"Halo Bang?"
....
Elgara mematikan sambungan teleponnya. Di seberang sana hanya terdengar pukulan demi pukulan. Tanpa mendengar penjelasan, Elgara sudah paham apa yang sebenarnya terjadi.
Beruntung seluruh ponsel anggota Vanoztra sudah dipasangkan aplikasi pelacak lokasi. Jadi, mereka tak perlu menjelaskan di mana keberadaan mereka sekarang. Jaket yang tersampir di atas kursi diraih oleh Elgara, lalu dengan cepat ia memakainya.
"Ada apa, El?" tanya Anres yang langsung ikut memakai jaket disusul dengan yang lainnya.
Sebenarnya mereka sudah hafal. Jika salah satu dari mereka langsung memakai jaket resmi Vanoztra tanpa berbicara. Pasti keadaan sedang genting. Maka dari itu mereka ikut memakainya juga.
"Bang Edward butuh bantuan. Gak ada habisnya mereka cari masalah. Kita harus ke sana sekarang juga," ucap Elgara.
Mereka sudah melihat lokasi di mana Edward berada, lalu mereka semua segera bergegas menuju tempat tersebut. Deruman suara motor meramaikan sepinya suasana di malam hari.
Ratusan motor-motor besar pun mulai memadati jalanan. Anres, berada di paling depan membelah jalanan di kota Bandung disusul oleh anggota lainnya.
Pasti dari awal kalian mengira bahwa Elgara adalah ketua utama Vanoztra? Atau wakil ketua utama Vanoztra? Salah. Elgara hanya anggota inti.
Lalu, siapa ketua utama Vanoztra? Dia Edward dan wakil ketua utama Vanoztra ialah Anres Marvino. Setiap keadaan tengah genting Edward selalu mempercayakannya pada Elgara.
Anres tak mempersalahkan hal itu. Karena ia akui Elgara lebih sigap darinya dan Elgara sangat cepat berpikir soal strategi penyerangan.
"Vanoztra, yang kebanyakan orang bilang gangster terbaik yang selalu menebar senyum ramah, tapi nyatanya Vanoztra adalah tempat ajal seseorang!"
"Atas dasar apa lo habisi nyawa anggota gue?!" bentak Micholas, ketua utama gangster Alaskar.
Kini Edward berdiri seorang diri di hadapan ratusan pasukan Alaskar. Yang tak ada habisnya mencari masalah dan berniat untuk menjatuhkan Vanoztra terus menerus.
"Treat them as they treat us. Itu prinsip Vanoztra. Jangan salahkan Vanoztra jika anggota lo mati di tangan kita. Siapa suruh lo semua selalu mengusik Vanoztra!" ucap Edward penuh penekanan.
Micholas tersenyum miring, lalu sepersekian detik berikutnya Micholas menatap tajam sembari mengepal kuat kedua tangannya. Rahangnya mengeras hingga urat-urat nya tercetak jelas.
"Vanoztra sampah!"
Bugh!
Pukulan Micholas pada Edward menjadi awal perkelahian mereka. Dengan cepat Edward membalas pukulan Micholas bertubi-tubi. Satu pukulan yang diberikan Micholas pada Edward, Edward membalasnya berkali-kali.
Anggota Alaskar tak bisa tinggal diam, kini mereka langsung menyerang Edward dan melayangkan pukulan. Kehebatan Edward, ia mampu memberi perlawanan meskipun ia seorang diri dan lawannya ratusan orang.
Edward memukul kepala salah satu anggota Alaskar, lalu memelintir tangannya dan mendorong salah satu anggota Alaskar hingga ia bertubrukan dengan temannya.
Edward tersenyum tipis saat melihat ratusan anggota Vanoztra sudah tiba untuk membantu dirinya. Karena tenaga Edward hampir terkuras habis. Anres dan seluruh anggotanya berlari untuk memberikan perlawanan dan penyerangan pada anggota Alaskar, tapi ....
Dor!
Suara tembakan menghentikan langkahnya. Elgara membelalakkan mata saat peluru menghantam dada Edward. Kini Edward terjatuh ke permukaan tanah. Tangannya memegang dada kirinya yang sudah berlumuran darah.
"BANG EDWARD!"
Elgara berlari menghampiri Edward. Ia cemas sangat cemas hingga Elgara seperti orang kebingungan. Otaknya terus berpikir apa yang harus ia lakukan sekarang. Seketika suasana menjadi hening. Beberapa detik kemudian suara pistol terjatuh mengalihkan pandangan semuanya.
Micholas, dia yang telah menembak Edward. Anres menggeram marah terdengar gemeletuk giginya. "SIALAN LO SEMUA!" teriak Anres sembari melayangkan pukulan pada Micholas.
