Memeluk Rindu
Bab. 1
“Jangan berharap apa pun dari pernikahan ini. Memang kita sudah saling mengenal sejak kecil. Tapi jangan pernah bermimpi kamu bisa dekat denganku. Seumur hidupku, aku tidak pernah menginginkan pernikahan ini. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah bisa mencintaimu. Jika bukan karena Papa, aku tidak akan sudi menikah denganmu,” ujar Danny menatap tajam Sara, penuh dengan kebencian.
Sara terdiam. Ucapan Danny terlalu menohok, menusuk sampai ke dasar hatinya. Membawa perih yang tak terperi.
Sara tahu, ia tak bisa banyak menuntut, baik perhatian maupun cinta Danny. Sebab pernikahan ini terjadi atas dasar perjodohan. Yang telah lama direncanakan dan bisa terlaksana ketika mereka telah dewasa.
“Apa yang kamu kenakan, Sara? Lingerie? Apa kamu sadar seperti apa penampilanmu?” Danny terbahak-bahak sembari memindai Sara dari ujung kaki sampai ujung kepala. Bukannya membangkitkan gairahnya, wujud Sara dalam balutan lingerie berwarna merah itu malah membuatnya ingin muntah. Sara yang dekil, wajah yang bahkan baginya jauh dari kata cantik itu justru terlihat seperti badut yang memakai lingerie. Sungguh lucu dan memuakkan.
Sementara Sara yang dipandang remeh oleh pria yang sudah berstatus suaminya itu, menundukkan wajahnya malu. Awalnya ia memang tak berkeinginan mengenakan pakaian minim bahan ini. Tetapi Mayang, ibu mertuanya, berulang kali mendesaknya. Dengan alasan untuk menarik perhatian Danny.
Sara yang memang menyukai Danny sejak kecil pun tak menolak. Ia hanya berharap Danny akan menaruh sedikit perhatian kepadanya. Sangat besar harapannya bisa membuat Danny jatuh cinta kepadanya. Mengingat telah bertahun-tahun lamanya ia menyukai pria itu dalam diam.
Namun, apa yang ia dapatkan malam ini? Tidak lebih hanyalah kekecewaan. Bahkan kekecewaan itu semakin mendalam ketika wanita lain malah hadir diantara mereka, di malam pengantin mereka. Pantas saja Danny sengaja meminta agar mereka menginap di hotel keluarga untuk malam pengantin. Rupanya alasannya ialah agar Danny bisa bebas membawa kekasihnya keluar masuk hotel ini.
“Kamu sudah kenal Tania kan? Malam ini dia akan tidur bersamaku,” ujar Danny tanpa rasa bersalah sedikitpun. Setelah membawa Tania masuk.
Danny tak peduli dengan perasaan Sara yang telah hancur lebur oleh perbuatannya. Bisa-bisanya di malam pengantin, Danny malah ingin tidur dengan wanita lain.
Tania tersenyum sinis, terlihat sangat meremehkan Sara. Wanita itu bahkan tak punya malu telah menjadi orang ketiga, perusak malam pengantin Danny dan Sara.
“Ayo, sayang.” Danny lantas menggandeng Tania, mengajaknya ke tempat tidur. Wanita cantik dan seksi itu menurut saja dengan ajakan Danny. Sebab keduanya adalah sepasang kekasih yang saling mencintai.
Sementara Sara, wanita yang hanya dijodohkan dengan Danny, memilih menyembunyikan diri di toilet kamar hotel itu dengan lingerie yang membungkus raganya.
Sara hanya bisa menangis, meratapi nasib, dengan bersandar punggung di pintu toilet. Perlahan tubuhnya pun merosot seiring dengan derai air matanya yang kian deras membasahi pipi. Ia menutup telinganya rapat-rapat dengan kedua telapak tangannya ketika suara desahhan terdengar bersahutan. Yang membuat batinnya semakin terluka dalam.
Tega!
Sungguh tega Danny memperlakukannya seperti ini. Batinnya menjerit, terluka dalam oleh perbuatan Danny. Ia hanya bisa memasrahkan saja apa yang terjadi. Selama ini ia tahu, cintanya bertepuk sebelah tangan. Danny tak pernah menyukainya, bahkan sedari kecil.
