menatapnya dan kedua manik mereka saling bertemu.
"Ini gadis tadi kan."
Dalam hati Dokter Gama.
"Bagaimana Dok, keadaan Bapak Saya."
Tanya gadis itu.
"Silahkan ke ruangan Saya, ada hal penting yang harus dibicarakan."
Gama kembali bersifat seprofesional mungkin di depan pasien.
"Baik Dok."
Kemudian Dokter Gama keluar dari ruangan itu.
"Mari Mbak ikut ke ruangan Dokter." Kata Suster.
"Baik Sus."
"Pak, Karin tinggal dulu ya."
Pamit Karina kepada Bapaknya.
"Iya Nak."
Bapaknya menatap punggung Karina, anak gadis pertamanya yang pergi meninggalkan ruangan.
Karina mengikuti Suster menuju ke arah ruang Dokter Gama.
"Silahkan masuk Mbak."
"Makasih Sus."
Karina melangkahkan kakinya ke dalam.
"Silahkan duduk Mbak, sebentar Dokter sedang ke belakang."
"Baik Sus."
Lalu Karina duduk di kursi depan meja Dokter menanti dengan perasaan cemas .
Dokter Gama pun keluar dari dalam, dengan senyum ramahnya.
"Maaf menunggu."
"Nggak papa Dok."
Kata Karina sambil menundukkan kepalanya.
Gama duduk di kursinya lalu membuka rekam medis milik Bapak Heri.
"Maaf sebelumnya, Anda penanggung jawab dari Bapak Heri."
"Iya Dok, benar. Saya anaknya."
"Kenapa bukan Ibu Anda."
"Ibu Saya sudah meninggal Dok."
Jawab Karina.
"Maafkan Saya."
"Iya nggak papa Dok. Sebenarnya ada masalah apa Dok dengan Bapak Saya Dok."
Dokter Gama memperlihatkan hasil uji darah milik Bapak Heri.
"Dari hasil lab darah, saya menemukan ada kandungan keratin yang melebihi batas normal. Jadi di kemungkinkan bukan hanya masalah lambung yang dialami oleh Bapak Heri namun, ada masalah di bagian ginjal."
Dokter Gama menjelaskannya dengan pelan namun Karina yang mendengar itu nampak syok.
"Tenang Mbak, kita lakukan pemeriksaan selanjutnya untuk memastikan itu. Ini hanya diagnosa awal saya."
Ucap Gama begitu melihat Karina yang syok.
"Bapak Saya bisa sembuh kan Dok."
Wajah Karina sudah mau menangis.
"Kita ikhtiar mbak untuk kesembuhan Bapak Heri."
"Pemeriksaan apa yang harus dijalani Bapak, Dok."
"Bapak Heri akan melakukan serangkaian tes, yaitu tes urine, tes kreatinin, tes GFR, kemungkinan juga USG Urologi."
Lalu Dokter Gama menerangkan satu persatu dari tes itu dan Karina mendengarkannya dengan serius.
"Dok, semoga Bapak Saya tidak apa-apa."
"Aamiin, kita berdoa mbak semoga Bapak Heri segera di beri kesembuhan."
"Aamiin, makasih Dok penjelasannya."
"Sama - sama Mbak, pemeriksaan itu akan segera di laksanakan."
"Baik Dok."
Karina pun lalu kembali ke ruangan Bapaknya dan bersikap biasa saja tidak ada sesuatu yang mengkhawatirkan.
😉😉😉😉😉
Novel baru datang nih...
Yang sudah nunggu jangan lupa
LIKE, KOMEN dan SUBSCRIBE ya 😃😃😃😃
"Ada apa Karin."
Tanya Bapaknya begitu Dia kembali ke ruangan Bapak Heri.
"Nggak papa Pak, Bapak hanya perlu melakukan beberapa pemeriksaan untuk menemukan penyebab sakit Bapak."
"Bapak ikuti semua yang di perintahkan Dokter.” Ucap Bapak Heri.
"Pak, Karin pulang sebentar ya nanti ke sini lagi mau lihat Risa di rumah."