Mereka semua saling melayangkan pukulan demi pukulan, sedangkan Elgara mencoba menghubungi ambulan, tapi sialnya baterai ponselnya lemah dan kini ponsel Elgara mati.
"Bangsat!"
Tangan Edward memegang pergelangan tangan Elgara. "Gak perlu El, sekarang waktunya—"
"Gak Bang! Bang Edward pasti kuat! Tahan sebentar," ucap Elgara sembari meraih ponsel milik Edward dan segera menghubungi ambulan—berhasil.
"El, gue harap—lo yang gantiin jabatan gue."
"Karena gue yakin. Lo bi-bisa me-mimpin Vanoztra dengan baik. Lo bisa—menjadikan Vanoztra terus berjaya," ucap Edward sembari sesekali meringis menahan rasa sakit.
"Enggak Bang. Gue gak akan gantiin jabatan Bang Edward. Karena jabatan Bang Edward belum selesai."
"Besok Bang Edward masih memegang jabatan sebagai ketua utama Vanoztra!" jelas Elgara.
"Gak bisa El, gue—gue gak bisa lama-lama. Be-besok gue udah gak bisa memimpin kalian lagi," ucap Edward.
Mata Elgara terasa memanas saat mendengar ucapan-ucapan Edward. Kini Elgara melihat Edward mulai kesusahan bernapas. Elgara mengumpat di dalam hati saat ambulan tak kunjung tiba.
"El, maafin gue—maaf kalo gue punya salah. Gue minta maaf sama se-semuanya."
"Tolong bilang—ke Bang Nando. Gue gak bisa pimpin—Vanoztra lama-lama," ucap Edward terbata-bata.
Edward semakin kesulitan bernapas. Elgara hanya terdiam saja menatap Edward, ia tak bisa berkata-kata lagi. Elgara berusaha menahan air mata, tapi sia-sia kini air matanya sudah terjatuh.
Terjatuh di saat mata Edward mulai tertutup. Elgara menghapus air matanya, ia memaksakan untuk tertawa sembari menggelengkan kepalanya. Tangan Elgara meraih tangan Edward.
"Lo cuma pingsan, kan, Bang? Lo pasti sadar lagi, kan? Lo gak tutup mata selamanya, kan?!" tanya Elgara dengan wajah yang memerah padam.
Hatinya terasa ditusuk seribu belati saat Elgara memeriksa nadi di tangan Edward tak berdetak lagi. Ia beralih menempelkan tangannya di leher Edward, tapi nadinya tetap tak berdetak, kemudian Elgara meletakkan tangannya di depan lubang hidung Edward—damn it! Hembusan napasnya tak terasa lagi di tangan Elgara.
"Jabatan lo sebagai ketua utama Vanoztra belum berakhir, Bang!"
"TUGAS LO BELUM SELESAI!" teriak Elgara, membuat seluruh anggota Vanoztra yang sedang memberikan perlawanan pada Alaskar berhenti.
"Bang Edward ..." ucap Anres dengan suara pelan.
Dalam hitungan detik mereka berlari menghampiri Edward. Saat itu pun ambulan baru tiba membuat amarah Elgara semakin memuncak. Ia menatap tajam pada petugas ambulan.
Elgara menarik kerah seragam salah satu petugas ambulan, lalu ia melayangkan pukulan. Emosi Elgara tak bisa dicegah. Rasanya ia ingin menghabisi petugas ambulan itu karena telat datang ke lokasi, tapi Brio menahan Elgara saat Elgara akan kembali melayangkan pukulannya.
"HARUSNYA DIA GAK MATI! KALO LO GAK TELAT DATANGNYA, BANGSAT!" bentak Elgara dengan napas yang memburu dan mata Elgara semakin memerah.
"El, tahan emosi lo, El. Ini semua tuh udah takdir mau ambulan datang cepet kalo emang udah takdir Bang Edward, sia-sia, El!" ucap Brio sembari menahan tubuh Elgara.
"Bang Edward, Bri!"
"DIA NINGGALIN KITA!" teriak Elgara histeris.
Elgara sangat dekat dengan Edward, ia sudah menganggap Edward sebagai Kakak kandungnya. Maka dari itu Elgara merasa benar-benar kehilangan.
Bukan hanya Elgara, seluruh anggota Vanoztra pun merasa kehilangan seseorang yang selalu mengajarkan hal positif dan selalu mengutamakan keadilan.
Malam ini adalah malam terakhir perjuangan Edward. Jalan ini pun akan menjadi bukti sejarah ketua utama Vanoztra batch 19 yang gugur karena kehebatannya dalam mempertahankan Vanoztra.
"Micholas!" gumam Anres dengan penuh kemurkaan. Ia menatap tajam saat Alaskar melenggang pergi begitu saja.