Pernikahan ini terjadi karena perjodohan. Sara adalah seorang yatim piatu yang dibesarkan di tengah-tengah keluarga Dharmendra. Sara menyukai Danny sejak kecil, walaupun Danny kerap berlaku kasar kepadanya.
Sewaktu masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, Sara selalu membantu Danny. Mulai dari mengerjakan PR nya, menyiapkan seragam, sepatu, bahkan sampai bekal pun disediakan oleh Sara. Sampai-sampai Sara dikatai teman-temannya sebagai bayangan Danny.
Bagi Sara dikatai bagaimanapun tak mengapa, asalkan ia bisa berada dekat dengan Danny. Ia bersedia melakukan apapun untuk Danny, demi bisa meraih perhatian Danny.
Namun bagi Danny, Sara bukan siapa-siapa. Sara hanyalah seorang anak yang hidup menumpang pada kedua orang tuanya. Orang tua Sara adalah teman karib almarhum Jayadi Dharmendra, ayah kandung Danny. Ayah Danny lah yang membawa Dara tinggal bersama mereka.
Sampai suatu ketika, saat mereka beranjak dewasa, entah mendapatkan ide dari mana, Jayadi mendadak ingin menjodohkan Danny dan Sara. Sejak awal Danny menolak, tapi Mayang terus memaksa. Dengan sebuah alasan yang membuat Danny akhirnya tak bisa menolak.
---
Danny sedang mencatut diri di depan cermin saat Sara datang hendak mengajaknya sarapan di suatu pagi. Pria tampan itu tengah bersiap untuk pergi bersenang-senang.
“Sarapan sudah siap. Mama sedang menunggumu di meja makan,” ujar Sara berdiri di ambang pintu kamar. Sara sudah melupakan soal malam pengantin yang sukses memberinya torehan luka mendalam itu. Kini ia ingin menjadi istri yang baik bagi Danny. Walaupun Danny tidak menyukainya.
“Katakan saja pada Mama, aku sarapan di luar. Aku buru-buru sekarang. Tania sedang menungguku.” Santai Danny menanggapi, sembari mengambil jaket, mengenakannya, kemudian berlalu, melewati Sara begitu saja. Danny bahkan tak peduli perasaan Sara saat ini, yang terluka mendengar nama Tania disebut.
Teganya. Bagaimana bisa pria itu masih berhubungan dengan wanita lain disaat dia sudah memiliki seorang istri. Sara hanya bisa meniupkan napasnya panjang, menahan sebah di dada. Air mata yang menggenang di pelupuk mata itu pun luruh membasahi pipinya.
Sara bersabar. Sebisa mungkin ia berusaha kuat menerima apa yang terjadi, walau hatinya terluka. Ia terus meyakini suatu saat nanti Danny akan melihat ketulusan cintanya. Sama seperti nasehat Jayadi sebelum ayah kandung Danny itu berpulang.
Namun nyatanya, Kelakuan Danny malah semakin menjadi. Bahkan dengan berani Danny membawa Tania ke rumah. Sara yang baru saja selesai membantu Bibi memasak di dapur sore itu dikejutkan oleh kedatangan Danny dan Tania. Dan yang membuat Sara semakin kecewa dan terluka adalah Mayang, ibu mertuanya bahkan tidak melarang atau pun menegur Danny. Mayang seolah tak peduli.
“Danny, kenapa kamu bawa dia ke sini?” Sara melayangkan tanya sebagai bentuk protes.
Danny pun tersenyum miring, sembari merangkul mesra pundak Tania. Seolah tengah meledek Sara. Sengaja mempertontonkan kemesraannya.
“Bukan urusanmu. Kamu jangan coba-coba masuk ke kamar. Jangan ganggu aku dengan Tania. Paham kamu?” Bukannya memberi Sara jawaban, Danny malah memberi peringatan disertai tatapan tajam menikam. Yang membuat nyali Sara menciut. Tak berani lagi melayangkan pertanyaan serupa.