"Iya, hati - hati Karin. Nggak usah buru - buru kesini besok juga nggak papa Bapak bisa sendiri."
"Nggak Pak, nanti Karin tidur sini."
Karina bersiap pulang untuk melihat adiknya yang di rumah sendiri.
🌹🌹🌹
Setelah semua pekerjaannya selesai, Dokter Gama mengambil kunci mobilnya dan berjalan meninggalkan ruangannya.
Mendekati parkiran Dia menyalakan remote mobilnya untuk membuka pintunya.
"Gadis itu."
Ucapnya saat melihat Karina lewat menggunakan sepeda motornya melintas di depan mobilnya yang terparkir.
"Siapa namanya tadi, Kok bisa nggak tanya sih."
Gumamnya sendiri sambil menyalakan mesin mobilnya setelah itu menjalankan mobilnya meninggalkan rumah sakit.
Sedangkan Karina menjalankan sepeda motornya menuju ke rumah untuk melihat kondisi adiknya yang ia tinggal ke rumah sakit dari semalam.
Sebelum sampai rumah Karina berhenti untuk membeli lauk pauk di warung karena ia merasa capek dan kurang tidur semalam apalagi beban pikiran yang harus dia tanggung.
Sepeda motor terparkir di depan rumahnya yang tertutup karena Risa di rumah sendiri.
"Assalamualaikum."
Ucapnya sesampai di rumah sambil mengetuk pintu rumahnya.
"Waalaikumsalam, Mbak pulang."
Risa adik perempuan satu-satunya yang sudah kelas 2 SMP di rumah sendiri.
"Iya, kamu masak nasi kan.?"
"Iya Mbak, udah matang."
"Ini lauk di tata ya, Mbak mau mandi dulu."
Risa menerima kantong plastik dan menatanya di mangkuk.
"Mbak, gimana keadaan Bapak.?"
Tanya Risa saat Karina sudah keluar dari kamar.
Karina berusaha untuk tegar agar adiknya tidak syok.
"Bapak baik." Katanya sambil tersenyum.
Risa duduk di sebelah Karina menatap wajah Kakaknya itu.
"Bapak beneran baik kan Mbak."
Telisik Risa.
Karina tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
"Tapi tadi kata Dokter Bapak perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut."
"Pemeriksaan apa Mbak, Bapak cuma biasa asam lambung kan?."
Karina menggelengkan kepalanya.
"Kata Dokter ada kemungkinan Bapak bukan sakit lambung tapi ada masalah di ginjalnya."
Risa seperti tak percaya, Dia menggelengkan kepalanya.
"Nggak Mbak, Bapak baik - baik saja ."
Dipikiran Risa kalau sakit ginjal itu sangat berbahaya.
"Dek.. Bapak akan melaksanakan pemeriksaan besok pagi dan semoga baik - baik saja semuanya. Itu juga baru diagnosa awal dari Dokter."
"Mbak, tau kan kalau sakit ginjal itu gimana."
Karina merangkul Adiknya dan menganggukkan kepalanya.
"Kita berdoa ya Dek, semoga Bapak baik- baik saja tidak ada masalah."
"Iya Mbak, Risa takut."
Risa sudah berfikiran akan hal yang buruk.
"Jangan berfikir yang aneh-aneh dulu."
"Semoga Mbak, Risa hanya takut saja."
Hari makin sore mereka makan bersama karena Karina akan kembali ke rumah sakit tapi Risa merengek mau ikut menjaga Bapaknya.
Karena tidak tega juga meninggalkan Risa di rumah sendiri, Karina akhirnya memperbolehkan Risa untuk ikut ke rumah sakit dan besok pagi akan pulang setelah sholat subuh.
Malam terasa begitu lama di rumah sakit karena tempat yang seadanya, Karina dan Risa tidur beralaskan tikar di bawah tempat tidur Bapaknya.
Setelah melaksanakan sholat subuh Karina berkemas akan pulang mengantarkan Risa karena harus sekolah.
"Karin, Risa kalian pulang saja. Bapak nggak papa di sini sendiri. Kalian harus sekolah." Kata Bapaknya karena Risa masih SMP dan Karina baru kuliah semester 4.