...🏴☠️🏴☠️🏴☠️...
Setelah pulang dari tempat peristirahatan terakhir Edward. Ratusan anggota Vanoztra bergegas menuju basecamp utama. Dipimpin oleh Fernando yang berada di paling depan.
Biasanya saat berkumpul bersama akan ada candaan atau obrolan konyol, tapi kali ini mereka semua menundukkan kepalanya. Wajah mereka tercetak sendu atas kepergian Edward.
Fernando menempelkan foto Edward pada sebuah buku. Di halaman foto-foto anggota lainnya yang telah gugur karena kehebatannya mempertahankan Vanoztra.
Fernando kembali terduduk, ia menatap satu persatu anggotanya. "Kita harus mengikhlaskan kepergian Edward. Karena dalam kebersamaan pasti ada perpisahan."
"Siap tidak siap. Seseorang yang berada di samping kita pasti suatu saat nanti akan pergi meninggalkan kita," ucap Fernando dengan tatapan lurus ke depan.
"Masa jabatan ketua utama Vanoztra batch 19 berakhir hari ini. Saya tidak punya banyak waktu, maka saya akan memilih hari ini juga ketua utama Vanoztra batch 20," jelas Fernando.
"Saya percayakan pada—Elgara Argantara."
Elgara tersentak saat namanya diucapkan oleh Fernando, ia mendongak menatap tak percaya bahwa ia dipilih untuk menjadi ketua utama Vanoztra batch 20.
"Tapi Bang—"
Elgara berniat menolak karena ia belum yakin bisa memimpin Vanoztra, tapi ucapan Elgara terhenti saat ia mengingat perkataan Edward semalam yang mengharapkan dirinya menggantikan posisi Edward.
Elgara pun tersenyum sembari menganggukkan kepalanya sopan. "Makasih Bang. Sudah percaya sama saya dan makasih juga buat kalian semua yang sudah mempercayai saya untuk memimpin."
"Saya berjanji akan menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan membawa Vanoztra lebih jaya lagi," ucap Elgara.
Mereka semua bertepuk tangan sembari tersenyum. Bukan hanya Fernando yang mempercayai Elgara, tapi mereka semua pun percaya bahwa Elgara sangat baik dalam hal memimpin.
Elgara berjalan ke arah Fernando. Tiba di hadapannya ia sedikit membungkukkan tubuh agar selaras dengan tinggi Fernando. Tujuannya agar Fernando mudah memasangkan jaket—jaket yang sudah dikhususkan hanya untuk ketua utama Vanoztra.
Setelah selesai Fernando menepuk pelan pundak Elgara sembari berkata, "Treat them as they treat us."
"Siap!"
...🏴☠️🏴☠️🏴☠️...
Beberapa bulan setelah Elgara menjadi ketua utama Vanoztra batch 20. Mereka merasa perkembangan Vanoztra menjadi semakin lebih baik. Ditambah Elgara berhasil merancang sendiri aplikasi otomatis apabila salah satu dari mereka sedang bahaya.
Aplikasi yang terpasang di ponsel masing-masing anggota Vanoztra bisa mendeteksi suara pukulan. Maka jika terdengar suara pukulan—otomatis komputer yang berada di basecamp utama yang sudah terhubung dengan aplikasi tersebut akan berbunyi.
Dan juga berbunyi di ponsel Elgara. Untuk berjaga-jaga jika tidak ada orang yang menjaga basecamp. Terutama saat mereka sekolah.
"Gue masih dendam sama si mie kocok bajingan itu," ucap Anres sembari membuka bungkus permen karet.
"Micholas setan!" bentak Anggara.
"Efek laper gini nih," sahut Brio.
Detik kemudian mereka semua mengangguk menyetujui perkataan Anres. Serentak berkata, "Gue juga."
Mario berhenti mengunyah permen karet, lalu ia berbicara, "El, prinsip Vanoztra, perlakukan mereka sebagaimana mereka memperlakukan kita."
"Micholas udah habisin Bang Edward dengan begitu kita pun harus—"
"Gue paham. Kita susun strategi sekarang," ucap Elgara.
"Cerdas!" sahut Anggara kagum sembari menjentikkan jarinya.
Micholas berjalan memasuki basecamp. Seluruh anggotanya langsung memasang mata. Bukan ke arah Micholas, tapi ke arah gadis yang berjalan di samping Micholas.
Dia, Ayra Claresta. Gadis berwajah hampir 80% sempurna dengan iris mata berwarna coklat. Kaos crop yang ia pakai dengan dibalut oleh jaket resmi Alaskar membuat lekukan tubuhnya terlihat indah.