Danny kemudian melenggang acuh, menggandeng Tania menuju kamar. Sara pun hanya bisa memandanginya dengan derai air mata.
“Sabar ya Non.” Bibi Minah, perempuan paruh baya yang sudah bekerja belasan tahun di keluarga Dharmendra itu pun hanya bisa mengusap lembut punggung Sara penuh iba. Bertahun-tahun bekerja di keluarga itu, sedikit banyak Bibi Minah mengetahui seperti apa keadaan keluarga itu sebelum dan setelah Jayadi Dharmendra meninggal dunia. Bibi Minah juga tahu bila Sara menyimpan perasaan kepada Danny. Tetapi sayangnya, Danny malah seringkali memperlakukan Sara semaunya.
---
“Bye honey. Ingat, langsung pulang ya? Nanti istrimu ngamuk loh.” Tania menarik tuas hendak turun dari mobil begitu mobil yang dikendarai Danny menepi di depan pagar rumahnya. Namun cepat Danny mencekal lengannya, membuatnya pun urung turun.
Danny mengantarkannya pulang setelah makan malam berdua di dalam kamar rumah Danny yang dilayani langsung oleh Sara, wanita yang belum lama ini dinikahi Danny tanpa cinta.
“Dia itu hanya istri di atas kertas. Hanya kamu yang aku cintai. Masa kamu mau pergi begitu saja,” ujar Danny berwajah genit. Sembari mendekatkan wajahnya perlahan.
Tania pun tertawa kecil, sebab ia tahu maksud dari perkataan Danny. Danny enggan beranjak jika ia belum memberikan tip kecil berupa kecupan. Bukan kecupan singkat, melainkan kecupan yang saling berbalas mesra sebagai ungkapan perasaan yang terjalin diantara mereka.
Sementara di lain tempat, di malam yang sama. Sara tengah menunggu, duduk gelisah di tepian tempat tidur. Berbagai pikiran buruk berkecamuk di kepalanya seperginya Danny dan Tania usai makan malam romantis mereka di kamar pribadi, yang sukses menambah torehan luka di hatinya itu.
Sengaja ia menunggu Danny pulang untuk membicarakan perihal rumah tangga mereka yang memang tak harmonis sejak awal pernikahan. Ditambah lagi ternyata Danny memiliki wanita lain. Meski sakit dan masih berat hati, ia ingin mengakhiri saja pernikahan ini dan mengabaikan pesan terakhir mendiang Jayadi, ayah kandung Danny.
Untuk cintanya yang bertepuk sebelah tangan, ia masih bisa memaklumi dan menerimanya dengan lapang dada. Tetapi memperlakukannya semena-mena seperti ini, bahkan dengan tega Danny menghadirkan wanita lain ke dalam rumah tangga mereka, ia sungguh tak terima.
Dalam kecemasannya menunggu, tiba-tiba ia dikejutkan oleh bunyi dering ponselnya yang tergeletak di nakas. Bergegas ia meraih ponsel dan menjawab panggilan yang masuk, yang ia kira dari Danny.
“Apa? Da-Danny ... Danny ke-kecelakaan?”
Namun justru kabar buruk yang menyambutnya begitu ia mengangkat telepon.
*
Memeluk Rindu
Bab. 2
Enam bulan berlalu setelah kecelakaan. Danny akhirnya terbangun dari koma. Netranya menelisik setiap sudut ruangan mencari seseorang yang sering datang dalam mimpinya enam bulan belakangan. Namun orang itu tak terlihat dalam ruang pandangnya.
“Danny, kamu sudah bangun?”
Tania, wanita yang selalu setia menunggui Danny selama Danny koma, menjadi orang pertama yang mengisi ruang pandangnya. Menyusul Mayang, baru kemudian dokter yang hendak memeriksa kondisinya.
Danny diam seribu bahasa selama pemeriksaan sampai dokter akhirnya selesai memeriksa kondisi kesehatannya.