"Karin ijin Pak, Risa aja yang pulang dia harus sekolah."
"Risa mau di sini."
Karina menatapnya dan menggelengkan kepalanya.
"Tadi sore janjinya apa sama Mbak."
"Tapi Risa mau di sini. Mau nemenin Bapak di periksa."
"Biar Mbak aja yang nemenin, kamu pulang ayo Mbak antar nanti kesiangan kamu."
Risa pun nurut sama Karina dan berpamitan dengan Bapaknya untuk pulang.
Sesampainya di rumah, Karina hanya mandi lalu balik ke rumah sakit lagi, Risa sudah bisa mempersiapkan kebutuhan sekolahnya sendiri.
Siang menjelang sekitar pukul 10, Dokter Gama sudah datang ke ruangan melakukan pemeriksaan.
"Bagaimana keadaannya Pak, apa yang di rasakan."
"Mual Dok, tapi sudah mendingan dari kemarin."
"Kita lakukan pemeriksaan selanjutnya, nanti akan dibantu sama Suster."
Karina mendengarkan penjelasan Dokter Gama dengan serius, dan sesekali manik mereka saling bertemu.
"Saya boleh mendampingi Bapak kan Dok." tanya Karina.
"Boleh sekali Mbak, kalau begitu saya harus ke pasien yang lain dulu."
"Baik Dok, terima kasih."
Dokter Gama pergi dari ruangan Bapak Heri diikuti Suster.
"Karin..."
Panggil Bapaknya.
"Iya Pak. Ada yang sakit."
Karina mendekati Bapaknya.
"Nggak.. Bapak perhatikan Dokter tadi sering melirik ke arah kamu."
Karina terlihat malu.
"Bapak apa sih, kalau saat menjelaskan memang melihat ke arah Karin. Supaya Karin memperhatikan."
Bapaknya tersenyum melihat Karina yang malu.
"Semoga kamu mendapatkan jodoh yang terbaik yang bisa menjaga Kamu."
Doa dalam hati Bapak Heri.
🙂🙂🙂
Lanjut Kak 😉😉😉
Jangan lupa 👍📱✅
Keesokan harinya, Karina berangkat kuliah karena sudah dua hari tidak memunculkan batang hidungnya ke kampus.
"Karin, kamu kemana sih 2 hari nggak masuk. kalau ditanya cuman ada urusan, urusan apa sih."
Karina dicecar pertanyaan oleh Anggun, Dia teman dekat Karina dari awal kuliah.
Karina tersenyum saja sambil memakai helmnya, Dia mau ke rumah sakit lagi karena ini jadwal bapaknya akan melakukan cek lab.
"Karin..."
Anggun menggoyangkan badan Karina.
"Aku ada urusan Gun, maaf ya he he he.. Aku pulang duluan."
"Karin, jahat kamu. Ada yang kamu sembunyikan ya dariku."
Anggun menghadang sepeda motor Karina.
"Nanti aku cerita Anggun, tapi nggak bisa sekarang. Aku duluan ya, Assalamualaikum."
Karina membelokan sepeda motornya lalu menancap gas.
"Karin... Waalaikumsalam."
Anggun memandangnya dengan kesal.
"Aku harus cari tahu." Ucapnya.
Sesampainya di rumah sakit Karina langsung menuju ke ruang rawat Bapaknya.
"Assalamualaikum Pak, Dokter sudah kesini belum." Karina agak terengah-engah karena buru-buru.
"Waalaikumsalam, belum mungkin sebentar lagi."
"Alhamdulillah.."
Karina mengambil minum Karena merasakan haus.
Bapak Heri hari ini akan melakukan serangkaian tes untuk memastikan penyakit yang sedang dialaminya.
"Permisi, Pak Heri."
Seorang suster datang ke ruangan dengan membawa kursi roda.
"Iya Sus." Ucap Karina.
"Sekarang kita ke Lab, ya Pak."
Suster membantu Bapak Heri untuk duduk di kursi roda lalu mendorongnya keluar dari ruangan menuju ke ruang pemeriksaan.