Bulu mata yang lentik dan bola mata yang indah membuat semua orang akan betah menatap Ayra. Dia sama seperti perempuan pada umumnya, tapi ketika dia emosi semua orang akan tau bahwa dia bukan sembarang perempuan.
Ketika perempuan saling jambak, saling menyiram minuman. Hal itu tidak akan Ayra lakukan karena—ia akan langsung melayangkan pukulan.
"Gue colok mata lo satu-satu lirik adik gue penuh nafsu kayak gitu!" bentak Micholas yang langsung dihadiahi kekehan dari orang-orang yang menatap Ayra.
"Tau ih, kalian semua kayak baru lihat gue aja, padahal hampir tiap hari gue ke sini," ucap Ayra sembari melepaskan ikat rambutnya dan membiarkan rambut panjangnya tergerai.
"Makanya Ay, jadi cewek gak usah cantik banget. Jadi pusat perhatian, kan?" ucap Nathan, saudara Ayra dan juga Micholas.
"Mikinyi iy, jidi ciwik gik isih cintik bingit. Bacot! Giliran cewek jelek aja lo, body shaming!" ketus Ayra.
Sebenarnya kebanyakan orang memanggil Ayra dengan panggilan 'Ra', tapi berbeda dengan Nathan, hanya ia saja yang memanggil Ayra dengan panggilan 'Ay' katanya sih panggilan kesayangan buat saudara cantiknya.
"Bang, rencana kita apalagi, nih?" tanya Satria salah satu anggota Alaskar.
"Cari tau siapa ketua utama Vanoztra sekarang," sahut Micholas sembari menyeringai.
Bukan hanya Micholas yang tengah menyeringai, tapi di luar basecamp Alaskar, Elgara menyeringai puas. Melihat seluruh anggota Alaskar tengah berkumpul dan hal yang paling membuat Elgara bahagia adalah—Micholas duduk tepat menghadap ke arah jendela. Memudahkan dirinya mengarahkan pistol.
Beruntung Elgara hanya fokus pada Micholas, ia tak sadar bahwa di samping Micholas ada seorang gadis yang mampu menggagalkan kefokusannya. Ingat ya, Elgara adalah tipe cowok yang kalo udah lihat cewek cantik susah kedip!
Dalam hitungan detik, Elgara menekan trigger pada pistol. Saat itu pula peluru langsung menghantam kaca jendela dan menembus dada Micholas.
Dor!
Prakkk!
Suara tembakan dan juga kaca jendela yang pecah terdengar begitu kencang. Semua orang yang berada di basecamp membelalakan matanya ke arah jendela. Mereka belum menyadari bahwa peluru tersebut sudah menembus dada Micholas.
"Ayra—" panggil Micholas sembari memegang dadanya.
Seketika Ayra terkejut melihat darah yang sudah banyak keluar dari dada Micholas. "KAK MICHO!" teriak Ayra sembari memegang dada Micholas yang sudah berlumuran darah.
"SIALAN! CARI PELAKUNYA!" titah Nathan pada semua anggota Alaskar, tapi ditahan oleh Ayra.
"Jangan urusi mereka! Urusi dulu Kak Micho, Nat! Panggil ambulan cepetan!" ucap Ayra cemas.
"Nat—Nathan," panggil Micholas.
"Ya Bang?" jawab Nathan sembari menatap cemas.
"Gue—gue serahin jabatan gue ke lo dan juga— titip—Ayra, ya. Ja-jagain adik gue," ucap Micholas terbata-bata sesekali ia meringis menahan sakit pada dadanya.
"Kak Micho mau kemana?! Kak Micho gak boleh pergi!" teriak Ayra di tengah isak tangisnya, ia langsung memeluk Micholas.
"Lo kuat Bang, lo kuat! Tunggu sebentar lagi!" ucap Nathan sembari terus melihat ke arah jendela berharap ambulan cepat datang.
Ayra terus menangis membasahi kaos putih Micholas. Beberapa detik kemudian, Ayra mendongak menatap Micholas setelah Ayra merasa detak jantung lelaki itu berhenti. Ayra terkejut sangat terkejut melihat Micholas sudah menutup matanya.
"Enggak, enggak!"
"KAK MICHOOOO!"
Tangisan Ayra semakin pecah. Seluruh anggota Alaskar pun menggeram penuh amarah bercampur dengan rasa sedih atas kepergian ketuanya. Pada detik ini pun mereka benar-benar merasa murka pada orang yang telah menembak Micholas.
Ayra menolehkan kepalanya, ia menatap ke arah jendela. Berharap mengetahui orang yang telah menembak kakaknya dan—dapat! Ayra tau siapa pelakunya walaupun ia hanya melihat tulisan pada belakang jaket pelaku tersebut.
"Vanoztra?" gumam Ayra.
...🏴☠️🏴☠️🏴☠️...