Menjadi suatu keajaiban ketika Danny terbangun lebih cepat dari prediksi awal medis. Yang memperkirakan Danny akan terbaring koma hingga bertahun lamanya. Terbangunnya Danny dari koma lebih cepat membuat Mayang dan Tania senang bukan kepalang, serta berurai syukur yang tak terhingga.
“Akhirnya kamu bangun juga, Danny. Mama sangat bersyukur pada Tuhan, doa-doa Mama akhirnya terkabulkan. Padahal Mama sempat putus asa dan mengira kamu tidak akan pernah bangun lagi, Nak.” Mayang berkata semringah, diliputi rasa haru sembari mengambil duduk di tepian tempat tidur. Sejam kemudian setelah dokter memeriksa kondisi Danny, dan Danny sudah mulai lebih baik.
“Gimana perasaan kamu sekarang, Danny? Apa ada sesuatu yang kamu inginkan saat ini?” tanya Mayang kemudian.
Namun Danny membisu. Hanya bola matanya yang bergulir liar memindai seisi ruangan. Raut wajahnya terlihat cemas.
“Oh ya, Danny. Apa kamu tahu, selama kamu koma, Tania ini yang selalu setia menjagamu, merawatmu sepanjang hari. Dia bahkan sampai tidak tidur hanya demi kamu,” sambung Mayang membuka obrolan. Mencoba mengingatkan Danny tentang kekasihnya. Yang bisa saja Danny malah melupakannya selama koma.
Namun lagi-lagi Danny tak memberi respon lebih selain tatapan datar terhadap Tania. Seolah kehadiran Tania tak berarti baginya.
Membuat Mayang dan Tania berkerut dahi bingung melihat wajah cemas Danny.
“Danny, kamu masih ingat Tania kan? Pacar kamu?” Mayang mencoba memastikan. Jangan sampai apa yang ia khawatirkan terjadi. Sebagai seorang ibu, ia tentu tak ingin jika sampai putra semata wayangnya itu malah kehilangan memorinya pasca terbangun dari koma.
Danny masih saja membisu, diam seribu bahasa. Membuat cemas mendera Mayang juga Tania.
“Kalau Mama, kamu masih ingat kan?” Tak memungkiri Mayang cemas luar biasa. Jangan sampai Danny malah lupa kepada ibunya sendiri. Yang tentu saja ia tak menginginkan hal itu terjadi.
“Tante, sebaiknya Tante jangan memaksakan ingatan Danny. Mungkin Danny butuh waktu,” ujar Tania menyarankan. Padahal ia sendiri pun khawatir jangan sampai Danny melupakannya.
“Di mana istriku?”
Namun satu pertanyaan yang terlontar dari mulut Danny itu pun akhirnya membuat Mayang dan Tania terdiam. Kemudian saling pandang. Pertanyaan Danny membuat mereka keheranan.
Pasalnya, semenjak Jayadi memutuskan menjodohkan Sara dengan Danny, sejak saat itu pula kehidupan Danny menjadi tak tenang. Sara bukanlah tipe wanita yang disukai Danny. Jika dibandingkan dengan Tania, Sara jauh berada dibawahnya. Sara yang dekil, Sara yang cupu dan kampungan itu sungguh membuat Danny muak melihatnya.
Tak hanya itu, Danny bahkan mulai membenci Sara ketika Jayadi mewariskan harta kekayaan keluarga Dharmendra kepada Sara. Kepemilikan Venus Hotel yang gedungnya berdiri hampir di berbagai penjuru negeri itu telah berpindah atas nama Sara Abimanyu. Membuat kebencian Danny kepada Sara semakin menggunung.
Itu sebabnya mengapa Mayang dan Tania terkejut bahkan keheranan jika Sara menjadi orang pertama yang dicari Danny ketika Danny siuman.
“Di mana Sara, istriku?” Danny kembali bertanya. Menggulir pandangan bergantian kepada Mayang dan Tania. Yang kini tampak kebingungan.
“Danny, kamu baru saja sadar dari koma. Sebaiknya kamu istirahat dulu ya? Sini, Mama bantu kamu berbaring,” ujar Mayang sembari bangun dari duduknya, hendak meraih Danny yang tengah bersandar punggung di kepala tempat tidur.