Di dalam ruang pemeriksaan Bapak Heri dengan dibantu petugas melaksanakan serangkaian tes dan didampingi oleh Karina.
"Mbak, untuk hasil laboratorium akan langsung kami sampaikan kepada Dokter Gama. Jadi di tunggu saja nanti Dokter Gama yang akan menjelaskan." Terang Suster setelah selesai pemeriksaan.
"Baik Sus, terimakasih."
Bapak Heri kembali dibawa ke ruangannya dan beristirahat.
"Kamu nggak pulang Nak."
Tanya Bapaknya kepada Karina saat hari sudah sore karena sejak pulang kuliah Karina langsung ke rumah sakit.
"Bapak nggak papa, Karin tinggal. Nanti malam Karin ke sini."
"Kamu nggak usah ke sini nggak apa-apa, Bapak bisa sendiri Kalau cuman ke kamar mandi atau nanti juga bisa minta tolong sama suster yang jaga. Karin kasihan Risa di rumah sendirian nanti kalau kamu ke sini dia pasti ikut lagi."
"Bapak yakin, tapi Karin nggak tega sama Bapak."
"Udah Bapak nggak papa, Kamu kesini siang aja setelah kuliah."
Akhirnya Karina pulang, karena ada tugas dari kampus juga yang harus diselesaikan besok pagi kalau dikerjakan di rumah sakit nggak akan bisa.
Sesampainya di rumah, Risa sudah masak nasi dan seperti biasa Karina tinggal beli lauk saja.
"Mbak, tadi Mbak Anggun kesini."
Kata Risa saat Karina datang.
"Kapan Dek."
"Nggak lama, Baru saja pulang sebelum mbak Karin datang."
"Anggun ngapain kesini."
"Mbak Anggun mau cari Kamu Mbak, katanya di kampus jarang ketemu."
"Terus kamu cerita."
Risa melakukan kepalanya dia sudah cerita semuanya kepada Anggun kalau temannya ini sedang merawat bapaknya di rumah sakit.
"Ya udah nggak papa, paling bentar lagi dia telepon. Mbak mandi dulu ya udah mau maghrib kamu dulu aja kalau udah lapar."
Tak lama adzan berkumandang Karina dan Risa melaksanakan salat Maghrib di rumah berjamaah, setelah itu mereka mengaji dan tak lupa selalu mendoakan kesehatan bapaknya.
Terdengar ponsel Karina berbunyi dan tertera nama Anggun di sana.
"Kenapa kamu cerita sama aku Karin."
Suara Anggun terdengar khawatir.
"Maaf ya Gun, aku nggak mau merepotkan kamu."
"Kamu yang sabar ya, maaf tadi aku belum bisa ke rumah sakit jenguk bapak."
"Doanya aja Gun."
"Pasti Karin, kalau ada apa-apa jangan suka dia untuk minta tolong sama aku."
"Makasih banyak Gun."
Percakapan mereka berakhir lalu Karina pun mulai mengerjakan tugas kuliahnya karena malam semakin larut.
🌹🌹🌹🌹🌹
Esok harinya Karina mengantar Risa ke sekolah lalu dia berangkat ke kampus juga. Selesai mata kuliah Karin seperti biasa langsung menghilang dan berangkat ke rumah sakit.
"Karin, sore aku mau jenguk Bapak."
"Makasih Gun, aku ke rumah sakit duluan ya soalnya hari ini hasil lab Bapak keluar "
"Oke, semoga baik - baik saja."
"Aamiin."
Karina mengajukan sepeda motornya menuju ke rumah sakit sesampainya di sana ada seorang suster yang sudah menunggunya untuk bertemu dengan Dokter.
Karina mengikuti Suster itu dan mendapatkan penjelasan panjang lebar dari Dokter Gama.
Setelah keluar dari ruangan dokter Karina tidak langsung ke ruang perawatan Bapaknya karena dia masih merasa syok lalu menuju ke taman rumah sakit.
"Bapak Heri harus menjalani cuci darah, itu jalan terbaik yang bisa kita lakukan."
Perkataan Dokter Gama yang masih terngiang di telinga Karina.