Beberapa hari kemudian setelah kepergian Micholas. Ayra terus mengurung diri di kamar, ia merasa sangat kesepian. Karena Micholas satu-satunya penyemangat Ayra dan orang yang selalu ada untuk dirinya.
Bagi Ayra, Micholas bukan hanya kakak kandungnya, tapi dia juga tempat curahan hatinya di setiap hari.
"Ayra, makan dulu sayang, yuk?" ajak Regina, Mama kandung Ayra.
Regina merasa cemas karena sudah tiga hari putrinya tidak mau makan. Ayra hanya meminum air putih saja. Kepergian putra pertamanya membuat Regina dan Tomi kini hanya memiliki Ayra satu-satunya.
"Udah tiga hari kamu belum makan," ucap Regina sembari menatap Ayra.
"Ayra gak laper, Mam."
Regina pun menarik tubuh Ayra ke dalam pelukannya. "Ayo makan, sayang. Ikhlasin Kak Micho ya, nanti kalo Ayra terus kayak gini Kak Micho di sana pasti sedih, Nak."
"Micho udah ninggalin Mama sama Papa. Jangan sampai kamu pergi tinggalin Mama sama Papa juga, sayang," ucap Regina sembari menangis.
Ayra melepaskan pelukannya, ia menatap Regina lekat, lalu ia menghapus air mata Regina. "Ayra gak boleh lemah gini ya, Mam?" tanya Ayra.
Regina mengangguk. "Iya sayang, kamu gak boleh lemah. Kak Micho selalu marah, kan, kalo lihat kamu lemah? Dia gak suka kamu kayak gini. Dia selalu pengen adiknya kuat dan berani."
Gadis yang memiliki iris mata berwarna coklat tersebut menghela napas, kemudian menyeka sisa air matanya. "Oke, Ayra gak lemah. Ayra kuat dan berani."
"Mulai detik ini, Ayra akan bangkit kembali, Mam," ucap Ayra sembari tersenyum kecut.
"Syukurlah. Nanti siang kita jemput Papa di bandara ya, sekarang kamu makan dulu," ucap Regina yang diangguki oleh Ayra.
Setelah selesai makan. Ayra kembali masuk ke dalam kamar untuk memainkan ponselnya. Sebuah notifikasi chat dari Nathan membuat Ayra berhenti memainkan game.
N: Ay, pelaku yang nembak Bang Micho itu Vanoztra.
A: Dari awal juga gue udah tau kalo Vanoztra pelakunya.
N: Kenapa lo gak bilang, Inem!
A: Gue lagi berpikir untuk hancurin Vanoztra.
A: Oh iya, lo tau gak ketua utama Vanoztra sama anggota intinya sekolah di mana?
N: Ketua utama yang sekarang gue gak tau siapa
N: Kalo anggota intinya sih mereka sekolah di SMA Bintang Negara
A: Oke-oke, gue mau tau kenapa mereka bisa sampai nembak Kak Micho?
'Bagus! Anak ini gak tau permasalahan Alaskar sama Vanoztra, gue kasih tau aja seolah Vanoztra yang memulai' Nathan menyeringai ketika di dalam hatinya berkata seperti itu.
N: Mereka pengen hancurin Alaskar. Sebelum mereka nembak Bang Micho, mereka sempat habisi nyawa salah satu anggota Alaskar
A: ****! Jadi mereka mau hancurin Alaskar dengan cara membunuh semua anggotanya? Cara mereka bener-bener sampah!
A: Kalo gitu, secepatnya gue akan pindah ke SMA Bintang Negara. Gue akan hancurin Vanoztra dan cari tau siapa ketua utama Vanoztra
N: Bagus! Tenang aja kita semua di sini bakal dukung lo. Kalo gitu gue serahin jabatan gue sebagai ketua utama Alaskar ke lo aja
A: Enggak, lo tetap jadi ketua utama Alaskar sesuai ucapan terakhir Kak Micho dan gue tetap sebagai penyusun strategi penyerangan
Setelah dirasa percakapannya selesai, Ayra menutup laman chat-nya. Ia tersenyum miring sembari melihat ke arah jendela. Ayra meyakinkan dirinya bahwa ia bisa berhasil menghancurkan Vanoztra.
"It's time to get up and start carrying out the mission."
"You sure can, Ayra!" ucap Ayra dengan nada semangat sembari menarik dua ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman.
Di depan cermin. Ayra sibuk mengaplikasikan bedak pada wajahnya, kemudian ia mengoleskan lipbalm ke area bibirnya agar tidak kering.
Bibir Ayra sudah berwarna pink alami. Jadi, ia tidak perlu memakai liptint atau jenis lipstik lainnya—cukup pelembab bibir saja.