Namun Danny malah menepis tangan Mayang. Membuat Mayang terkejut.
“Tolong katakan, Mah. Di mana Sara? Aku ingin bertemu dengannya,” pinta Danny berwajah serius.
“Kamu tidak bisa bertemu Sara lagi sekarang, Danny,” ujar Tania.
“Kenapa? Dia istriku, kenapa aku tidak bisa bertemu dengannya?”
Tania terdiam. Tak ingin menjawab pertanyaan Danny yang satu itu. Setelah Danny terbangun dari koma, Danny malah memperlihatkan perubahan dalam dirinya. Yang entah apa penyebabnya. Padahal dahulu, jangankan bertemu, menyebut namanya saja Danny bahkan enggan. Bagi Danny Sara itu tak ubahnya mimpi buruk yang selalu menghantuinya.
“Berikan henfonku.” Danny meminta, membuka telapak tangannya di depan Mayang.
“Henfon kamu rusak. Mama belum sempat membelikan kamu yang baru,” ujar Mayang. Ia juga sama herannya dengan Tania akan perubahan Danny.
“Aku pinjam henfon Mama kalau begitu.”
“Buat apa?”
“Jangan banyak tanya dulu. Berikan saja henfon Mama.”
Dengan wajah cemas juga bertanya-tanya Mayang segera mengambil ponsel dari dalam tasnya. Lantas ia berikan kepada Danny.
Menggulir layar ponsel itu pelan, Danny mencari satu nama dalam deretan ratusan nama. Sampai akhirnya jempolnya berhenti menggulir saat ia menemukan satu nama.
Sara.
Beberapa kali menghubungi yang terdengar hanyalah nada sambung. Dan suara yang begitu ingin didengarnya tak jua terdengar dari ujung telepon itu. Membuat wajah cemasnya semakin kentara.
Sampai akhirnya pada panggilan ketiga, suara merdu itu pun terdengar menyapa.
“Halo?”
Wajah Danny berubah semringah seketika. Ia senang bukan kepalang. Suara yang begitu dirindukannya itu masih terdengar sama, merdu bagaikan lantunan lagu.
“Sara?” Danny balas menyapa dengan senyum terkembang sempurna di wajahnya.
Hening membentang beberapa saat.
“Sara, ini aku, Danny,” ujar Danny.
Namun yang terdengar hanya helaan napas Sara. Membuat Danny mengerutkan dahinya bingung.
Sama bingungnya dengan Mayang dan Tania. Entah apa yang dilakukan Danny saat ini. Yang jelas, hal itu diluar kebiasaan Danny.
“Sara, aku sudah sadar. Apa kamu tidak ingin menjengukku?” Dari kalimatnya yang terdengar, seolah Danny tengah mengharapkan kedatangan Sara.
“Syukurlah kamu sudah sadar. Aku berharap kamu baik-baik saja.” Terdengar Sara akhirnya menyahuti.
Danny semakin senang. Raut bahagianya menggambarkan dengan jelas bagaimana perasaannya saat ini. Perasaan yang berbanding terbalik dengan enam bulan lalu sebelum kecelakaan terjadi.
“Sara, apa kamu baik-baik saja?” tanya Danny
“Aku baik-baik saja.”
“Syukurlah. Sara, aku ... aku ...” Danny terlihat ragu. Ia menimbang-nimbang sejenak apa yang hendak ia utarakan.
“Maaf Danny, aku tutup teleponnya. Aku sibuk.” Sara berkata di ujung telepon, yang hendak mengakhiri percakapan.
“Sara, aku ingin bertemu denganmu.” Namun cepat Danny mencegah. Mengatakan sesuatu diluar kebiasaannya. Yang membuat hening kembali membentang. Helaan napas Sara terdengar jelas di telinganya. Sara seakan enggan menanggapi. Sebab sampai beberapa menit lamanya ia menunggu, Sara tak jua memberi jawaban.
“Sara, kita harus bertemu. Banyak hal yang harus kita diskusikan bersama. Please, temui aku,” pinta Danny, bernada memaksa.