Seorang diri di taman rumah sakit Dia menatap kosong ke depan, air matanya mengalir di pipi mulusnya. Rasanya ingin menangis dan menjerit sekeras-kerasnya, meluapkan sesak yang ada di dadanya.
"Kuatkan Karin, Ya Allah."
Ucapnya lirih.
"Apa yang harus Karin lakukan sekarang."
Karina bingung memikirkan kondisi Bapaknya, walaupun terlihat baik - baik saja pasti di dalam hatinya juga menangis.
"Kamu kuat Karin ."
Kata Dia untuk menguatkan dirinya sendiri.
"Boleh Saya duduk."
Tiba - tiba ada suara seseorang dibelakang Karina yang membuat Dia reflek menoleh ke arah suara.
"Dokter.."
Ucap Karina sambil mengusap air matanya.
Dokter Gama tersenyum menatap Karina.
"Sendirian saja."
"I.. Iya Dok, silahkan duduk."
Dokter Gama mengambil duduk di ujung kursi supaya mereka ada jarak antar keduanya.
"Silahkan duduk Mbak Karina."
Dokter Gama melihat Karina yang malah hanya berdiri dan mereka sudah saling kenal sekarang.
"Makasih Dok."
"Maaf, kalau Saya mengganggu Mbak Karina."
"Tidak Dok, sama sekali tidak menggangu."
"Kok melamun sendiri, memikirkan Bapak." Tanya Dokter Gama sambil menatap ke arah kiri dimana Karina berada.
Karina hanya tersenyum sekilas menatap Gama lalu menghadap ke depan.
"Doakan yang terbaik untuk Bapak, memang cuci darah tidak dapat menjamin kesembuhan Bapak tapi insyaallah Bapak akan tetap sehat selama menjalankan cuci darah dengan rutin."
Mata Karina nanar menerawang ke depan.
"Cuci darah tidak akan memperbaiki ginjal Bapak Dok. Saya pernah mendengar cerita tentang sakit ginjal jika, sudah cuci darah lama kelamaan akan semakin sering dan jika tidak dapat bertahan, hiks...hiks..."
Karina tak mampu menahan tangisannya lagi, dia sebisa mungkin mengambil nafas untuk meredakan sesak di dadanya.
Gama menatapnya dengan iba, rasa prihatin tumbuh di dirinya.
"Sabar Mbak Karin, Bapak di doakan yang terbaik." Hanya itu yang bisa Gama katakan.
"Maaf Dok, saya jadi Melo begini. Kalau begitu Saya permisi Dok kasihan Bapak sendirian."
Karina beranjak dari tempat duduknya.
"Mbak Karin, tunggu sebentar."
Gama ikut berdiri lalu, mengambil sebuah kartu nama dan memberikannya kepada Karina.
"Ini kartu nama Saya, jika Mbak Karina mau konsultasi atau butuh teman untuk curhat bisa menghubungi ini nomor Saya."
Karina menatap ke arah kartu nama itu, rasanya ragu ingin mengambil kartu itu tidak biasanya seorang Dokter memberikan kartu namanya.
"Ini sebagai bentuk pelayanan saya kepada pasien." Jelas Gama yang paham akan keraguan Karina.
"Kenapa Dokter berikan kartu nama kepada saya."
"Saya yakin Mbak Karina sebenarnya banyak yang ingin ditanyakan mengenai kondisi Bapak Heri namun, karena keterbatasan kita untuk berjumpa dan konsultasi makanya Saya tetap ingin memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin kepada pasien."
Karina akhirnya mengerti dan mengambil kartu nama milik dokter Gama.
"Makasih Dok, Saya permisi."
"Iya silahkan, jangan sungkan untuk menghubungi nomor itu kapan pun dan Saya siap 24 jam." Kata Dokter Gama sambil tersenyum untuk meyakinkan Karina.
"Baik Dok, terimakasih."
Karina lalu pergi meninggalkan Dokter Gama yang masih memandang dirinya menuju ke ruangan perawatan Bapaknya.
🙂🙂🙂🤭
Lanjut......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!