Ayra menggeserkan layar ponselnya ke atas setelah melihat nama Nathan terpampang di layar ponsel. Setelah sambungan teleponnya terhubung Ayra tak memulai percakapan, ia terus sibuk mencatok rambutnya.
Ay, hari ini saatnya lo menjalankan misi. Misi pertama cari tau dulu siapa ketua utama Vanoztra. Jangan sampai misi pertama lo gagal.
"Oke, 100% misi gue pasti berhasil. Lo tenang aja. Gue udah susun baik-baik rencana yang bakal gue lakuin. Kalo gue udah dapat—balik sekolah langsung kumpul di basecamp."
"Gue kabarin lagi deh, Nat, nanti."
Kalo lo dapat informasi tentang Vanoztra hari ini. Gue langsung siapin sesajen buat lo di basecamp.
"Gue pegang omongan lo, awas aja kalo cuma ngomong doang!"
Sesajen yang dimaksud oleh Nathan yaitu makanan kesukaan Ayra—kiko dan yupi. Sudah menjadi kebiasaan Ayra menutup telepon tanpa izin.
Setelah merasa obrolannya cukup, ia akan menutupnya, meskipun orang yang di seberang sana masih ingin berbicara.
Setelah Ayra selesai bersiap-siap, ia langsung meraih tas yang sedari tadi ia letakkan di atas tempat tidur. Pandangan Ayra beralih ke arah pigura. Dimana pigura itu terdapat foto dirinya bersama Micholas, ia meraih foto tersebut, lalu mengusapnya pelan.
"Kak Micho, i really miss you," gumam Ayra sembari tersenyum kecut.
...🏴☠️🏴☠️🏴☠️...
Mobil yang dikendarai oleh Ayra mulai memasuki gerbang SMA Bintang Negara. Sekolah tersebut sudah cukup ramai oleh murid-murid yang baru berdatangan.
Perasaan Ayra, tadi dirinya berangkat sangat pagi tujuannya agar tidak menjadi pusat perhatian orang-orang, tapi setelah melirik jam tangannya waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi saja.
Ayra membuka perlahan pintu mobilnya, kemudian kaki kanannya menginjak permukaan tanah. Setelah turun dari mobil, Ayra mengedarkan pandangan ke sekeliling bangunan sekolah yang terlihat begitu megah.
Hembusan angin di pagi hari dengan bebas memainkan rambut Ayra. Saat Ayra melangkahkan kakinya, saat itu juga Ayra menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar. Ayra mempercepat langkahnya untuk segera tiba di ruangan kepala sekolah.
Brakkk!
"SETAN!"
Suara gebrakan meja membuat kedua gadis yang tengah asik menatap layar ponselnya terperanjat kaget. Bukan sekali, dua kali loh mereka kaget karena gebrakan meja. Hampir tiap hari!
"Shafira! Bisa gak sih lo, sehari aja gak gebrak meja!" bentak Maudy sembari memukul pelan lengan sahabatnya.
"Tau nih anak. Gak lagi sedih, gak lagi bahagia pasti aja mukul meja," ujar Nana sembari mendelik tajam.
"Udah skip-skip! Gengs! Lo berdua tau gak, gue udah lihat apa di pagi hari ini?" tanya Shafira begitu semangat.
"Pasti gak salah lagi. Anak Vanoztra yang lo lihat," tebak Nana.
"Ish! Bukan."
"Terus siapa? Lihat Raja lagi main basket?" tebak Maudy.
"Bukan!"
"Ya terus apa anjir! Ngomong dong gak usah tebak-tebakan. Masih pagi udah disuruh mikir," ketus Nana kelewat gemas. Karena Shafira tuh demen banget suruh teman-temannya tebak pikiran atau hatinya.
Bukannya langsung menjawab, Shafira malah mengeluarkan buku-buku pelajarannya, ia sengaja memancing temannya agar penasaran banget. Kalo udah penasaran baru dia jelasin.
"Sha, lama-lama gue guntingin usus lo! Gemes banget gue sama lo, buruan kenapa? Ada apa sih?" tanya Nana sembari menatap tajam.
"Tetangga gue sering banget bikin orang penasaran. Eh, besoknya meninggal keselek cilok," ucap Maudy.
Mendengar ucapan sahabatnya, Shafira terkekeh sembari menggaruk kepalanya tak gatal. "Jadi gengs, tadi gue lihat ada anak baru."
"Dan gue lihat dia setara sama kita-kita. So, wajib banget dong kita ajak dia untuk masuk ke dalam persahabatan kita! Biar Fourangels kembali lengkap!" jelas Shafira.
"Anak baru? Dia masuk kelas ini?" tanya Nana.
"Em, gak tau sih dia masuk kelas mana."