Sementara Mayang dan Tania saling pandang. Bingung juga keheranan dengan tingkah laku Danny diluar kebiasaannya itu.
“Sara, please. Jawab!” Danny memaksa, sebab tak kunjung ada jawaban dari Sara yang terdengar.
“Semua aset keluargamu sudah aku kembalikan. Jadi apa lagi yang harus kita bahas?” Sara akhirnya menyahuti, namun membingungkan bagi Danny.
“Apa maksudmu?”
“Bukankah kamu menerima perjodohan kita hanya karena harta? Kamu mau menikahiku hanya agar Venus Hotel jatuh ke tanganmu bukan? Sekarang kamu sudah terbebas dari hubungan yang membuatmu tersiksa ini. Pernikahan yang tidak pernah kamu inginkan ini sudah aku akhiri. Jadi untuk apa kita bertemu? Surat cerai sudah aku titipkan ke Tante Mayang. Surat cerai itu sudah aku tanda tangani. Sekarang kamu sudah bebas. Selamat tinggal Danny.”
“Apa kamu bilang? Ce-cerai? Sara ...” Sambungan telepon terputus. Danny terkejut, juga kebingungan. Padahal ia tidak menginginkan perpisahan ini. Ada banyak kenangan manis bersama Sara yang dilaluinya. Dan ia tak ingin hal itu berakhir. Bukankah Sara mencintainya? Lalu mengapa Sara tiba-tiba menceraikannya? Apakah kenangan-kenangan manis bersama Sara itu hanya mimpi?
*
Memeluk Rindu
Bab. 3
Lucid dreams merupakan kondisi saat seseorang mengalami mimpi sadar atau bahkan bisa mengendalikan mimpi. Hal tersebut bisa terjadi karena gelombang otak yang sangat aktif, meskipun sedang terlelap.
Saat mengalami lucid dreams, seseorang akan merasa seolah melihat kejadian tertentu yang melibatkan diri sendiri. Kejadian tersebut bisa saja pengalaman masa lalu atau hal yang bahkan belum pernah dialami sebelumnya. Fenomena ini nyatanya cukup umum dan bisa dialami oleh siapa saja. Tidak terkecuali Danny.
Seperti orang kebanyakan, pasien koma juga bisa mengalami lucid dream atau mimpi yang terasa sangat nyata sehingga mereka tidak bisa membedakan apakah itu mimpi atau kenyataan. Danny mengalami hal serupa. Mimpi indah yang dialaminya serasa nyata. Sehingga kabar tentang rumah tangganya dengan Sara yang telah berakhir itu membuatnya sangat terkejut.
Pasalnya, dalam mimpi itu ia tengah menjalani pernikahan yang harmonis dan bahagia bersama Sara. Saling mengasihi, saling mencintai, dan saling melengkapi.
“Cerai? Aku sudah bercerai dengan Sara?” gumam Danny kebingungan. Padahal baru beberapa saat lalu kebahagiaan itu ia rasakan bersama Sara. Lalu mengapa semua berakhir begitu saja?
“Danny, kamu baik-baik saja kan?” tanya Mayang. Mengambil duduk kembali di tepian tempat tidur, memperhatikan raut wajah Danny yang terlihat kebingungan itu.
Danny menatap Mayang dengan tatapan menuntut. “Kenapa tidak ada yang memberitahuku soal ini?” tanyanya.
“Soal apa maksud kamu?” Mayang makah balik bertanya. Padahal ia tahu betul apa yang dimaksud Danny. Sebab dalang dibalik semua ini juga salah satunya adalah ia sendiri. Dengan bantuan pengacara keluarga. Sama seperti Danny, ia juga tak ingin Venus Hotel jatuh ke tangan Sara untuk selama-lamanya. Ia tak terima mendiang suaminya malah mengalihkan seluruh aset keluarga atas nama Sara. Hal tersebut membuatnya tak menyukai Sara.
“Bagaimana bisa aku dan Sara sudah bercerai? Bukannya aku koma? Lalu bagaimana caranya aku bisa bercerai dengan Sara?” Memang membingungkan bagi Danny. Tetapi tidak bagi Mayang. Sebab Mayang yang paling tahu.