Sumpah! Nana ingin sekali melempar Shafira ke kandang harimau. Kalo gak tau—kenapa harus bilang! Jadinya, Nana sama Maudy berharap banget kalo anak baru itu masuk kelas ini.
"Serah lo deh, Sha," sahut Maudy malas.
"Besok-besok ya, Sha, lo gak usah ngom—"
Ucapan Nana terhenti setelah kepala sekolah, guru pengajar dan juga—anak baru masuk ke dalam kelas. Semua membungkam mulut tak ada satu orang pun yang bersuara. Mereka semua memasang mata ke arah Ayra.
'Damn it! Sepertinya anak Vanoztra gak ada di kelas ini. Gue gak menemukan ciri-ciri wajah anak gangster di sini'
"Selamat pagi!" sapa Pak Dandy, kepala sekolah SMA Bintang Negara.
"Pagiiii," sapa serentak semua murid yang berada di kelas.
"Kelas XII IPA B. Hari ini di kelas kalian kedatangan murid baru pindahan dari SMA 11. Silakan, perkenalkan diri kamu."
Ayra menghela napasnya sejenak, kemudian ia berjalan dua langkah ke depan. Awalnya Ayra menundukkan kepalanya, kini ia mulai mengangkat kepala—mengedarkan pandangan ke setiap orang yang tengah menatap dirinya.
"Good morning all. Kenalin—aku Ayra Claresta. You can call me as you like. Aku harap kita bisa berteman dengan baik," ujar Ayra di akhiri senyuman manisnya.
"Hai Ayra!"
"Panggil sayang boleh gak?"
"Welcome to XII IPA B, Ayra!"
"Selamat bergabung di kelas IPA B yang dipenuhi oleh buaya dan juga bidadari-bidadari surga."
Ayra hanya bisa memberikan senyuman ramah saja, ia bingung mau menjawab sapaan siapa. Karena hampir seluruh orang yang berada di kelas ini menyapanya, bahkan bukan sekali saja, tapi ada yang berkali-kali juga.
"Nah, dia gengs! Dia anak baru yang gue maksud! Pokoknya ajak dia buat jadi sahabat kita!" ujar Shafira heboh yang diangguki semangat oleh kedua sahabatnya.
"Sudah cukup perkenalannya Ayra. Sekarang silakan kamu pilih tempat duduk yang menurut kamu nyaman," ujar Bu Hanin, guru pengajar hari ini.
Gadis itu mengganggukkan kepalanya. Baru saja ia mengedarkan pandangannya untuk mencari kursi kosong. Tiba-tiba sudah banyak orang yang memanggil namanya untuk duduk bersama mereka.
"Ayra! Duduk sini sama gue!"
Ayra menoleh ke arah seseorang yang memanggil namanya sangat kencang, bahkan lebih kencang dari yang lainnya.
"Oke, thank you," ucap Ayra, kemudian ia berjalan ke arah meja tersebut.
"YES!" ucap Nana, Maudy dan Shafira serentak sembari bertos ria secara bergantian.
Ayra yang melihat tingkah mereka seketika tersenyum, walaupun ia tak mengerti kenapa mereka begitu senang saat Ayra duduk bersamanya. Kini Ayra duduk bersama Nana. Di depan mereka tempat duduk Shafira dan juga Maudy.
"Ayra, nanti istirahat bareng kita," ajak Nana yang di akhiri senyuman.
"Oke," jawab Ayra sembari tersenyum juga.
Sebelumnya Ayra mengira bahwa mendapatkan teman baru akan sulit, tapi nyatanya begitu mudah. Hari pertamanya di sekolah baru, ia sudah mendapatkan banyak teman. Ayra berharap mereka benar-benar teman bukan fake friends.
Semoga aja dengan adanya mereka kesepian yang gue rasakan setelah kepergian Kak Micho perlahan hilang -batin Ayra.
"Pembelajaran akan dimulai sekarang. Tolong perhatikan ke depan jangan ada yang mengobrol. Kalo mau kenalan dengan Ayra lebih baik di jam istirahat saja," jelas Bu Hanin.
"Siap Buuuu ...."
...🏴☠️🏴☠️🏴☠️...
Sekitar lima menit, bel istirahat sudah berbunyi dari tadi. Kini Ayra berjalan bersama ketiga teman barunya menuju kantin. Sepanjang koridor kelas sampai kini Ayra terduduk di kantin semua orang terus menatap dirinya. Ada juga yang berbicara mengenai mereka berempat.
"Gila! Fourangels makin perpect aja!"
"Kebayang deh kalo gue jalan bareng sama mereka. Gue bakal jadi pusat perhatian."
"Yang ada lo dikira babunya anjir! Ampas kopi gabung sama bubuk berlian."