“Mama yang melakukannya. Kenapa?” Kini Mayang justru menantang Danny.
“Danny, bukannya kamu sendiri yang sangat ingin bercerai dengan Sara? Mama kamu sudah membantu kamu terlepas dari Sara. Itu yang selama ini kamu inginkan bukan?” timpal Tania.
Sebagai kekasih Danny, terus terang saja ia juga menanti hari di mana Danny terlepas dari ikatan pernikahan dengan Sara. Berulang kali Danny menjanjikan kepadanya akan menikahinya jika Danny telah berpisah dengan Sara. Dan kini, kesempatan itu telah terbuka lebar. Tetapi yang terjadi, malah di luar ekspektasinya. Padahal ia telah bersabar menunggu, serta sepenuh hati merawat Danny saat pria itu terbaring koma.
“Aku? Kapan aku berkata seperti itu?” Danny masih terlihat kebingungan. Entah yang dikatakan Tania itu benar, atau Tania hanya membual saja. Sebab masih melekat hangat di ingatannya kenangan-kenangan manisnya bersama Sara. Dan itu terjadi baru beberapa saat lalu, sebelum ia terbangun. Lalu apakah benar ia hanya bermimpi?
“Kamu sudah bercerai dengan Sara. Dan kamu lihat sendiri buktinya.” Cepat Mayang berdiri. Lalu membuka laci nakas, mengambil satu berkas dari dalam sana. Lalu memperlihatkannya di depan mata Danny. Membuka berkas itu lebar-lebar, agar Danny bisa membaca sendiri isinya.
“Ini buktinya kamu dan Sara sudah bercerai. Sara sudah menandatangani berkas ini seminggu yang lalu. Sengaja berkas ini Mama simpan di sini, agar Mama bisa menunjukkannya padamu saat kamu sadar nanti. Dan sekarang kamu sudah sadar, silahkan kamu baca sendiri.” Mayang menyerahkan berkas itu ke tangan Danny.
Dengan dahi berkerut Danny pun mulai membaca isi berkas itu pelan-pelan. Dan yang membuatnya tak mengerti adalah, bagaimana bisa ia membubuhkan tanda tangannya dalam kertas itu jika ia sendiri dalam keadaan koma.
“Kamu percaya sekarang?” tanya Mayang memastikan.
“Tapi bagaimana bisa? Sedangkan aku dalam keadaan koma. Lalu bagaimana bisa aku menandatangani berkas ini?” Sungguh Danny butuh penjelasan akan hal tersebut.
“Mama yang melakukannya.”
“Maksud Mama?”
“Mama memalsukan tanda tangan kamu.”
“Kenapa? Kenapa Mama melakukan itu?”
“Mama cuma ingin membatu kamu terlepas dari pernikahan yang membuatmu tersiksa selama ini. Mama tahu kamu tidak mencintai Sara. Kamu mau menikahi Sara karena Mama yang memintamu. Agar semua aset keluarga kita jatuh ke tanganmu. Dan Sara juga sudah mengembalikan semuanya. Jadi sekarang, kamu sudah bebas Danny. Kamu sudah bisa menjalani hidupmu dengan tenang tanpa Sara. Dan kamu juga sudah bisa menikahi pacarmu, Tania.” Mayang menoleh kepada Tania sembari mengulum senyum.
“Bukankah kamu dan Tania saling mencintai?” sambungnya kemudian mengambil kembali berkas perceraian itu dari tangan Danny.
Danny termangu, kebingungan. Ia bahkan lupa jika ia memiliki wanita lain dalam hidupnya. Wanita yang mengaku sebagai kekasihnya.
Padahal baru beberapa saat lalu, tak hanya bersenda gurau bersama, bahkan sentuhan Sara serasa nyata baginya. Sentuhan lembut penuh kasih itu begitu menggetarkan jiwanya.
“Apa aku hanya bermimpi?” gumam Danny sembari menyentuh sebelah pipinya. Sentuhan Sara seolah masih terasa di pipi itu.
“Danny ... Sayang, hey, bangunlah. Kamu sudah lama tertidur. Kamu harus bangun sekarang. Ayo, bangunlah sayang.”
Ucapan Sara itu masih terngiang jelas di telinganya. Bahkan masih melekat dalam ingatannya, masih terbayang di pelupuk matanya senyuman manis Sara. Sara yang dekil, cupu, bahkan tak pandai berdandan itu terlihat cantik di matanya.
Danny membekap mulutnya sendiri. Terkejut, ia bahkan hampir tak bisa mempercayai kenyataan yang ditemuinya saat ini. Jika yang ia lihat dan ia alami itu hanya mimpi, lantas seperti apa kehidupan rumah tangganya yang sebenarnya? Benarkah ia dan Sara tidak pernah bahagia menjalani rumah tangganya?
“Danny, jangan bilang kalau kamu sudah lupa dengan kebencian kamu terhadap Sara. Sara itu orang yang sudah merebut harta keluarga kita. Kamu menikahinya agar kita bisa mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milik kita. Bahkan sedikitpun kamu tidak menyukai Sara. Apa kamu sudah lupa Danny?” Mayang mengingatkan dengan raut wajah cemas.
“Apa kamu juga sudah lupa padaku, Danny?” tanya Tania ikut-ikutan pula. Karena takut jangan sampai Danny lupa pada hubungan yang telah mereka jalani.
Danny tak menggubris. Semua masih sulit ia pahami. Antara mimpi dan kenyataan, ia kebingungan membedakan. Bila yang dialaminya adalah mimpi, ia hanya tak menyangka jika ia tertidur begitu lama.
“Tolong tinggalkan aku sendiri. Kepalaku sakit, aku mau istirahat,” pintanya kemudian.
Mayang dan Tania tak bisa memaksa. Dengan sedikit berat hati mereka menuruti permintaan Danny, meninggalkan Danny seorang diri di ruangan tersebut.
***
Di lain tempat, masih berada di lingkungan rumah sakit yang sama.
Sara baru saja menyelesaikan pekerjaannya mendistribusikan makanan kepada semua pasien. Ia kelelahan, lantas mengambil duduk di salah satu bangku yang tersedia di pantry rumah sakit tersebut. Ia menyeka peluh yang mengucur di dahinya sembari meniupkan napasnya panjang. Berharap lelahnya luruh.
“Aku ikut senang, akhirnya kamu siuman juga, Danny. Aku berharap semoga kamu baik-baik saja.” Sara bergumam sembari mengulum senyuman tipis.
Tak ada yang tahu, selama hampir enam bulan ia bekerja di bagian gizi, tepatnya di bagian pendistribusian makanan di rumah sakit yang sama di mana Danny tengah di rawat. Bekerja di bagian tersebut ia bisa memantau kondisi Danny secara diam-diam. Ia melakukannya tanpa sepengetahuan Mayang dan Tania, sebelum dua wanita itu datang membesuk Danny.
Setelah kecelakaan mobil yang menimpa Danny, hingga membuat Danny jatuh koma, Mayang mengusir Sara dari rumah. Mayang bahkan meminta Sara untuk menceraikan Danny juga mengembalikan seluruh aset keluarga Dharmendra yang telah dialihkan atas namanya.
Tak ada rasa berat hati bagi Sara untuk memenuhi keinginan Mayang. Mengingat Danny sedikitpun tak menaruh hati kepadanya, membuatnya menyanggupi permintaan itu. Walau sebetulnya hatinya terluka. Hanya dengan merawat Danny secara diam-diam, ia bisa mencurahkan kasih dan perhatiannya. Sebab jika Danny dalam keadaan sadar, sudah pasti hanya cercaan dan perlakuan kasar yang akan ia terima.
Namun, setelah Danny sadar, ia memilih untuk menjauh. Karena ia tahu, Danny tak mencintainya. Danny bahkan kerap berkata bahwa dirinya tersiksa dengan perjodohan ini. Hidup Danny menderita setelah menikahinya. Jadi, bukankah lebih baik ia menjauh dan menghilang saja dari hidup Danny?
*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!