Awal mula nama Fourangels—bukan Nana, Maudy atau Shafira yang menentukan, tapi anak SMA Bintang Negara yang menyebutnya.
Nama tersebut sangat pas untuk mereka yang memiliki body dan juga face seperti angel. Dulu mereka berempat, tapi karena salah satu dari mereka pindah sekolah jadi mereka bertiga. Dan kini kehadiran Ayra membuat Fourangels kembali lengkap.
"Huahhh, kenyang gini perut gue," ucap Maudy sembari menyenderkan tubuhnya, kemudian mengusap-usap pelan perutnya.
"Gue kagak kenyang," ujar Shafira.
"Gila lo, perut karet. Segitu baso habis dua porsi bilang kagak kenyang?" tanya Ayra setelah menyeruput sisa jus stroberi-nya.
"Gue gak akan kenyang Ra, kalo mata gue belum lihat anak Vanoztra," jawab Shafira sembari mencebikan bibirnya.
"Tumben-tumbenan mereka gak kumpul di kantin," lanjut Shafira.
Ayra yang sedang memotong baso dengan cepat ia mendongak menatap Shafira. Bentar-bentar, Ayra gak salah dengarkan tadi sahabatnya itu bilang anak Vanoztra?
"Kalian tau Vanoztra?" tanya Ayra yang langsung diangguki oleh ketiga temannya.
"Lagian siapa sih yang gak tau Vanoztra. Hampir seluruh orang Bandung tau mereka, Ra," jawab Nana.
"Emangnya kenapa? Pacar lo anak Vanoztra?" tanya Maudy, kemudian meniup-niup siomay nya yang masih panas.
"Bukan. Gue cuma pengen tau mereka aja soalnya gue pernah dengar nama Vanoztra, tapi orangnya gue gak ta—"
Brakkk!
"KAMPRET!" teriak Maudy bersamaan dengan Nana.
Mereka bertiga terperanjat kaget. Kalo ada orang yang memperhatikan pasti dia akan melihat tiga tubuh gadis ini seperti akan meloncat.
Sial! Rasanya jantung Ayra berpindah tempat. Dan lebih sialnya lagi siomay yang akan dimakan Maudy sampai terlempar ke atas.
"Babi lo mah, Sha! Kaget anjrit!" ketus Nana sembari menatap tajam Shafira.
"Siomay gue sampai fly, anjir," ucap Maudy.
Shafira menyengir lebar ke arah sahabatnya, lalu ke arah orang-orang yang berada di kantin karena mereka juga ikut terkejut. "Hehe, sorry, gengs," ucap Shafira.
"Ayra, sini deh gue kasih tau soal Vanoztra," ucap Shafira sembari memperlihatkan layar ponselnya yang sudah menampilkan foto beberapa anak Vanoztra.
Sebelum Shafira menjelaskan. Ayra memasang telinga dan memasang matanya baik-baik untuk mengingat wajah mereka satu persatu. Nana dan Maudy yang sudah tau, mereka tetap ikut mendengarkan sembari melihat fotonya.
"Ini yang ujung sebelah kiri namanya Mario. Terus sebelah Mario, ada Brio dan sebelah Brio, ada Anggara. Mereka semua adalah anggota inti Vanoztra," jelas Shafira.
"Terus-terus itu sebelah Anggara, siapa?" tanya Ayra yang semakin penasaran.
"Nah, ini dia pangeran SMA Bira, haluan para siswi SMA Bira, sekaligus idaman siswi SMA Bira juga. Namanya Elgara Argantara, dia– ketua utama Vanoztra," lanjut Shafira menjelaskan.
SMA Bira \= SMA Bintang Negara.
'Finally! Gue tau ketua utama Vanoztra. Elgara Argantara'
"Jadi mereka berlima tuh sekolah di sini, Ra. Tiga anggota inti, ketua utama dan wakil ketua utama," jelas Nana ikut menambahkan.
"Lima? Shafira tadi jelasin cuma empat. Satu lagi siapa?" tanya Ayra sembari mengernyit.
"Ah iya, satu lagi Anres, Anres gak ada di foto. Dia wakil ketua utamanya," jelas Maudy yang diangguki oleh Ayra.
'Complete! Orang-orang penting Vanoztra ada di sini semua. Memudahkan gue untuk menjalankan misi dan mendapatkan info lainnya'
Semua ini di luar dugaan Ayra. Dengan mudah, ia tau siapa ketua utama Vanoztra. Misi pertama berhasil Ayra lakukan. Dengan awal yang mudah pasti misi-misi selanjutnya pun akan lebih mudah lagi, pikir Ayra.
...🏴☠️🏴☠️🏴☠️...
"Nat, sore ini kumpulin semua anak-anak di basecamp."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!